PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan dan
pemikiran berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem demokrasi terpimpin
pertama kali diumumkan oleh presiden Soekarno dalam pembukaan sidang
konstituante pada tanggal 10 November 1956. Masa demokrasi terpimpin (1957-1965)
dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi liberal yang
ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana menteri.
B. Rumusan Masalah
1
BAB II
PEMBAHASAN
Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk sebuah
pemerintahan demokrasi dengan peningkatan autokrasi. Pemerintahan negara
dilegitimasi oleh pemilihan umum yang walaupun bebas dan adil, digunakan oleh
pemerintah untuk melanjutkan kebijakan dan tujuan yang sama. Atau, dengan kata lain,
pemerintah telah belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga pemilih dapat
melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik.
Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil
terhadap otoritarianisme. Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki
dampak yang signifikan terhadap kebijakan yang dijalankan oleh negara melalui
mengefektifkan teknik kinerja humas yang berkelanjutan.
Istilah ini digunakan sebagai referensi untuk periode politik tertentu di Indonesia. Akhir-
akhir ini istilah ini juga banyak digunakan dalam Rusia, di mana ia diperkenalkan ke
dalam praktik umum oleh pemikir dari anggota Kremlin, khususnya Gleb Pavlovsky,
Demokrasi Terpimpin berjalan berdasarkan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dan
Tap MPRS No. VIII/MPRS/1959. Paham demokrasi ini berdasarkan paham kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ( sila ke-
4 dari Pancasila ). Paham ini berintikan musyawarah untuk mufakat secara gotong
royong antara semua kekuatan nasional yang revolusioner dengan prinsip Nasakom
(nasionalisme, agama, dan komunisme). Akan tetapi para ulama di Indonesia menolak
prinsip Nasakom karena mengikut sertakan Komunis yang bertolak belakang dengan
agama,
2
sehingga pembangunan ekonomi tersendat.
Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh
anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS
1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di kalangan
anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya, diadakan pemungutan suara
yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante Pemungutan suara ini dilakukan dalam
rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno
tersebut. Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa:
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan.
Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut
tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang disebut
Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959:
3. Dibubarkannya konstituante.
3
B. Sistem Demokrasi Terpimpin
Lima hari setelah dekret presiden, kabinet karya dibubarkan dan pada tanggal 09 Juli
1959 diganti dengan kabinet kerja. Dalam kabinet ini presiden Soekarno bertindak
selaku perdana menteri, sedangkan Ir. Djuanda menjadi menteri pertama dengan dua
orang wakilnya Dr. Leimena dan Dr. Subandrio. Program kabinet meliputi
penyelenggaraan keamanan dalam negeri, pembebasan Irian Barat, dan melengkapi
sandang pangan rakyat.
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno membentuk Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden dengan Penpres No. 3 Tahun
1959 dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang
utusan/ wakil daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan
ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul
kepada pemerintah (Pasal 16 Ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada
tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959,
presiden Soekarno mengucapkan pidato yang bersejarah yang berjudul "Penemuan
Kembali Revolusi Kita" pidato tersebut merupakan penjelasan dan pertanggungjawaban
presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan presiden Soekarno dalam
mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat mengusulkan
kepada pemerintah agar pidato presiden Soekarno tersebut dijadikan garis-garis besar
haluan negara. Usul DPA itu diterima baik oleh presiden Soekarno. Rumusan DPA atas
pidato tersebut menjadi garis-garis besar haluan negara berjudul "manifesto politik
republik Indonesia" disingkat manipol. Selanjutnya dengan Penetapan Presiden No. 2
Tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959 dibentuk majelis permusyawaratan rakyat
sementara (MPRS), yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh presiden
dengan beberapa persyaratan, yaitu setuju kembali ke UUD 1945, setia kepada
perjuangan RI, dan setuju dengan manifesto politik. Berdasarkan UUD 1945.
keanggotaan MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah dan wakil-wakil golongan.
4
Dalam regrouping pertama kabinet yang berdasarkan Keputusan Presiden No. 94 Tahun
1962, dilakukan pengintegrasian lembaga-lembaga tertinggi negara dengan eksekutif,
yaitu MPRS. DPR GR. DPA, MA, dan dewan perancang nasional. Pimpinan lembaga-
lembaga negara tersebut diangkat menjadi menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang
kabinet tertentu. yang selanjutnya ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan
pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
5
C. Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin
1. Ekonomi Keuangan
Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional diganti dengan Badan Perancang
Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno. Bappenas
mempunyai tugas menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan rencana
tahunan baik nasional maupun daerah, serta mengawasi laporan pelaksanaan
pembangunan. Dalam rangka usaha membendung inflasi maka dikeluarkan kebijakan:
Untuk menampung akibat-akibat dari tindakan moneter dari bulan Agustus 1959
dibentuklah Panitia Penampung Operasi Keuangan (PPOK). Tugas pokok dari panitia ini
6
ialah menyelenggarakan tindak lanjut dari
tindakan moneter itu, tanpa mengurangi tanggung jawab menteri, departemen, dan
jawatan yang bersangkutan.
Ekonomi Indonesia bersifat agraris, karena lebih kurang 80% dari penduduk hidup dari
berkecimpung dalam bidang pertanian. Sebagian hasil dari pertanian atau perkebunan
yang dihasilkan setiap tahunnya dijual dan diekspor ke luar negeri untuk memperoleh
devisa atau valuta asing untuk membeli atau mengimpor berbagai bahan baku dan
barang konsumsi yang belum dapat dihasilkan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk
dapat mengimpor kebutuhan kebutuhan dari luar negeri adalah mutlak, neraca
perdagangan kita dengan luar negeri harus menunjukkan terms of trade yang
menguntungkan. Apabila itu belum tercapai, terpaksalah dicari bantuan atau disebut
juga kredit luar negeri, guna dapat membiayai impor. Perdagangan luar negeri antara
Indonesia dengan negara lain misalnya dengan negara Cina.
7
Dalam rangka usaha untuk membiayai proyek-proyek Presiden/Mandataris MPRS, maka
Presiden Soekarno mengeluarkan Instruksi Presiden No. 018 Tahun 1964 dan
Keputusan Presiden No. 360 Tahun 1964, yang berisi ketentuan-ketentuan mengenai
penghimpunan dan penggunaan dana-dana revolusi. Dana-dana revolusi tersebut pada
mulanya diperoleh dari pungutan uang SPP dan dari pungutan yang dikenakan pada
pemberian izin impor dengan deferred payment. Deferred payment ialah suatu macam
impor yang dibayar dengan kredit (kredit berjangka 1-2 tahun) karena tidak cukup
persediaan devisa. Akibat kebijaksanaan kredit luar negeri ini adalah:
b. Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau pembayaran itu ditangguhkan.
c. RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar negeri, karena itu, sering
terjadi beberapa negara menyetop impornya ke Indonesia karena hutang-hutang tidak
dibayar.
Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk kredit kepada orang lain atau
perusahaan dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah terus. Namun,
pemberian kredit tersebut menyimpang dari pemberian kredit biasa sampai kira-kira
mencapai jumlah Rp338 milyar (uang lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat
sangat tinggi karena pemerintah sama sekali tidak mengindahkan jumlah uang yang
beredar. Bank Indonesia diizinkan untuk mengadakan penyertaan dalam perusahaan,
sehingga membawa akibat yang cukup luas bagi masyarakat.
persatuan dan kesatuan nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, presiden
Soekarno mengeluarkan dekret yang berisi sebagai berikut:
1. Pembubaran konstituante.
8
D. Dekret Presiden 5 Juli 1959
Pemilu yang pertama diselenggarakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap tahun
1955, di antaranya adalah untuk memilih anggota konstituante yang bertugas
merumuskan UUD baru. Namun dalam kenyataannya sampai tahun 1959 konstituante
tidak pernah berhasil merumuskan undang-undang dasar baru. Keadaan itu semakin
mengguncangkan situasi politik di Indonesia pada saat itu. Bahkan, masing-masing
partai politik selalu berusaha untuk menghalalkan segala cara agar tujuan partainya
tercapai. Oleh sebab itu, sejak tahun 1956 kondisi dan situasi politik negara Indonesia
semakin buruk dan kacau.
Keadaan yang semakin bertambah kacau ini bisa membahayakan dan mengancam
keutuhan negara dan bangsa Indonesia. Suasana semakin bertambah panas karena
adanya ketegangan yang diikuti dengan keganjilan- keganjilan sikap dari setiap partai
politik yang berada di konstituante. Rakyat sudah tidak sabar lagi dan menginginkan
agar pemerintah mengambil tindakan yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan
sidang konstituante. Namun, konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi.
Dalam situasi dan kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik mengajukan usul
kepada presiden Soekarno agar mendekretkan berlakunya kembali UUD 1945 dan
pembubaran konstituante. Pemberlakuan kembali undang-undang dasar 1945
merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan
9
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno membentuk Dewan
Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden dengan Penpres No. 3 Tahun
1959 dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang
utusan/ wakil daerah, 24 orang wakil golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan
ini berkewajiban memberi jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul
kepada pemerintah (Pasal 16 Ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada
tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959,
presiden Soekarno mengucapkan pidato yang bersejarah yang berjudul "Penemuan
Kembali Revolusi Kita" pidato tersebut merupakan penjelasan dan pertanggungjawaban
presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan presiden Soekarno dalam
mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.
B. Saran
Dilihat dari kekacauan yang terjadi pada awal lahirnya bangsa Indonesia, sudah terlihat
karakteristik umum yang negatif di bangsa ini yaitu mementingkan diri sendiri. Terlihat
dari saat Indonesia memakai sistem Demokrasi Parlementer yang membutuhkan
banyak partai, bukannya terjadi kerja sama atau persaingan yang sehat, melainkan
kekacauan yang akhirnya menyebabkan sistem demokrasi di Indonesia harus diganti.
10
DAFTAR PUSTAKA
Affandi, Idrus. (1997). Hukum Tata Negara. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Budiardjo, Miriam. (1977). Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Poesponegoro, Marwati Djoened. (2008). Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai
Pustaka.
Sundawa, Dadang (2007). Pendidikan Kewarganegaraan Untuk SMA Kelas XI. Jakarta:
Pusat Perbukuan Depdiknas.
11