Anda di halaman 1dari 10

Demokrasi Terpimpin memiliki Kabinet Kerja yang dilantik pada 10 Juli 1959 untuk menggantikan

Kabinet Djuanda. Selama dipegang Kabinet Kerja terdapat beberapa kebijakan-kebijakan yang diambil,
baik dalam maupun luar negeri.

A. Kebijakan dalam negeri

1. Pidato Penemuan Kembali Revolusi Kita menjadi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN)

Pada17 Agustus 1959 Presiden Soekarno dalam pidato kenegaraan

untuk merayakan ulang tahun kemerdekaan dengan lantang menjelaskan dasar dikeluarkannya Dekrit
Presiden 5 Juli 1959 serta garis kebijakan presiden Soekarno dalam mengenalkan Demokrasi terpimpin.
Pidato ini berjudul “Penemuan Kembali Revolusi Kita”. DPAS menetapkan pidato Presiden Soekarno
menjadi GBHN dengan judul Manifesto Politik Republik Indonesia yang disingkat Manipol.

2. Soekarno membentuk MPRS dan DPAS yang dipilih langsung oleh dirinya

Pada 31 Desember 1959, Presiden Soekarno membentuk MPRS yang dilandasi oleh penetapan
Presiden Nomor 2 tahun 1959 dibawah pimpinan Charul Saleh. Fungsi dan tugas MPRS hanya
menetapkan GBHN. Lalu, Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) berdasarkan
Penetapan Presiden Nomor 3 tahun 1955 tertanggal 22 Juli 1959 yang langsung diketuai oleh Presiden
Soekarno dengan Roeslan Abdulgani sebagai wakil ketua. DPAS bertugas menjawab pertanyaan presiden
dan berhak mengajukan usul kepada pemerintah.

3. Dibentuk Front Nasional sebagai satu-satunya organisasi yang memperjuangkan cita-cita proklamasi
dan UUD 1945

Front Nasional yaitu organisasi masa yang bertugas memperjuangkan cita-cita proklamasi dan cita-
cita yang terkandung dalam UUD 1945. Lembaga baru ini dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden
Nomor 13 tahun 1959. Front ini diketuai oleh Presiden Soekarno.

4. Lembaga tinggi negara seperti MPRS, DPR-GR, DPA, Depernas, dan Front Nasional diintegrasikan dan
disebut regrouping kabinet

Berdasarkan Ketetapan Presiden Nomor 94 tahun1962 tentang pengintegrasian lembaga-lembaga


tinggi dan tertinggi dengan eksekutif. MPRS, DPR-GR, DPA, Mahkamah Agung, dan Dewan Perancang
Nasional dipimpin langsung oleh Presiden . Proses integrasi lembaga-lembaga negara menyebabkan
kedudukan pimpinan lembaga tersebut diangkat menjadi menteri dan berhak ikut serta dalam sidang-
sidang kabinet tertentu dan juga ikut merumuskan dan mengamankan kebijakan pemerintah pada
lembaganya masing-masing.
5. Soekarno ditetapkan sebagai Presiden Seumur Hidup melalui Sidang Umum MPRS 1963

Pada 1 Mei 1963, MPRS menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dalam
menjalankan sistem pemerintahan Demokrasi terpimpin Presiden Soekarno mendapat dukungan tiga
kekuatan besar yaitu komunis, agama dan nasionalis. Sistem pemerintahan yang dikembangakan oleh
Presiden Soekarno memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi komunis.

6. Partai Masyumi dan PSI dibubarkan karena ketuanya terlibat dalam pemberontakan Permesta

Sekitar tahun 1960-an, Presiden Soekarno memerintahkan pembubaran Partai Masyumi dan Partai
Sosialis Indonesia (PSI) usai kedua partai politik tersebut terlibat dalam Pemberontakan Pemerintahan
Revolusioner Republik Indonesia (PRRI).

7. Presiden mengambil alih pimpinan tertinggi militer dan membentuk Komando Tertinggi (KOTI)

Presiden sebagai Panglima Tertinggi dengan kepala staf Komando Operasi Tertinggi (KOTI), langsung
membawahkan Panglima AD, AL, AU, dan Angkatan Kepolisian (AK).

B. Kebijakan luar negeri

a. Politik Mercusuar, yaitu pengadaan proyek-proyek besar untuk mengangkat Indonesia menjadi negara
yang terkemuka.

b. Politik Poros, yaitu Indonesia melaksanakan hubungan istimewa dengan RCC (Poros Jakarta-Peking).
Selain itu juga dengan Kamboja, Vietnam Utara, dan Korea Utara
Kebijakan yang menyimpang pada masa Demokrasi Terpimpin, yaitu :

a. Konsep Pancasila berubah menjadi konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis)

Nasakom adalah suatu paham yang berasal dari berbagai golongan masyarakat Indonesia. Presiden
Soekarno membentuk ajaran ini dengan tujuan untuk mempersatukan bangsa yakni dengan cara
menyatukan segala perbedaan paham yang terjadi di masyarakat menjadi satu pemahaman bersama.
Presiden memiliki pendapat bahwa dengan adanya ajaran Nasakom ini maka akan terwujud persatuan
dan kesatuan bangsa seutuhnya. Namun, tentu saja hal ini ditentang oleh beberapa golongan
masyarakat yakni golongan cendekiawan dan ABRI. Pada kenyataannya ajaran Nasakom ini dikeluarkan
sebagai upaya untuk semakin memperkuat kedudukan presiden sebagai pemegang kekuasaan tinggi tak
terbatas. Polemik mulai muncul sebab PKI memanfaatkan ajaran ini sebagai upaya untuk menggeser
Pancasilan dan UUD 1945 sebagai dasar negara dengan ajaran dan paham Komunisme. PKI pun akhirnya
berhasil meyakinkan presiden Soekarno untuk bergantung kepada PKI dalam menghadapi TNI.

b. Pengangkatan Presiden Seumur Hidup

Pada masa demokrasi terpimpin, Majelis Permusyaratan Rakyat Sementara (MPRS) melalui Sidang
Umum MPRS tahun 1963 menetapkan bahwa Presiden Soekarno diangkat sebagai presiden seumur
hidup dengan Tap MPRS No. III/MPRS/1963. Hal ini sangat bertentangan dengan UUD 1945 Bab III Pasal
7 Karena tidak ada aturan tentang jabatan presiden seumur hidup. Menurut pasal 7 UUD 1945 (sebelum
diamandemen), presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya boleh dipilih kembali.

c. Teknis atau Prosedur Pembentukan MPRS

Dalam UUD 1945, bahwa pemimpin dan anggota MPR sebagai lembaga perwakilan rakyat harus dipilih
langsung oleh rakyat melalui penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu). Namun yang terjadi adalah
sebaliknya, pemimpin dan anggota MPRS dipilih secara pribadi oleh presiden tanpa bertanya kepada
rakyat maupun pemilihan umum.

d. Kedudukan Presiden

Dalam UUD 1945 disebutkan bahwa kedudukan seorang presiden sebagai kepala negara berada
dibawah kekuasaan MPR. Namun, pada kenyataannya pada masa demokrasi terpimpin yang terjadi
justru kekuasaan presiden yang bertindak sebagai eksekutif berada lebih tinggi daripada kekuasaan
legislatif yakni MPR sehingga MPR harus patuh terhadap segala keputusan dan kebijakan yang diambil
oleh presiden.
e. Pembentukan DPAS

Presiden membentuk Dewan Pertimbangan Agung Sementara (DPAS) . Anggotanya ditunjuk oleh
presiden dan diketuai oleh presiden. Sementara, tugas DPAS adalah memberi jawaban atas pertanyaan
presiden dan memberi usulan kepada pemerintah.

f. Pembubaran Terhadap DPR dan Pembentukan DPR-GR

Alasan dari pembubaran DPR ini adalah karena telah berani menolak RAPBN yang diajukan oleh lembaga
dibawah kendali presiden. Tak cukup sampai disitu saja, dengan dibubarkannya DPR maka presiden
membentuk sebuah lembaga baru yang diberi nama Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR
GR). Anggota DPR GR dipilih secara pribadi oleh presiden tanpa pemilihan umum. Kejadian ini tentu saja
sangat bertentangan dengan dasar hukum negara Indonesia yakni Undang Undang Dasar 1945. Dalam
UUD 1945 disebutkan bahwa presiden tidak berwenang dan tidak dapat membubarkan DPR karena pada
prinsipnya kekuasaan DPR sebagai lembaga legislatif lebih tinggi daripada kekuasaan presiden sebagai
lembaga eksekutif. Presiden tidak dapat membubarkan DPR, sebaliknya DPR tidak dapat
memberhentikan presiden

g. Munculnya Ajaran RESOPIM

RESOPIM atau Revolusi, Sosialisme Indonesia dan Pimpinan Nasional merupakan ajaran yang masih
memiliki tujuan yang sama, yakni memperkuat peran presiden sebagai pemangku kekuasaan tertinggi.
Ajaran RESOPIM diumumkan pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia ke-16.

h. Peran ABRI Meluas Hingga Ke Ranah Politik

Pada masa demokrasi terpimpin terjadi suatu penyatuan kelembagaan dan keanggotaan antara TNI dan
Polri. TNI dan Polri disatukan menjadi satu lembaga yang kemudian diberi nama Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia (ABRI). ABRI ini dibagi menjadi 4 angkatan yakni : TNI Angkatan Udara, TNI Angkatan
Darat, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Kepolisian. Setiap angkatan dipimpin oleh seorang Menteri
Panglima, dimana kedudukannya berada dibawah kekuasaan presiden. Inilah yang kemudian membuat
peran ABRI bukan hanya sebagai pelindung masyarakat namun, malah lebih dominan terhadap
perlindungan kepada presiden. Peran ABRI juga turut serta masuk dalam ranah politik, sehingga
tentunya memberikan dampak tersendiri bagi stabilitas keamanan.
Peta kekuatan politik Nasional pada masa berlangsungnya pemerintahan Demokrasi Terpimpin adalah
era Demokrasi Terpimpin ditandai dengan hadirnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai partai politik
yang paling dominan dan TNI AD sebagai kekuatan Hankam dan sosial politik. Ada tiga kekuatan politik
pada masa demokrasi terpimpin yaitu Presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia (PKI), dan TNI AD.
Antara tahun 1960-1965, kekuatan politik terpusat di tangan Presiden Soekarno yang memegang
seluruh kekuasaan negara dengan TNI AD dan PKI disampingnya. Pada masa Demokrasi terpimpin peran
partai politik dibatasi oleh pemerintah. Pembatasan partai politik dilakukan dengan cara menerapkan
penetapan Presiden no 7 tahun 1959 tentang syarat- syarat penyederhanaan partai. Hingga tahun 1961
hanya ada Sembilan partai politik yang diakui dan dianggap memenuhi persyaratan oleh pemerintah.
Melalui keputusan presiden Nomor 128 tahun 1961 partai-partai yang diakui antara lain PKI, Partai
Murba, Partai katolik,PSII, PNI, NU, IPKI, Perti dan Partindo.

Dalam perkembangannya hubungan Presiden Soekarno dan DPR hasil pemilu 1955 semakin tidak
harmonis. Konflik memuncak saat DPR menolak Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(RAPBN) tahun 1960 yang diajukan pemerintah. Presiden menjadikan masalah ini dalih untuk
membubarkan DPR hasil pemilu 1955 yang secara resmi dibubarkan Pada 24 Juni 1960. Selanjutnya,
presiden Soekarno membentuk Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR). Pada 17 Agustus
1961 Presiden Soekarno memperkenalkan ajaran Revolusi, Sosialisme Indonesia, dan pimpinan Nasional
(Resopim) yang bertujuan memperkuat kedudukan Presiden Soekarno. Inti ajaran adalah seluruh unsur
kehidupan berbangsa dan bernegara harus dicapai melalui revolusi, jiwa oleh sosialisme, dan
dikendalikan oleh satu pimpinan nasional yang disebut Panglima Besar Revolusi (PBR), yaitu Presiden
Soekarno. Sosialisasi Resopim mengakibatkan kedudukan lembaga tinggi dan tertinggi negara ditetapkan
dibawah presiden.

Pada 1 Mei 1963 MPRS menetapkan Presiden Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Dalam
menjalankan sistem pemerintahan Demokrasi terpimpin Presiden Soekarno mendapat dukungan tiga
kekuatan besar yaitu komunis, agama dan nasionalis. Sistem pemerintahan yang dikembangakan oleh
Presiden Soekarno memberikan peluang bagi tumbuh dan berkembangnya ideologi komunis. Presiden
Soekarno juga mengeluarkan ajaran nasionalis, agama dan komunis (nasakom). Dalam
perkembangannya, PKI memanfaatkan ajaran Nasakom dengan sebaik-baiknya. D.N. Aidit sebagai ketua
PKI kemudian berusaha menyebarkan cuplikan-cuplikan pidato Presiden Soekarno seolah-olah sejalan
dengan gagasan dan cita-cita politik PKI. PKI berusaha memperoleh citra sebagia Pancasilais
danpendukung kebijakan-kebijakan Presiden Soekarno. Menurut ketua PKI, D.N. Aidit, strategi tersebut
menguntungkan bagi eksistensi PKI. Strategi ini pula yang berhasil menyakinkan Presiden Soekarno
bahwa PKI merupakan partai pendukung utama kebijakan pemerintah. Bahkan, saat presiden Soekarno
membubarkan beberapa partai politik yang terlibat dalam pemberontakan, PKI berhasil terhindar dari
kebijakan pembubaran tersebut.
Setelah berhasil mendekati presiden Soekarno, PKI berusaha mencari dukungan politik dari masyarakat.
Melihat kedekatan PKI dan Presiden Soekarno, Angkatan Darat tidak tinggal diam. Pimpinan AD
kemudian mengeluarkan perintah untuk menangkap D.N. Aidit dan melarang diterbitkan surat kabar
harian Rakyat. Tindakan ini mendapat protes dari presiden Soekarno dan memerintahkan agar segala
keputusan AD dicabut kembali. Memasuki tahun1964 serangan terhadap PKI semakin banyak. Beberapa
surat kabar yang berseberangan dengan PKI memberitakan penemuan dokumen rahasia PKI yang
berisikan rencana perebutan kekuasaan. Akan tetapi pemberitaan tersebut dibantah oleh D.N. Aidit.
Peristiwa tersebut berkembang menjadi isu politik besar pada 1964 Presiden Soekarno berupaya
menyelesaikan permasalahan ini dengan mengumpulkan seluruh pemimpin partai politik. Dalam
pertemuan tersebut, seluruh pemimpin partai politik sepakat mengakhiri perseteruan karena
pemerintah sedang berkonfrontasi dengan Malaysia.
Latar belakang terjadinya konfrontasi yang dilakukan Indonesia terhadap Malaysia pasca dibentuknya
Federasi Malaysia adalah sejak pertengahan abad ke-18, tanah Malaysia dikuasai Inggris. Pada 8
Februari 1956, Inggris memutuskan memberi kemerdekaan pada Malaysia. Konfrontasi berawal pada 27
Mei 1961 dari munculnya keinginan Tengku Abdul Rahman dari persekutuan Tanah Melayu dan Lee
Kuan Yu dari Republik Singapura untuk menyatukan kedua Negara tersebut menjadi Federasi Malaysia.
Malaysia rencananya terbentuk dari Persekutuan Tanah Melayu, Singapura, Sarawak, Brunei, dan Sabah.
Gagasan tersebut mendapat tentangan dari Indonesia dan Filipina. Soekarno menganggap pembentukan
Negara Federasi Malaysia adalah proyek neokolonialisme Inggris. Soekarno khawatir kawasan Malaysia
akan jadi pangkalan militer Barat di Asia Tenggara. Selain Indonesia, Filipina juga tak setuju dengan
berdirinya Negara Federasi Malaysia sebab Sabah yang akan menjadi bagian dari negara federasi itu
dimiliki Kesultanan Sulu yang disewakan kepada Inggris. Konferensi Maphilindo (Malaysia, Philipina dan
Indonesia) di Filipina pada tanggal 31 Juli-5 Agustus 1963 merupakan upaya untuk meredakan
ketegangan diantara tiga negara tersebut secara damai. Konferensi menghasilkan tiga dokumen penting
yaitu Deklarasi Manila, persekutuan Manila dan Komunike Bersama. Inti pokok dari ketiga dokumen
tersebut adalah Indonesia dan Filipina menyambut baik pembentukan Federasi Malaysia jika rakyat
Kalimantan Utara setuju Pembentukan Konferensi Malaysia disetujui oleh ketiga Negara untuk meminta
sekjen PBB melakukan pendekatan terhadap persoalan sehingga diketahui keinginan rakyat didaerah-
daerah yang akan dimasukkan ke dalam Federasi Malaysia. Kemudian Sekretaris Jenderal PBB
membentuk tim penyelidik yang dipimpin oleh Lawrence Michelmore. Tim ini memulai tugasnya di
Malaysia pada tanggal 14 September 1963. Namun sebelum misi PBB menyelesaikan tugasnya dan
melaporkan hasil kerjanya, Federasi Malaysia diproklamirkan pada tanggal 16 September 1963. Malaysia
beralasan bahwa pembentukan federasi itu sebagai masalah dalam negeri, tanpa perlu campur tangan
pihak luar. Tindakan itu dianggap sebagai sebuah pelanggaran terhadap Persetujuan Manila yakni
pernyataan bersama bahwa penyelidikan kehendak rakyat Sabah dan Serawak harus terlebih dahulu
dilakukan sebelum Federasi Malaysia diumumkan. Mengetahui hal itu, Sukarno marah karena dianggap
melanggar misi PBB dan sebagai bukti kolonialisme dan imperialisme Inggris. Indonesia dan Filipina pun
kompak menolak mengakui Malaysia sebagai negara baru karena pendiriannya tidak sesuai dengan
Persetujuan Manila.

Pada 17 September 1963, Malaysia memutuskan hubungan diplomatiknya dengan Indonesia, lantaran
tak terima dengan penolakan keras yang muncul. Tak tinggal diam, Indonesia juga memutuskan
hubungan dagang dengan Malaysia, Singapura, Serwak dan Sabah. Indonesia pun menguatkan
konfrontasinya terhadap Malaysia dengan memberikan dukungan serta bantuan pada perjuangan
Azahari di Kalimantan Utara dalam melawan neokolonialisme Inggris berupa pengiriman sejumlah
sukarelawan. Konflik di Asia Tenggara menarik perhatian beberapa Negara seperti AS, Jepang dan
Thailand dan menghendaki penyelesaian pertikaian secara damai. Namun masalah pokok sengketa tidak
terpecahkan karena perwakilan Federasi Malaysia, Tengku Abdul Rahman tidak menghadiri forum
pertemuan tiga Negara. Pada tanggal 3 Mei 1964 Presiden Soekarno mengucapkan Dwi Komando Rakyat
(Dwikora) di hadapan apel besar sukarelawan. Untuk menjalankan konfrontasi Dwikora, presiden
Soekarno membentuk Komando Siaga dengan Marsekal Madya Oemar Dani sebagai Panglimanya.
Upaya penyelesaian diplomasi terus dilakukan. Presiden RI menghadiri pertemuan puncak di Tokyo pada
tanggal 20 Juni 1964. Ditengah berlangsungnya Konfrontasi, Malaysia dicalonkan menjadi anggota tidak
tetap Dewan Keamanan PBB pada tanggal 7 Januari 1965. Kondisi ini mendorong pemerintah Indonesia
mengambil sikap menolak pencalonan Malaysia yang langsung disampaikan Presiden Soekarno pada
pidatonya tanggal 31 Desember 1964 yang dengan tegas dan spontan menyatakan Indonesia keluar dari
PBB.
Situasi politik dan ekonomi Indonesia menjelang berakhirnya pemerintahan Demokrasi Terpimpin
adalah sebagai berikut :

a. Situasi politik

Pada tanggal 30 September hingga 1 Oktober 1965 terjadi penculikan dan pembunuhan perwira
Angkatan Darat. Peristiwa ini bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Ir. Soekarno dan
mengubah Indonesia menjadi negara komunis, D.N. Aidit yang saat itu merupakan ketua Partai Komunis
Indonesia (PKI) memimpin Gerakan 30 September untuk mengincar para perwira tinggi TNI AD
Indonesia. Kabar dari Gerakan 30 September 1965 ini menyebar pada tanggal 1 Oktober dan membuat
kericuhan dan kepanikan di masyarakat. Peristiwa G30S/PKI ini mengubah keadaan politik di Indonesia
dan menandai berakhirnya demokrasi terpimpin di Indonesia.

b. Situasi ekonomi

Kondisi ekonomi Indonesia menjelang berakhirnya masa Demokrasi Terpimpin semakin memburuk,
beberapa masalah yang dihadapi antara lain :

1. Ekspor dan invesasi merosot

2. Menipisnya cadangan devisa

3. Inflasi mencapai ratusan persen

4. Harga kebutuhan pokok mahal

Anggaran belanja negara setiap tahunnya terus meningkat tanpa diimbangi dengan pendapatan negara
yang memadai. Salah satu penyebab membengkaknya anggaran belanja tersebut adalah pembangunan
proyek-proyek mercusuar, yang lebih bersifat politis dari pada ekonomi, misalnya pembangunan
Monumen Nasional (Monas), pertokoan Sarinah, dan kompleks olahraga Senayan. Kondisi
perekonomian yang sangat merosot mendorong pemerintah berusaha mendapatkan devisa kredit
(kredit impor) jangka panjang yang harus dibayar kembali setelah satu atau dua tahun. Walaupun
cadangan devisa menipis, Presiden Soekarno tetap pada pendiriannya untuk menghimpun dana revolusi,
karena dana ini digunakan untuk membiayai proyek-proyek yang bersifat prestise politik atau
mercusuar, dengan mengorbankan ekonomi dalam negeri. Dampak dari kebijakan tersebut ekonomi
semakin guyar dan kenaikan barang mencapai 200-300% pada tahun 1965 sehingga pemerintah
mengeluarkan kebijakan bahwa pecahan mata uang Rp1.000,00 (uang lama) diganti dengan Rp1,00
(uang baru). Tindakan penggantian uang lama dengan uang baru diikuti dengan pengumuman kenaikan
harga bahan bakar yang mengakibatkan reaksi penolakan masyarakat. Hal inilah yang kemudian
menyebabkan mahasiswa dan masyarakat turun ke jalan menyuarakan aksi- aksi Tri Tuntutan Rakyat
(Tritura).
Kelebihan dan kekurangan dari sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang dijalankan oleh
Presiden Soekarno pada masa itu ialah :

* Kelebihan Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin

a. Mampu membangun integritas nasional

b. Kembalinya Irian Barat.

c. Pelopor Gerakan Non Blok dan pemimpin Asia Afrika

d. Dibentuknya Lembaga-Lembaga Negara seperti MPRS, DPAS, DPR-GR dll.

e. Kembalinya UUD 1945 sebagai dasar negara dan pemerintahan.

f. Konflik dan perbedaan pendapat dapat diminimalisir dengan keputusan cepat dari seorang presiden.

* Kekurangan Sistem Pemerintahan Demokrasi Terpimpin

a. Mengaburnya sistem kepartaian partai

b. Melemahnya lembaga legislatif

c. Memberlakukan Dwifungsi Militer sehingga Militer dapat ikut berpolitik.

d. Terjadinya pertentangan Ideologi.

e. Penyelewengan kekuasaan presiden sehingga kekuasaan presiden berubah mendekati pemerintahan


otoriter.

f. Tidak berjalannya konstitusi sesuai amanat UUD 1945.

g. Kebebasan berpendapat tidak terakomodasi dengan baik karena suara pers dan suara parlemen yang
tidak sejalan dengan mudah diabaikan.

Anda mungkin juga menyukai