PENDAHULUAN:
Materi pada perkuliahan ke Enam ini diarahkan Mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengaplikasikan secara kritis dan objektif dinamika pelaksanaan UUD 1945, amandemen
UUD 1945, Pancasila sebagai paradigma kehidupan kehidupan bangsa, serta paradigma pembaharuan
hukum dan pembangunan ekonomi dan IPTEK dan Permasalahannya, sebagai orientasi pendidikan
pancasila agar menjadi pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.
Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan secara kritis dan objektif dinamika
pelaksanaan UUD 1945, amandemen UUD 1945, Pancasila sebagai paradigma kehidupan
kehidupan bangsa, serta paradigma pembaharuan hukum dan pembangunan ekonomi dan IPTEK dan
permasalahannya, sebagai orientasi pendidikan sosiologi dan politik agar menjadi pedoman
berkarya lulusan Perguruan Tinggi.
IPTEK
c. Permasalahan.
TUJUAN PEMBELAJARAN:
Secara umum, materi ini akan memberikan bekal kemampuan bagi mahasiswa untuk
mampu menjelaskan dan mengaplikasikan secara kritis dan objektif dinamika pelaksanaan
UUD 1945, amandemen UUD 1945, Pancasila sebagai paradigma kehidupan kehidupan
bangsa, serta paradigma pembaharuan hukum dan pembangunan ekonomi dan IPTEK dan
permasalahannya, di perguruan tinggi. Meyakini nilai-nilai Tinjauan bewrbagai kebijakan
sektor pendidikan di Indonesia dari sisi ekonomi, social dan politik beserta permasalahannya
sebagai orientasi Pendidikan Pancasila agar menjadi pedoman berkarya di Perguruan Tinggi.
Secara khusus, materi ini akan membekali mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengaplikasikan secara kritis dan objektif dinamika pelaksanaan UUD 1945, amandemen
UUD 1945, Pancasila sebagai paradigma kehidupan kehidupan bangsa, serta paradigma
pembaharuan hukum dan pembangunan ekonomi dan IPTEK dan permasalahannya, sebagai
orientasi Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi. Meyakini nilai – nilai Pancasila sebagai
otientasi agar menjadi pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.
PENYAJIAN:
Kemudian BPUPKI membentuk Panitia Kecil yang terdiri dari 8 orang untuk
menyempurnakan rumusan Dasar Negara. Pada tanggal 22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI
membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9 orang untuk merancang Piagam Jakarta yang
akan menjadi naskah Pembukaan UUD 1945. Setelah dihilangkannya anak kalimat "dengan
kewajiban menjalankan syariah Islam bagi pemeluk-pemeluknya" maka naskah Piagam Jakarta
menjadi naskah Pembukaan UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pengesahan UUD 1945 dikukuhkan oleh
Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang bersidang pada tanggal 29 Agustus 1945.
Naskah rancangan UUD 1945 Indonesia disusun pada masa Sidang Kedua Badan Penyelidik
Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK). Nama Badan ini tanpa kata "Indonesia" karena
hanya diperuntukkan untuk tanah Jawa saja. Di Sumatera ada BPUPK untuk Sumatera. Masa
Sidang Kedua tanggal 10-17 Juli 1945. Tanggal 18 Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD
1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
1. Pelaksanan UUD 1945 pada masa awal kemerdekaan (17 Agustus 1945 – 29 Desember
1949)
Pada tanggal 27 desember 1949, dibentuklah negara federal yaitu Negara kesatuan
republic Indonesia Serikat yang berdasar pada RIS. Dalam Negara RIS tersebut masih terdapat
Negara bagian republic Indonesia yang ber ibukota di Yogyakarta. Pada tanggal 17 agustus
1950, terjadi kesepakatan antara Negara RI yogyakarata dengan Negara RIS untuk kembali
membentuk Negara kesatuan berdasarkan pada undang-undang dasar.
2. Pelaksanaan UUD pada masa orde lama (demokrasi terpimpin) (5 juli 1959 – 11 maret
1966.
Pada tanggal 5 juli 1959 presiden menganggap NKRI dalam bahaya, karena itu presiden
mengeluarkan dekrit presiden yang isinya :
Sejak dikeluarkannya dekrit presiden tersebut, mulai berkuasa kekuasaan orde lama
yang secara ideologis banyak dipengaruhi oleh faham komunisme. Penyimpanagan ideologis
tersebut berakibat pada penyimpangan konstitusional seperti Indonesia diarahkan menjadi
demokrasi terpimpin dan bersifat otoriter yang jelas menyimpang dari apa yang tercantum
dalam UUD 1945. Puncaknya adalah adanya pemberontakan G30S.PKI yang berhasil
dihentikan oleh generasi muda Indonesia dengan menyampaikan Tritula (Tri tuntutan Rakyat)
yang isisnya:
a. Bubarkan PKI.
b. Bersihkan cabinet dari unsure-unsur KPI.
c. Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
3. Pelaksanaan UUD 1945 masa orde baru (11 maret 1966 – 22 mei 1998)
Masa orde baru berada dibawah kepemimpinan Soeharto dalam misi mengembalikan
keadaan setelah pemberontakan PKI, masa orde baru juga mempelopori pembangunan nasional
sehingga sering dikenal sebagai orde pembangunan.
MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan penting, antara lain :
a. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang menyatakan agar
presiden menugasi pengemban Super Semar, Jenderal Soeharto untuk segera
membentuk kabinet Ampera.
b. Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik kembali
pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur hidup.
c. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai sumber
tertib hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang -undangan.
d. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian, keormasan
dan kekaryaan.
e. Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai komunis Indonesia dan
pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai terlarang diseluruh wilayah Indonesia,
dan larangan pada setiap kegiatan untuk menyebar luaskan atau mengembangkan
faham ajaran komunisme/Marxisme, Leninisme.
Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik di bidang
politik, ekonomi maupun keamanan. Oleh karena itu, pada bulan februari 1967, GDRGR
mengeluarkan suatu resolusi yaitu meminta MPR agar mengadakan siding istimewa pada bulan
maret 1967. Keputusan yang diperoleh dari sidang istimewa tersebut sebagai berikut.
Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto sampai tahun 1998
membuat pemerintahan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi seperti yang
tercantum dalam Pancasila, bahkan juga tidak mencerminkan pelaksanaan demokrasi atas
dasar norma-norma dan pasal-pasal UUD 1945. Pemerintahan dicemari korupsi, kolusi dan
nepotisme(KKN). Keadaan tersebut membuat rakyat Indonesia semakin menderita.Terutama
karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang membuat perekonomian Indonesia
hancur. Hal itu menyebabkan munculnya berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh
generasi muda Indonesia terutama mahasiswa sebagai gerakan moral yang menuntut adanya
reformasi disegala bidang Negara. Keberhasilan reformasi tersebut ditandai dengan turunnya
presiden Soeharto dari jabatannya sebagai presiden dan diganti oleh Prof. B.J Habibie pada
tanggal 21 mei 1998.
Kemudian bangsa Indonesia menyadari bahwa UUD 45 yang berlaku pada jaman orde
baru masih memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu diadakan amandemen lagi. Berbagai
macam produk peraturan perundang-undangan yang dihasilkan dalam reformasi hukum antara
lain UU. Politik Tahun 1999, yaitu UU. No.2tahun 1999, tentang partai politik, UU. No.3 tahun
1999, tentang pemilihan umumdan UU. No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD; UUotonomi daerah, yaitu meliputi UU. No.25 tahun 1999. Tentang
pemerintahandaerah, UU. No.25 tahun 1999, tentang perimbangan keuangan antar
pemerintahanpusat dan daerah dan UU. No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara
yangbersih dan bebas dari KKN. Berdasarkan reformasi tersebut bangsa Indonesia sudah
mampu melaksanakan pemilu pada tahun 1999 dan menghasilkan MPR, DPR dan DPRD hasil
aspirasi rakyat secara demokratis.
Amandemen UUD 1945
Pengertian Amandemen
Sudah 65 tahun Indonesia merdeka, sudah banyak pula sejarah yang tercatat bangsa ini.
Mulai dari yang sedih mapun yang menyenangkan. Undang-Undang Dasar kita pun sudah
sering bergonta ganti. Sebagai Mahasiswa kita harus tahu baik secara rinci maupun secara
pokoknya saja. Kita juga harus tanggap dan kritis dalam mengkaji masalah ini. Karena ini
sangat penting sebagai pelajaran untuk kebijakan-kebijakan masa depan. Sehingga tidak
terulang kebijakan-kebijakan yang salah yang telah dilaksanakan bangsa kita. Demokrasi
merupakan bentuk kekuasaan dari, oleh dan untuk rakyat.
Harapan terbesar adalah Undang-Undang 1945 menjadi paying hokum bagi Undang-
Undang. Akan Tetapi Undang-Undang bukan merupakan syarat mutlak untuk adanya suatu
Negara dan juga buksn merupakan syarat mutlak untuk adanya penyelengggaraan Negara yang
baik. Tetepi dizaman modern sekarang ini, Undang-Undang Dasar adalah perlu adnya. Dengan
adanya Undang-Undang Dasar dapat diketahui dengan jelas dan dapat dijamin adanya suatu
system yang tertentu dari ketatanegaraan yang dimengerti oleh rakyanya serta
penyelenggaranya, sehingga kekuasaan dari pada penguasa dapat dibatasi.
Pada amandemen UUD 1945 tidak terdapat penggantian dasar negara, baik
itu Pancasila, bentuk negara kesatuan, maupun bentuk pemerintahan presidensiil. Tetapi hanya
menyempurnakan, memperjelas, memperbaiki kesalahan, dan melakukan koreksi terhadap
pasal-pasal yang ada, tanpa harus melakukan perubahan terhadap hal-hal yang mendasar dalam
UUD 1945 itu sendiri.
Atau secara umum, tujuan amandemen UUD 1945 adalah sebagai berikut:
• Perubahan:
Ps. 18; Ps.18A; Ps. 18B ; Ps. 19 ; Ps.20 ; Ps.20A ; Ps.22A ; Ps.22B ; Bab IXA, Ps 25E;
Bab X, Ps. 26 ; Ps.27; Bab XA, Ps. 28A ; Ps.28B; Ps.28C ; Ps.28D; Ps.28E ; Ps.28F ; Ps.28G
; Ps.28H ; Ps.28I ; Ps.28J ; Bab XII, Ps. 30; Bab XV, Ps. 36A ; Ps.36B ; Ps.36C.
Ps. 1; Ps. 3 ;Ps.6 ; Ps.6A ; Ps.7A ; Ps.7B ; Ps.7C ; Ps.8 ; Ps.11 ; Ps.17, Bab VIIA, Ps.
22C ; Ps.22D ; Bab VIIB, Ps. 22E ; Ps.23 ; Ps.23A ; Ps.23C ; Bab VIIIA, Ps. 23E ; Ps. 23F ;
Ps.23G ; Ps.24 ; Ps.24A ; Ps.24B ; Ps.24C.
Ps. 2; Ps. 6A ; Ps.8 ; Ps. 11 ; Ps.16 ; Ps.23B ; Ps.23D ; Ps.24 ; Ps. 31 ; Ps.32 ; Bab XIV,
Ps. 33 ; Ps.34 ; Ps.37.
Inti Perubahan: DPD sebagai bagian MPR, Penggantian Presiden, pernyataan perang,
perdamaian dan perjanjian, mata uang, bank sentral, pendidikan dan kebudayaan,
perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial, perubahan UUD
Ketegasan bahwa Pancasila sebagai sumber hukum telah dilegitimasikan oleh beberapa
ketentuan Ketetapan MPRS No.XX/MPRS/1966 (juncto Ketetapan MPR No.V/MPR/1973,
juncto Ketetapan MPR No.IX/MPR/1978) tentang Memorandum DPR-GR Mengenai Sumber
Tertib Hukum RI dan Tata Urutan Peraturan Perundang RI dan Ketetapan MPR
No.III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
Setelah reformasi, Pancasila kembali dikukuhkan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
yang kemudian terakhir direvisi kembali dengan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Keseluruhan ketentuan, dengan empat kali
perubahan, itu memperlihatkan bahwa tidak ada lagi keraguan bahwa Pancasila adalah sumber
hukum tertinggi, sehingga konsekuensinya adalah setiap materi muatan perundang-
undanganyang dibentuk wajib hukumnya berlandaskan Pancasila.
Untuk itulah, materi muatan dilarang bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung
di dalam Pancasila. Ni’matul Huda berpendapat terdapat peraturan perundang-undangan yang
lebih rendah bertentangan dengan ketentuan di atasnya, maka peraturan tersebut dapat dituntut
dibatalkan atau batal demi hukum. Konsekuensinya,pembentukan perundang-undangan
dimulai semenjak penggagasan, perencanaan sampai pengundangannya harus mengacu kepada
Pancasila sebagai sumber tertinggi dan sumbertertib hukum di Indonesia.
Diletakannya Pancasila sebagai sumber tertinggi dan sumber tertib hukum mengandung
makna bahwa pembentukan perundang-undangan atau produk-produk hukum lain harus
berlandaskan Pancasila. Hal ini, karena Pancasila memiliki tiga nilai dalam pembentukan
perundang-undangan yaitu pertama, nilai dasar yaitu asas-asas yang diterima sebagai dalil dan
sedikit banyaknya mutlak.
Nilai dasar Pacasila tersebut adalah ketuhanan, kemanusian, persatuan, nilai kerakyatan
dan nilai keadilan. Kedua, nilai instrumental yaitu pelaksanaan pelaksanaan umum dari nilai-
nilai dasar. Terutama, berbentuk norma hukum yang selanjutnya dikristalisasi dalam peraturan
perundang-undangan. Ketiga, nilai praktis yaitu nilai sesungguhnya dilaksanakan dalam
kenyataan yang berasal dari nilai dasar dan nilai instrumental. Sehingga, nilai praktis
sesungguhnya menjadi batu uji apakah nilai dasar dan nilai-nilai instrumental benar-benar
hidup dalam masyarakat Indonesia. Ketiga nilai-nilai itu, kemudian, dikonkritisasikanlah ke
dalam norma-norma hukum. Konkritisasi dari ketiga nilai-nilai itu menjadi penting, karena
pembentukan perundang-undangan yang dibangun dapat dipadukan dan diselaraskan dengan
kepentingan nasional, regional dan global. Sehingga, pembentukan perundang-undangan akan
tetap berpijak ada nilai-nilai Pancasila bintang pemandu dan mengarahkan kepada hukum
positif di Indonesia yang akan berlaku di masa yang akan datang.
Disamping nilai dasar, maka nilai instrumental dan nilai praktik dari Pancasila, dalam
tahap selanjutnya dibutuhkan penjabaran nilai-nilai Pancasila akan diimplementasikan di
dalam pembentukan perundang-undangan berdasarkan nilai-nilai luhur dari Pancasila yang
terdiri dari : Nilai Ketuhanan, dengan nilai ini berarti bahwa dalam pembaharuan atau
pembangunan hukum harus selalu dilandasi oleh nilai-nilai Ketuhanan atau keagamaan sebagai
rangka dasar dalam pembentukannya. Disamping itu juga, setiap pembaharuan atau
pembangunan hukum harus ada jaminan dalam kebebasan beragama dan tidak dibenarkan
hukum yang mengistimewakan salah satu agama tertentu dan tidak memperhatikan agama-
agama yang ada lainnya.
Nilai Persatuan, dengan nilai ini, pembaharuan atau pembangunan menjadi wajib untuk
selalu diperhatikan di dalam pembentukan dan perumusannya dengan berpegangan kepada
nilai persatuan atau integritas sebagai sebuah bangsa dan negara. Tidak dapat dibenarkan
bahwa akibat dari pembaharuan atau pembangunan hukum akan berdampak tumbuh
perpecahan atau disintegrasi dan berakibat memecah belah bangsa dan negara. Dengan
semangat persatuan, maka kehadiran perundang-undangan atau peraturan lainnya akan dapat
mempererat rasa dari persatuan dan kesatuan bangsa dan bernegara.
Nilai Kerakyatan, yang dimaksudkan dengan nilai-nilai ini adalah pembaharuan atau
pembangunan hukum harus dilandasi oleh nilai-nilai yang demokratis dengan melibatkan
semua unsur yang ada di negara Indonesia (seluruh stakeholders), baik itu dari eksekutif,
legislatif, yudikatif mauapun semua rakyat Indonesia. Dengan keterlibatan semua komponen
bangsa dan negara, maka diharapkanlah bahwa keseluruhnya warga negara Indonesia akan
mendukung terbangunnya suatu demokrasi di dalam pembentukannya dan diterima dalam
pelaksanaannya. Nilai Keadilan Sosial, nilai ini menjadi penting untuk diperhatikan, karena
tujuan akhir di dalam pembaharuan atau pembangunan hukum nasional adalah dalam rangka
membuka dan memberikan jalan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Artinya, keseluruhan hal ini titik akhirnya adalah untuk kebaikan di dalam keadilan bersama
warga bangsa melalui ketentuan hukum nasional yang akan mengaturnya.
Dengan berpegang Pancasila sebagi sumber hukum tertinggi dan sumber tertib hukum;
sebagainilai dasar, nilai instrumental dan nilai praktik; serta konkritisasi dari nilai ketuhanan,
nilai kemanusian, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai keadilan sosial menunjukkan
kedudukan kuatnya Pancasila. Untuk menjadikan pasal-pasal, perundang-undangan yang akan
diaturnya, memiliki cita-cita, karsa dan rasa Pancasila, maka dibutuhkanlah politik hukum yang
menjadi katalisator idealisasi Pancasila. Hal ini karena dengan politik hukum, maka nilai-nilai
luhur sila-sila Pancasila dapat dijabarkan atau kemudian diimplementasikan darah,semangat
dan nafas Pancasila dalam undang-undang yang akan diaturnya, sehingga undang-undang baru
menjadi bagian yang integral dan tidak bertolak belakang pengaturannya denganberaura dan
roh positif Pancasila.
Maksudnya, undang-undang yang baru dibentuknya itu akankah sejalan dan senafas
dengan kehendak dan kemurnian niat baik atau positif dari Pancasila. Nilai-nilai yang telah ada
dan hadir di kehidupan masyarakat dan bangsa Indonesia sejak dahulu kala, sehingga politik
hukum dapat mewujudkannya ke dalam nilai-nilai Pancasila itu ke dalam produk-produk
hukum yang dibentuknya.
Hal ini, karena politik hukum adalah kebijaksanaan negara tentang hukum. Kebijakan
negara terhadap hukum yang bagaimanakah yang ingin dicita-citakan (ius constituendum)
dengan sistem hukum yang ada saat ini, strategi dan dengan cara apakah yang dipandang
sebagai paling tepat untuk mencapai tujuan tersebut, kapan sesungguhnya waktu yang tepat
untuk merubah dan bagaimanakah perubahan itu sebaiknya dilakukan, dan dapat dirumuskan
pola yang baku dan mapan yang akan dapat membantu memutuskan proses pemilihan tujuan
dan cara-cara yang dapat untuk mencapai tujuan tersebut melalui politik hukum dasar kerangka
utamnya. Dengan hal ini, maka politik hukum dapat diterjemahkan merupakan aktivitas
kebijakan negara untuk menentukan pola dan cara membentuk hukum (hukum baru atau
mengganti hukum lama), mengawasi bekerjanya hukum dan untuk dapat memperbaharuhi
hukum sesuai dengan tujuan negara sebagaimana diatur UUD 1945.
Politik hukum dapat dijadikan sebagai alat atau sarana dan langkah yang tepat dan dapat
digunakan pemerintah untuk menciptakan sistem hukum nasional yang dikehendaki dan
dengan sistem hukum nasional akan dapat diwujudkan cita-cita bangsa Indonesia yang lebih
besar. Melalui politik hukum yang bersendikan kelima sila Pancasila akan berpengaruh besar
terhadap materi atau substansi kalimat pasal-pasal yang akan diaturnya undang-undang yang
dibentuknya. Strategi dengan memasukan dan menjadikan Pancasila sebagai bagian kesatuan,
akan dihasilkan pembangunan hukum nasional yang menyatunya nilai-nilai luhur dari
Pancasila dalam setiap peraturan perundang-undangan yang diaturya adalah refleksi semangat,
cita-cita dan nilai-nilai luhur Pancasila yang telah ada dan hidup serta menjadi bagian
kehidupan seluruh bangsa Indonesia.
A. Pengertian Paradigma
Sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, azas serta arah dari tujuan dlm suatu
perkembangan, perubahan serta proses dlm bidang tertentu
Suatu asumsi dasar dan asumsi teoritis yg umum, sehingga merupakan sumber hukum
dan metode, serta penerapannya dlm ilmu pengetahuan sangat menentukan.
a) Kerangka berpikir
b) Sumber nilai
c) Orientasi arah
Pancasila sbg kerangka berpikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber azas serta arah
dan tujuan dari pembangunan nasional
Sila I :
Sila III
Sila IV
Mengembangkan Iptek secara demokratis, menghormati & menghargai kebebasan orang lain
Sila V
a. Pengantar
Ps sbg sumber nilai, dasar moral etik, dlm kenyataannya digunakan sbg alat legitimasi
politik penguasa jaman tsb
Reformasi terutama dalam politik, ekonomi dan hukum.
➢ Ciri-ciri :
a) Kebebasan menyampaikan pendapat
b) Persamaan hak
c) Toleransi
d) Religius
e) Modern
c. Sayarat/kondisi
2) Sila I :
3) Sila II
4) Sila III
5) Sila IV
6) Sila V
g. Aktualisasi Pancasila
a) Pendidikan Tinggi
b) Penelitian
j. Budaya akademik
a) Kritis
b) Kreatif
c) Obyektif
d) Analitis
e) Konstruktif
f) Dinamis
g) Dialogis
h) Menerima kritik
i) Menghargai prestasi
k) Orientasi ke depan
DAFTAR PUSTAKA
Darmodiharjo, Darji. Mimbar BP-7. Pengertian Nilai, Norma, Moral, Etika, Pandangan
Paradigma Yogyakarta,2003.
Wisma Djokosutarto,SH.,1991.
https://herlambangperdana.files.wordpress.com/2008/06/herlambang-amandemen-uud-1945-
i-iv1.pdf