Langakah pertama preiden soekarno untuk mewujudkan konsepsi presiden 1957 adalah membentuk
dewan nasional pada 6 mei 1957. Melalui dewan nasional, muncul usulan tentang pemberlakuan kembali
UUD 1945. Usulan tersebut pertama kali di sampaikan secara tertulis oleh kepala staf AD Mayjen A.H.
Nasition kepada presiden soekarno. Pada awalnya presiden soekarno ragu untuk mengambil keputusan.
Akan tetapi, atas desakan A.H. Nasition, akhirnya presiden soekarno menyetujui pemberlakuan kembali
UUD 1945 ebagai landasan demokrasi terpimpin.
Pada 3 juni 1959 sidang dewan konstituante memasuki massa reses. Pada massa reses terebut
beberapa fraksi dewan konstituante menyatakan tidak akan menghadiri sidang lagi kecuali untuk
membubarkan konstituante.
Presiden soekarno melakukan pertemuan dengan ketua DPR Sartono, Perdana Menteri Djuanda,
Ruslan Abdulgani, dan Muh Yamin. Pertemuan tersebut menyepakati untuk memberlakukan kembali UUD
1945 sebagai konstitui negara tanpa persetujuan konstituante. Pertemuan tersebut di lanjutkan dengan
sebuah pidato singkat preiden soekarno pada 5 juli 1959.
Dekret presiden 5 juli 1959 yg dibacakan presiden soekarno berisi tiga ketentuan pokok berikut:
1) pembubaran konstituante
2) tidak berlakunya UUDS 1950 dan berlakunya kembaliUUD 1945
3) pembentukan majelis permusyawaratan rakyat sementara (MPRS) yg terdiri atas anggota DPR
ditambah utusan daerah dan golongan serta dewan pertimbangan agung sementara (DPAS).
Presiden soekarno mmbantuk majelis permusyawaratan sementara (MPRS) pada 31 desember 1959.
Pembentukan MPRS dilandasi oleh penetapan presiden no.2 tahun 1959. MPRS di pimpin oleh Chairul
saleh dan dibantu beberapa wakil ketua. Anggota MPRS di pilih dan di angkat langsung oleh presiden
soekarno.fungsi dan tugas MPRS tidak di atur berdasarkan UUD 1945, tetapi di atur berdasarkan
penetapan presiden no.2 tahun 1959 yaitu bertugas untuk menetapkan garis-garis besar haluan negara
(BGHN).
2. Peta Kekuatan Politik Nasional