Anda di halaman 1dari 4

Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh

anjuran Soekarno agar Undang-Undang yang digunakan untuk


menggantikan UUDS
1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu menimbulkan pro dan kontra di
kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya,
diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante .
Pemungutan suara ini dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul
dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno tersebut.
Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :
269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945
119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945

Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat
direalisasikan. Hal ini disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang
menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3 bagian, seperti yang telah
ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.
Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekarno mengeluarkan sebuah dekret yang
disebut Dekret Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekret Presiden 5 Juli 1959 :
Tidak berlaku kembali UUDS 1950
Berlakunya kembali UUD 1945
Dibubarkannya konstituante
Pembentukan MPRS dan DPAS.

Pengertian Demokrasi Terpimpin


Demokrasi terpimpin adalah reaksi terhadap demokrasi liberal/parlementer karena
pada masa Demokrasi Parlementer kekuasaan presiden hanya terbatas sebagai kepala
negara, sedangkan kekuasaan pemerintah dilaksanakan oleh partai.

Pelaksanaan Demokrasi Terpimpin


Masa Demokrasi Terpimpin dimulai dengan berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959
sampai berakhirnya kekuasaan Presiden Soekarno tahun 1966. Presiden Soekarno
mengeluarkan dekrit presiden ini sebagai upaya untuk menyelesaikan masalah negara
yang semakin mengkhawatirkan. Berlakunya dekrit presoden ini memiliki sisi positif
dan sisi negatis.

Berikut sisi positif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.

Menyelamatkan negara dari perpecahan dan krisis politik yang


berkepanjangan,
Memberikan pedoman yang jelas, yaitu UUD 1945 dari kelangsungan
hidup negara.
Merintis pembentukan lembaga tinggi negara, yaitu MPRS dan lembaga
tinggi negara berupa DPAS yang selama masa Demokrasi Liberal tertunda
pembentukannya.
Adapun sisi negatif berlakunya Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah sebagai berikut.
Memberi kekuasaan besar kepada presiden, MPR, dan lembaga tinggi
negara.
Memberi peluang bagi militer untuk terjun dalam bidang politik.
Disebut demokrasi terpimpin karena demokrasi di Indonesia pada saat itu
mengandalkan pada kepemimpinan Presiden Soekarno. Pada masa demokrasi
terpimpin kekuasaan presiden sangat besar dan mutlak, sedangkan aktivitas
partai dibatasi. Karena kekuasaan presiden yang mutlak tersebut
mengakibatkan penataan kehidupan politik menyimpang dari tujuan awal, yaitu
demokratisasi (menciptakan stabilitas politik yang demokratis) menjadi
sentralisasi (pemusatan kekuasaan ditangan presiden).

Berikut merupakan pelaksanaan atau hal-hal yang dilaksanakan pada saat


demokrasi terpimpin.

1. Pembentukan MPRS
Berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959 presiden membentuk MPRS.
Tindakan tersebut bertentangan dengan UUD 1945. Berdasarkan UUD 1945
pengangkatan anggota MPRS sebagai lembaga tertinggi negara harus melalui
pemilihan umum sehingga parrtai-partai yang terpilih oleh rakyat memiliki anggota-
anggota yang duduk di MPR. Ketua MPRS adalah Chairul Saleh, dengan tugas MPRS
hanya terbatas pada menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN).

Pada tanggal 10 November-7 Desember 1960, MPRS mengadakan sidang umum


pertama di Bandung. Hasil Sidang Umum MPRS ini menghasilkan dua ketetapan
sebagau berikut.
Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 yang menetapkan Manifesto Politik
Republik Indonesia sebagai GBHN.
Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/196- tentang Garis-Garis Besar Pola
Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahap Pertama (1961-1969).
Berdasarkan UUD 1945, kedudukan presiden berada di bawah MPR, namun pada
kenyataanya MPRS tunduk kepada presiden yang terlihat dari tindakan presiden
dalam pengangkatan ketua MPRS yang dirangkap oleh wakil perdana menteri III
dan pengangkatan wakil ketua MPRS yang dipilih dari pimpinan partai besar
(PNI, NU, dan PKI) serta wakil ABRI yang masing-masing diberi kedudukan
sebagai menteri yang tidak memimpin departemen.
2. Pembubaran DPR dan Pembentukan DPR GR
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) hasil pemilu tahun 1955 dibubarkan pada tanggal 5
Maret 1960 karena DPR menolak RAPBN tahun 1960 yang diajukan pemerintah.
Presiden kemudian mengeluarkan penetapan presiden yang menyatakan bahwa DPR
dibubarkan dan sebagai gantinya presiden membentuk Dewan Perwakilan Rakyat
Gotong Royong (DPR GR).

Karena bukan hasil pemilihan umum, semua anggota DPR GR ditentukan oleh
presiden.Peratutan maupun tata tertib DPR GR ditentukan oleh presiden. Akibatnya
DPR GR mengikuti kehendak serta kebijakan pemerintah. Tindakan presiden tersebut
bertentangan dengan UUD 1945 sebab berdasarkan UUD 1945 presiden tidak dapat
membubarkan DPR.

3. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung


Sementara
Dewan Pertimabanga Agung Sementara (DPAS) dibentuk berdasarkan Penetapan
Presiden Nomor 3 Tahun 1959. Lembaga tinggi negara ini diketuai oleh presiden
sendiri. Keanggotaan DPAS terdiri dari satu orang wakil ketua (Ruslan Abdul Gani), 12
orang wakil partai politik, 8 orang utusan daerah, dan 24 orang wakil golongan. Tugas
DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan presiden dan mengajukan usul
kepada pemrintah. Pelantikan DPAS dilakukan di Istana Negara pada tanggal 15
Agustus 1959

Seperti MPRS dan DPR GS, DPAS menempatkan diri di bawah pemerintah. Alasannya
adalah DPAS yang mengusulkan agar pidato presiden pada hari Kemerdekaan Republik
Indonesia 17 Agustus 1959 yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita yang
dikenal dengan manifesto politik (manipol) Republik Indonesia ditetapkan sebagai
GBHN berdasarkan Penpres No. 1 Tahun 1960 dan Ketetapan MPRS Nomor
1/MPRS/1960. Inti manipol adalah USDEK (Undang-Undang Dasar 1945, sosialisme
Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin, dan kepribadian Indonesia)
sehingga lebih dikenal dengan manipol USDEK.

4. Pembentukan Front Nasional


Front Nasional dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden Nomor 13 Tahun 1959.
Front Nasional merupakan sebuah organisasi massa yang memperjuangkan cita-cita
proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Tujuan pembentukan Front
Nasional adalah menyatukan seluruh potensi nasional agar menjadi kekuatan untuk
menyukseskan pembangunan. Front Nasional dimpimpin oleh Presiden Soekarno.
Tugas Front Nasional adalah menyelesaikan revolusi nasional, melaksanakan
pembangunan, dan mengembalikan Irian Barat.

5. Pembentukan Kabinet Kerja


Pada tanggal 9 Juli 1959, presiden membentuk Kabinet Kerja. Dalam kabinet ini
Presiden Soekarno bertindak sebagai perdana menteri, sedangkan Ir. Juanda menjadi
menteri pertama. Kabinet ini dilantik pada tanggal 10 Juli 1959 dengan programnya
yang disebut triprogram Kabinet Kerja. Isi triprogram Kabinet Kerja sebagai berikut.
Mencukupi kebutuhan sandang pangan.
Menyelenggarakan keamanan rakyat dan negara.
Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme ekonomi dan
imperialisme politik (Irian Barat).

Anda mungkin juga menyukai