Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang
menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah
ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang
disebut Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959 :
Tidak berlaku kembali UUDS 1950
Berlakunya kembali UUD 1945
Dibubarkannya konstituante
Pembentukan MPRS dan DPAS.
1. Pembentukan MPRS
Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 presiden membentuk MPRS.
Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga parrtai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-
anggota yang duduk di MPR. Ketua MPRS adalah Chairul Saleh, dengan tugas MPRS
hanya terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).
Karena bukan hasil pemilihan umum, semua anggota DPR GR ditentukan oleh
presiden.Peratutan maupun tata tertib DPR GR ditentukan oleh presiden. Akibatnya
DPR GR mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat
membubarkan DPR.
Seperti MPRS dan DPR GS, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah. Alasannya
adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang
dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik Indonesia ditetapkan sebagai
GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan Ketetapan MPRS Nomor
1/MPRS/1960. Inti manipol adalah USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme
Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia)
sehingga lebih dikenal dengan manipol USDEK.