Anda di halaman 1dari 7

MAKALAH DEMOKRASI TERPIMPIN

SEJARAH INDONESIA

NAMA KELOMPOK:
1. Diaz Rasha Dwi Satria
2. Haikal Rezi Abyantara
3. Flora Ceisanda
4. Farrel Yudha Oktavian
5. Ergi Aulia Nafazo Siagian

Guru pembimbing: Nia Apriyanti

SMA NEGERI 11 KOTA JAMBI


TAHUN AJARAN 2023/2024
A. Latar Belakang
Demokrasi terpimpin adalah sebuah sistem demokrasi di mana seluruh keputusan dan pemikiran
berpusat pada pemimpin negara. Konsep sistem demokrasi terpimpin pertama kali diumumkan oleh
presiden Soekarno dalam pembukaan sidang konstituante pada tanggal 10 November 1956. Masa
demokrasi terpimpin (1957-1965) dimulai dengan tumbangnya demokrasi parlementer atau demokrasi
liberal yang ditandai pengunduran Ali Sastroamidjojo sebagai perdana menteri.Ketegangan-ketegangan
politik yang terjadi pasca pemilihan umum 1955 membuat situasi politik tidak menentu. Kekacauan
politik ini membuat keadaan negara menjadi dalam keadaan darurat. Hal ini diperparah dengan dewan
konstituante yang mengalami kegagalan dalam menyusun konstitusi baru, sehingga negara Indonesia
tidak mempunyai pijakan hukum yang mantap.
Pelaksanaan sistem demokrasi terpimpin, sebenarnya merupakan wujud dari obsesi presiden Soekarno
yang dituangkan dalam konsepsinya pada tanggal 21 Februari 1957, yang isinya mengenai penggantian
sistem demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin, pembentukan kabinet gotong royong, dan
pembentukan dewan nasional.

B. PENGERTIAN DEMOKRASI TERPIMPIN


Demokrasi terpimpin, juga disebut demokrasi terkelola, adalah istilah untuk sebuah pemerintahan
demokrasi dengan peningkatan autokrasi. Pemerintahan negara dilegitimasi oleh pemilihan umum yang
walaupun bebas dan adil, digunakan oleh pemerintah untuk melanjutkan kebijakan dan tujuan yang
sama. Atau, dengan kata lain, pemerintah telah belajar untuk mengendalikan pemilihan umum sehingga
pemilih dapat melaksanakan semua hak-hak mereka tanpa benar-benar mengubah kebijakan publik.
Walaupun mengikuti prinsip-prinsip dasar demokrasi, dapat timbul penyimpangan kecil terhadap
otoritarianisme.

Dalam demokrasi terpimpin, pemilih dicegah untuk memiliki dampak yang signifikan terhadap kebijakan
yang dijalankan oleh negara melalui mengefektifkan teknik kinerja humas yang berkelanjutan. Istilah ini
digunakan sebagai referensi untuk periode politik tertentu di Indonesia. Akhir-akhir ini istilah ini juga
banyak digunakan dalam Rusia, di mana ia diperkenalkan ke dalam praktik umum oleh pemikir dari
anggota Kremlin, khususnya Gleb Pavlovsky.

Demokrasi Terpimpin berjalan berdasarkan Dekret Presiden Soekarno 5 Juli 1959 dan Tap MPRS No.
VIII/MPRS/1959. Paham demokrasi ini berdasarkan paham kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan ( sila ke-4 dari Pancasila ). Paham ini berintikan
musyawarah untuk mufakat secara gotong royong antara semua kekuatan nasional yang revolusioner
dengan prinsip Nasakom (nasionalisme, agama, dan komunisme). Akan tetapi para ulama di Indonesia
menolak prinsip Nasakom karena mengikut sertakan Komunis yang bertolak belakang dengan agama.
C.Latar belakang dicetuskannya sistem demokrasi terpimpin oleh Presiden Soekarno:

1. Dari segi keamanan nasional: Banyaknya gerakan separatis pada masa demokrasi liberal,
menyebabkan ketidakstabilan negara.

2. Dari segi perekonomian : Sering terjadinya pergantian kabinet pada masa demokrasi liberal
menyebabkan program-program yang dirancang oleh kabinet tidak dapat dijalankan secara utuh,
sehingga pembangunan ekonomi tersendat.

3. Dari segi politik: Konstituante gagal dalam menyusun UUD baru untuk menggantikan UUDS 1950.
Masa Demokrasi Terpimpin yang dicetuskan oleh Presiden Soekarno diawali oleh anjuran Soekarno agar
Undang-Undang yang digunakan untuk menggantikan UUDS 1950 adalah UUD 1945. Namun usulan itu
menimbulkan pro dan kontra di kalangan anggota konstituante. Sebagai tindak lanjut usulannya,
diadakan pemungutan suara yang diikuti oleh seluruh anggota konstituante. Pemungutan suara ini
dilakukan dalam rangka mengatasi konflik yang timbul dari pro kontra akan usulan Presiden Soekarno
tersebut.

Hasil pemungutan suara menunjukan bahwa :

269 orang setuju untuk kembali ke UUD 1945 119 orang tidak setuju untuk kembali ke UUD 1945
Melihat dari hasil voting, usulan untuk kembali ke UUD 1945 tidak dapat direalisasikan. Hal ini
disebabkan oleh jumlah anggota konstituante yang menyetujui usulan tersebut tidak mencapai 2/3
bagian, seperti yang telah ditetapkan pada pasal 137 UUDS 1950.

Bertolak dari hal tersebut, Presiden Soekamo mengeluarkan sebuah dekrit yang disebut Dekrit.
Presiden 5 Juli 1959. Isi Dekrit Presiden 5 Juli 1959:

1. Tidak berlaku kembali UUDS 1950


2. Berlakunya kembali UUD 1945
3. Dibubarkannya konstituante
4. Pembentukan MPRS dan DPAS

D. Sistem Demokrasi Terpimpin


Lima hari setelah dekret presiden, kabinet karya dibubarkan dan pada Tanggal 09 Juli 1959 diganti
dengan kabinet kerja. Dalam kabinet ini presiden Soekarno bertindak selaku perdana menteri,
sedangkan Ir. Djuanda menjadi Menteri pertama dengan dua orang wakilnya Dr. Leimena dan Dr.
Subandrio. Program kabinet meliputi penyelenggaraan keamanan dalam negeri, Pembebasan Irian Barat,
dan melengkapi sandang pangan rakyat.

Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli 1959, presiden Soekarno Membentuk Dewan Pertimbangan
Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden Dengan Penpres No. 3 Tahun 1959 dengan 45 orang anggota
yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8 orang utusan/ wakil daerah, 24 orang wakil Golongan karya,
dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini berkewajiban memberi Jawab atas pertanyaan presiden dan berhak
mengajukan usul kepada Pemerintah (Pasal 16 Ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada
Tanggal 15 Agustus 1959. Pada upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959, presiden Soekarno
mengucapkan pidato yang bersejarah yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pidato tersebut
merupakan penjelasan dan Pertanggungjawaban presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan
Presiden Soekarno dalam mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.

Dalam sidangnya pada bulan September 1959, DPA dengan suara bulat Mengusulkan kepada
pemerintah agar pidato presiden Soekarno tersebut Dijadikan garis-garis besar haluan negara. Usul DPA
itu diterima baik oleh Presiden Soekarno. Rumusan DPA atas pidato tersebut menjadi garis-garis Besar
haluan negara berjudul “manifesto politik republik Indonesia” disingkat Manipol. Selanjutnya dengan
Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1959 tanggal 31 Desember 1959 dibentuk majelis permusyawaratan
rakyat sementara (MPRS), Yang anggota-anggotanya ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan
Beberapa persyaratan, yaitu setuju kembali ke UUD 1945, setia kepada Perjuangan RI, dan setuju dengan
manifesto politik. Berdasarkan UUD 1945, Keanggotaan MPR terdiri atas anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusanutusan dari daerah dan wakil-wakil golongan.

Tindakan presiden Soekarno selanjutnya dalam menegakkan demokrasi terpimpin adalah mendirikan
lembaga-lembaga negara baru, yaitu front nasional yang dibentuk melalui Penetapan Presiden No. 13
Tahun 1959. Dalam penetapan itu disebutkan, front nasional adalah suatu organisasi massa yang
memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-cita yang terkandung dalam UUD 1945. Front nasional itu
diketuai oleh presiden Soekarno. Dalam regrouping pertama kabinet yang berdasarkan Keputusan
Presiden No. 94 Tahun 1962, dilakukan pengintegrasian lembaga-lembaga tertinggi negara dengan
eksekutif, yaitu MPRS, DPR GR, DPA, MA, dan dewan perancang nasional. Pimpinan lembaga-lembaga
negara tersebut diangkat menjadi menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu,
yang selanjutnya ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintahan dalam lembaga masing-
masing.
Selain lembaga-lembaga tersebut, presiden juga membentuk musyawarah pembantu pimpinan revolusi
(MPPR) berdasarkan Penetapan Presiden No. 4 Tahun 1962, MPRS beserta stafnya merupakan badan
pembantu pemimpin besar revolusi (PBR) dalam mengambil kebijakan khusus dan darurat untuk
menyelesaikan revolusi. Keanggotaan MPPR terdiri dari sejumlah menteri yang mewakili MPRS dan DPR
GR, departemen, angkatanangkatan, dan para pemimpin partai politik Nasakom (nasionalis, agama, dan
komunis). Dalam perkembangan selanjutnya kekuatan politik pada waktu itu terpusat ditangan presiden
Soekarno dengan TNI AD dan PKI di sampingnya.

E. Sistem Ekonomi Demokrasi Terpimpin


1. Ekonomi Keuangan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958
dibentuk undang-undang mengenai pembentukan Dewan Perancang
Nasional. Tugasnya adalah:
a. Mempersiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional
yang berencana (Pasal 2).
b. Menilai penyelenggara pembangunan itu (Pasal 3).
Selanjutnya pada tanggal 15 Agustus 1959 terbentuklah Dewan Perancang Nasional (Depernas) di bawah
pimpinan Mr. Muh Yamin Sebagai Wakil Menteri Pertama yang beranggotakan 80 orang wakil Golongan
masyarakat dan daerah. Dalam waktu kurang lebih satu tahun, Depernas berhasil menyusun suatu
“Rancangan Dasar Undang-Undang Pembangunan Nasional Sementara Berencana Tahapan Tahun 1961-
1969.”MPRS menyetujui rancangan tersebut. Pada tahun 1963, Dewan Perancang Nasional diganti
dengan Badan Perancang Pembangunan Nasional (Bappenas) yang dipimpin oleh Presiden Sukarno.
Bappenas mempunyai tugas menyusun rencana Pembangunan jangka panjang dan rencana tahunan baik
nasional maupun Daerah, serta mengawasi laporan pelaksanaan pembangunan. Dalam Rangka usaha
membendung inflasi maka dikeluarkan kebijakan:

a. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1959 yang mulai berlaku
tanggal 25 Agustus 1959. Peraturan itu Dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang dalam
peredaran Untuk kepentingan perbaikan keadaan keuangan dan perekonomian Negara.

b. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor Tahun 1959 Tentang Pembekuan


Sebagian dari Simpanan pada Bank, yang Dimaksudkan untuk mengurangi banyaknya uang
dalam peredaran, Yang terutama dalam tahun 1957 dan 1958 sangat meningkat Jumlahnya.

c. Peraturan moneter tanggal 25 Agustus 1959 diakhiri dengan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1959, yang isi Pokoknya ialah ketentuan bahwa bagian uang
lembaran seribu rupiah Dan lima ratus rupiah yang masih berlaku ditukar dengan uang kertas
Bank baru sebelum tanggal 1 Januari 1960. Untuk menampung akibat-akibat dari tindakan
moneter dari bulan Agustus 1959 dibentuklah Panitia Penampung Operasi Keuangan
(PPOK).Tugas pokok dari panitia ini ialah menyelenggarakan tindak lanjut dari Tindakan moneter
itu, tanpa mengurangi tanggung jawab menteri, Departemen, dan jawatan yang bersangkutan.
Dengan tindakan moneter tanggal 25 Agustus 1959 tersebut, Pemerintah bertujuan akan dapat
mengendalikan inflasi dan mencapai Keseimbangan dan kemantapan moneter. Hal itu
diusahakan dengan Menyalurkan uang dan kredit baru ke bidang-bidang usaha yang Dipandang
penting bagi kesejahteraan rakyat dan pembangunan. Tetapi Pada akhir tahun 1959 itu juga,
diketahui bahwa pemerintah mengalami Kegagalan. Semua tindakan-tindakan moneter itu tidak
mencapai Sasarannya karena pemerintah tidak mempunyai kemauan politik untuk Menahan diri
dalam pengeluaran-pengeluarannya. Sejak tahun 1961, Indonesia terus-menerus membiayai
kekurangan Neraca pembayarannya dari cadangan emas dan devisa. Pada akhir tahun 1965,
untuk pertama kali dalam sejarah moneternya, Indonesia sudah Habis membelanjakan cadangan
emas dan devisanya. Presiden Soekarno Menganggap perlu untuk mengintegrasikan semua Bank
Negara ke dalam Suatu organisasi Bank Sentral. Untuk itu dikeluarkan Penetapan Presiden No.7
tahun 1965 tentang Pendirian Bank Tunggal Milik Negara. Tugas Bank tersebut adalah
menjalankan aktivitas-aktivitas bank sirkulasi, bank Sentral dan bank umum. Maka kemudian
diadakan peleburan bank-bank Negara seperti: Bank Koperasi dan Nelayan (BKTN); Bank Umum
Negara; Bank Tabungan Negara; Bank Negara Indonesia ke dalam Bank Indonesia. Sesudah
pengintegrasian Bank Indonesia itu selesai, barulah Dibentuk Bank Negara Indonesia.
2. Perdagangan dan Perkreditan Luar Negeri Ekonomi Indonesia bersifat agraris, karena lebih kurang 80%
dari Penduduk hidup dari berkecimpung dalam bidang pertanian. Sebagian Hasil dari pertanian atau
perkebunan yang dihasilkan setiap tahunnya dijual Dan diekspor ke luar negeri untuk memperoleh
devisa atau valuta asing Untuk membeli atau mengimpor berbagai bahan baku dan barang Konsumsi
yang belum dapat dihasilkan di Indonesia. Oleh karena itu, Untuk dapat mengimpor kebutuhan-
kebutuhan dari luar negeri adalah Mutlak, neraca perdagangan kita dengan luar negeri harus
menunjukkan Terms of trade yang menguntungkan. Apabila itu belum tercapai, Terpaksalah dicari
bantuan atau disebut juga kredit luar negeri, guna dapat Membiayai impor. Perdagangan luar negeri
antara Indonesia dengan Negara lain misalnya dengan negara Cina. Dalam rangka usaha untuk
membiayai proyek-proyek Presiden/Mandataris MPRS, maka Presiden Soekarno mengeluarkan Instruksi
Presiden No. 018 Tahun 1964 dan Keputusan Presiden No. 360 Tahun 1964, yang berisi ketentuan-
ketentuan mengenai penghimpunan dan Penggunaan dana-dana revolusi. Dana-dana revolusi tersebut
pada Mulanya diperoleh dari pungutan uang SPP dan dari pungutan yang Dikenakan pada pemberian izin
impor dengan deferred payment. Deferred Payment ialah suatu macam impor yang dibayar dengan
kredit (kredit Berjangka 1-2 tahun) karena tidak cukup persediaan devisa. Akibat Kebijaksanaan kredit
luar negeri ini adalah:

a. Hutang-hutang negara semakin bertimbun-timbun, sedangkan ekspor Semakin menurun dan


Devisa menipis karena ekspor menurun sekali.

b. Hutang luar negeri dibayar dengan kredit baru atau pembayaran itu Ditangguhkan.

c. RI tidak mampu lagi membayar tagihan-tagihan dari luar negeri, Karena itu, sering terjadi
beberapa negara menyetop impornya ke Indonesia karena hutang-hutang tidak dibayar.

d. Di dalam negeri berakibat mengganggu proses produksi, distribusi dan Perdagangan serta
menimbulkan kegelisahan di kalangan penduduk. Dana revolusi tersebut diberikan dalam bentuk
kredit kepada orang Lain atau perusahaan dengan rente tertentu agar jumlah dana bertambah
Terus. Namun, pemberian kredit tersebut menyimpang dari pemberian Kredit biasa sampai kira-
kira mencapai jumlah Rp338 milyar (uang lama). Hal ini mengakibatkan inflasi meningkat sangat
tinggi karena pemerintah Sama sekali tidak mengindahkan jumlah uang yang beredar. Bank
Indonesia diizinkan untuk mengadakan penyertaan dalam perusahaan, Sehingga membawa
akibat yang cukup luas bagi masyarakat.

F. Dekret Presiden 5 Juli 1959


Pemilu yang pertama diselenggarakan pada masa kabinet Burhanudin Harahap tahun 1955, di antaranya
adalah untuk memilih anggota konstituante Yang bertugas merumuskan UUD baru. Namun dalam
kenyataannya sampai Tahun 1959 konstituante tidak pernah berhasil merumuskan undang-undang Dasar
baru. Keadaan itu semakin mengguncangkan situasi politik di Indonesia Pada saat itu. Bahkan, masing-
masing partai politik selalu berusaha untuk Menghalalkan segala cara agar tujuan partainya tercapai.
Oleh sebab itu, sejak Tahun 1956 kondisi dan situasi politik negara Indonesia semakin buruk dan Kacau.
Keadaan yang semakin bertambah kacau ini bisa membahayakan dan Mengancam keutuhan negara dan
bangsa Indonesia. Suasana semakin Bertambah panas karena adanya ketegangan yang diikuti dengan
keganjilankeganjilan sikap dari setiap partai politik yang berada di konstituante. Rakyat Sudah tidak sabar
lagi dan menginginkan agar pemerintah mengambil tindakan Yang bijaksana untuk mengatasi kemacetan
sidang konstituante. Namun, Konstituante ternyata tidak dapat diharapkan lagi. Kegagalan konstituante
untuk melaksanakan sidang-sidangnya untuk Membuat undang-undang dasar baru, menyebabkan
negara Indonesia dilanda Kekalutan konstitusional. Undang-undang dasar yang menjadi dasar hukum
Pelaksanaan pemerintahan negara belum berhasil dibuat, sedangkan undangundang dasar sementara
(UUDS 1950) dengan sistem pemerintahan demokrasi Liberal dianggap tidak sesuai dengan kondisi
kehidupan masyarakat Indonesia. Untuk mengatasi situasi yang tidak menentu itu, pada bulan Februari
1957 Presiden Soekarno mengajukan gagasan yang disebut dengan konsepsi Presiden. Dalam situasi dan
kondisi seperti itu, beberapa tokoh partai politik Mengajukan usul kepada presiden Soekarno agar
mendekretkan berlakunya Kembali UUD 1945 dan pembubaran konstituante. Pemberlakuan kembali
Undang-undang dasar 1945 merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan Persatuan dan kesatuan
nasional. Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan dekret yang berisi
sebagai berikut:

1. Pembubaran konstituante.
2. Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
3. Pembentukan MPRS dan DPAS.

Kesimpulan
Untuk merencanakan pembangunan ekonomi, pada tahun 1958 dibentuk Undang-undang mengenai
pembentukan Dewan Perancang Nasional. Tugasnya adalah mempersiapkan rancangan undang-undang
Pembangunan Nasional yang berencana dan menilai penyelenggara pembangunan itu. Pada Massa
demokrasi terpimpin Indonesia melakukan kredit luar negeri dan Melakukan kerja sama perdagangan
dengan Cina yang memberikan Keuntungan materi dan politik. Setelah terbentuknya kabinet pada 22 Juli
1959, presiden Soekarno Membentuk Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang diketahui oleh presiden
Dengan Penpres No. 3 Tahun 1959 dengan 45 orang anggota yang terdiri dari 12 wakil golongan politik, 8
orang utusan/ wakil daerah, 24 orang wakil Golongan karya, dan 1 orang wakil ketua. Dewan ini
berkewajiban memberi Jawab atas pertanyaan presiden dan berhak mengajukan usul kepada
Pemerintah (Pasal 16 Ayat 2 UUD 19450. Para anggota DPA dilantik pada Tanggal 15 Agustus 1959. Pada
upacara peringatan hari proklamasi 17 Agustus 1959, presiden Soekarno mengucapkan pidato yang
bersejarah yang berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita” pidato tersebut merupakan penjelasan dan
Pertanggungjawaban presiden atas dekret 5 Juli 1959 serta garis kebijakan Presiden Soekarno dalam
mengenalkan sistem demokrasi terpimpin.

Anda mungkin juga menyukai