Anda di halaman 1dari 18

BAB l

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kehidupan Sistem dan Struktur Politik dan Ekonomi Masa Demokrasi Parlementer
(1950 hingga 1959) belum pernah mencapai kestabilan secara nasional. Kabinet yang silih
berganti membuat program kerja kabinet tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya.
Partai-partai politik saling bersaing dan saling menjatuhkan. Mereka lebih mengutamakan
kepentingan kelompok masing-masing. Di sisi lain, Dewan Konstituante yang dibentuk
melalui Pemilihan Umum 1955 tidak berhasil menyelesaikan tugasnya menyusun UUD baru
bagi Republik Indonesia. Padahal Presiden Soekarno menaruh harapan besar terhadap Pemilu
1955, karena bisa dijadikan sarana untuk membangun demokrasi yang lebih baik. Hal ini
seperti yang diungkapkan Presiden Soekarno bahwa “era” demokrasi raba-raba’ telah
ditutup”. Namun pada kenyataannya, hal itu hanya sebuah angan dan harapan Presiden
Soekarno semata.

Kondisi tersebut membuat Presiden Soekarno berkeinginan untuk mengubur partai-


partai politik yang ada, setidaknya menyederhanakan partai-partai politik yang ada dan
membentuk kabinet yang berintikan 4 partai yang menang dalam pemilihan umum 1955.
Untuk mewujudkan keinginannya tersebut, pada tanggal 21 Februari 1957, di hadapan para
tokoh politik dan tokoh militer menawarkan konsepsinya untuk menyelesaikan dan mengatasi
krisis-krisis kewibawaan pemerintah yang terlihat dari jatuh bangunnya kabinet. Dalam
konsepsinya Presiden Soekarno menghendaki dibentuknya kabinet berkaki empat yang
anggotanya terdiri dari wakil-wakil PNI, Masyumi, NU dan PKI. Selain itu Presiden
Soekarno juga menghendaki dibentuknya Dewan Nasional yang anggotanya terdiri dari
golongan fungsional di dalam masyarakat.

Lebih jauh Presiden juga menekankan bahwa Demokrasi Liberal yang dipakai saat itu
merupakan demokrasi impor yang tidak sesuai dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia.
Untuk itu ia ingin mengganti dengan suatu demokrasi yang sesuai dengan kepribadian bangsa
Indonesia, yaitu Demokrasi Terpimpin.

Demokrasi Terpimpin sendiri merupakan suatu sistem pemerintahan Indonesia yang


ditawarkan Presiden Soekarno pada Februari 1957. Demokrasi Terpimpin juga merupakan

1
suatu gagasan pembaruan kehidupan politik, kehidupan sosial dan kehidupan ekonomi.
Gagasan Presiden Soekarno ini dikenal sebagai Konsepsi Presiden 1957. Pokok-pokok
pemikiran yang terkandung dalam konsepsi tersebut, pertama, dalam pembaruan struktur
politik harus diberlakukan sistem demokrasi terpimpin yang didukung oleh kekuatan-
kekuatan yang mencerminkan aspirasi masyarakat secara seimbang. Kedua, pembentukan
kabinet gotong royong berdasarkan imbangan kekuatan masyarakat yang terdiri atas wakil
partai-partai politik dan kekuatan golongan politik baru yang diberi nama oleh Presiden
Soekarno golongan fungsional atau golongan karya.

b. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari latar belakang tersebut antara lain :

A. Bagaimana Perkembangan Politik pada Demokrasi Terpimpin ?


B. Bagaimana Pembebasan Irian Barat ?
C. Bagaimana Perkembangan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin?
C. Tujuan

Adapun tujuan dari makalah ini antara lain :

 Untuk mengetahui perkembangan politik pada demokrasi terpimpin


 Untuk mengetahui sejarah pembebasan irian barat
 Untuk mengetahui perkembangan ekonomi pada masa demokrasi terpimpin

2
BAB ll

PEMBAHASAN

A. Perkembangan Politik pada Masa Demokrasi Terpimpin

1. Dekret Presiden 5 Juli 1959

Pada pemilu tanggal 15 Desember 1955 berhasil memilih anggota DPR dan
konstituante (dewan penyusun UUD Pada tanggal 10 November 1956 konstituante
dilantik dengan tugas utama merumuskan UUD yang baru sebagai pengganti UUDS
1950, kemudian konstante mu bersidang dengan pidato pembukaan dan presiden
untuk menyusun dan menetapkan UUD RI tanpa ada pembatasan waktu. Namun,
ketika itu situasi dalam negen terjadi pergolakan di daerah-daerah yang memuncak
menjadi pemberontakan PRRI/Permesta. Berkaitan dengan keadaan tersebut sampai
dengan awal tahun 1957 konstituante belum juga berhasil menyelesaikan tugasnya
untuk merumuskan UUD yang baru.

Pada tanggal 3 Juni 1959, konstituante mengadakan reses (masa istirahat) yang
ternyata untuk selama-lamanya. Untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak
dinginkan, Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD), Letnan Jenderal A.H. Nasution, atas
nama Pemerintah/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan Nomor
Prt/Peperpu/040/1959 yang isinya larangan melakukan kegiatan-kegiatan politik Pada
tanggal 16 Juni 1959, Ketua Umum PNI. Suwiryo, mengirimkan surat kepada
Presiden Soekarno agar mendekretkan berlakunya kembali UUD 1945 dan
membubarkan konstituante.

Gagalnya konstituante dalam melaksanakan tugasnya serta rentetan peristiwa


politik keamanan yang mengguncangkan persatuan dan kesatuan bangsa mencapai
puncaknya pada bulan Juni 1959. Untuk keselamatan negara berdasarkan
staatsnoodrecht (hukum keadaan bahaya bagi negara) pada hari Minggu tanggal 5 Juli
1959 pada pukul 17.00 dalam suatu upacara resmi di istana merdeka, presiden
soekarno mengeluarkan dekret presiden yang berisi sebagai berikut.

a. Pembubaran konstituante.
b. Tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kemball UUD 1945.
c. Pembentukan MPRS dan DPAS.

3
2. Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin

Masa demokrasi terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekret Presiden 5 Juli


1959 sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno pada tahun 1966. Presiden
Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah
negara yang semakin mengkhawatirkan. berlakunya Dekret Presiden ini memiliki sisi
positif dan negatif.

Berikut ini positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

a. Menyelamatkan negara di perpecahan dan krisis politik yang berkepanjangan.


b. Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan hidup
negara.
c. Merintis pembentukan lembaga tertinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga tinggi
negara berupa DPAS yang selama masa demokrasi liberal tertunda
pembentukannya.

Adapun sisi negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yaitu sebagai berikut.
a. Memberi kekuasaan besar kepada Presiden, MPR, dan lembaga tinggi negara.
b. Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam dunia politik.

Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat itu


mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Demokrasi terpimpin
merupakan reaksi terhadap demokrasi liberal atau parlementer karena pada masa
demokrasi parlementer kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala negara,
sedangkan Kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai. Pada masa demokrasi
terpimpin kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, Sedangkan aktivitas partai
dibatasi. Oleh karena kekuasaan presiden yang mutlak tersebut, mengakibatkan
penataan kehidupan politik menyimpang dari hujan awal, yaitu demokratisasi
(menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi sentralisasi (Pemusatan
kekuasaan di tangan Presiden).

a. Pembentukan MPRS

Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 tahun 1959, presiden membentuk


MPRS. Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945

4
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga partai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota
anggota yang duduk di MPR. Ketua MPRS adalah Khairul Saleh, dengan tugas
MPRS hanya terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada tanggal 10 November sampai 7 Desember 1960, MPRS mengadakan


sidang umum pertama di Bandung. Sidang umum MPRS tersebut menghasilkan dua
ketetapan sebagai berikut.

1) Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto Politik


Republik Indonesia sebagai GBHN.
2) Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960 tentang Garis-Garis Besar Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama (1961-1969).

Berdasarkan UUD 1945, kedudukan presiden berada di bawah MPR, tetapi


pada kenyataannya MPRS tunduk kepada presiden yang terlihat dari tindakan
Presiden dalam pengangkatan ketua MPRS yang dirangkap oleh wakil perdana
menteri III dan pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dari pimpinan partai
besar (PNI, NU, dan, PKI ) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan
sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.

b. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR GR

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan pada
tanggal 5 Maret 1960 karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan
pemerintah. Presiden kemudian mengeluarkan penetapan presiden yang menyatakan
bahwa DPR dibubarkan dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan
Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR GR). Oleh karena bukan hasil pemilihan
umum, semua anggota DPR GR ditunjuk oleh presiden. Peraturan maupun tata tertib
DPR GR ditentukan oleh presiden, akibatnya DPR GR mengikuti kehendak serta
kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut bertentangan dengan UUD 1945,
sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat membubarkan DPR.

c. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara

Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan


Penetapan Presiden Nomor 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi negara ini diketuai oleh

5
presiden sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri dari satu orang wakil ketua (Ruslan
Abdulgani), 12 orang wakil partai us de politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang
wakil golongan. Tugas DPAS adalah memberi Rongjawaban atas pertanyaan
presiden dan mengajukan usul kepada pemerintah. Pelantikan DPAS dilakukan di
Istana Negara pada tanggal 15 Agustus 1959.

Seperti MPRS dan DPR GR, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah.
Alasan- nya adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari
Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan
Kembali Revolusi Kita yang dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik
Indonesia ditetapkan sebagai GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan
Ketetapan MPRS Nomor 1/MPRS/1960. Inti manipol adalah USDEK (Undang-
Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin,
dan kepribadian Indonesia) sehingga lebih dikenal dengan manipol USDEK.

d. Pembentukan Front NasionaL

Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 13 Tahun


1959. Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan
cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuan
pembentukan Front Nasional adalah menyatukan seluruh potensi nasional agar
menjadi kekuatan untuk menyukseskan pembangunan. Front Nasional dipimpin oleh
Presiden Soekarno. Tugas Front Nasional adalah menyelesaikan revolusi nasional,
melaksanakan pembangunan, dan mengembalikan Irian Barat.

e. Pembentukan Kabinet Kerja

Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Dalam kabinet
ini Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Juanda
menjadi menteri pertama. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dengan
programnya yang disebut triprogram Kabinet Kerja. Isi triprogram Kabinet Kerja
yaitu sebagai berikut.

1) Mencukupi kebutuhan sandang pangan.


2) Menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara.
3) Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan imperialisme
politik (Irian Barat)

6
3. Arah Politik Luar Negeri Indonesia pada Masa Demokrasi Terpimpin

a. Peran Aktif Indonesia pada Awal Masa Demokrasi Terpimpin

Peran aktif Indonesia pada awal masa Demokrasi Terpimpin dapat dilihat dari
hal-hal berikut.

1) Pengiriman Pasukan Garuda II ke Kongo untuk bergabung dengan pasukan


perdamaian PBB, UNOC (United Nations Operation for Congo).
2) Presiden Soekarno berpidato dalam sidang umum PBB pada tanggal 30
September 1960. Judul pidato tersebut To Built the World a New yang
menguraikan tentang Pancasila, masalah Irian Barat, kolonialisme,
peredaan Perang Dingin, dan perbaikan organisasi PBB.
3) Ikut memprakarsai berdirinya GNB.
4) Pada tanggal 24 Agustus sampai 4 September 1962. Indonesia berhasil
menyelenggarakan Asian Games IV di Jakarta.

Arah politik luar negeri Indonesia pada masa Demokrasi Terpimpin terjadi
penyimpangan. Penyimpangan tersebut dari politik luar negeri bebas aktif menjadi
condong pada salah satu poros. Pada waktu itu diberlakukan politik konfrontasi
yang diarahkan pada negara-negara kapasitas.

Tindakan pemerintah yang mengarah ke politik mercusuar ( mengajar


kemegahan di tengah-tengah pergaulan antar bangsa) adalah membagi kekuatan
politik dunia menjadi dua, yaitu sebagai berikut.

1) Old Established Force (Oldefo) adalah suku bangsa-bangsa tertindas yang


progresif revolusioner menentang imperialisme dan neokolonialisme.
2) New emerging Force (Nefo) adalah kelompok negara-negara berkembang
yang anti imperialis atau kolonialis dan sosialis serta komunis. Indonesia
termasuk dalam kelompok Nefo.

Pada masa Demokrasi Terpimpin dijalankan politik mercusuar. Presiden


Soekarno ber- pendapat bahwa Indonesia merupakan mercusuar yang dapat
menerangi jalan bagi Nefo. Untuk hal tersebut, kemudian dilaksanakan proyek-
proyek besar dan spektakuler yang di- harapkan dapat menempatkan Indonesia
pada kedudukan terkemuka di kalangan Nefo. Proyek tersebut seperti

7
penyelenggaraan Ganefo (Games of the New Emerging Forces) yang menelan
biaya miliaran rupiah. Untuk penyelenggaraan Ganefo dibangun kompleks
olahraga Senayan. Pesta olahraga ini diikuti oleh 48 kontingen. Memasuki tahun
1965, Indonesia membentuk poros Jakarta-Peking dan poros Jakarta-Phnom Penh-
Hanoi-Peking-Pyongyang. Dengan terbentuknya poros semacam ini membuat
Indonesia semakin mendekatkan diri pada negara-negara komunis.

b. Konfrontasi dengan Malaysia

Sikap Indonesia yang konfrontatif terhadap negara-negara Barat antara lain


ditunjukkan Your dengan konfrontasi terhadap Malaysia. Hal tersebut karena
pemerintah tidak setuju dengan pembentukan negara Federasi Malaysia yang
dianggap proyek neokolonialisme Inggris yang membahayakan Indonesia dan
negara-negara blok Nefo. Pembentukan Federasi Malaysia pertama kali dilontarkan
oleh Perdana Menteri Malaysia Tengku Abdul Rachman pada tanggal 27 Mei
1961. Menurut Tengku Abdul Rachman, federasi yang akan dibentuk terdiri I dari
Malaysia, Singapura, dan Sabah. Dalam rangka konfrontasi tersebut Presiden
Soekarno mengumumkan dwikomando rakyat (Dwikora) pada tanggal 3 Mei 1964
di Jakarta. Isi Dwikora yaitu perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan bantu
perjuangan rakyat Malaysia untuk membebaskan diri dari nekolim Inggris. Dalam
melaksanakan konfrontasi dengan Malaysia ini dibentuk Komando Mandala Siaga
(Kolaga) yang dipimpin oleh Marsekal Madya Omar ong Dani (Menteri/Panglima
Angkatan Udara). Komando ini kemudian mengirimkan pasukan sukarelawan
untuk memasuki daerah Malaysia, baik Malaysia Barat maupun Malaysia Timur.

c. Indonesia Keluar dari Keanggotaan PBB

Pada tanggal 7 Januari 1965 dalam sebuah rapat umum antipangkalan militer
asing, Presiden Soekarno menyatakan bahwa Indonesia keluar dari PBB. Penyebab
keluarnya Indonesia dari PBB . adalah karena tidak menyetujui Malaysia menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

B. Pembebasan Irian Barat

1. Latar Belakang Perjuangan

8
Salah satu hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) yang diselenggarakan di Den Haag,
Belanda pada tanggal 23 Agustus-2 September 1949 adalah masalah Irian Barat
(sekarang Papua) akan diselesaikan dalam waktu satu tahun sesudah pengakuan
kedaulatan. Dengan keputusan tersebut, temyata ada perbedaan penafsiran antara
Indonesia dan Belanda. Bangsa Indonesia menafsirkan bahwa Belanda akan
menyerahkan Irian Barat kepada Indonesia, tetapi temyata Belanda menafsirkan hanya
akan merundingkan masalah Irian Barat dan bukan diserahkan ke Republik Indonesia.

2. Perjuangan Membebaskan Irian Barat

a. Perjuangan Diplomasi

Dalam menghadapi masalah Irian Barat, Indonesia menempuh tiga bentuk


perjuangan, yaitu diplomasi, konfrontasi politik dan ekonomi, serta konfrontasi
militer, Dalam melakukan perjuangan diplomasi dilakukan dua tahap, tahap pertama
Indonesia berupaya melalui diplomasi bilateral dengan berunding langsung dengan
Belanda, tetapi selalu mengalami kegagalan. Pada tahap kedua, Indonesia membawa
masalah Iran Barat ke sidang Majelis Umum PBB.

Dalam sidang Majelis Umum PBB, Indonesia selalu berusaha meyakinkan


bahwa masalah inan Barat perlu mendapatkan perhatian karena masalah Irian Barat
tersebut menunjukkan adanya penindasan suatu bangsa terhadap hak bangsa lain.
Setelah upaya diplomasi tidak membawa hasil, pemerintah mengambil sikap dengan
membatalkan Uni Indonesia-Belanda dan pembatalan persetujuan KMB pada tahun
1956. Pada tahun 1957, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia dalam sidang
Majelis Umum PBB menyatakan bahwa Indonesia akan menempuh jalan lain jika
usaha dalam forum PBB tidak membawa hasil, Dalam menanggapi usaha Indonesia
tersebut, Belanda meyakinkan PBB bahwa masalah Irian Barat adalah masalah
bilateral antara Indonesia dan Belanda Pernyataan Belanda tersebut mendapat
dukungan dan negara Eropa Barat, terutama sesama anggota NATO, akibatnya
resolusi pengembalian Inan Barat gagal.

b. Konfrontasi Ekonomi dan Politik

Oleh karena perjuangan diplomasi tidak membawa hasil, Indonesia


meningkatkan perjuangan dalam bentuk konfrontasi ekonomi dan politik.

9
Konfrontasi ekonomi dilakukan dengan pengambilalihan perusahaan-perusahaan
milk Belanda.

Konfrontasl ekonomi tersebut yaitu sebagai berikut.

1) Pada tahun 1956, secara sepihak Indonesia membatalkan hasil KMB dan
diumumkan pembatalan utang-utang Republik Indonesia kepada Belanda.
2) Selama tahun 1956 dilakukan pemogokan buruh di perusahaan-perusahaan
Belanda, melarang terbitan film berbahasa Belanda, dan membolkot
kepentingan-kepentingan Belanda di Indonesia.
3) Selama tahun 1958-1959 dilakukan nasionalisasi terhadap #700 perusahaan-
perusahaan Belanda di Indonesia serta mengalihkan pusat pemasaran
komoditas Republik Indonesia dan Rotterdam (Belanda) ke Bremen, Jerman.

Adapun konfrontasi politik dilakukan melalui tindakan-tindakan sebagai berikut.

1) Kabinet Sukiman pada tahun 1951 menyatakan bahwa hubungan Indonesia


dengan Belanda merupakan hubungan bilateral biasa, bukan hubungan Unie-
Statuut.
2) Pada tanggal 3 Mel 1956, pada masa Kabinet All Sastroamijoyo Il
diumumkan pembatalan hasil KMB.
3) Pada tanggal 17 Agustus 1956, dibentuk Provinsi Irian Barat dengan ibu
kotanya di Scasiu (Tidore) dan Zaenal Abidin Syah (Sultan Tidore) sebagai
gubernurnya. Provinsi Irian Barat meliputi Irian, Tidore, Oba, Weda, Patani,
dan Wasile.
4) Tanggal 18 November 1957 di Jakarta diadakan rapat umum pembebasan
Irian Barat.
5) Pada tahun 1958, pemerintah menghentikan kegiatan-kegiatan konsuler
Belanda di Indonesia.
6) Pada tanggal 8 Februari 1958, dibentuk Front Nasional Pembebasan Irian
Barat.
7) Pada tanggal 17 Agustus 1960, diumumkan pemutusan hubungan diplomatik
dengan Belanda.

Tujuan pembentukan Front Nasional Pembebasan Irian Barat yaitu sebagai berikut.

1) Menyelesaikan revolusi nasional Indonesia.

10
2) Melaksanakan pembangunan semesta nasional.
3) Mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah Republik Indonesia.

Melihat hubungan yang tegang antara Indonesia dan Belanda tersebut, PBB dalam
sidang umum tahun 1961 kembali memperdebatkan masalah Irian Barat. Sekjen PBB U
Thant meminta Ellsworth Bunker (diplomat Amerika Serikat) untuk menengahi
perselisihan Indonesia dan Belanda.

Pada bulan Maret 1962, Ellsworth Bunker mengusulkan agar Belanda


menyerahkan Irian Barat ke Indonesia dengan perantara PBB dalam jangka waktu dua
tahun. Belanda tidak mengindahkan usul tersebut dan mengajukan usul agar Irian Barat
di bawah pengawasan PBB. Usulan Belanda tersebut membuktikan bahwa Belanda
tidak ingin Irian Barat. menjadi bagian dari Indonesia, bahkan tanpa persetujuan PBB
Belanda mendirikan negara Papua lengkap dengan bendera dan lagu kebangsaan.

C. Konfrontasi Militer

Menghadapi tindakan Belanda tersebut pemerintah segera mengambil tindakan


untuk membebaskan Irian Barat Pada tanggal 19 Desember 1961, Presiden Soekamo
mengumumkan trikomando rakyat (Trikora) di Yogyakarta. Peristiwa ini menandai
dimulainya konfrontasi militer terhadap Belanda. Isi Trikora yaitu sebagai berikut,

1) Gagalkan pembentukan negara boneka Papua buatan Belanda.


2) Kibarkan Sang Merah Putih di Irian Barat tanah air Indonesia.
3) Bersiaplah untuk mobilisasi umum untuk mempertahankan kemerdekaan dan
kesatuan tanah air dan bangsa.

Setelah itu, diadakan rapat Dewan Pertahanan Nasional dan gabungan kepala staf
serta Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Hasil rapatnya yaitu sebagai berikut.

1) Membentuk Provinsi Irian Barat gaya baru dengan putra Irian sebagai gubernurnya.
2) Membentuk Komando Mandala yang langsung di bawah ABRI.

Pembentukan Provinsi Irian Barat gaya baru diputuskan dengan Penetapan


Presiden Nomor 1 Tahun 1962. Provinsi Irian Barat beribu kota di Jayapura (pada
zaman Belanda bernama Hollandia). Pada tanggal 11 Januari 1962, untuk

11
melaksanakan Trikora Presiden Soekarno membentuk Komando Mandala Pembebasan
Irian Barat yang berkedudukan di Makassar. Pada bulan yang sama, juga ditetapkan
susunan Komando Tertinggi Pembebasan Irian Barat. Susunan Komando Tertinggi
Pembebasan Irian Barat yaitu sebagai berikut.
1. Panglima Besar Presiden/Panglima Tertinggi Soekarno
2. Wakil Panglima Besar Jenderal A.H. Nasution
3. Kepala Staf Mayor Jenderal Ahmad Yani

Adapun susunan Komando Mandala yaitu sebagai berikut


1. Panglima Mandala Mayor Jenderal Soeharto
2. Wakil Panglima I Kolonel Laut Subono
3. Wakil Panglima II Letnan Kolonel Udara Leo Watimena

Kepala Staf Umum: Kolonel Ahmad Taher Tugas Komando Mandala yaitu sebagai
berikut
1) Menyelenggarakan organisasi militer pembebasan Irian Barat.
2) Memimpin dan mempergunakan segenap pasukan bersenjata, barisan perlawanan
rakyat, ataupun potensi nasional lainnya dalam lingkungan kekuasaannya untuk
membebaskan Irian Barat.

Sebelum Komando Mandala melakukan operasi, terlebih dahulu dilakukan


penyusupan ke Inan Barat. Pada tanggal 15 Januari 1962 terjadi pertempuran di Laut
Aru. Dalam insiden di Laut Aru tersebut. Kepala Staf Angkatan Laut Laksamana
Pertama (Komodor) Yos Sudarso bersama Komandan KRI Macan Tutul Kapten (Laut)
Wiratno dan beberapa prajurit TNI-AL gugur sebagai pahlawan.

Operasi-operasi yang direncanakan Komando Mandala di Irian Barat dibagi dalam tiga
fase, yaitu sebagai berikut.

1) Fase infiltrasi (penyusupan) sampai akhir 1962 Fase ini yaitu dengan
memasukkan sepuluh kompi di sekitar sasaran tertentu untuk menciptakan
daerah bebas de facto yang kuat sehingga sulit dihancurkan oleh musuh. 2)
Fase eksploitasi (mulai awal 1963). Fase ini yaitu dengan mengadakan
serangan terbuka terhadap militer lawan dan menduduki pos pertahanan
musuh yang penting.

12
2) Fase konsolidasi (awal 1964). Fase ini yaitu dengan mendudukkan kekuasaan
Republik Indonesia secara mutlak di seluruh Irian Barat.

Melihat situasi yang genting, akhirnya pada bulan Maret 1962 Amerika Serikat
melalui seorang diplomatnya (Ellsworth Bunker) mengajukan usul yang dikenal dengan
Bunker Isi Rencana Bunker yaitu sebagai berikut.

1) Pemerintah di Inan Barat harus diserahkan kepada Republik Indonesia.

2) Sesudah sekian tahun, rakyat Irian Barat harus diberi kesempatan untuk
menentukan pendapat, apakah tetap berada dalam negara Republik Indonesia
atau memisahkan diri.

3) Pelaksanaan penyerahan Irian Barat akan selesai dalam waktu dua tahun.

4) Untuk menghindari bentrokan fisik antara kekuatan Indonesia dan Belanda,


diadakan masa peralihan di bawah PBB selama satu tahun.

Pihak Republik Indonesia menyambut baik usul Amerika Serikat dan mendapatkan
simpati internasional. Belanda tidak memberikan tanggapan. Menghadapi sikap
Belanda tersebut, Komando Mandala mulai bulan Maret sampai Agustus 1962
melakukan serangkaian operasi. Operasi ini meliputi Operasi Banteng di Fak-Fak dan
Kaimana, Operasi Serigala di sekitar Sorong dan Teminanbuan, Operasi Naga di
Merauke, serta Operasi Jatayu di Sorong. Kaimana, dan Merauke. Pada fase eksploitasi
direncanakan melakukan serangan terbuka (Operasi Jayawijaya) yang akan
dilaksanakan pada tanggal 14 Agustus 1962 Namun, operasi ini batal dilaksanakan
karena antara Indonesia dan Belanda terjadi persetujuan pada tanggal 15 Agustus 1962.

3. Akhir Pembebasan Irian Barat

Akhirnya, perjuangan-perjuangan yang dilakukan bangsa Indonesia berhasil


memaksa Belanda melepaskan Irian Barat kembali ke Republik Indonesia. Pada tanggal
15 Agustus 1962 berhasil ditandatangani Persetujuan New York antara pihak Republik
Indonesia dan Belanda yang disaksikan oleh sekjen PBB. Delegasi Indonesia dipimpin
oleh Menteri Luar Negeri Dr. Subandrio, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh
Van Royen dan Schuurman. Isi pokok Perjanjian New York yaitu sebagai berikut.

13
a. Belanda akan menyerahkan Iran Barat kepada penguasa pelaksana sementara
PBB UNTEA (United Nations Temporary Executive Authority) pada tanggal 1
Oktober 1962.
b. Pada tanggal 1 Oktober 1962, bendera PBB akan berkibar di Irian Barat
berdampingan dengan bendera Belanda, yang selanjutnya akan diturunkan pada
tanggal 31 Desember 1962 untuk digantikan dengan bendera Indonesia
mendampingi bendera PBB.
c. Pemerintah UNTEA berakhir pada tanggal 1 Mei 1963. Pemerintahan
selanjutnya diserahkan kepada pihak Indonesia dan bendera PBB diturunkan.
d. Selama masa UNTEA, sebanyak-banyaknya tenaga (pegawai) Indonesia akan
dipergunakan. sedangkan tenaga dan tentara Belanda akan dipulangkan
selambat-lambatnya tanggal 1 Mei 1963.
e. Pada tahun 1969, Irian Barat diberi kesempatan untuk menyatakan pendapatnya
tetap dalam Republik Indonesia atau memisahkan diri dari Republik Indonesia.

Selanjutnya, untuk menjamin keamanan di Irian Barat dibentuk suatu pasukan


keamanan PBB yang dinamakan United Nations Security Forces (UNSF) diawah
pimpinan Brigadir Jenderal Said Uddin Khan dari Pakistan.

Sesuai dengan Perjanjian New York, proses pengembalian Irian Barat


dilakukan dengan tahap-tahap sebagai berikut.
a. Mulai tanggal 1 Oktober 1962, kekuasaan Belanda atas Iran Barat berakhir.
b. Mulai tanggal 1 Oktober 1962-1 Mei 1963, Irian Barat berada di bawah
pengawasan pe- merintahan sementara PBB yang disebut United Nations
Temporary Executive Authority (UNTEA).
c. Secara resmi mulai tanggal 31 Desember 1963, PBB menyerahkan Irian Barat
kepada pemerintah Republik Indonesia. Upacara serah terima dilakukan di
Hollandia (sekarang Jayapura) dan pihak Indonesia diwakili oleh
Men/Pargad Letnan Jenderal Ahmad Yani.

Pada tahun 1969 sesuai dengan Perjanjian New York, pemerintah Republik
Indonesia mengadakan penentuan pendapat rakyat (pepera). Melalui pepera tersebut
rakyat diberi kesempatan untuk memilih tetap bergabung dengan Republik Indonesia

14
atau merdeka. Hasilnya Dewan Musyawarah pepera memutuskan tetap bergabung
dengan Republik Indonesia.
Hasil pepera kemudian dibawa oleh diplomat PBB (Ortis Sanz) untuk
dilaporkan dalam sidang Majelis Umum PBB ke-24 dan pada tanggal 19 November
1969 sidang umum PBB mengesahkan hasil pepera tersebut.

C. Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin

Pada masa Demokrasi Terpimpin, keadaan ekonomi dan keuangan Indonesia mengalami
masa suram. Untuk menanggulangi keadaan ekonomi tersebut pemerintah mengeluarkan
kebijakan di bidang ekonomi dan keuangan.

1.Pembentukan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas)

Untuk melaksanakan pembangunan ekonomi, di bawah Kabinet Karya dibentuk Dewan


Perancang Nasional (Depernas) pada tanggal 15 Agustus 1959. Depernas dipimpin oleh Muh.
Yamin dengan anggota berjumlah 50 orang. Pembentukan Dewan Perancang Nasional ini
tertuang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1958 dan Peraturan Pemerintah Nomor 23
Tahun 1958. Tugas Depernas adalah menyiapkan rancangan undang-undang pembangunan
nasional dan menilai penyelenggaraan pembangunan.

Hasil yang dicapai Depemas dalam waktu satu tahun berhasil menyusun Rancangan Dasar
Undang-Undang Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Tahun 1961-1969
yang disetujui oleh MPRS dengan Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960.

Pada tahun 1963, Depernas diganti nama menjadi Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Soekamo. Tugas Bappenas yaitu sebagai
berikut.

a.Menyusun rencana pembangunan jangka panjang dan jangka pendek

b. Mengawasi pelaksanaan pembangunan.

c.Menilai hasil kerja mandataris MPRS.

15
2. Penurunan Nilai Uang (Devaluasi)

Tujuan dilakukan devaluasi adalah membendung inflasi yang tetap tinggi, mengurangi
jumlah uang yang beredar di masyarakat, dan meningkatkan nilai rupiah sehingga rakyat
kecil tidak dirugikan. Untuk membendung inflasi dan mengurangi jumlah uang yang beredar
di masyarakat, pada tanggal 25 Agustus 1959 pemerintah mengumumkan penurunan nilai
uang (devaluasi) sebagai berikut.

a.Uang kertas pecahan bernilai Rp500,00 menjadi Rp50,00.

b.Uang kertas pecahan bernilai Rp1.000,00 menjadi Rp100,00.

c.Semua simpanan di bank yang melebihi Rp25.000,00 dibekukan. Namun, usaha pemerintah
tersebut tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi, terutama perbaikan dalam bidang
moneter.

3. Deklarasi Ekonomi (Dekon)

Untuk mengatasi keadaan ekonomi yang semakin suram, pada tanggal 28 Maret 1963
dikeluarkan landasan baru bagi perbaikan ekonomi secara menyeluruh, yaitu deklarasi
ekonomi (dekon). Tujuan dibentuk dekon adalah menciptakan ekonomi yang bersifat
nasional, demokratis, dan bebas dari sisa-sisa imperialisme untuk mencapai tahap ekonomi
sosialis Indonesia dengan cara terpimpin.

Namun, dalam pelaksanaannya dekon tidak mampu mengatasi kesulitan ekonomi dan
masalah inflasi. Dekon justru mengakibatkan stagnasi bagi perekonomian Indonesia. Struktur
ekonomi Indonesia menjurus pada sistem etatisme, artinya masalah-masalah perekonomian
diatur atau dipegang oleh pemerintah, sedangkan prinsip-prinsip dasar ekonomi banyak
diabaikan. Akibatnya defisit dari tahun ke tahun semakin meningkat menjadi 40 kali lipat.
Defisit yang semakin meningkat tersebut dengan pencetakan uang baru tanpa perhitungan
matang sehingga menambah berat beban inflasi.

Dalam rangka pelaksanaan ekonomi terpimpin, pada tanggal 11 Mei 1965 Presiden Soekamo
mengeluarkan Penetapan Presiden Nomor 8 Tahun 1965 tentang Bank Tunggal Milik Negara.
Bank tunggal milik negara kedudukannya di bawah urusan menteri bank sentral, Bank-bank
pemerintah menjadi unit-unit dari Bank Negara Indonesia.

16
Langkah-langkah yang dilakukan pemerintah untuk memperbaiki ekonomi tersebut
mengalami kegagalan. Berikut faktor penyebabnya.

a. masalah ekonomi tidak rasional.

b.Ekonomi lebih bersifat politik dan tidak ada kontrol.

c.Pengeluaran negara cukup besar.

d.Devisa yang semakin meningkat ditutup dengan pencetakan uang yang menyebabkan
inflasi semakin membubung tinggi.

e.Struktur ekonomi menjurus ke ekonomi etatisme (semuanya diatur dan dipegang oleh
negara).

4.Kebijakan Lain Pemerintah

Dalam usaha perdagangan, pemerintah mengeluarkan peraturan tanggal 17 April 1964


mengenai adanya Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (Kotoe) dan Kesatuan Operasi
(Kesop). Kotoe bergerak secara sentralistik untuk mengatur perekonomian negara, sedangkan
tujuan dibentuk Kesop adalah meningkatkan sektor perdagangan.

BAB III

PENUTUP

A.KESIMPULAN

Presiden Soekarno mencoba mengusulkan pemikirannya dalam menyelesaikan permasalahan


yang dihadapi bangsa Indonesia melalui konsepsi yang dikenal dengan Konsepsi Presiden
1957. Konsepsi ini merupakan gagasan pembaruan kehidupan politik dengan sistem
demokrasi terpimpin sebagai upaya penyelesaian permasalahan bangsa Indonesia. Soekarno
berpendapat bahwa sistem Demokrasi Terpimpin adalah jawaban terhadap kegagalan sistem
Demokrasi Parlementer yang memunculkan pergolakan, pembangkangan dan instabilitas
politik. Pendapat Presiden Soekarno ini wujud ketidakpuasan terhadap sistem demokrasi
yang dianut pemerintah masa demokrasi liberal.

17
Dinamika politik yang terjadi pada masa Demokrasi Terpimpin antara lain diwarnai dengan
tampilnya dua kekuatan politik di Indonesia yang saling bersaing, yaitu PKI dengan
Angkatan Darat. Pada masa Demokrasi Terpimpin pula, Indonesia melakukan operasi militer
untuk membebaskan Papua dari penjajahan Belanda (Trikora). Selain itu, konfrontasi dengan
Malaysia juga terjadi (Dwikora).

Kebijakan ekonomi yang dilakukan pada masa ini antara lain berupa pembentukan Dewan
Perancang Nasional dan Deklarasi Ekonomi, serta dilakukan Devaluasi Mata Uang. Proyek
Mercusuar berupa pembangunan Monas, kompleks olahraga Senayan, Pemukiman
Kebayoran juga berlangsung.

B.SARAN
Belajar Sejarah Demokrasi Terpimpin penting bagi kesadaran bangsa Indonesia untuk
memahami salah satu bentuk demokrasi dan sistem ekonomi yang pernah diterapkan di
negeri ini. Pemahaman dan pengalaman kita akan kehidupan berdemokrasi diharapkan
menjadi semakin kaya. Tentu dengan kesadaran akan kekurangan dan kelebihan yang ada.

18

Anda mungkin juga menyukai