KEHIDUPAN POLITIK
DAN EKONOMI PADA
MASA DEMOKRASI
TERPIMPIN
A.Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Memasuki th 1957 situasi politik di Indonesia masih diwarnai dgn adanya p’tentangan antarelite pol. Hasil pemiliham
umum p’1 th 1955 tdk memenuhi harapa rakyat. Wakil2 partai oposisi di DPR terus menerus berusaha menjatuhkan
kabinet dan wakil2 partai pol di Konstituante belum juga berhasil merumuskan UUD baru. Dalam situasi itu, Presiden
Soekarno yg sejak awal tdk menye7i sistem parlementer menjadi semakin kritis terh sistem demokrasi liberal dan partai2
pol. Dlm pernyataannya, 28 Okt 1956, ia menganjurkan agar partai2 “dikuburkan saja”. Pernyataan tsb segera
mendapat tentangan pihak masy. Utk mengatasi instabilitas pol yg semakin membahayakan negara, 21 Feb 1957 Presiden
Soekarno mengemukakan rumusan polnya yg dikenal sbg Konsepsi Presiden di Istana Negara disaksikan oleh
pemimpin2 organisasi sipil maupun militer.
Tugas:
Sebagai badan penasihat pem
Konsepsi Presiden ternyata tdk berhasil mendapatkan dukungan mayoritas sehingga tdk dapat mencapai
konsensus dlm parlemen. Partai2 pol menyambutnya dgn suara pro dan kontra. Partai yg paling keras menentang
konsepsi itu adalah Masyumi dan Partai Katolik sdgkan NU, Parkindo, IPKI, PSII dan PSI menolak secara tdk
langsung. Partai yg mendukung (PKI dan PNI).
Kabinet Ali Sastroamijoyo II menghadapi krisis karena adanya gerakan2 separatis di daerah2. 9 Jan 1957,
Masyumi menarik menteri2nya dari kabinet karena tdk menye7i cara yg diambil kabinet dlm menyelesaikan
pergolakan kabinet. 14 Maret 1957, Ali Sastroamijoyo mengembalikan mandatnya kpd presiden. Pada hari itu juga
Presiden Soekarno mengumumkan negara dlm keadaan bahaya (SOB).
Kegagalan Suwiryo membentuk kabinet baru mendorong presiden membentuk zaken kabinet ekstraparlementer
yg akan membentuk Dewan Nasional sesuai Konsepsi Presiden. Hal itu didasari SOB dan kedudukannya sbg
Panglima Tertinggi Angkatan Perang. 9 April 1957 terbentuk Kabinet Karya dgn tokoh nonpartai Ir. Juanda sbg
perdana menteri. 6 Mei 1957, Presiden Soekarno membentuk Dewan Nasional yg dipimpinnya sendiri.
Konstituante yg mulai bersidang sejak 1956 – 1959 belum berhasil merumuskan UUD (konstitusi) baru. Ketika
Konstituante bersidang situasi pol dlm negeri semakin memburuk. Daerah2 yg bergolak sejak th 1956, semakin
memperlihatkan gejala separatisme. Dlm suasana itu terasa keganjilan sikap partai2 pol di dlm Konstituante karena
mereka masih membiarkan wakil2nya berdebat di dlm Konstituante. Ketidaksabaran masy semakin meningkat terh
cara kerja konstituante.
22 April 1959, di depan sidang Konstituante, Presiden Soekarno menganjurkan agar dlm rangka demokrasi
terpimpin, Konstituante menetapkan UUD 1945 menjadi UUD RI. Menanggapi usul Presiden Soekarno tsb, Konstituante
kembali mengadakan sidang utk pemungutan suara guna menolak / menerima usul presiden tsb. Setelah diadakan
pemungutan suara, 30 Mei 1959 ternyata kuorum tdk tercapai karena banyak sekali anggota yg tdk hadir. Akibatnya,
timbullah kemacetan dlm sidang Konstituante, sesuai dgn ketentuan dlm tata tertib Konstituante maka diadakanlah
pemungutan suara 2x. Pemungutan suara terkahir diadakan 2 Juni 1959, sidang tsb tdk mencapai kuorum. 3 Juni 1959
Konstituante mengadakan reses yg ternyata utk selama2nya.
Menanggapi ditolaknya usul pem utk memberlakukan kembali UUD 1945 oleh Konstituante, KSAD Letjen, A.H.
Nasution atas nama pem/Penguasa Perang Pusat (Peperpu) mengeluarkan peraturan No. Prt/Perpepu/040/1959 tentang
larangan mengadakan keg2 pol yg berlaku 3 Juli 1959. Ketua PNI Suwiryo juga mengirim surat kpd Presiden Soekarno
utk mendekretkan UUD 1945 dan membubarkan Konstituante.
Kegagalan merumuskan sebuah konstitusi baru dan ketidakmampuan bekerja secara parlementer utk kembali ke
UUD 1945 mendorong Presiden mengambil langkah2 pol utk mengatasi keadaan tsb. Minggu, 5 Juli 1959 pukul 17.00
WIB dlm suatu upacara resmi di Istana Merdeka Jkt, Presiden Soekarno mengumukan dekrit yg berisi:
Membubarkan Dewan Konstituante
Memberlakukan kembali UUD 1945 dan membekukan berlakunya UUDS 1950
Segera membentuk MPR dan DPA
Berlakunya kembali UUD 1945 dgn kekuatan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ternyata diterima baik oleh
rakyat Indonesia. Bahkan, dlm sidangnya 22 Juli 1959, DPR secara aklamasi menyatakan bersedia bekerja
keras atas UUD 1945. Dasar hukum dikeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 adalah hukum darurat negara
mengingat keadaan negara (staatsnoodrecht) yg sedang dilanda p’satuan dan keselamatan bangsa.
Tugas MPRS:
Menyusun GBHN
Pada sidang umum p’1 MPRS di Bandung, 10 Nov – 7 Des 1960 menghasilkan keputusan utk menetapkan Manifesto
Pol presiden (Manipol) sbg GBHN. Sbg tindak lanjut Dekrit Presiden dibentuk pula Dewan Perwakilan Agung Sementara
(DPAS) berdasarkan Penpres No. 3 th 1959. Jumlah anggota DPAS adalah 45 org terdiri atas 12 wakil partai pol, 8 utusan
daerah, 24 wakil gol karya dan seorang wakil ketua dan ketua yg dijabat Presiden Soekarno sendiri. Selain membentuk
MPRS, juga dibentuk Dewan Perancang Nasional dan Front Nasional melalui Penpres No 13 th 1959. Dewan Perancang
Nasional diketuai oleh Mr. Moh. Yamin, sdgkan Front Nasional diketuai oleh Presiden Soekarno.
Penyelewengan UUD 1945 ditunjukkan dgn penunjukan anggota MPRS oleh presiden. Seharusnya presiden berada
dibawah MPRS dan bertanggungjawab kpd badan itu. RI terlepas dari penyelewengan yg 1 dan terjerumus kpd
penyelewengan yg lain. Demokrasi Terpimpin yg seharusnya menciptakan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan
ternyata semakin jauh menyimpang karena Presiden Soekarno malahan menumpuk kekuasaan dlm tangannya sendiri.
Berdasarkan UUD 1945, presiden berada dibawah MPR, sdgkan dlm kenyataannya MPRS berada dibawah presiden.
f. Pembatasan Partai2
Partai2 pol yg masih berani menghadapi teror mental PKI adalah Partai Murba. Namun, akhirnya PKI
berhasil mempengaruhi Presiden Soekarno utk membubarkan Partai Murba. Selanutnya, PKI mengadakan
penyusupan ke dlm partai2 dan organisasi2 lain. Misalnya, penyusupan (infiltrasi) PKI yg mengakibatkan
pecahnya PNI menjadi pimpinan Ali Sastromijoyo yang disusupi oleh tokoh PKI, Ir. Surachman sehingga
haluannya menjadi sejajar dgn PKI. Tokoh2 marhaenis sejati malahan dikeluarkan dgn dalih bahwa mereka
adalah marhaenis gadungan. Selanjutnya, mereka membentuk PNI dibawah pimpinan Osa Maliki dan Usep
Ranawidjaya yg kemudian dikenal sbg PNI Osa – Usep.
2. Penyimpangan Pol Luar Negeri Indonesia Bebas Aktif
Prinsip pol luar negeri bebas aktif Indonesia p’1 x dirumuskan pada masa pemn Hatta. Sep 1948, Moh. Hatta
menyatakan Indonesia memilih bersikap netral dlm Perang Dingin. 28 Sep 1950 Indo bergabung dgn PBB. Pol luar
negeri bebas diartikan bahwa Indonesia bebas menjalin hub dgn negara lain. Aktif, artinya Indonesia berperan aktif
dlm mewujudkan p’damaian dunia. Pada masa kelahiranya, prinsip pol bebas aktif dipilih utk menolak tuntutan
pihak komunis di Indonesia agar RI berpihak kpd Uni Soviet dan membuat jarak dlm hubnya dgn AS.
Posisi pol tsb dimaksudkan sbg upaya mendefinisikan peranan yg tepat bagi Indo dlm konflik antarnegara adidaya.
Kebijakan pol luar negeri tsb diteruskan oleh berbagai kabinet pem Indonesia. Pada masa demokrasi terpimpin
terjadi penyimpangan pol luar negeri Indonesia yg bebas dan aktif.
Menjelang pemberontakan 30 S/PKI, kebijakan pol luar negeri Indo semakin dikendalikan oleh Presiden
Soekarno. Kebijakan pol luar negeri bebas aktif semakin diseleengkan dgn melakukan konfrontasi terh Old
Emerging Forces (OLDEFO) yg didukung oleh negara2 Barat melawan New Emerging Forces (NEFO) yg
didukung negara2 blok Timur yg beraliran komunis. Menurut Soekarno, negara2 Barat (AS, Prancis dan
Inggris) dianggap membantu Belanda dlm menguasai Irian Barat dan tdk memberi dukungan pada Indo dlm
perjuangan merebut Irian Barat.
Sebaliknya, negara2 blok Timur (US dan Cina) dianggap sangat mendukung Indo pada saat pelaksanaan
Trikora karena bersedia memberikan bantuan miiter sehingga Indonesia dapat melengkapi peralatan
angkatan bersenjata dlm merebut Irian Barat. Pol konfrontasi tsb terus dilakukan setelah Irian Barat
berhasil kembali ke pangkuan RI. Dgn dukungan negara2 blok Timur tergabung dlm NEFO, Indo
melanutkan konfrontasinya dgn Malaysia.
c. Pol Mercusuar
Ciri kebijakan pol luar negeri Indonesia sebelum th 1965 adalah pol mercusuar yg dijlkan Presiden Soekarno.
Soekarno berpendapat bahwa Indonesia adalah mercusuar yg dapat memandu perjuangan negara2 NEFO di
seluruh dunia melawan kekuatan neokolonialisme dan imperialisme . Utk mewujudkan t7n pol mercusuar tsb
maka Indo mengadakan proyek2 politis yg diharapkan mampu menjunjung nama Indo di mata negara2
NEFO, seperti :
Mengadakan pertandingan olahraga Games for Emerging Forces (GANEFO)
Pengiriman delegasi Indonesia ke negara2 NEFO
Kunjungan delegasi negara NEFO ke Indonesia
Pembangunan proyek2 industri berteknologi tinggi
Dampak kebijakan pol luar negeri mercusuar tsb mengorbankan kepentingan nasional karena pelaksanaan pol
mercusuar menyerap dana yg besar di tengah2 kesulitan eko rakyat. Utk membiayai proyek tsb pem Presiden
Soekarno mencetak uang tanpa batas yg menyebabkan terjadinya inflasi di tengah2 masy.
Pem juga melakukan pemberkuan simpanan di bank yang jumlahnya lebih dari RP 25.000,00. Namun, tindakan pem
ini tdk menurunkan laju inflasi yg sangat tinggi.
3. Deklarasi Ekonomi
28 Maret 1963, Presiden Soekarno mengumumkan langkah2 utk menanggulangi masalah ekonomi nasional yg
dikenal dgn Deklarasi Ekonomi (Dekon). Sbg tindak lanjut Dekon, 26 Mei 1963 dikeluarkan serangkaian peraturan
mengenai ekspor, impor dan harga2. Semua peraturan tsb ternyata tdk mampu mengatasi permasalahan eko
nasional karena inflasi tdk mampu diturunkan. Akibatnya beban rakyat semakin meningkat akibat tingginya harga2
kebutuhan pokok. Kegagalan memperbaiki eko nasional disebabkan gagalnya pengajuan pinjaman kpd IMF sebesar
400 juta dolar AS dan kesulitan keuangan akibat pemutusan hub dgn Singapura dan Malaysia.
Inflasi yg mencapai 650 % membuat harga makanan melambung tinggi. Menurut Ricklefs, harga beras naik 900 %
pada akhir th 1965. Rakyat terpaksa harus antre utk mendapatkan kebutuhan pokok (beras, minyak dan gula pasir).
D. Perjuangan Pembebasan Irian Barat
Masalah Irian Barat muncul karena Belanda menolak menyerahkan kedaulatan atas Irian Barat pada Indonesia.
Menurut perjanjian KMB, masalah Irian Barat akan dibicarakan antara RIS dan Belanda seth setelah
penyerahan kedaulatan pada RIS. Setelah 1 th Irian Barat belum juga diserahkan Belanda kpd Indonesia. Pem
RI berusaha melakukan upaya penyelesaian masalah Irian Barat melalui jalur diplomasi. Masalah Irian Barat
semakin berlarut2 setelah Agustus 1952 pem Hindia Belanda secara sepihak memasukkan Irian Barat ke dlm wil
K. Belanda. Karena usaha diplomasi secara bilateral antara Indo dan Belanda mengenai masalah Irian Barat tdk
berhasil maka usaha pembebasan Irian Barat dibawa ke forum internasional. Selanjutnya, kabinet Ali
Sastromijoyo I membawa masalah Irian Barat ke dlm forum PBB.
1954 masalah Irian Barat dibicarakan dlm sidang Umum PBB. 1955 masalah Irian Barat dibicarakan dlm
Konferensi Asia Afrika dan Indonesia mendapat dukungan dari negera peserta KAA utk menyelesaikan masalah
tsb. Sikap Belanda yg menolak menyerahkan Irian Barat tsb mendorong Indonesia utk membatalkan perjanjian
KMB dan melakukan pembubaran Uni Indonesia-Belanda.
Rencana perjanjian pembatalan perjanjian KMB tsb disahkan oleh DPR hasil Pemilu 1955 menjadi UU 21 April
1956. Usaha diplomasi utk merebut Irian Barat di forum PBB selalu dilaksanakan Indo dlm Sidang Umum 1956
dan 1957. Namun, usulan Indonesia utk mengajukan resolusi mengenai penyelesaian masalah Irian Barat selalu
ditolak PBB. Sekjen PBB U Thant menganjurkan kpd duta besar Amerika utk PBB Elsworth Bunker utk
mengadakan penyelesaian masalah Irian Barat antara Indonesia dan Belanda.
Dlm usulan tsb PBB menyerahkan Irian Barat kpd Indonesia diwakili oleh PBB dlm jangka waktu 2 th.
Indonesia menye7i usulan PBB tsb dan meminta agar waktu penyerahan tsb diperpendek. Sebaliknya, Belanda
hanya s7 menyerahkan kedaulatan Irian Barat dgn membentuk perwakilan di bawah PBB utk membentuk
negara Papua. Puncak konflik Indo-Belanda mengenai masalah Irian Barat ditandai dgn pemutusan hub
diplomatik antara Indo dan Belanda sejak 17 Agustus 1960.
Masalah Irian Barat mulai memasuki babak baru, karena penyelesaian diplomasi mengenai masalah Irian Barat
selama 11 th mulai menemui jl buntu, pem RI memutuskan utk melalukan upaya merebut kembali Irian Barat. Utk
melaksanakan t7n tsb maka pem RI segera melakukan pembelian senjata keluar negeri (US). Dilakukan langkah2,
diplomasi kpd negara2 sahabat (India, Thailand, Filipina, Australia, Selandia Baru, Jerman, Prancis dan Inggris)
agar tdk membantu Belanda.
Utk menghadapi Indo, Belanda melakukan protes di PBB dan melakukan langkah2 militer, seperti mengirim
misi militernya ke Irian Barat. Utk meningkatkan perjuangan, 17 Des 1961, Presiden Soeakrno mencanangkan Tri
Komando Rakyat di Yogyakarta, yg isinya:
Gagalkan pembentukan negara boneka Papua oleh Belanda
Kibarkan sang Merah Putih di seluruh Irian Barat
Bersiap utk mobilisasi umum
Utk lebih mengefektifkan perebutan Irian Barat, Pem membentuk Komando Mandala Pembebasan Irian Barat
dipimpin oleh Brigadir Jenderal Soaharto. Operasi pembebasan Irian Barat dilaksanakan dgn melakukan infiltrasi
(penyusupan) ke daerah Irian Barat melalui laut dan udara oleh Sukarelawan Trikora dan satu2an TNI dgn t7n utk
mengembangkan penguasaan wil sebelum wil sebelum diadakan serangan frontal utk menduduki posisi2 Belanda di
Irian Barat.
Sebelum dilakukan serangan terbuka telah terjadi insiden Laut Arafuru antara AL Belanda dan AL Indo yg
menyebabkan tenggelamnya KRI Macan Tutul yg dikomandani Komodor Yos Sudarso saat melawan kapal perusak
dan fregat Belanda. Sebelum konflik Irian Barat berkembang menjadi konflik terbuka, 18 Agustus 1962 telah
dikeluarkan perintah penghentian tembak menembak oleh presiden sbg Panglima Komando Pembebasan Irian
Barat. Keputusan gencatan senjata tsb terkait dgn penyelesaian atas masalah Irian Barat di PBB, 15 Agustus 1962.
Dalam p’janjian antara Indo dan Belanda yg ditandatangani di markas PBB di New York tsb
akhirnya Belanda sepakat utk menyerahkan wil Irian Barat 1 Okt 1962 kpd suatu pemn sementara PBB
yg akan menyerahkan Irian Barat pada pihak Indonesia 1 Mei 1963. Sebelum th 1969, akan diadakan
penentuan pendapat rakyat Irian Barat. Setelah ditandatanganinya p’s7n New York, sejak 18 Agustus
1962, diadakan gencatan senjata antara Indo-Belanda. 1 Okt 1962 Irian Barat diserahkan oleh Belanda
kpd United Nation Transition Authory on West Irian (UNTEA). Pada awal th 1963 hub diplomatik Indo-
Belanda dibuka kembali dan 1 Mei 1963 PBB menyerahkan wilayah Irian Barat kpd pihak Indonesia.