Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PANCASILA

PELAKSANAAN UUD 1945 MASA ORDE LAMA, MASA ORDE BARU DAN
MASA REFORMASI
TUGAS 3

Nama : Arya Pradipta Gumala Sakti


Nim : 141071006
Jurusan : Sistem Komputer

JURUSAN SISTEM KOMPUTER


FAKULTAS SAINS TERAPAN
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2018
1. PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA (5 Juli 1959 - 11 Maret
1966)

UUD 1945 berlaku di indonesia dalam dua kurun waktu. Yang pertama antara
tahun 1945 sampai 27 des 1949. Yaitu sejak ditetapkan oleh panitia persiapan
kemerdekaan indonesia (PPKI) pada tanggal 18 agustus 1945 s/d mulai berlakunya
konstitusi RIS pada saat pengakuan kedaulatan dalam bulan desember 1949. Yang kedua
adalah dalam kurun waktu sejak tahun 1949 sampai sekarang yaitu sejak diumumkannya
dekrit presiden 5 juli 1959. Dalam kedua kurun waktu berlakunya UUD 1945 itu kita
telah dapat mencatat dan menarik pengalaman-pengalaman tentang gerak pelaksanaan
dari UUD 1945 itu, termasuk juga penyimpangan-penyimpangan dari ketentuan-
ketentuan UUD 1945 itu.

Dalam kurun waktu 1945-1949, jelas UUD 1945 tidak dilaksanakan dengan baik,
karena kita memang sedang dalam pancaroba, dalam usaha membela dan
mempertahankan kemerdekaan yang baru saja kita proklamasikan, sedangkan pihak
kolonialis belanda justru ingin menjajah kembali bekas jajahan yang telah merdeka itu.
Segala perhatian bangsa dan negara diarahkan untuk memenangkan peran kemerdekaan.

Sistem pemerintah dan kelembagaan ditentukan dalam UUD 1945 jelas belum
dapat dilaksanakan. Dalam kurun waktu ini sempat diangkat anggota DPR sementara,
sedangkan MPR dan DPR belum dapat dibentuk. Waktu itu masih diberlakukan
ketentuan aturan peralihan pasal 4 yang menyatakan bahwa : “sebelum MPR, DPR dan
DPA dibentuk menurut UUD ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh presiden dengan
bantuan komite nasional”. Namun ada satu penyimpangan konstitusional yang prisipil
yang dapat dicatat dalam kurun waktu 1945 s/d 1949 itu, ialah perubahan sistem kabinet
presidensial menjadi sistem kabinet parlementer.

Berdasarkan usul badan kerja komite nasional indonesia pusat (BP-KNIP) pada
tanggal 11 november 1945 yang kemudian disetujui oleh presiden dan diumumkan
dengan maklumat pemerintah tanggal 14 november 1945, sistem kabinet presidensial
tersebut diganti dengan sistem kabinet parlementer.Sejak saat itu kekuasaan
pemerintahan (eksekutive) dipegang oleh perdana menteri sebagai pimpinan kabinet
dengan para menteri sebagai anggota kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri,
perdana menteri dan para menteri bertanggung jawab kepada KNIP, yang berfungsi
sebagai DPR, tidak bertanggung jawab pada presiden seperti yang dikehendaki oleh
sostem UUD 1945. Dengan penyimpangsn sistem ini jelas pengaruhnya terhadap
stabilitas politik dan stabilitas nasional. Akhirnya belanda mengakui kemerdekaan
indonesia, namun republik proklamasi terpaksa menerima berdirinya negara indonesia
yang lain dari yang kita proklamasikan pada tanggal 17 agustus 1945 dan didirikan
berdasarkan UUD 1945 yang kita tetapkan pada tanggal 18 agustus 1945. NKRI terpaksa
menjadi negara federasi RIS. Berdasarkan pada konstitusi RIS. UUD 1945 berlaku hanya
dinegara bagian RI yang meliputi bagian pulau jawa dan sumatera dengan ibukota
yogyakarta. Untunglah negara federasi RIS ini hanya berlangsung sangat sementara.
Berkat kesadaran para pemimpin RIS dengan dipelopori oleh pimpinan-pimpinan yang
“republikan”, maka pada tanggal 17 agustus 1950, negara federasi RIS kembali menjadi
NKRI. Tetapi dengan landasan UUD yang lain dari UUD 1945. Negara NKRI telah
menetapkan UUDS dan diberi nama UUDS RI (1950). Menurut UUD ini, sistem
pemerintahan yang dianut adalah sistem pemerintahan parlementer, bukan sistem kabinet
presdiensial. Menurut sistem pemerintahan parlementer itu maka presiden dan waki
presiden adalah sekedar presiden konstitusional dan tidak dapat di ganggu gugat.Yang
bertanggung jawab adalah para mentri,ialah bertanggung jawab pada parlemen.

Penentuan sistem yang demikian ini sebenarnya bersumber pada landasan


pemikiran yang lain dari yang terkandung dalam UUD 1945.UUDS 1950,yang menganut
sistem parlementer berpijak pada landasan pemikiran demokrasi liberal yang
mengutamakan pada kebebasan individu,sedangkan UUD 1945 yang menganut sistem
presidensial berpijak pada landasan demokrasi pancasila,yang berintikan kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,dimana
presiden bertanggungjawab kepada pemberi mandat,MPR,tidak kepada parlemen.

Pelaksanaan dari UUDS 1950 dan akibatnya jelas kita saksikan bersama,berupa
kekacauan baik dibidang politik keamanann  maupun ekonomi.Konstituante yang
berdasarkan UUDS 1950 bertugas menyususun UUD yang tetap,ternyata telah
mengalami kemacetan total dan bahkan mempunyai akibat yang sangat membahayakn
keutuhan bangsa dan negara.Maka dengan dasar alsan yang kuat dan dengan dukdungan
dari sebagian besar rakyat indonesia dikeluarkanlah dekrit presiden 5 juli 1959 tentang
kembali kepada UUD 1945.

Diktun sekrit presiden itu adalah:

a) Menetapkan pembubaran Kontituante


b) Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa indonesia dan seluruh
tumpah darah indonesia,terhitung mulai hari tanggal penentapan dekrit ini,dan tidak
berlakunya lagi UUDS 1950.
c) Pembentukan MPR sementara yang terdiri atas anggota DPR ditambag dengan utusan
utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta dewan pertimbangan agung
sementara,akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat singkatnya.

Jadi 5 juli 1959 itu berlaku kembali UUD 1945 sampai sekarang Dalam orde lama
lembaga lembaga negara seperti MPR,DPR,DPA dan BPK belum dibentuk berdasarkan
uu seperti yang ditentukan dalam UUD 1945.Karenanya lembaga lembaga tersebut masih
dalam bentuk sementara.dalam masa orde lama itu presiden selaku pemegang kekuasaan
tersebut dan pemegang kekuasaan leglislatif—bersama sama dengan DPR –telah
menggunakan kekuasaanya dengan tidaksemestinya.presiden telah mengeluarkan produk-
produk leglislatif yang semestinya berbentuk UU(artinya dengan persetujuan DPR)dalam
bentuk penetapan tanpa persetujuan DPR.

MPRS telah mengambil keputusan untuk menganggkat seseorang sebagai


presiden seumur hidup,yang jelas bertentangan dengan UUD 1945 yang menetapkan
masa jabatan presiden 5 Tahun.Hak buget DPR tidak berjalan,karena pemerintah tidak
mengajukan RUU APBN untuk mendapatkan persetujuan DPR sebelum berlakunya
tahun anggaran yang bersangkutan.Bahkan dalam tahun 1960 DPR tidak dapat
menyetujui RAPBN yang diajukan oleh pemerintah ,maka presiden waktu itu
membubarkan DPR.itulah bebrapa kasus penyimpangan yang serius terhadap UUD 1945.
Penyimpangan-peyimpangan ini jelas bukan saja telah mengakibatkan tidak berjalanya
sistem yang ditetapkan dalam UUD 1945, melainkan ternyata telah mengaklibatkan
memburuknya keadaan politik dan leamanan serta kemrosotan dibidang ekonomi,yang
mencapai puncaknya dengan pemberontakan G-30-SPKI.

Pemberontakan G-30-SPKI yang dapat digagalkan berkat kewaspadaan dan


kesigapan ABRI dengan dukungn kekuatan rakyat,telah mendorong lahirnya orde baru
yang bertekad untuk melaksanaan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Jatuhnya legitimasi presiden Soekarno dalam memgang kekuasaan negara ditandai oleh
peristiwa G-30-SPKI hingga beralibat pembunuhan besar-besaran terhadap anggota partai
komunis indonesia diberbagai daerah serta dukeluarkanya Supersemar yang pada
hakekatnya merupakan bentuk penyerahan kekuasaan soeharto.

2. PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE BARU (11 MARET 1966 – 22


MEI 1998)

Masa orde baru berada dibawah kepemimpinan Soeharto dalam misi


mengembalikan keadaan setelah pemberontakan PKI, masa orde baru juga mempelopori
pembangunan nasional sehingga sering dikenal sebagai orde pembangunan. MPRS
mengeluarkan berbagai macam keputusan penting, antara lain:

a) Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang menyatakan agar
presiden menugasi pengemban Super Semar, Jenderal Soeharto untuk segera
membentuk kabinet Ampera.
b) Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik kembali
pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur hidup.
c) Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai sumber
tertib hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang -undangan.
d) Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan
dan kekaryaan.
Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai komunis Indonesia
dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang diseluruh wilayah
Indonesia, dan larangan pada setiap kegiatan untuk menyebar luaskan atau
mengembangkan faham ajaran komunisme/Marxisme, Leninisme.
Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik yang
menyangkut bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan yangdemikian
inilah pada bulan Februari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta
MPR(S) agar mengadakan sidang istimewa pada bulan maret 1967. Sidang istimewa
tersebut mengambil suatu keputusan sebagai berikut :
a) Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional dan tidak
menjalankan GBHN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945.
b) Sidang menetapkan berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/
penunjukan wakil presiden dan tata cara pengangkatan pejabat presiden dan
mengangkat Jenderal Soeharto. Pengembangan Tap. No. 6 IX/MPRS/1966, sebagai
pejabat presiden berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 hingga dipilihnya
presiden oleh MPR hasil pemilihan umum. 
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga murni
dan konsekuen, praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung kekuasaan lembaga
tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presiden tetapi seluruhnya hampir
dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain:
a) UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR, MPR, DPRD.
b) UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol dan golkar.
c) UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib bangsa
dalam berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi, sosial, budaya
maupun keamanan. Di bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang dituangkan
dalam Undang-Undang No.15 tahun 1969 tentang pemilu umum, Undang-Undang
No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis permusyawaratan rakyat, dewan
perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat daerah. Atas dasar ketentuan undang-
undang tersebut kemudian pemerintah Orde Baru berhasil mengadakan pemilu pertama.
Pada awalnya bangsa Indonesia memang merasakan perubahan peningkatan
nasib bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program negara yang dituangkan
dalam GBHN yang disebut pelita (pembangunan lima tahun). Hal ini wajar dirasakan
oleh bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945 setelah kemerdekaan nasib bangsa
Indonesia senantiasa dalam kesulitan dan kemiskinan.Namun demikian lambat laun
program-program negara buakannya diperuntukan kepada rakyat melainkan demi
kekuasaan. Mulailah ambisi kekuasaan orde baru menjalar keseluruh sandi-sandi
kehidupan ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde baru menjadi otoriter namun
seakan-akan dilaksanakan secara demokratis.
Penafsiran dan penuangan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 tidak
dilaksanakan sesuai dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung dalam
Undang-Undang Dasar tersebut melainkan dimanipulasikan demi kekuasaan. Bahkan
pancasila pun diperalat demi legitimasi kekuasaan dan tindakan presiden.Hal ini terbukti
dengan adanya ketetapan MPR No.II/MPR/1978. Tentang P-4 yang dalam kenyataannya
sebagai media untuk propaganda kekuasaan orde baru. Realisasi UUD 1945 lebih
banyak memberikan porsi atas kekuasaan presiden. Walaupun sebenarnya UUD 1945
tidak mengamanatkan demikian.

3. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA REFORMASI (22 MEI


1998 – SEKARANG)

Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto sampai tahun 1998
membuat pemerintahan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi seperti
yang tercantum dalam Pancasila, bahkan juga tidak mencerminkan pelaksanaan
demokrasi atas dasar norma-norma dan pasal-pasal UUD 1945. Pemerintahan dicemari
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Keadaan tersebut membuat rakyat Indonesia
semakin menderita. Terutama karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia
yang membuat perekonomian Indonesia hancur. Hal itu menyebabkan munculnya
berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh generasi muda Indonesia terutama
mahasiswa sebagai gerakan moral yang menuntut adanya reformasi disegala bidang
Negara.
Keberhasilan reformasi tersebut ditandai dengan turunnya presiden Soeharto dari
jabatannya sebagai presiden dan diganti oleh Prof. B.J Habibie pada tanggal 21 mei
1998. Kemudian bangsa Indonesia menyadari bahwa UUD 1945 yang berlaku pada
zaman orde baru masih memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu diadakan
amandemen lagi. Berbagai macam produk peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain UU. Politik Tahun 1999, yaitu UU. No.2
tahun 1999, tentang partai politik, UU. No.3 tahun 1999, tentang pemilihan umum dan
UU. No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; UU
otonomi daerah, yaitu meliputi UU. No.25 tahun 1999. Tentang pemerintahan daerah,
UU. No.25 tahun 1999, tentang pertimbangan keuangan antar pemerintahan pusat dan
daerah dan UU. No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan
bebas dari KKN. Berdasarkan reformasi tersebut bangsa Indonesia sudah mampu
melaksanakan pemilu pada tahun 1999 dan menghasilkan MPR, DPR dan DPRD hasil
aspirasi rakyat secara demokratis.
A. Krisis Multidimensi dan Munculnya Reformasi
Krisis moneter di Indonesia dimulai dengan menurunnya nilai tukar rupiah. Hal itu
memicu penurunan produktivitas ekonomi serta munculnya fungsi institusi ekonomi
dalam mengatasi krisis tersebut. Hal ini kemudian mengarah pada munculnya krisis
legitimasi kepercayaan atas pemerintahan Orde Baru yaitu krisis kepercayaan pada
bidang politik, bidang hukum, bidang sosial dan bidang ekonomi. Permasalahan krisis
kepercayaan terhadap pemerintahan Orde Baru makin meningkat dengan diangkatnya
kembali Soeharto sebagai presiden Republik Indonesia. Dimulai dari krisis ekonomi
yang menghantam Indonesia pada medio 1997, efek domino pun langsung mendera
masyarakat Indonesia diberbagai lini. Penurunan tingkat daya beli, munculnya krisis
sosial, dan meningkatnya pengangguran karena PHK menjadi permasalahan sosial yang
krusial. Krisis politik, krisis social, dan krisis legitimasi atas pemerintahan Orde Baru
kemudian bermunculan sebagai reaksi pertama.
a) Krisis Ekonomi
Krisis ekonomi  melanda Indonesia pada 1997, merupakan sebuah efek
domino dari krisis ekonomi Asia yang melanda berbagai Negara, seperti
Thailand, Filipina, dan Malaysia. Perkembangan ekonomi Indonesia telah
mengalami stagnansi sejak 1990-an.. barang-barang produksi Indonesia menjadi
tidak memiliki daya saing apabila dibandingkan dengan barang-barang luar
negeri yang secara bebas memasuki pasaran Indonesia. Oleh bank dunia,
pembangunan ekonomi tergolong berhasil apabila memenuhi syarat-syarat yang
ditentukan oleh Bank Dunia. Syarat-syarat tersebut diantaranya adalah adanya
peningkatan investasi di bidang pendidikan, yang ditandai dengan peningkatan
sumber daya manusia, rendahnya tingkat korupsi yang ada di tataran
pemerintahan, dan adanya stabilitas dan kredibilitas politik.. adanya krisis
moneter ditandai dengan rendahnya mutu sumber daya manusia, tingginya
tingkat korupsi di instansi-instansi pemerintah, dan kondisi instabilitas politik.
Perekonomian Indonesia mengalami penurunan hingga mencapai 0% pada 1998.

b) Krisis Sosial
Kerusuhan sistematis yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia pada 13-
14 Mei 1998, menjadi bukti dari adanya pergesekan social antar masyarakat.
Munculnya berbagai kerusuhan horizontal ini merupakan implikasi dari kebijakan
ekonomi sentralistik yang menimbulkan jurang pemisah kesejahteraan yang
begitu tinggi antara pusat dan daerah

c) Krisis Politik
Proses aspirasi politik ke pemerintahan tidak terdistribusi secara
sempurna. Dengan demikian, proses penyaluran aspirasi rakyat pun terhambat.
Segala peraturan yang dibentuk oleh MPR/DPR pada prinsipnya tidak
berorientasi jangka panjang, melainkan semata-mata bertujuan untuk memenuhi
keinginan dan kepentingan para oknum-oknum tertentu. Selain itu, budaya
korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah mengakar kuat didalam tubuh
birokrasi pemerintahan. Unsure legislative yang sejatinya dilaksanakan oleh MPR
dan DPR dalam membuat dasar-dasar hukum dan haluan Negara menjadi
sepenuhnya dilakukan oleh Presiden Soeharto. Kondisi ini memicu munculnya
kondisi status quo yang berakibat pada munculnya krisis politik, baik itu dalam
tataran elite politik maupun masyarakat yang mulai mempertanyakan legitimasi
pemerintahan Orde baru.

B. Kelebihan dan Kekurangan pada Masa Reformasi


a) Kelebihan – Kelebihan pada Masa Reformasi
1) Munculnya kesadaran masyarakat akan pentingnya reformasi bagi bangsa
Indonesia.
2) Kebebasan berpendapat kembali ditegakkan.
3) Pengurangan masalah Dwi Fungsi ABRI dalam pemerintahan.
4) Melakukan reformasi hukum dan perundang-undangan di Indonesia.
5) Adanya jaminan terhadap Hak Asasi Manusia.
6) Sector social politik Indonesia menjadi terbuka.
7) Pemilu yang tadinya hanya dapat diikuti oleh 3 parpol saja sekarang dapat
diikuti oleh 48 parpol melalui seleksi.
8) Kekakuan hukum masa Orde Baru menjadi terpecah atau mulai lenyap.
9) Pemerintah memikirkan masalah social yang dialami masyarakat dengan
mewujudkan program membentuk lapangan pekerjaan bagi pengangguaran.
10) Corak karya sastra menjadi lebih berwarna dan banyak jenisnya sesuai dengan
kondisi social-politik saat itu.
11) Pemublikasian karya sastra menjadi lebih mudah dan terbantu karena adanya
media komunikasi.

b) Kekurangan – Kekurangan pada Masa Reformasi


1) Adanya perpecahan presepsi antara mahasiswa dan kelompok masyarakat
mengenai pengangkatan B.J Habibie sebagai Presiden.
2) Tidak adanya pemberian subsidi terhadap masyarakat.
3) Keputusan reformasi ekonomi yang dibutuhkan tidak sesuai dengan apa yang
diinginkan masyarakat.
4) Terlalu dibebani oleh program penyesuaian structural dari IMF.
5) Posisi militer tidak mendapat tempat yang cukup baik dihati masyarakat.
6) Penanganan masalah ekonomi dan social menjadi tidak optimal karena
konflik politik internal dalam negeri.
7) Adanya krisis multidimensi yang dihadapi oleh Indonesia.
8) Pemerintah hanya terfokus pada perbaikan ekonomi.
9) Kurangnya minat para pembaca pada karya sastra angkatan reformasi.

Anda mungkin juga menyukai