Anda di halaman 1dari 6

RESUME

BAB 3: SEJARAH KETATANEGARAAN INDONESIA


Tugas Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Siyasyah 2
Dosen Pembimbing : Dr. H. Azmi Siradjuddin Lc., M. Hum.

Oleh:
FARIDA (2002031010)

JURUSAN HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARI'AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN METRO)
TAHUN AJARAN 2022/2023
A. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1945-1949
1. Perencanaan dan Pengesahan UUD 1945
UUD 1945 ditetapkan pada tanggal 18 Agustus 1945 sehari setelah kemerdekaan
Indonesia. Untuk menetapkan UUD ini diperlukannya sebuah lembaga khusus yakni
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) yang
dibentuk pada 29 April 1945 dengan diketuai oleh Dr. K.R.T. Radjiiman
Widyoediningrat, R. Pandjie Soeroso dan Itjibangase sebagai wakil ketua. Badan ini
merupakan bentukan Jepang untuk memberikan kemerdekaan pada Indonesia.
Pada tanggal 29 Mei-1 Juni BPUPKI mengadakan rapat pertama tentang Dasar
Negara Indonesia. Ada 3 tokoh yang merumuskan rancangan dasar negara dengan
pendapatnya masing-masing yaitu; Moh. Yamien, Mr. Soepomo, dan Ir. Soekarno.
Pada tanggal 29 Mei Moh. Yamien merumuskan dasar negara Indonesia sebagai
berikut: Peri kebangsaan; Peri kemanusiaan; Peri ketuhanan; Peri kerakyatan; dan Peri
kesejahteraan rakyat. Pada tanggal 31 Mei, Mr. Soepomo merumuskan dasar negara
sebagai berikut: Persatuan (Unitarisme); Kekeluargaan; Keseimbangan lahir dan
batin; Musyawarah; dan Keadilan rakyat. Terakhir, pada tanggal 1 Juni, Ir. Soekarno
merumuskan dasar negara sebagai berikut: Kebangsaan Indonesia; Internasional atau
peri kemanusiaan; Mufakat atau demokrasi; Kesejahteraan sosial; dan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
Selain itu pada sidang pertama juga dibentuk panitia kecil atau panitia sembilan
yang diketuai oleh Ir. Soekarno. Tugas panitia sembilan adalah menyempurnakan
berbagai usulan dari setiap tokoh dan bertugas merumuskan suatu rancangan hukum
dasar atau yang dikenal dengan Piagam Jakarta. Kemudian Piagam Jakarta inilah yang
disebut sebagai Pancasila. Sidang ke dua 10-16 Juli 1945 membahas tentang bentuk
negara dan rancangan UUD. Pada sidang ini dibentuk Panitia Perancang UUD. Isi
rancangannya adalah mengenai pernyataan Indoesia merdeka, pembukaan yang
memuat pancasila secara lengkap dan batang tubuh negara indonesia. Setelah hasil
didapat BPUPKI melaporkan kepada pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang
kemudian membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) yang
dipimpin oleh Ir. Soekarno.
Karena ada sebuah peristiwa penting yakni jatuhnya bom atom di Kota
Hiroshima dan Nagasaki menyebabkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu
pada 15 Agustus 1945. Akibat peristiwa tersebut, pada tanggal 17 Agustus 1945
Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Kemudian dibentuklah PPKI pada 18
Agustus 1945. Dalam rapatnya PPKI mengesahkan UUD 1945 yang terdiri dari
pembukaan dan batang tubuh. Sesuai dengan asas negara alam hukum, maka
UUD1945 dijadikan sebagai hukum dasar tetulis negara Indonesia.
2. Sifat UUD 1945
UUD 1945 bersifat sementara, hal ini dapat dilihat dari ketentuan pasal III ayat 2
Aturan tambahan: “dalam enam bulan sesudah MPR Dibentuk, majelis itu bersidang
untuk menetapkan UUD”.
3. Kelembagaan Negara dan Sistem Pemerintahan
Sebelum Amandemen UUD 1945, pemegang kekuasaan tertinggi adalah adalah
MPR (pasal 1 ayat 2), kemudian disusul lembaga-lembaga dibawahnya seperti DPR,
Presiden, BPK, DPA dan MA. Presiden dan DPR menerima mandat dari majelis
eksekutif, legislatif dan legislative control, dimana Presiden DPR harus mampu
bekerja sama.
Kekuasaan Presiden pada masa ini sangat luas, Presiden sebagai pemegang
pemerintahan dan juga pemegang kekuasaan terhadap MPR, DPR dan DPA. Selain
itu di bidang Eksekutif, Presiden dibantu oleh wakil presiden, menteri dan di bidang
pelaksanaan Kekuasaan MPR, DPR, dan DPA dibantu oleh KNIP. Pada 16 September
1945 terjadi perubahan sistem pemerintahan kabinet Presidensil ke parlementer.
Kabinet di pimpin oleh wakil presiden selaku Perdana Menteri.
B. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1949-1950

Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat 1 KRIS, maka “RIS yang merdeka dan
berdaulat adalah negara hukum yag demokratis dan bebentuk federasi.” Berbeda dengan
UUD 1945 Psal 1 ayat 1 bentuknya adalah kesatuan dengan bentuk pemerintahan
Republik. Kekuasaan tertinggi negara RIS Dipegang oleh Presiden dan menteri-
menterinya, DPR, dan Senat. Presiden adalah kepala negara, ia tidak memimpin
pemerintahan. Yang memimpin pemerintahan adalah Perdana Menteri. Pada masa ini
pemerintahan yang dianut adalah sistem parlementer karena menteri-menteri lah yang
bertanggung jawab terhadap seluruh kebijaksanaan pemerintah, bukan Presiden.
Lembaga perwakilan rakyat terdiri dari Majelis Tinggi dan Majelis Rendah.
Majelis Tinggi dilakukan oleh Senat dan Majelis Rendah oleh DPR. Keanggotaan Senat
terdiri dari wakil negara bagian sedangkan DPR mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Kekuasaan Perundang-undangan federal dilakukan oleh pemerintah bersama dengan
DPR dan Senat ditanda tangani oleh Presiden dan menteri yang bertanggung jawab.
Bentuk negara federasi dan sistem parlementer ternyata tidak sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya penggabungan negara bagian dengan negara
RI. Untuk mengatasi hal tersebut, kemudian pemerintah RI dan RIS mengadakan
Persetujuan mengubah Bentuk negara Federal menjadi Kesatuan.
C. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1950-1959

Dengan UUDS, maka bentuk negara Federal berubah menjadi negara kesatuan.
UUDS sifatnya sementara. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 134 yang menentukan bahwa
konstituante bersama-sama pemerintah selekasnya menetapkan UUD RI. Untuk
merealisasikan pasal tersebut maka dilaksanakanlah Pemilu untuk memilih anggota DPR
dan Anggota konstituante. Akan tetapi konstituante tidak bisa menyelesaikan tugas untuk
menetapkan UUD yang tepat karena selama 2,5 tahun itu konstituante tidak pernah
mencapai quorom 2/3 dari jumlah anggotanya.
Karena keadaan tersebut, akhirnya Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada
5 Juli 1959 yang isinya mengenai: pembubaran konstituante; berlaku kembalinya UUD
1945 unuk seluruh wilayah RI dan tidak berlakunya UUDS; serta pembentukan
MPRS/DPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.

D. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1959-Sekarang


1. Periode 1959-1966
Dengan berlakunya UUD 1945, maka asas ketatanegaraan dan sistem pemerintah
mengalami perubahan, yaitu dari asas demokrasi liberal menjadi demokrasi terpimpin,
dan sistem parlementer menjadi sistem presidensiil. Demokrasi Terpimpin adalah
demokrasi yang didasarkan atas “kerakyatan” yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Dengan sistem presidensiil yang dianut oleh UUD 1945, maka presiden adalah
pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi yang dalam pelaksanaanya dibantu oleh
wakil presiden dan para menteri. Dalam sistem pemerintahan, kekuasan presiden
sangat besar, disamping sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan juga sebagai
Pemimpin Besar Revolusi yang memegang kekuasaan seumur hidup. Bung karno
menjadi Presiden seumur hidup.
Jadi secara konstitusional, maka seharusnya kekuasaan negara tidak terletak di
tangan Presiden, tetapi MPR Sebagai pemegang kedaulatan rakyat. Namun faktanya
hal itu di kesampingkan dengan adanya Pemberontakan Gerakan 30 September yang
membawa korban beberapa jenderal, aparatur negara dan masyarakat Indonesia.
Karena presiden tidak mampu mengendalikan stabilitas politik dan keamanan, maka
timbullah 3 tuntutan rakyat:
a. Pelaksanaan kembali secara murni dan konsekuen UUD 1945
b. Pembubaran PKI
c. Penurunan harga barang

2. Periode 1966-1999
Untuk mengatasi keamanan negara pada saat itu dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar) oleh presiden Soekarno. Yang dimana isinya
memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi politik
tersebut. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1967 dengan Tap MPRS
XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan Ir Soekarno sebagai presiden. Kemudian
mengangkat Soeharto sebagai Presiden berdasarkan TAP MPRS No.
XLIX/MPRS/1968.
Untuk melakukan penertiban pada perundang-undangan yang berlaku, maka
dikeluarkan lah TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 Mengenai Sumber Tertib Hukum
dan Tata Urutan Perundang-undangan yang terdiri dari; UUD 1945, Ketetapan
MPRS/MPR, UU/Perppu, Peraturan Pemerintah, Kepres, dan Peraturan pelaksana
lainnya, seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Dan lainnya
Kemudian pada 3 Juli 1971 diadakan Pemilu pertama dan berhasil membentuk
MPR, DPR, dan DPRD yang definitif. Pada Maret 1973, MPR mengangkat Jendral
Soeharto sebagai presiden, dan Untuk selanjutnya dalam 5 kali pemilihan MPR terus
menerus memilih Jendral Soeharto sebagai calon tunggal.
Pada masa pemerintahan Soeharto terjadi deviasi di bidang politik maupun
hukum. pada saat itu terjadinya pelemahan fungsi MPR yang disahkan dengan
Keputusan pimpinan DPR- GR yang isi keputusannya sebagai berikut:
a. Adanya anggota DPR/MPR yang diangkat, disamping yang dipilih melalui
pemilu.
b. Yang diangkat adalah perwakilan ABRI dan non ABRI, untuk non ABRI harus
non massa.
c. Jumlah anggota MPR yang diangkat adalah ½ dari Anggota DPR.
Akibat dari adanya keputusan ini terdapat beberapa penyimpangan yaitu mengenai
keanggotaan MPR, DPR, dan DPRD yang tidak jelas. Lebih banyak anggota MPR
yang berasal dari kalangan ABRI karena berdasarkan selera Presiden yang dimana
notabene nya Presiden Soeharto adalah seorang Jendral. Hal tersebut menyebabkan
Posisi MPR sebagai lembaga dibawah Presiden. Padahal pada saat itu MPR masih
menempatkan sebagai lembaga tertinggi negara.
Penyimpangan lainnya adalah berkaitan dengan Perubahan UUD 1945. Sejatinya
tidak ada siapapun yang bisa merubah UUD 1945 karena sifatnya Final. Namun hal
ini bertentangan karena menurut TAP MPR IV/MPR/1983 dikatakan bahwa untuk
merubah UUD 1945 harus dilakukan referendum. Jadi pada era Soeharto asas
kedaulatan rakyat sejatinya tidak pernah dilaksanakan, melihat fakta bahwa yang
ternyata dilaksanakan adalah kedaulatan penguasa.
Hal lain yang masih terkait dengan Pemerintahan Soeharto adalah mengenai
kondisi ekonomi Indonesia yang terpuruk. Kemudian tak lama setelah itu terjadi
penolakan besar-besaran lewat aksi demonstrasi mahasiswa yang meminta Presiden
Soeharto untuk turun jabatan. Akibatnya pada 21 Mei 1998 Seharto mengundurkan
diri dan digantikan oleh BJ. Habibie yang pada saat itu masih menjabat sebagai wakil
presiden.
3. Periode 1998-Sekarang
Pada masa Habibie, terjadi perubahan ketatanegaraan yang lebih demokratis yakni
dengan keluarnya beberapa ketetapan, Undang-undang serta Amandemen 1 UUD
1945. Di keluarkan Undang-undang yang menggantikan UU sebelumnya yakni UU
Partai Politik, UU Pemilu dan UU tentang Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Melalui Sidang umum MPR bulan Oktober 1999 yang mengakhiri masa pemerintahan
Habibie dengan ditolaknya pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang umum
MPR. Kemudian pada 20-21 Oktober 1999 terpilihnya presiden dan wakil presiden
Abdurrahman Wahid dan Megawati melalui voting.
Dalam sidang tahunannya, tepatnya pada 17-18 Agustus 2000 MPR melakukan
amandemen II terhadap UUD 1945 yang meliputi perubahan dan penambahann
tentang pemerintah daerah, wilayah negara, warga: negara dan penduduk, HAM, dan
bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan. Selain itu terjadi perubahan
mengenai pengangkatan DPR melalui Pemilu. Dalam amandemen III ditegaskan
bahwa bilamana RUU yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden
maka dalam jangka waktu 3 bulan RUU tersebut sah menjadi UU.
Pada masa pemerintahan Gusdur terjadi Konflik antara presiden DPR, hal ini
dapat dilihat dari ketika DPR mengeluarkan Memorandum I dan II Kepada Presiden.
Akhirnya Presiden mengeluarkan Maklumat, berisi:
a. Pembekuan MPR/DPR;
b. Mengembalikan kedaulatan rakyat dan melaksanakan pemilu dalam waktu
satu tahun;
c. Membekukan Partai Golkar.
Namun ternyata Maklumat ini menimbulkan berbagai reaksi dan kecaman dari
berbagai kalangan. Akhirnya melalui sidang Istimewa tanggal 22 Juli 2001 MPR
mencabut mandatnya dan mengangkat Megawati sebagai Presiden dan Hamzah Haz
sebagai wakil. Pada masa Megawati MPR mengeluarkan 12 Ketetapan dan
melakukan Amandemen III terhadap UUD 1945. Yang menegaskan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat bukan MPR, MPR bukan lagi sebagai lembaga
tertinggi, dan dibentuknya lembaga baru yakni DPD, KY, MA, dsb.Kemudian pada
Agustus 2002 MPR melakukan Amandemen IV UUD 1945 yang salah satu isinya
Anggota MPR Terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu, serta
dihapuskannya DPA.
Pada 5 Juli 2004 dilakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Dalam pemilu ini, Capres dan Cawapres diusulkan oleh Partai Politik
pemenang pemilu. Ada 6 Parpol pada saat itu yang berhak maju ke Capres dan
Cawapres. Namun Gusdur dinyatakan gugur oleh KPU karena tidak memenuhi
persyaratan.
Akhirnya pemilu tahun 2004 dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004-2009. Pelantikan SBY
dan JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dalam rapat Paripurna MPR
20 Oktober 2004.

Anda mungkin juga menyukai