Oleh:
FARIDA (2002031010)
Sesuai dengan ketentuan Pasal 1 Ayat 1 KRIS, maka “RIS yang merdeka dan
berdaulat adalah negara hukum yag demokratis dan bebentuk federasi.” Berbeda dengan
UUD 1945 Psal 1 ayat 1 bentuknya adalah kesatuan dengan bentuk pemerintahan
Republik. Kekuasaan tertinggi negara RIS Dipegang oleh Presiden dan menteri-
menterinya, DPR, dan Senat. Presiden adalah kepala negara, ia tidak memimpin
pemerintahan. Yang memimpin pemerintahan adalah Perdana Menteri. Pada masa ini
pemerintahan yang dianut adalah sistem parlementer karena menteri-menteri lah yang
bertanggung jawab terhadap seluruh kebijaksanaan pemerintah, bukan Presiden.
Lembaga perwakilan rakyat terdiri dari Majelis Tinggi dan Majelis Rendah.
Majelis Tinggi dilakukan oleh Senat dan Majelis Rendah oleh DPR. Keanggotaan Senat
terdiri dari wakil negara bagian sedangkan DPR mewakili seluruh rakyat Indonesia.
Kekuasaan Perundang-undangan federal dilakukan oleh pemerintah bersama dengan
DPR dan Senat ditanda tangani oleh Presiden dan menteri yang bertanggung jawab.
Bentuk negara federasi dan sistem parlementer ternyata tidak sesuai dengan jiwa bangsa
Indonesia. Hal ini terbukti dengan adanya penggabungan negara bagian dengan negara
RI. Untuk mengatasi hal tersebut, kemudian pemerintah RI dan RIS mengadakan
Persetujuan mengubah Bentuk negara Federal menjadi Kesatuan.
C. Sejarah Ketatanegaraan Indonesia Periode 1950-1959
Dengan UUDS, maka bentuk negara Federal berubah menjadi negara kesatuan.
UUDS sifatnya sementara. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 134 yang menentukan bahwa
konstituante bersama-sama pemerintah selekasnya menetapkan UUD RI. Untuk
merealisasikan pasal tersebut maka dilaksanakanlah Pemilu untuk memilih anggota DPR
dan Anggota konstituante. Akan tetapi konstituante tidak bisa menyelesaikan tugas untuk
menetapkan UUD yang tepat karena selama 2,5 tahun itu konstituante tidak pernah
mencapai quorom 2/3 dari jumlah anggotanya.
Karena keadaan tersebut, akhirnya Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden pada
5 Juli 1959 yang isinya mengenai: pembubaran konstituante; berlaku kembalinya UUD
1945 unuk seluruh wilayah RI dan tidak berlakunya UUDS; serta pembentukan
MPRS/DPRS dan DPAS dalam waktu sesingkat-singkatnya.
2. Periode 1966-1999
Untuk mengatasi keamanan negara pada saat itu dikeluarkanlah Surat Perintah
Sebelas Maret (Supersemar) oleh presiden Soekarno. Yang dimana isinya
memberikan wewenang kepada Soeharto untuk mengendalikan situasi politik
tersebut. Kemudian pada tanggal 12 Maret 1967 dengan Tap MPRS
XXXIII/MPRS/1967 mencabut kekuasaan Ir Soekarno sebagai presiden. Kemudian
mengangkat Soeharto sebagai Presiden berdasarkan TAP MPRS No.
XLIX/MPRS/1968.
Untuk melakukan penertiban pada perundang-undangan yang berlaku, maka
dikeluarkan lah TAP MPRS No. XX/MPRS/1966 Mengenai Sumber Tertib Hukum
dan Tata Urutan Perundang-undangan yang terdiri dari; UUD 1945, Ketetapan
MPRS/MPR, UU/Perppu, Peraturan Pemerintah, Kepres, dan Peraturan pelaksana
lainnya, seperti: Peraturan Menteri, Instruksi Menteri, Dan lainnya
Kemudian pada 3 Juli 1971 diadakan Pemilu pertama dan berhasil membentuk
MPR, DPR, dan DPRD yang definitif. Pada Maret 1973, MPR mengangkat Jendral
Soeharto sebagai presiden, dan Untuk selanjutnya dalam 5 kali pemilihan MPR terus
menerus memilih Jendral Soeharto sebagai calon tunggal.
Pada masa pemerintahan Soeharto terjadi deviasi di bidang politik maupun
hukum. pada saat itu terjadinya pelemahan fungsi MPR yang disahkan dengan
Keputusan pimpinan DPR- GR yang isi keputusannya sebagai berikut:
a. Adanya anggota DPR/MPR yang diangkat, disamping yang dipilih melalui
pemilu.
b. Yang diangkat adalah perwakilan ABRI dan non ABRI, untuk non ABRI harus
non massa.
c. Jumlah anggota MPR yang diangkat adalah ½ dari Anggota DPR.
Akibat dari adanya keputusan ini terdapat beberapa penyimpangan yaitu mengenai
keanggotaan MPR, DPR, dan DPRD yang tidak jelas. Lebih banyak anggota MPR
yang berasal dari kalangan ABRI karena berdasarkan selera Presiden yang dimana
notabene nya Presiden Soeharto adalah seorang Jendral. Hal tersebut menyebabkan
Posisi MPR sebagai lembaga dibawah Presiden. Padahal pada saat itu MPR masih
menempatkan sebagai lembaga tertinggi negara.
Penyimpangan lainnya adalah berkaitan dengan Perubahan UUD 1945. Sejatinya
tidak ada siapapun yang bisa merubah UUD 1945 karena sifatnya Final. Namun hal
ini bertentangan karena menurut TAP MPR IV/MPR/1983 dikatakan bahwa untuk
merubah UUD 1945 harus dilakukan referendum. Jadi pada era Soeharto asas
kedaulatan rakyat sejatinya tidak pernah dilaksanakan, melihat fakta bahwa yang
ternyata dilaksanakan adalah kedaulatan penguasa.
Hal lain yang masih terkait dengan Pemerintahan Soeharto adalah mengenai
kondisi ekonomi Indonesia yang terpuruk. Kemudian tak lama setelah itu terjadi
penolakan besar-besaran lewat aksi demonstrasi mahasiswa yang meminta Presiden
Soeharto untuk turun jabatan. Akibatnya pada 21 Mei 1998 Seharto mengundurkan
diri dan digantikan oleh BJ. Habibie yang pada saat itu masih menjabat sebagai wakil
presiden.
3. Periode 1998-Sekarang
Pada masa Habibie, terjadi perubahan ketatanegaraan yang lebih demokratis yakni
dengan keluarnya beberapa ketetapan, Undang-undang serta Amandemen 1 UUD
1945. Di keluarkan Undang-undang yang menggantikan UU sebelumnya yakni UU
Partai Politik, UU Pemilu dan UU tentang Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD.
Melalui Sidang umum MPR bulan Oktober 1999 yang mengakhiri masa pemerintahan
Habibie dengan ditolaknya pidato pertanggungjawabannya di depan Sidang umum
MPR. Kemudian pada 20-21 Oktober 1999 terpilihnya presiden dan wakil presiden
Abdurrahman Wahid dan Megawati melalui voting.
Dalam sidang tahunannya, tepatnya pada 17-18 Agustus 2000 MPR melakukan
amandemen II terhadap UUD 1945 yang meliputi perubahan dan penambahann
tentang pemerintah daerah, wilayah negara, warga: negara dan penduduk, HAM, dan
bendera, bahasa, lambang negara serta lagu kebangsaan. Selain itu terjadi perubahan
mengenai pengangkatan DPR melalui Pemilu. Dalam amandemen III ditegaskan
bahwa bilamana RUU yang telah disetujui bersama tidak disahkan oleh Presiden
maka dalam jangka waktu 3 bulan RUU tersebut sah menjadi UU.
Pada masa pemerintahan Gusdur terjadi Konflik antara presiden DPR, hal ini
dapat dilihat dari ketika DPR mengeluarkan Memorandum I dan II Kepada Presiden.
Akhirnya Presiden mengeluarkan Maklumat, berisi:
a. Pembekuan MPR/DPR;
b. Mengembalikan kedaulatan rakyat dan melaksanakan pemilu dalam waktu
satu tahun;
c. Membekukan Partai Golkar.
Namun ternyata Maklumat ini menimbulkan berbagai reaksi dan kecaman dari
berbagai kalangan. Akhirnya melalui sidang Istimewa tanggal 22 Juli 2001 MPR
mencabut mandatnya dan mengangkat Megawati sebagai Presiden dan Hamzah Haz
sebagai wakil. Pada masa Megawati MPR mengeluarkan 12 Ketetapan dan
melakukan Amandemen III terhadap UUD 1945. Yang menegaskan bahwa
kedaulatan berada di tangan rakyat bukan MPR, MPR bukan lagi sebagai lembaga
tertinggi, dan dibentuknya lembaga baru yakni DPD, KY, MA, dsb.Kemudian pada
Agustus 2002 MPR melakukan Amandemen IV UUD 1945 yang salah satu isinya
Anggota MPR Terdiri dari anggota DPR dan DPD yang dipilih melalui pemilu, serta
dihapuskannya DPA.
Pada 5 Juli 2004 dilakukan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung. Dalam pemilu ini, Capres dan Cawapres diusulkan oleh Partai Politik
pemenang pemilu. Ada 6 Parpol pada saat itu yang berhak maju ke Capres dan
Cawapres. Namun Gusdur dinyatakan gugur oleh KPU karena tidak memenuhi
persyaratan.
Akhirnya pemilu tahun 2004 dimenangkan oleh Susilo Bambang Yudhoyono dan
Jusuf Kalla sebagai Presiden dan Wakil Presiden Tahun 2004-2009. Pelantikan SBY
dan JK sebagai Presiden dan Wakil Presiden dilakukan dalam rapat Paripurna MPR
20 Oktober 2004.