Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Memasuki tahun 1957 situasi politik di Indonesia masih diwarnai dengan
adanya pertentangan antarelite politik. Hasil pemilihan umum pertama tahun
1955 tidak memenuhi harapan rakyat. Wakil-wakil partai Oposisi di DPR
terus-menerus berusaha menjatuhkan kabinet dan wakil-wakil partai politik di
konstituante belum juga berhasil merumuskan undang-undang dasar baru. Hal
itulah yang mendorong Presiden Soekoarno untuk mengeluarkan Dekret
Presiden 5 Juli 1959.
Pemilu 1 tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih
anggota badan konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-undang
Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan Undang-undang
Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di Negara kita diterapkan demokrasi
Liberal dengan system kabinet parlementer.
B. Tujuan
Untuk mengetahui Terjadinya Sejarah Perkembangan Kehidupan Politik
dan Ekonomi pada Masa demokrasi terpimpin.

C. Rumusan Masalah

1) Bagaimana Terjadinya Sejarah Perkembangan Politik pada Masa


Demokrasi Terpimpin?

2) Bagaimana Terjadinya Sejarah Perkembangan Ekonomi pasa Masa


Demokrasi Terpimpin?

D. Manfaat
Diharapkan dari makalah ini kita bisa mengetahui bagaimana terjadinya
perkembangan kehidupan politik dan ekonomi pada masa demokrasi
terpimpin.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Kehidupan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin

1.1 Dekret Presiden 5 Juli 1959

a. Situasi Politik Pasca-Pemilu 1955


Pada Pemilu I tahun1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga
memilih anggota badan Konstituant. Badan ini bertugas menyusun
Undang-undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara
Kesatuan Republik Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945
menggunakan Undang-undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di
Negara kita diterapkan demokrasi liberal dangan sistem kabinet
parlementer.
Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah
mengalami keguncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan
Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatra Utara, Dewan
Banteng di Sumatra Tengah, Dewan Garuda di Sumtra Selatan, dan Dewan
Lambung Mangkurat di Kalimantan Selatan yang kemudian menjadi
gerakan yang ingin memisahkan diri.
Wakil-wakil partai oposisi di DPR terus-menerus berusaha
menjatuhkan kabinet dan wakil-wakil partai politik di Konstituante belum
juga berhasil merumuskan undang-undang dasar baru. Dalam situasi itu,
Presiden Sukarno yang sejak awal tidak menyetujui sistem parlementer
manjadi semakin kritis terhadap sistem demokrasi liberal dan partai-partai
politik. Dalam pernyataannya tanngal 28 Oktober 1956, iya menganjurkan
agar partai-partai dikuburkan saja. Pernyataan tersebut segera mendapat
tantangan dari pihak masyarakat.
b. Lahirnya Konsepsi Presiden
Pada tanggal 21 Februari 1957 Presiden Sukarno mengemukakan
rumusan politiknya yang dikenal sebagai Konsepsi Presiden di Istana
Negara di saksikan oleh pimpinan-pimpinan organisasi sipil maupun

2
militer, isi pokok dari konsepsi tersebut menyangkut dua hal, antara lain
sebagai berikut.
1) Pembentukan Kabinet Gotong Royong
Kabinet ini didukung oleh semua partai yang mempunyai perwakilan
dalam DPR dengan memasukkan keempat partai besar, yaitu Masyumi,
PNI, NU, dan PKI.
2) Membentuk Dewan Nasional
Badan ini beranggotakan wakil-wakil golongan fungsional
Konsepsi Presiden ternyata tidak berhasil mendapatkan dukungan
mayoritas sehingga tidak dapat mencapai konsensus dalam parlemen.
Partai yang paling keras menentang konsepsi itu adalah Masyumi dan
Partai Katolik, sedangkan NU, Parkindo, IPKI, PSII, dan PSI menolak
secara tidak langsung. Partai yang mendukung adalah PKI dan PNI.
Sementara itu, Kabinet Ali Sastroamijoyo II menghadap krisis karena
adanya gerakan-gerakan separatis di daerah-daerah. Pada tanggal 14 Maret
1957 Ali Sastroamijoyo mengembalikan mandatnya kepada presiden. Pada
hari itu juga Presiden Sukarno mengumumkan Negara dalam keadaan
bahaya (SOB).
Tanggal 9 April 1957 terbentuk Kabinet Karya dengan tokoh nonpartai
Ir. Juanda sebagai perdana menteri. Pada tanggal 6 Mei 1957 Presiden
Sukarno membentuk Dewan Nasional yang dipimpinnya sendiri.
c. Kegagalan Penyusunan UUD oleh Konstituante
Sebab-sebab kegagalan penyusunan undang-undang dasar oleh
Konstituante, antara lain sebagai berikut.
1) Diantara anggota-anggota Konstituante terjadi perdebatan antara partai-
partai Islam yang menghendaki agar Islam dijadikan sebagai dasar
negara dan partai-partai non-Islam yang lebih menghendaki Pancasila
menjadi dasar negara.
2) Persoalan sistem demokrasi apa yang akan dipraktikkan di Indonesia
setelah adanya Konsepsi Presiden dan dikemukakannya gagasan
Demokrasi Terpimpin oleh Presiden Sukarno.
3) Persoalan Dwi Fungsi ABRI.

3
4) Anggota Konstituante lebih loyal kepada kelompoknya masing-masing
daripada memikirkan gagasan-gagasan dalam rangka memcahkan
persoalan negara yang semakin pelik. Hal tersebut menyebabkan
terjadinya perpecahan diantara anggota Konstituante.
Pada tanggal 22 April 1959 didepan siding Konstituante, Presiden
Sukarno menganjurkan agar dalam rangka demokrasi terpimpin,
Konstituante menetapka UUD 1945 menjadi Undang-undang Dasar
Republik Indonesia.
Setelah di adakan pemungutan suara pada tanggal 30 Mei 1959
ternyata kuorum tidak tercapai karena banyak sekali anggota yang tidak
hadir. Akibatnya, timbul lah kemacetan dalam sidang Konstituante. Sesuai
dengan ketentuan dalam tata tertib Konstituante maka diadakanlah
pemungutan suara dua kali.
Pemungut suara terakhir diadakan pada tanggal 2 Juni 1959. Namun,
sidang tersebut tidak mencapai kuorum. Sejak tanggal 3 Juni 1959
Konstituante mengadakan reses yang ternyata untuk selama-lamanya.
d. Pemberlakuan Dekret Presiden 5 Juli 1959
Kegagalan Konstituante merumuskan sebuah konstitusi beru dan
ketidakmampuan merumuskan sebuah parlementer untuk kembali ke UUD
1945 mendorong Presiden mengambil langkah-langkah politik untuk
mengatasi keadaan darurat tersebut.
Pada hari Minggu tanggal 5 Juli 1959 pukul 17.00 WIB dalam suatu
upacara resmi di Istana Merdeka Jakarta, Presiden Sukarno
mengumumkan dekret yang isinya, antara lain.
1) Membubarkan dewan Konstituante;
2) Memberlakukan kembali UUD 1945 dan membekukan berlakunya
UUD Sementara 1950.
3) Segera membentuk MPR dan DPA.
Menurut Adnam Buyung Nasution, dasar hukum dikeluarkan Dekret
Presiden 5 Juli 1959 adalah hukum darurat negara mengingat keadaan negara
(staats noodrecht) yang sedang dilanda berbagai pemberontakan yang
membahayakan persatuan dan keselamatan bangsa.

4
Dengan dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959 maka negara kita
memiliki kekuatan hukum untuk menyelematkan negara dan bangsa
Indonesia dari ancaman perpecahan. Sebagai tindak lanjut dari Dekret
Presiden 5 Juli 1959 maka dibentuklah beberapa lembaga negara, yakni
Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPR), Dewan Pertimabangan
Agung Sementara (DPAS) maupun Dewan Perwakilan Rakyat Gotong
Royong (DPRGR).

Dengan demikian dikeluarkannya Dekret Presiden 5 Juli 1959 memiliki


pengaruh yang besar dalam kehidupan bernegara ini baik dibidang politik,
ekonomi maupun social budaya. Dalam bidang politik, semua lembaga negara
harus berintikan Nasakom, yakni ada unsur Nasionalis, Agama, dan
Komunis. Dalam bidang ekonomi pemerintah menerapkan ekonomi
terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang inpor hanya
dikuasi orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah.
Dalam bidang social budaya, pemerintah melarang budaya-budaya yang
berbau Barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru atau
Neokolonialisme dan imperalisme (Nekolim) sebab dalam hal ini pemerintah
lebih condong ke Blok Timur.
1.2 Kebijakan Politik Masa Demokrasi Terpimpin
a. Pembentukan MPRS dan DPAS
Untuk melaksanakan Dekret presiden maka dibentuklah Majelis
Permusyawaratan Sementara (MPRS) yang dibentuk berdasarkan
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959. Penunjukan anggota MPRS
dilakukan dengan syarat, antara lain.
1) Setuju kembali UUD 45.
2) Setia pada perjuangan RI.
3) Setuju terhadap Manifesto Politik (Manipol).

b. Penetapan Manipol sebagai GBHN


Pada tanggal 17 Agustus 1959 Presiden Sukarno berpidato yang diberi
judul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Pidato tersebut merupakan
penjelasan dan pertanggungjawaban atas Dekret 5 Juli 1959 dan

5
merupakan kebijakan Presiden Sukarno pada umumnya dalam
merencanakan sistem demokrasi terpimpin. Pidato ini kemudian dikenal
dengan sebutan Manifesto Politik Republik Indonesia (Manipol).
c. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPRGR
Pada tahun 1960 DPR hasi Pemilihan Umum I dinyatakan dibubarkan
dan tidak lama kemudian presiden telah selesai
menyusun daftar anggota DPR baru. Oleh Presiden Sukarno DPR baru
tersebut dinamakan Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPRGR).
Seluruh anggota DPRGR ditunjuk oleh Presiden Sukarno mewakili
golongan masing-masing. Ketiga partai besar yaitu, PNI, NU, dan PKI
mendapat suara terbanyak.
d. Reaksi terhadap Pembubaran DPR hasil Pemilu 1955
Pada bulan Maret Tahun 1960, beberapa partai mendirikan Liga
Demokrasi. Liga Demokrasi diketahui oleh Imron Rosyadi dari NU.
Liga Demokrasi mengusulkan agar dibentuk DPR yang demokratis dan
Konstitusional
e. Pembentukan Kabinet Kerja
Setelah Dekret Presiden 5 Juli 1959 maka kepala negara dipegang oleh
presiden. Berdasarkan UUD 45, Presiden selain sebagai kepala negara juga
berperan sebagai kepala pemerintah.
f. Pengangkatan Presiden Sukarno Menjadi Presiden Seumur Hidup
Tindakan pemusatan kekuasaan Presiden Sukaro tidak terbatas pada
bidang legislatif, tetapi juga meliputi bidang yudikatif (kehakiman). Untuk
lebih memperkuat kekuasaan mutlaknya maka MPRS dalam sidang tahun
1963 justru menetapkan Presiden Sukarno menjadi presiden seumur hidup
walaupun menurut UUD 1945 presiden dipilih oleh MPR untuk jangka
waktu lima tahun.
g. Permasyarakatan NASAKOM
Dalam usahanya menggalang dukungan politik, Presiden Sukarno
mengumumkan ajaran Nasakom (Nasionalis, agama, dan komunis) yang
dianggap mewakili golongan mayoritas dalam masyarakat. Menurut
Deliyar Noer, meskipun golongan agama dan nasionalis menentang

6
Nasakom karena bertentangan dengan PKI, namun mereka tetap menerima
konsep Nasakom karena khawatir dicap sebagai komunistofobi. Dalam
sistem demokrasi terpimpin, partai-partai politik pada umumnya tidak
diberi tempat dalam percaturan politik parlementer. Bahkan, DPRGR
sebagai lembaga demokrasi mandul.
h. Meningkatnya Pengaruh PKI
Ikut sertanya PKI dalam kehidupan politik Indonesia berarti
menduakan pancasila dengan suatu ideologi yang bertentangan. Letak
pertentangannya adalah sebagai berikut.
1) Pancasila berlandaskan Ketuhanan Yang Maha Esa, sedangkan PKI
cenderung ateis.
2) Pancasila berasaskan Persatuan Indonesia, sedangkan PKI berdasarkan
internasionalisme.
3) Pancasila berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, sedangkan
komunisme berlandaskan pertentangan antarkelas.
Didaerah-daerah, terutama yang banyak kader PKI-nya melancarkan
aksi sepihak. Barisan Tani Indonesia(BTI)sebagai ormas PKI
diperintahkan mengambil alih secara paksa tanah-tanah orang lain untuk
kemudian dibagi-bagikan kepada anggotanya. Tindakan PKI ini
tampaknya merupakan ujian bagi TNI yang berhadapan dengan massa.
Diberbagai tempat terjadi pengeroyokan terhadap anggota TNI oleh massa
PKI, seperti di Boyolali. Tindakan PKI yang menelan banyak korban jiwa
dan harta ini sementara masih ‘didiamkan’ oleh pemerintah.
1.3 Penyimpangan Politik Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
a. Landasan Politik Luar Negeri Indonesia Masa Demokrasi Terpimpin
Ada 4 dokumen yang dijadikan sebagai landasan politik luar negeri
Indonesia. Dokumen-dokumen itu adalah sebagai berikut:
1) UUD 1945
2) Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita yang terkenal sebagai Manifesto Politik
Republik Indonesia.

7
3) Amanat Presiden tanggal 17 Agustus 1960 yang berjudul Jalannya
Revolusi Kita.
4) Pidato Presiden tanggal 30 September 1960 di muka Sidang Umum
PBB yang berjudul Membangun Dunia Kembali.
b. Aliansi dengan Negara-Negara Komunis
Pada masa menjelang peristiwa gerakan 30 September PKI, politik luar
negeri Indonesia telah jauh menyimpang dari politik bebas dan aktif.
c. Konfrontasi dengan Malaysia
Rangkaian pertemuan ketiga negara yang membahas masalah
pembentukan Negara Federasi Malaysia
1) Pada tanggal 9-17 April 1963 di Filipina, para menteri luar negeri
ketiga negara bertemu untuk membicarakan masalah pembentukan
Federasi Malaysia.
2) Pada 1 Juni 1963 Presiden Sukarno (Indonesia) dan PM Tengku Abdul
Rachman (Malaysia) mengadakan pertemuan di Tokyo
3) Pada tanggal 7-11 Juni 1963 menteri luar negeri Malaysia, Indonesia
dan Filipina bertemu di manila.
4) Pada tanggl 9 Juli 1963 Perdana Menteri Tengku Abdul Rachman
menandatangani dokumen pembentukan Negera Federasi Malaysia di
London.
5) Pada tanggal 3 Juli - 5 Agustus 1963 kepala pemerintahan Malaysia,
Filipina, dan Indonesia mengadakan pertemuan di Manila.
6) Pada tanggal 16 September 1963 negara Federasi Malaysia di
resmikan.
7) Pada tanggal 7 September 1963 masyarakat di Jakarta mengadakan
demonstrasi di Kedutaan Besar Malaysia di Jakarta.
d. Politik Mercusuar
Ciri kebijakan politik luar negeri Indonesia sebelum tahun 1965 adalah
politik mercuasuar yang dijalankan Presiden Sukarno.
e. Indonesia Keluar dari Keanggotaan PBB
Keluarnya Indonesia dari keanggotaan PBB semakin mendekatkan politik.
.luar negeri Indonesia dengan RRC.

8
2 Perjuangan Pembebasan Irian Barat
a. Perjuangan Melalui Jalur Diplomasi
b. Perjuangan Melalui Jalur Militer
c. Pelaksanaan Pepera

B. Perkembangan Ekonomi Masa Demokrasi Terpimpin


1. Pelaksanaan Pembangunan Nasional
Untuk melaksanakan pembangunan nasional, Presiden Sukarno
membentuk Front Nasional dan Dewan Perancang Nasional melalui
Penetapan Presiden No. 13 Tahun 1959. Front Nasional adalah organisasi
massa yang memperjuangkan cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945 seperti
tercantum dalam UUD 1945. Front Nasional diketuai oleh Presiden
Sukarno.
2. Devaluasi Mata Uang Rupiah
Akibat berbagai pergolakan dan salah urus terhadap perusahaan asing
yang dinasionalisasi, keungan negara mengalami defisit anggaran pada
tahun 1959, Usaha untuk mengatasi hal itu dilakukan dengan mengadakan
kebijakan devaluasi pada tanggal 24 Agustus 1959. Usaha untuk mengatasi
hal itu dilakukan dengan mengadakan kebijakan devaluasi pada 24 Agustus
1959. Tujuan kebijakan devaluasi ini adalah meningkatkan nilai rupiah dan
melindungi tabungan rakyat.
3. Deklarasi Ekonomi
Pada tanggal 28 Maret 1963, Presiden Sukarno mengumumkan langkah-
langkah untuk menanggulangi masalah ekonomi nasional yang dikenal
dengan Deklarasi Ekonomi (Dekon). Pada tanggal 26 Mei 1993 dikeluarkan
serangkaian peraturan mengenai ekspor, impor, dan harga-harga. Semua
peraturan tersebut tidak mampu mengatasi masalah ekonomi nasional
karena inflasi tidak mampu diturunkan.
4. Kebijakan Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri
Negara Indonesia yang agraris belum mampu memenuhi seluruh
kebutuhannya. Hasil pertanian dan perkebunan yang dihasilkan memang
dapat dijual keluar negeri melalui kegiatan ekspor. Kegiatan perdagangan

9
luar negeri ini bertujuan untuk menghasilkan dan meningkatkan devisa.
Devisa inilah yang kemudian dipakai untuk membeli barang-barang
kebutuhan dari luar negeri yang belum bisa dihasilkan sendiri dalam negeri.
Untuk menjaga dan mempertahankan neraca perdagangan luar negeri yang
sehat, Indonesia harus meningkatkan ekspor supaya devisa semakin bisa
ditingkatkan.
5. Kemorosotan Ekonomi pada Masa Akhir Demokrasi Terpimpin
Pada masa akhir demokrasi terpimpin, kondisi ekonomi Indonesia
semakin menurun diakibatkan pendapatan ekspor menurun, cadangan devisa
menurun, inflasi meningkat tajam, dan tingginya tingkat korupsi birokrasi.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada tanggal 14 Agustus 1950 parlemen dan Senat RIS mengesahkan
Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI) hasil panitia bersama. Pada tanggal 7 November berdiri
Partai Buruh Indonesia (PBI) dengan Njono sebagai ketua umumnya serta
Partai Rakyat Jelata (Partai Kristen Indonesia) yang diketuai oleh
Probowinoto. Pada tanggal 10 November 1945 berdiri Partai Sosialis
Indonesia dibawah pimpinan Amir Syarifuddin. Hasil Pemilu 1955
menunjukkan kemenangan 4 partai besar yaitu, PNI, PKI, Masyumi, dan
NU.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini, kami mengharapkan makalah ini dapat
menjadikan suatu pedoman untuk kalangan umum. Kami sebagai
penyusun mohon maaf atas segala kekurangan dan kesalahan dalam
penyusunan makalah ini.

11
DAFTAR PUSTAKA

Herimanto, Eko Targiyatmi, 2015, Sejarah Indonesia Kelas XII SMA dan
MA, Solo, PT Tiga Serangkai pustaka Mandiri (Diunggah pada hari Selasa, 7
maret 2017 jam 20.00 WITA)

12

Anda mungkin juga menyukai