Anda di halaman 1dari 143

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK)

Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) adalah bagian integral dari

proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) di Indonesia. TWK

dirancang untuk menguji pemahaman dan pengetahuan peserta

tentang nilai-nilai kebangsaan, ideologi Pancasila, serta sejarah dan

budaya Indonesia.

Tes Wawasan Kebangsaan ini merupakan tahapan seleksi CPNS

yang memiliki tingkat signifikansi tinggi, karena hasilnya akan

berdampak pada skor keseluruhan peserta dalam seleksi CPNS. Oleh

karena itu, peserta perlu menginvestasikan waktu untuk mempelajari

nilai-nilai kebangsaan Indonesia, sejarah dan budaya, serta

memahami konsep Pancasila.

Maksud dari TWK CPNS adalah untuk menjamin bahwa calon

pegawai memiliki pemahaman yang mendalam tentang identitas

nasional, ideologi negara (Pancasila), dan warisan sejarah serta

budaya Indonesia. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan

peserta dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan yang terkait

dengan hal-hal tersebut.

TWK CPNS biasanya terdiri dari sejumlah soal pilihan ganda yang

harus dijawab oleh peserta. Penting bagi peserta untuk

mempersiapkan diri dengan baik dengan memahami nilai-nilai

kebangsaan, ideologi Pancasila, serta sejarah dan budaya Indonesia

agar dapat mengikuti tes TWK dengan sukses.


Undang-Undang Dasar 1945

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

biasa disebut UUD 1945 atau UUD '45, adalah dokumen hukum dasar

tertulis yang menjadi konstitusi negara Republik Indonesia saat ini. UUD

1945 disahkan sebagai konstitusi negara oleh Panitia Persiapan

Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945.

Pada periode antara tanggal 27 Desember 1949 hingga 17

Agustus 1950, Indonesia menggunakan Konstitusi Republik Indonesia

Serikat (RIS) dan UUDS 1950. Namun, melalui Dekrit Presiden tanggal 5

Juli 1959, UUD 1945 dipulihkan dan dikuatkan secara aklamasi oleh

Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 22 Juli 1959.

Rentang tahun 1999 hingga 2002, UUD 1945 mengalami empat

kali amandemen, yang mengubah struktur lembaga-lembaga dalam

sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. Sebelum mengalami

amandemen, UUD 1945 terdiri dari Pembukaan, Bagian Inti (16 bab, 37

pasal, dengan 65 ayat dimana 16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya

memiliki satu ayat, dan 49 ayat berasal dari 21 pasal yang memiliki dua

ayat atau lebih), serta 4 pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan

Tambahan, disertai dengan penjelasan. Setelah mengalami empat kali

amandemen, UUD 1945 kini memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3 pasal

Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.

Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia

(BPUPKI), yang didirikan pada tanggal 29 April 1945, adalah badan yang

merancang naskah UUD 1945. Rancangan UUD 1945 Indonesia disusun

selama Sidang Kedua Badan Penyelidik Usaha Persiapan


Kemerdekaan (BPUPKI) pada tanggal 10-17 Juli 1945. Pada tanggal 18

Agustus 1945, PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang

Dasar Republik Indonesia.

1. Selama masa berlakunya UUD 1945 dari tanggal 18 Agustus 1945

hingga 27 Desember 1949, dalam periode antara tahun 1945

hingga 1950, pelaksanaan UUD 1945 terhambat karena Indonesia

tengah sibuk dengan upaya mempertahankan

kemerdekaannya.

2. Selama masa keberlakuan Konstitusi RIS 1949 dari tanggal 27

Desember 1949 hingga 17 Agustus 1950, sistem pemerintahan

Indonesia adalah parlementer.

3. Selama masa berlakunya UUDS 1950 dari tanggal 17 Agustus 1950

hingga 5 Juli 1959, diterapkan sistem Demokrasi Parlementer

yang sering disebut sebagai Demokrasi Liberal. Oleh karena itu,

pada tanggal 5 Juli 1959, diumumkan dekrit tentang

pembubaran Konstituante dan pengembalian UUD 1945 serta

pencabutan UUDS 1950.

4. Dari tanggal 5 Juli 1959 hingga 1966, Indonesia kembali ke UUD

1945 karena situasi politik yang kacau selama Sidang

Konstituante 1959, di mana perselisihan kepentingan antar partai

politik menghambat proses penyusunan UUD yang baru. Pada

tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit

Presiden yang salah satunya mengembalikan keberlakuan UUD

1945 sebagai Undang-Undang Dasar.


Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, di

antaranya:

● Presiden menunjuk Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA, serta

Wakil Ketua DPA untuk menjabat sebagai Menteri Negara.

● MPRS mengesahkan Soekarno sebagai presiden sepanjang

hidup.

● Partai Komunis Indonesia melaksanakan pemberontakan

melalui peristiwa Gerakan 30 September Partai Komunis

Indonesia.

Selama masa berlakunya UUD 1945 dari tanggal 5 Juli 1959

hingga 1966, selama masa pemerintahan Orde Baru yang berlangsung

dari 1966 hingga 1998, Pemerintah menyatakan komitmen untuk

menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara tegas dan konsisten.

Selama era Orde Baru, UUD 1945 juga diberikan status yang sangat

penting dan dihormati, dengan berbagai aturan yang mengatur hal

tersebut.

● Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 menegaskan komitmen MPR

untuk menjaga UUD 1945 tanpa niat melakukan perubahan

padanya.

● Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 mengenai Referendum

mengatur bahwa jika MPR berencana mengubah UUD 1945, harus

melibatkan pendapat rakyat melalui referendum.

● Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum

adalah implementasi dari keputusan MPR dalam TAP MPR Nomor

IV/MPR/1983.
● Masa dari 21 Mei 1988 hingga 19 Oktober 1999 dikenal sebagai

periode transisi, dimulai dari pergantian Presiden Soeharto oleh

B. J. Habibie hingga pemisahan Provinsi Timor Timur dari NKRI.

● Selama periode perubahan UUD 1945 dari tahun 1999 hingga

2002, salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah melakukan

amandemen terhadap UUD 1945. Permintaan perubahan UUD

1945 muncul karena selama masa Orde Baru, kekuasaan

tertinggi berada di tangan MPR (dan bukan di tangan rakyat),

Presiden memiliki kekuasaan yang sangat besar, ada ketentuan-

ketentuan dalam UUD 1945 yang terlalu fleksibel (sehingga dapat

menimbulkan interpretasi yang beragam), dan rumusan UUD

1945 tentang semangat penyelenggaraan negara yang belum

cukup diatur dalam konstitusi.

Maksud dari perubahan UUD 1945 pada saat itu adalah untuk

menyempurnakan peraturan dasar, termasuk tata tertib negara,

prinsip kedaulatan rakyat, hak asasi manusia, pembagian kekuasaan,

eksistensi negara demokratis dan berdasarkan hukum, dan masalah-

masalah lain yang sejalan dengan perkembangan aspirasi dan

kebutuhan nasional.

Perubahan UUD 1945 dilakukan melalui kesepakatan, dengan

menjaga Pembukaan UUD 1945 tidak berubah, mempertahankan

struktur kenegaraan kesatuan yang kemudian dikenal sebagai Negara

Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan memperkuat sistem

pemerintahan presidensial.

Dalam kurun waktu 1999-2002, UUD 1945 mengalami empat kali


perubahan amandemen yang ditetapkan dalam Sidang Umum dan

Sidang Tahunan MPR, yaitu:

1. Sidang Umum MPR 1999, tanggal 14-21 Oktober 1999: Perubahan

pertama UUD 1945.

2. Sidang Tahunan MPR 2000, tanggal 7-18 Agustus 2000:

Perubahan kedua UUD 1945.

3. Sidang Tahunan MPR 2001, tanggal 1-9 November 2001:

Perubahan ketiga UUD 1945.

4. Sidang Tahunan MPR 2002, tanggal 1-11 Agustus 2002: Perubahan

keempat UUD 1945.

Contoh Soal Undang-Undang Dasar 1945

Soal: Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami empat kali

amandemen. Kapan Amandemen keempat dilakukan?

A. 10 November 2001

B. 10 Agustus 2002

C. 18 Agustus 2000

D. 19 Oktober 1999

Jawaban: (B) -> Undang-Undang Dasar 1945 telah mengalami

empat kali amandemen: (1) disahkan pada 19 Oktober 1999; (2)

perubahan kedua disahkan pada 18 Agustus 2000; (3) perubahan

ketiga disahkan pada 10 November 2001; (4) perubahan keempat

disahkan pada 10 Agustus 2002.

Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika adalah motto atau slogan Indonesia yang

berasal dari bahasa Jawa Kuno dan sering diterjemahkan sebagai

"Beragam tetapi satu." Frasa ini diambil dari kitab Sutasoma yang

ditulis oleh Mpu Tantular pada masa Kerajaan Majapahit sekitar abad

ke-14.

Motto ini digunakan untuk menggambarkan persatuan dan

kesatuan dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang terdiri dari

berbagai budaya, bahasa daerah, ras, suku bangsa, agama, dan

kepercayaan yang beragam.

Semboyan Bhinneka Tunggal Ika

Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna yang dalam, yakni

meskipun Indonesia kaya akan berbagai suku, agama, ras, seni,

budaya, bahasa, dan faktor-faktor lainnya, namun tetap membentuk

satu kesatuan sebagai satu bangsa dan satu tanah air. Kesatuan ini

diwujudkan melalui elemen-elemen seperti bendera, lagu

kebangsaan, mata uang, bahasa, dan sebagainya.

Kata-kata Bhinneka Tunggal Ika juga terdapat dalam lambang

negara Indonesia, yaitu Burung Garuda Pancasila. Pada kakinya,

Burung Garuda Pancasila memegang pita yang bertuliskan Bhinneka

Tunggal Ika.

Makna dari Bhinneka Tunggal Ika adalah bahwa meskipun

Indonesia memiliki beragam suku bangsa dengan budaya dan tradisi

yang beragam serta terdiri dari kepulauan yang beraneka ragam,

semuanya itu adalah bagian dari satu kesatuan, yaitu bangsa dan
negara Indonesia. Keanekaragaman ini bukanlah konflik atau

perbedaan yang bertentangan, melainkan justru menjadi sumber

kekayaan dalam makna persatuan bagi bangsa dan negara

Indonesia.

Prinsip-prinsip nasionalisme Indonesia (Persatuan Indonesia)

tersusun dalam kesatuan majemuk tunggal yaitu:

● Kesatuan sejarah mengacu pada fakta bahwa bangsa Indonesia

telah berkembang melalui rentetan peristiwa sejarah yang

panjang.

● Kesatuan nasib berarti berada dalam perjalanan sejarah yang

sama dan berbagi pengalaman yang serupa, termasuk masa

penjajahan dan momen-momen kebahagiaan bersama.

● Kesatuan kebudayaan mencerminkan bahwa keragaman

budaya telah membentuk budaya nasional yang unik.

● Kesatuan asas kerohanian merujuk pada adanya nilai-nilai, cita-

cita, dan prinsip-prinsip rohani yang diwakili oleh Pancasila.

Prinsip-prinsip nasionalisme yang tercermin dalam Sila Ketiga ini

memainkan peran penting dalam mencapai Proklamasi

Kemerdekaan pada tanggal 17 Agustus 1945, menjadikannya

sebagai inti semangat perjuangan kemerdekaan Republik

Indonesia. Jadi, "Persatuan Indonesia" menjadi ruh dan

semangat di balik perjuangan kemerdekaan RI.

Cita-cita untuk mencapai Indonesia merdeka dalam bentuk organisasi


modern baik berdasarkan agama Islam, paham kebangsaan ataupun

sosialisme itu dipelopori oleh berdirinya:

1. Serikat Dagang Islam (1990)

2. Budi Utomo (1908)

3. Sarekat Islam (1911)

4. Muhammadiyah (1912)

5. Indische Partij (1911)

6. Perhimpunan Indonesia (1924)

7. Partai Nasional Indonesia (1929)

8. Partindo (1933)

9. dan lain-lain

Integrasi pergerakan dalam mencapai cita-cita itu pertama kali

tampak dalam bentuk federasi seluruh organisasi politik atau

organisasi masyarakat yang ada, yaitu permufakatan perhimpunan-

perhimpunan Politik Kemerdekaan Indonesia (1927).

Kebulatan tekad untuk mewujudkan "Persatuan Indonesia" kemudian

tercermin dalam ikrar "Sumpah Pemuda" yang dipelopori oleh pemuda

perintis kemerdekaan pada tanggal 28 Oktober 1928 di Jakarta yang

berbunyi:

1. PERTAMA, Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Bertumpah

darah Satu Tanah Air Indonesia.

2. KEDUA, Kami Putra dan Putri Indonesia Mengaku Berbangsa Satu

Bangsa Indonesia.

3. KETIGA, Kami Putra dan Putri Indonesia Menjunjung Bahasa

Persatuan Bahasa Indonesia.


Berdasarkan Sumpah Pemuda terdapat tiga aspek Persatuan

Indonesia, yaitu

1. Aspek Satu Nusa, yaitu aspek wilayah. Wilayah yang

dilambangkan untuk disatukan adalah wilayah pulau-pulau

yang tadinya bernama Hindia Belanda yang saat itu dijajah oleh

Belanda. Ini untuk pertama kali secara tegas para pejuang

kemerdekaan mengklaim wilayah yang akan dijadikan wilayah

Indonesia merdeka

2. Aspek Satu Bangsa, yaitu nama baru dari suku-suku bangsa

yang berada di wilayah yang tadinya bernama Hindia Belanda

yang tadinya dijajah oleh Belanda memproklamirkan satu nama

baru sebagai Bangsa Indonesia. Ini adalah awal mula dari rasa

nasionalisme sebagai kesatuan bangsa yang berada di wilayah

Sabang sampai Merauke

3. Aspek Satu Bahasa, yaitu agar wilayah dan bangsa baru yang

berdiri dari berbagai suku dan bahasa bisa berkomunikasi

dengan baik maka dipakailah sarana bahasa Indonesia yang

ditarik dari bahasa Melayu dengan pembaharuan yang

bernuansakan pergerakan ke arah Indonesia yang Merdeka.

Untuk pertama kali para pejuang kemerdekaan

memproklamirkan bahasa yang akan dipakai negara Indonesia

merdeka yaitu bahasa Indonesia.

Contoh Soal Bhinneka Tunggal Ika


Soal: Salah satu manfaat keikutsertaan masyarakat dalam kebijakan

publik adalah terbentuknya masyarakat madani. Berikut ini yang

merupakan salah satu ciri masyarakat madani adalah?

A. Terbentuknya paksaan dari suatu kelompok tertentu

B. Masyarakat bergantung kepada negara, lembaga atau

organisasi tertentu

C. Tidak terkait nilai hukum yang telah ditetapkan

D. Terbentuk secara sukarela

Jawaban: (D) Terbentuk secara sukarela, masyarakat madani, juga

dikenal sebagai masyarakat sipil atau civil society dalam bahasa

Inggris, adalah konsep yang mengacu pada masyarakat yang aktif,

partisipatif, dan mandiri dalam proses sosial, politik, dan ekonomi.

Masyarakat madani ditandai oleh keterlibatan warga dalam

organisasi-organisasi non-pemerintah, lembaga-lembaga sosial,

dan kegiatan-kegiatan sukarela yang bertujuan untuk

mempromosikan kesejahteraan sosial, keadilan, hak asasi manusia,

dan nilai-nilai demokrasi.

Sejarah Indonesia
Sejarah Indonesia pada periode 1945-1949 dimulai ketika Sekutu,

dengan dukungan dari Belanda (NICA), memasuki berbagai wilayah

Indonesia setelah Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Periode ini

berakhir dengan penyerahan kedaulatan kepada Indonesia pada

tanggal 27 Desember 1949. Selama masa ini, terjadi banyak peristiwa

sejarah yang mencakup perubahan dalam struktur kabinet, Aksi

Polisionil yang dilakukan oleh Belanda, berbagai perundingan, dan

peristiwa-peristiwa sejarah penting lainnya.

Kembalinya Belanda Bersama Sekutu (1945)

Sesuai dengan perjanjian Wina tahun 1942, negara-negara

sekutu sepakat untuk mengembalikan wilayah-wilayah yang saat itu

diduduki oleh Jepang kepada pemilik koloninya masing-masing,

asalkan Jepang berhasil dipaksa keluar dari wilayah pendudukannya.

Pada akhir perang, tahun 1945, sebagian wilayah Indonesia telah

dikuasai oleh pasukan sekutu. Pasukan Australia mendarat di Makassar

dan Banjarmasin, sementara Balikpapan telah dikuasai oleh Australia

sebelum Jepang menyerah. Pulau Morotai dan Irian Barat juga dikuasai

oleh pasukan Australia dan Amerika Serikat di bawah komando

Jenderal Douglas MacArthur, Panglima Komando Kawasan Asia Barat

Daya (South West Pacific Area Command/SWPAC).

Setelah perang berakhir, pasukan Australia bertanggung jawab

atas Kalimantan dan Indonesia bagian Timur, Amerika Serikat

mengendalikan Filipina, dan pasukan Inggris di bawah komando SEAC

(South East Asia Command) bertanggung jawab atas wilayah India,


Burma, Sri Lanka, Malaya, Sumatra, Jawa, dan Indocina. SEAC, yang

dipimpin oleh Lord Mountbatten sebagai Komando Tertinggi Sekutu di

Asia Tenggara, memiliki tugas utama melucuti pasukan Jepang dan

mengurus pemulangan tawanan perang serta warga sipil sekutu yang

ditahan (Recovered Allied Prisoners of War and Internees/RAPWI).

Mendaratnya Belanda Diwakili NICA

Di dalam Civil Affairs Agreement, pada tanggal 23 Agustus 1945,

Inggris bersama tentara Belanda mendarat di Sabang, Aceh.

Kemudian, pada tanggal 15 September 1945, pasukan Inggris, yang

mewakili Sekutu, tiba di Jakarta dengan Dr. Charles van der Plas, wakil

Belanda dalam Sekutu, turut serta. Kedatangan pasukan Sekutu ini

disertai dengan NICA (Netherland Indies Civil Administration -

pemerintahan sipil Hindia Belanda) yang dipimpin oleh Dr. Hubertus J

van Mook. Mereka tiba dengan tujuan untuk memulai perundingan

berdasarkan pidato siaran radio Ratu Wilhelmina tahun 1942 (konsep

kenegaraan), tetapi Dr. van Mook mengumumkan bahwa ia tidak akan

berbicara dengan Soekarno karena dianggap telah berkolaborasi

dengan Jepang. Pidato Ratu Wilhelmina tersebut menyatakan bahwa

di masa mendatang akan didirikan sebuah persemakmuran yang

terdiri dari Kerajaan Belanda dan Hindia Belanda, yang akan dipimpin

oleh Ratu Belanda.

Pertempuran Melawan Sekutu dan NICA

Sejumlah pertempuran terjadi ketika Sekutu dan NICA memasuki


Indonesia, yang baru saja menyatakan kemerdekaannya. Beberapa

dari pertempuran tersebut mencakup:

● Peristiwa 10 November di daerah Surabaya dan sekitarnya

● Palagan Ambarawa di daerah Ambarawa, Semarang dan

sekitarnya

● Perjuangan Gerilya Jenderal Soedirman, meliputi Jawa Tengah

dan Jawa Timur

● Bandung Lautan Api di daerah Bandung dan sekitarnya

● Pertempuran Medan Area di daerah Medan dan sekitarnya

● Pertempuran Margarana

● Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta

● Pertempuran Lima Hari Lima Malam di Palembang

● Pertempuran Lima Hari di Semarang

● Ibukota pindah ke Yogyakarta

Karena situasi keamanan ibukota Jakarta (Batavia saat itu) yang

makin memburuk, maka pada tanggal 4 Januari 1946, Soekarno dan

Hatta pindah ke Yogyakarta sekaligus memindahkan ibukota.

Soal Kembalinya Belanda Bersama Sekutu


Soal: Tujuan kedatangan pasukan Sekutu dan NICA ke Indonesia

pada 1945 yaitu?

A. Untuk menguasai seluruh wilayah Indonesia

B. Untuk memulai perang dengan Indonesia

C. Untuk memulai perundingan berdasarkan konsep

kenegaraan Ratu Wilhelmina

D. Untuk memulihkan pemerintahan kolonial Belanda

Jawaban: (C) -> Untuk memulai perundingan berdasarkan konsep

kenegaraan Ratu Wilhelmina. Teks mencatat bahwa tujuan

kedatangan pasukan Sekutu dan NICA adalah untuk memulai

perundingan berdasarkan pidato siaran radio Ratu Wilhelmina pada

1942.

Perubahan Sistem Pemerintahan (1946)


Pernyataan van Mook yang menolak untuk berunding dengan

Soekarno menjadi salah satu pemicu perubahan dari sistem

pemerintahan presidensial menjadi parlementer. Pada tanggal 14

November 1945, Soekarno digantikan oleh Sutan Sjahrir sebagai

Perdana Menteri Republik. Ketika Sjahrir mengumumkan kabinetnya

pada tanggal 15 November 1945, Letnan Gubernur Jendral van Mook

mengirim pesan kepada Menteri Urusan Tanah Jajahan J.H.A.

Logemann di Den Haag, yang menyatakan bahwa Sjahrir dan

kabinetnya, bukan Soekarno, bertanggung jawab atas situasi saat ini.

Pada tanggal 10 Februari 1946, pemerintah Belanda

mengeluarkan pernyataan rinci tentang kebijakan mereka dan

menawarkan untuk membahasnya dengan wakil-wakil Republik yang

memiliki wewenang. Tujuan mereka adalah untuk membentuk

persemakmuran Indonesia yang terdiri dari berbagai wilayah dengan

tingkat pemerintahan yang beragam, serta menciptakan

kewarganegaraan Indonesia untuk semua individu yang lahir di sana.

Pada bulan April dan Mei 1946, Sjahrir memimpin sebuah

delegasi kecil dari Indonesia yang berunding dengan pemerintah

Belanda di Hoge Veluwe. Sekali lagi, ia menegaskan bahwa syarat awal

perundingan adalah pengakuan terhadap Republik sebagai negara

berdaulat. Berdasarkan persyaratan tersebut, Indonesia baru bersedia

menjalin hubungan yang erat dengan Kerajaan Belanda dan bekerja

sama dalam berbagai bidang. Oleh karena itu, Pemerintah Belanda

mengusulkan sebuah kompromi yang menyatakan "willing to

recognize the Republic as one of the units in the federation to be


formed in accordance with the Declaration of February 10th."

Sebagai tambahan, ada tawaran untuk mengakui pemerintahan

sebenarnya Republik atas wilayah Jawa dan Madura yang belum

berada di bawah kendali pasukan Sekutu. Namun, karena Sjahrir tidak

dapat menerima persyaratan ini, konferensi tersebut berakhir, dan

teman-temannya pulang pada tanggal 17 Juni 1946. Pada tanggal

yang sama, Sjahrir mengirimkan surat rahasia kepada van Mook,

mengusulkan kemungkinan dimulainya kembali perundingan yang

serius.

Namun, pada tanggal 17 Juni 1946, setelah Sjahrir mengirimkan

surat rahasianya kepada van Mook, surat tersebut bocor ke media oleh

surat kabar di Belanda. Pada tanggal 24 Juni 1946, surat kabar

Indonesia meminta penjelasan mengenai rumor bahwa Sjahrir

bersedia menerima pengakuan sebenarnya Republik Indonesia

terbatas pada Jawa dan Sumatra.

Pada tanggal 27 Juni 1946, dalam Pidato Peringatan Isra Mi'raj

Nabi Muhammad SAW, Wakil Presiden Hatta menyampaikan isi

proposal balasan di hadapan banyak rakyat di alun-alun utama

Yogyakarta. Soekarno dan mayoritas pemimpin politik juga hadir

dalam acara ini. Dalam pidatonya, Hatta menyatakan dukungannya

terhadap Sjahrir. Namun, menurut analisis tertentu, pemberian

publisitas yang luas oleh Hatta terhadap surat tersebut menyebabkan

terjadinya kudeta dan penculikan terhadap Sjahrir.

Pada malam tersebut, terjadi penculikan terhadap Perdana


Menteri Sjahrir, yang telah dicap sebagai "pengkhianat yang menjual

tanah airnya." Sjahrir diculik di Surakarta saat melakukan perjalanan

politik melintasi Jawa. Dia kemudian dibawa ke Paras, sebuah kota

dekat Solo, dan ditahan di rumah peristirahatan seorang pangeran

Solo dengan pengawasan dari Komandan Batalyon setempat.

Pada malam tanggal 28 Juni 1946, Ir Soekarno berpidato di radio

Yogyakarta dan mengumumkan, "Berhubung dengan situasi dalam

negeri yang mengancam keamanan negara dan perjuangan

kemerdekaan kita, saya, sebagai Presiden Republik Indonesia, dengan

persetujuan Kabinet dan sidangnya pada tanggal 28 Juni 1946, untuk

sementara waktu mengambil alih seluruh kekuasaan pemerintah."

Soekarno memegang kekuasaan yang luas selama lebih dari sebulan.

Pada tanggal 3 Juli 1946, Sjahrir dibebaskan dari penculikan. Namun,

baru pada tanggal 14 Agustus 1946, Sjahrir diminta untuk membentuk

kabinet kembali, dan pada tanggal 2 Oktober 1946, dia kembali

menjabat sebagai Perdana Menteri.

Contoh Soal Perubahan Sistem Pemerintahan (1946)


Soal: Apa yang dicontohkan sebagai tujuan pemerintahan Belanda

pada 10 Februari 1946?

A. Membentuk persemakmuran Indonesia

B. Menciptakan wilayah beragam di Indonesia

C. Membentuk pemerintahan pusat di Indonesia

D. Menciptakan kewarganegaraan Indonesia bagi semua Individu

Jawaban: (A) -> Membentuk persemakmuran Indonesia.

Konferensi Malino (Terbentuknya “Negara” Baru)

Pada bulan Juni 1946, terjadi krisis dalam pemerintahan Republik


Indonesia yang dimanfaatkan oleh pihak Belanda yang telah

menguasai wilayah Timur Nusantara. Pada bulan yang sama,

diadakan konferensi di Malino, Sulawesi, yang dipimpin oleh Dr. Van

Mook. Dalam konferensi tersebut, mereka mengusulkan agar

organisasi-organisasi di seluruh Indonesia menjadi bagian dari

federasi dengan pembagian menjadi empat bagian: Jawa, Sumatra,

Kalimantan, dan Timur Raya.

Peristiwa 1946-1947

Peristiwa Westerling

Pembantaian Westerling adalah istilah yang merujuk kepada insiden

pembunuhan besar-besaran warga sipil di Sulawesi Selatan yang

dilakukan oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Westerling.

Peristiwa tersebut terjadi antara Desember 1946 hingga Februari 1947

selama operasi militer untuk menekan pemberontakan.

Perjanjian Linggarjati

● Konferensi antara Indonesia dan Belanda berlangsung pada

bulan Oktober dan November, dipimpin oleh seorang mediator

netral, yaitu Lord Killearn dari Inggris, dan diadakan di bukit

Linggarjati dekat Cirebon. Dalam pertemuan ini, pada tanggal 15

November 1946, tercapai sebuah kesepakatan utama yang

mencakup hal-hal berikut: Belanda secara resmi mengakui

Republik Indonesia dalam wilayah yang meliputi Sumatra, Jawa,

dan Madura. Belanda diharuskan meninggalkan wilayah ini

paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.

● Indonesia dan Belanda akan bekerjasama untuk membentuk


sebuah entitas negara yang disebut Negara Indonesia Serikat,

yang akan mencakup bagian yang disebut Republik Indonesia.

● Negara Indonesia Serikat dan Belanda juga akan membentuk

sebuah kesatuan yang disebut Uni Indonesia Belanda, dengan

Ratu Belanda sebagai kepala negara.

Kalimantan dan Timur Raya akan menjadi bagian dari entitas ini.

Sebuah Majelis Konstituante akan didirikan, terdiri dari perwakilan yang

terpilih melalui proses demokratis serta perwakilan dari komponen-

komponen lainnya. Republik Indonesia Serikat kemudian akan menjadi

bagian dari Uni Indonesia-Belanda bersama dengan Belanda,

Suriname, dan Curacao.

Kedua delegasi tersebut kembali ke Jakarta, dan dua hari

kemudian, pada tanggal 15 November 1946, di rumah Sjahrir di Jakarta,

diselenggarakan secara resmi penandatanganan Perjanjian

Linggarjati. Meskipun Soekarno memiliki peran penting dalam

mencapai kesepakatan ini, Sjahrir yang diidentifikasi dengan

rancangan tersebut dan bertanggung jawab jika ada masalah.

Peristiwa yang Terjadi Terkait dengan Hasil Perundingan Linggarjati

Pada Februari dan Maret 1947, di Malang, S.M. Kartosuwiryo dipilih


sebagai salah satu dari lima anggota Masyumi dalam komite Eksekutif

yang terdiri dari 47 anggota untuk menghadiri sidang KNIP (Komite

Nasional Indonesia Pusat). Sidang ini membahas apakah Persetujuan

Linggarjati yang telah disepakati oleh Pemerintah Republik dan

Belanda pada November 1946 akan disetujui atau tidak.

Van Mook, yang kemudian menjadi Gubernur Jenderal Hindia

Belanda setelah memimpin Netherland Indies Civil Administration

(NICA), dengan tekun mencoba memecah Republik Indonesia yang

hanya tersisa di 3 pulau ini. Bahkan sebelum naskah tersebut

ditandatangani pada 25 Maret 1947, ia telah memaksa terbentuknya

Negara Indonesia Timur, dengan presiden Sukowati, melalui Konferensi

Denpasar pada tanggal 18-24 Desember 1946.

Pada tanggal 25 Maret 1947, hasil dari perjanjian Linggarjati

ditandatangani di Batavia. Partai Masyumi menentang hasil perjanjian

tersebut, dan banyak pejuang Republik Indonesia yang tidak dapat

menerima bahwa pemerintah Belanda akan memiliki kedaulatan di

seluruh Indonesia. Karena seringnya terjadi kerusuhan, pada

kenyataannya, perjanjian ini sangat sulit untuk dilaksanakan.

Proklamasi Negara Pasundan

Upaya Belanda tidak terhenti di NIT. Dua bulan setelahnya,

Belanda berhasil merayu Ketua Partai Rakyat Pasundan, Soeria

Kartalegawa, untuk mengumumkan pendirian Negara Pasundan pada

tanggal 4 Mei 1947.

Agresi Militer I

Pada tanggal 27 Mei 1947, Belanda mengirimkan Nota Ultimatum, yang


harus dijawab dalam 14 hari, yang berisi:

1. Membentuk pemerintahan ad interim bersama.

2. Mengeluarkan uang bersama dan mendirikan lembaga devisa

bersama.

3. Republik Indonesia harus mengirimkan beras untuk rakyat di

daerah daerah yang diduduki Belanda.

4. Menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama,

termasuk daerah daerah Republik yang memerlukan bantuan

Belanda (gendarmerie bersama).

5. Menyelenggarakan pemilikan bersama atas impor dan ekspor.

Perdana Menteri Sjahrir menyatakan kesiapannya untuk

mengakui kedaulatan Belanda selama periode transisi, tetapi menolak

pendirian bersama gendarmerie. Respons ini mendapat protes keras

dari partai politik di Republik.

Ketika jawaban yang memadai tidak kunjung datang, Belanda

terus melakukan tindakan "penegakan hukum" untuk memulihkan

ketertiban. Pada tengah malam tanggal 20 Juli 1947 (tepatnya tanggal

21 Juli 1947), Belanda mulai melancarkan tindakan pertama mereka

dalam apa yang dikenal sebagai 'aksi polisionil'.

Belanda menguasai semua pelabuhan perairan dalam di Jawa

dan Sumatera, serta mengamankan perkebunan-perkebunan di

sekitar Medan, instalasi minyak dan batubara di sekitar Palembang,

dan wilayah Padang. Menghadapi pelanggaran Belanda terhadap

perjanjian Linggarjati, Sjahrir merasa kebingungan dan putus asa. Oleh

karena itu, pada bulan Juli 1947, dia terpaksa mengundurkan diri dari
jabatannya sebagai Perdana Menteri karena sebelumnya telah sangat

mendukung tuntutan Belanda dalam penyelesaian konflik antara

pemerintah RI dan Belanda.

Naiknya Amir Syarifudin sebagai Perdana Menteri

Setelah Agresi Militer Belanda I terjadi, Sjahrir digantikan oleh

Amir Syarifudin, yang sebelumnya menjabat sebagai Menteri

Pertahanan. Saat menjabat sebagai Perdana Menteri, Amir Syarifudin

mengajak beberapa anggota PSII yang pernah menjadi rekan

sejawatnya untuk bergabung dalam Kabinetnya. Ini termasuk

penawaran kepada S.M. Kartosoewirjo untuk menjadi Wakil Menteri

Pertahanan kedua dalam kabinet tersebut.

Perjanjian Renville

Saat pertempuran berlangsung, Dewan Keamanan PBB, atas

dorongan Australia, mengeluarkan perintah pada tanggal 1 Agustus

1947 untuk menghentikan pertempuran. Kemudian, mereka segera

membentuk Komisi Jasa-jasa Baik yang terdiri dari perwakilan

Australia, Belgia, dan Amerika Serikat untuk mencoba meredakan

konflik ini.

Pada tanggal 17 Januari 1948, sebuah konferensi diadakan di atas

kapal perang Amerika Serikat, Renville, yang akhirnya menghasilkan

persetujuan lain yang dapat diterima oleh kedua belah pihak yang

bertikai. Persetujuan ini kemudian ditandatangani pada tanggal 19

Januari dan dikenal sebagai Persetujuan Renville. Persetujuan ini

membatasi wilayah Republik selama masa peralihan hingga

penyelesaian akhir dicapai. Wilayah yang termasuk dalam persetujuan


ini jauh lebih terbatas daripada Persetujuan Linggarjati, hanya

mencakup sebagian kecil Jawa Tengah (termasuk Jogja dan delapan

Keresidenan) serta ujung barat pulau Jawa, dengan Banten tetap

menjadi bagian dari wilayah Republik. Selain itu, persetujuan ini juga

menyebutkan bahwa akan diadakan plebisit untuk menentukan masa

depan wilayah yang baru saja diperoleh oleh Belanda melalui tindakan

militer.

Hanya empat hari setelah penandatanganan Persetujuan

Renville pada tanggal 23 Januari 1948, Amir Syarifudin dan seluruh

anggota kabinetnya mengundurkan diri. Sebuah kabinet baru

kemudian dibentuk dan diumumkan pada tanggal 29 Januari 1948,

dengan Hatta yang menjadi Perdana Menteri sambil tetap memegang

jabatan sebagai Wakil Presiden.

Contoh Soal Peristiwa 1946-1947

Soal: Mengapa Perdana Menteri Sjahrir mengundurkan diri dari

jabatannya pada Juli 1947?

A. Karena keberhasilan dalam menyelesaikan konflik antara

Republik Indonesia dan Belanda

B. Karena tidak mendukung tuntutan Belanda dalam

penyelesaian konflik

C. Karena tuntutan Belanda yang tidak masuk akal

D. Karena mendapat dukungan penuh dari partai politik di

Republik
Jawaban: (B) -> Karena tidak mendukung tuntutan Belanda dalam

penyelesaian konflik.

Agresi Militer II (1948-1949)

Agresi Militer II berlangsung pada tanggal 19 Desember 1948

dengan dimulainya penyerangan terhadap Yogyakarta, yang saat itu

merupakan ibu kota Indonesia. Selain itu, beberapa tokoh penting

seperti Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir, dan lainnya juga

ditangkap. Kehilangan ibu kota ini mengakibatkan pembentukan

Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin oleh

Syafruddin Prawiranegara.

Serangan Umum 1 Maret 1949 atas Yogyakarta

Serangan besar-besaran yang terjadi pada tanggal 1 Maret 1949

terhadap kota Yogyakarta direncanakan dan disiapkan oleh perwira

tinggi militer di wilayah Divisi III/GM III berdasarkan perintah dari

Panglima Besar Sudirman. Tujuan dari serangan ini adalah untuk

menunjukkan kepada komunitas internasional bahwa Tentara

Nasional Indonesia (TNI) masih eksis dan memiliki kekuatan yang

cukup, dengan harapan memperkuat posisi Indonesia dalam

perundingan yang sedang berlangsung di Dewan Keamanan PBB. Hal

ini juga bertujuan utama untuk menggoyahkan semangat pasukan

Belanda. Saat itu, Soeharto menjabat sebagai komandan Brigade

X/Wehrkreis III dan berperan sebagai pelaksana lapangan di wilayah

Yogyakarta.
Perjanjian Roem Royen

Sebagai dampak dari Agresi Militer tersebut, tekanan dari

komunitas internasional, khususnya Amerika Serikat, yang

mengancam akan menghentikan bantuan kepada Belanda, akhirnya

memaksa Belanda untuk kembali ke meja perundingan dengan

Republik Indonesia. Pada tanggal 7 Mei 1949, Republik Indonesia dan

Belanda mencapai kesepakatan dalam bentuk Perjanjian Roem Royen.

Serangan Umum Surakarta

Pertempuran umum di Surakarta terjadi dari tanggal 7 hingga 10

Agustus 1949 dan dilancarkan secara gerilya oleh sekelompok pejuang,

pelajar, serta mahasiswa. Para pelajar dan mahasiswa yang terlibat

dalam perjuangan ini kemudian dikenal sebagai pasukan pelajar.

Mereka berhasil menghancurkan dan merebut kendali atas markas-

markas Belanda di Solo dan wilayah sekitarnya.

Konferensi Meja Bundar (KMB)

KMB adalah sebuah pertemuan yang berlangsung di Den Haag

antara pemerintah Republik Indonesia dan Belanda dari tanggal 23

Agustus hingga 2 November 1949, yang menghasilkan perjanjian:

● Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat

● Irian Barat akan diselesaikan setahun setelah pengakuan

kedaulatan

Belanda mengakui kemerdekaan Indonesia pada tanggal 2

Desember 1949, setelah empat tahun berlalu sejak proklamasi

kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945. Pengakuan ini terjadi saat


penyerahan kedaulatan, yang disebut sebagai

soevereiniteitsoverdracht, ditandatangani di Istana Dam, Amsterdam.

Di Belanda, ada kekhawatiran bahwa mengakui kemerdekaan

Indonesia pada tahun 1945 akan dianggap sebagai pengakuan

tindakan aksi polisionil yang dilakukan pada tahun 1945-1949 sebagai

ilegal.

Contoh Soal Peristiwa 1948-1949

Soal: Apa yang menjadi tujuan utama dari serangan besar-besaran

yang terjadi pada 1 Maret 1949 terhadap kota Yogyakarta?

A. Menguasai Yogyakarta untuk jangka waktu yang lebih lama

B. Menunjukkan kepada dunia bahwa TNI masih eksis dan

memiliki kekuatan yang cukup

C. Menghancurkan seluruh infrastruktur kota Yogyakarta

D. Memperkuat posisi pasukan Belanda di wilayah Yogyakarta

Jawaban: (B) -> Menunjukkan kepada dunia bahwa TNI masih eksis

dan memiliki kekuatan yang cukup.

Tata Negara

Majelis Permusyawaratan Rakyat

Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah bagian dari sistem


pemerintahan Indonesia yang terdiri dari anggota Dewan Perwakilan

Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Sebelum Reformasi, MPR adalah

lembaga pemerintahan tertinggi yang terdiri dari anggota DPR, Utusan

Daerah, dan Utusan Golongan. Pada periode 2009-2014, MPR memiliki

total 692 anggota, terdiri dari 560 anggota DPR dan 132 anggota DPD.

Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun.

Tugas dan wewenang MPR di antara lain:

1. Mengubah dan menetapkan (Undang-Undang Dasar Republik

Indonesia 1945), (Undang-Undang Dasar).

2. Melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil

pemilihan umum.

3. Memutuskan usul DPR berdasarkan putusan (Mahkamah

Konstitusi) untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden

dalam masa jabatannya.

4. Melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden

mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat

melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.

5. Memilih Wakil Presiden dari 2 calon yang diajukan Presiden

apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa

jabatannya.

6. Memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti

secara bersamaan dalam masa jabatannya.

Anggota MPR memiliki hak untuk mengusulkan perubahan

dalam pasal-pasal UUD, mengambil keputusan, memiliki imunitas, dan


mendapatkan hak protokoler. Setelah Sidang MPR tahun 2003,

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dilakukan langsung oleh rakyat

dan tidak lagi melalui MPR. MPR diwajibkan untuk mengadakan sidang

setidaknya sekali dalam jangka waktu lima tahun di ibukota negara.

Sidang MPR sah apabila:

1. Sekurang-kurangnya 3/4 % dari jumlah Anggota MPR untuk

memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil

Presiden.

2. Sekurang-kurangnya 2/3 % dari jumlah Anggota MPR untuk

mengubah dan menetapkan UUD.

3. Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari jumlah Anggota MPR sidang-

sidang lainnya.

Keputusan MPR sah apabila:

1. Sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir

untuk memutus usul DPR untuk memberhentikan Presiden/Wakil

Presiden.

2. Sekurang-kurangnya 50% + 1 dari seluruh jumlah Anggota MPR

untuk memutus perkara lainnya.

Di dalam pengambilan keputusan, langkah pertama yang

diambil adalah berusaha mencapai mufakat melalui musyawarah

sebelum akhirnya mengambil keputusan dengan mayoritas suara.


Alat kelengkapan MPR terdiri atas:

1. Pimpinan

2. Panitia Ad Hoc

3. Badan Kehormatan

Pimpinan MPR terdiri atas seorang ketua dan 4 orang wakil ketua yang

dipilih dari dan oleh Anggota MPR dalam Sidang Paripurna MPR.

Berdasarkan amandemen terhadap UUD 1945, peran dan

wewenang MPR mengalami perubahan signifikan. Sekarang, MPR

dianggap sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang setara

dengan lembaga tinggi negara lainnya seperti Lembaga

Kepresidenan, DPR, DPD, BPK, MA, dan MK. MPR tidak lagi memiliki

kewenangan untuk menetapkan GBHN, kecuali dalam beberapa situasi

tertentu seperti menetapkan Wapres sebagai Presiden, pemilihan

Wapres saat terjadi kekosongan, atau pemilihan Presiden dan Wapres

jika ada kekosongan karena alasan tertentu.

Saat ini, regulasi yang mengatur komposisi Majelis

Permusyawaratan Rakyat adalah Undang-Undang No. 16 tahun 1969

yang kemudian diperbaharui dengan Undang-Undang No. 5 Tahun

1975. Undang-undang ini mengatur susunan dan kedudukan Majelis

Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah.

Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebelum

amandemen adalah:

1. Menetapkan Undang-Undang Dasar.

2. Menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara.


3. Memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.

4. MPR dapat memberhentikan Presiden sebelum habis masa

jabatannya.

Contoh Soal Majelis Permusyawaratan Rakyat

Soal: Peran seorang Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam

pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Indonesia, yaitu?

A. MPR bertugas mengusulkan dua calon Presiden dan Wakil

Presiden

B. MPR melakukan pemilihan langsung untuk Presiden dan Wakil

Presiden

C. MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden setelah pemilihan

umum

D. MPR tidak memiliki peran dalam pemilihan Presiden dan Wakil

Presiden

Jawaban: (C) -> MPR melantik Presiden dan Wakil Presiden setelah

pemilihan umum

Presiden dan Wakil Presiden

Pasal 4 UUD menyatakan bahwa Presiden memiliki kewenangan

dalam menjalankan pemerintahan, dan dalam menjalankan


tugasnya, ia dibantu oleh Wakil Presiden. Di sisi lain, berdasarkan Pasal

5, Presiden memiliki hak untuk mengusulkan RUU (Rancangan Undang-

Undang) dan menetapkan Peraturan Pemerintah untuk

mengimplementasikan Undang-Undang.

Tugas dan wewenang Presiden di antaranya:

1. Memegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL dan AU (Pasal 10).

2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian

dengan Negara lain dengan persetujuan DPR, terutama yang

menimbulkan akibat yang lugas dan mendasar bagi Negara

(Pasal 11).

3. Menyatakan keadaan bahaya, yang syarat dan akibatnya

ditetapkan dengan UU (Pasal 12)

4. Mengangkat dan menerima duta dan konsul dengan

memperhatikan pertimbangar DPR (Pasal 13).

5. Presiden memberikan grasi dengan pertimbangar MA, dan

memberikan amnestl dan abolisi dengan pertimbangar DPR

(Pasal 14).

6. Presiden memberi gelar, tanda jasa, dan lain-lain tanda

kehormatan menurut UU (Pasal 15).

7. Presiden membentuk dewan pertimbangar yang bertugas

memberi nasehat dan pertimbangan kepada Presiden (Pasal 16).

8. Presiden juga berhak mengangkat menteri-menteri sebagai

pembantu Presiden (Pasal 17).

Contoh Soal Presiden dan Wakil Presiden


Soal: Pasal berapa yang menyatakan, ‘Presiden memberikan grasi

dengan pertimbangar MA, dan memberikan amnestl dan abolisi

dengan pertimbangar DPR’ yaitu?

A. Pasal 10

B. Pasal 14

C. Pasal 15

D. Pasal 17

Jawaban: (B) -> Pasal 14 mengenai Presiden memberikan grasi

dengan pertimbangar MA, dan memberikan amnestl dan abolisi

dengan pertimbangar DPR .

Dewan Perwakilan Rakyat

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah lembaga tinggi dalam

sistem ketatanegaraan Indonesia yang berperan sebagai wakil rakyat


dan memiliki wewenang untuk menghasilkan undang-undang. DPR

memiliki tugas dalam legislasi, anggaran, serta pengawasan

pemerintah. Keanggotaan DPR terdiri dari perwakilan partai politik yang

telah berpartisipasi dalam pemilihan umum, yang dipilih berdasarkan

hasil pemilu. Jumlah anggota DPR dalam periode 2009-2014 adalah

560 orang. Masa jabatan anggota DPR adalah 5 tahun dan berakhir

secara bersamaan ketika anggota DPR yang baru telah dilantik dan

mengucapkan sumpah/janji.

DPR RI memiliki sejarah yang dimulai ketika Komite Nasional

Indonesia Pusat (KNIP) dibentuk oleh Presiden pada tanggal 29 Agustus

1945 di Gedung Kesenian, Pasar Baru Jakarta. Tanggal ini kemudian

diakui sebagai hari berdirinya DPR RI. Pada Sidang KNIP pertama, Mr.

Kasman Singodimedjo terpilih sebagai Ketua.

Tugas dan wewenang DPR di antara lain:

1. Membentuk Undang-Undang yang dibahas dengan Presiden

untuk mendapat persetujuan bersama.

2. Membahas dan memberikan persetujuan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang.

3. Menerima dan membahas usulan RUU yang diajukan DPD yang

berkaitan dengan bidang tertentu dan mengikutsertakannya

dalam pembahasan.

4. Menetapkan APBN bersama Presiden dengan memperhatikan

pertimbangan DPD.

5. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU, APBN,

serta kebijakan pemerintah.


6. Memilih anggota Badan Pemeriksa Keuangan dengan

memperhatikan pertimbangan DPD.

7. Membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan atas

pertanggungjawaban keuangan negara yang disampaikan oleh

Badan Pemeriksa Keuangan.

8. Memberikan persetujuan kepada Presiden atas pengangkatan

dan pemberhentian anggota Komisi Yudisial.

9. Memberikan persetujuan calon hakim agung yang diusulkan

Komisi Yudisial untuk ditetapkan sebagai hakim agung oleh

Presiden.

10. Memilih tiga orang calon anggota hakim konstitusi dan

mengajukannya kepada Presiden untuk ditetapkan.

11. Memberikan pertimbangan kepada Presiden untuk mengangkat

duta, menerima penempatan duta negara lain, dan memberikan

pertimbangan dalam pemberian amnesti dan abolisi.

12. Memberikan persetujuan kepada Presiden untuk menyatakan

perang, membuat perdamaian, dan perjanjian dengan negara

lain.

13. Menyerap, menghimpun, menampung dan menindaklanjuti

aspirasi masyarakat.

14. Memperhatikan pertimbangan DPD atas rancangan undang-

undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan

dengan pajak, pendidikan, dan agama.

15. Membahas dan menindaklanjuti hasil pengawasan yang

diajukan oleh DPD terhadap pelaksanaan undang undang


mengenai otonomi daerah, pembentukan pemekaran dan

penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, sumber

daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan

APBN, pajak, pendidikan, dan agama.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memiliki kewenangan

dalam aspek legislatif dan yudikatif yang mencakup hak interpelasi,

hak angket, dan hak menyatakan pendapat. Selain itu, mereka memiliki

hak untuk mengajukan RUU, mengajukan pertanyaan, menyampaikan

usul dan pendapat, membela diri, serta dilindungi oleh hak imunitas

dan mendapatkan hak protokoler. Sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,

Dewan Perwakilan Rakyat berwenang meminta klarifikasi dari pejabat

negara, pemerintah, entitas hukum, atau warga masyarakat dalam

pelaksanaan tugas dan kewenangannya.

Alat kelengkapan DPR terdiri:

1. Pimpinan

Kedudukan Pimpinan dalam DPR dapat disebut sebagai Juru

Bicara Parlemen. Secara umum, peran utamanya adalah mewakili DPR

dalam hubungannya dengan lembaga eksekutif, lembaga tinggi

negara lainnya, lembaga internasional, serta mengelola administrasi

lembaga secara keseluruhan. Ini mencakup memimpin rapat-rapat

paripurna dan menentukan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR

dipilih oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna dan terdiri dari

seorang ketua dan empat orang wakil ketua.

2. Komisi
Kedudukan Pimpinan dalam DPR bisa dianggap sebagai Juru

Bicara Parlemen. Fungsi utamanya secara umum adalah mewakili DPR

secara simbolis dalam berhubungan dengan lembaga eksekutif,

lembaga tinggi negara lain, dan organisasi internasional. Selain itu,

mereka bertanggung jawab atas administrasi lembaga secara

keseluruhan, termasuk memimpin rapat-rapat paripurna dan

menetapkan sanksi atau rehabilitasi. Pimpinan DPR adalah kolektif dan

kolegial, terdiri dari seorang ketua dan empat wakil ketua yang dipilih

oleh Anggota DPR dalam Sidang Paripurna DPR.

3. Badan Musyawarah

Bamus merupakan versi kecil atau gambaran DPR. Sebagian

besar keputusan penting yang akan diambil oleh DPR sebelumnya

dibahas dan dipertimbangkan terlebih dahulu di Bamus, sebelum

akhirnya diangkat ke Rapat Paripurna, yang merupakan forum tertinggi

di DPR dan memiliki kewenangan untuk mengubah keputusan yang

telah disepakati di Bamus. Bamus memiliki tanggung jawab, antara

lain, dalam menetapkan jadwal kerja DPR, termasuk menentukan

estimasi waktu penyelesaian masalah tertentu serta prioritas dalam

penyelesaian RUU. Pembentukan Bamus sendiri dilakukan oleh DPR

melalui Rapat Paripurna di awal masa keanggotaan DPR. Jumlah

anggota Bamus setara dengan sepuluh persen dari total anggota DPR,

dan penentuannya didasarkan pada perimbangan jumlah anggota

dari masing-masing fraksi di DPR. Pimpinan Bamus langsung dipegang

oleh Pimpinan DPR.

4. Badan Anggaran
Badan Anggaran DPR dibentuk oleh DPR dan merupakan bagian

permanen dari DPR yang memiliki fungsi utama dalam melakukan

pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. Komposisi

anggota Badan Anggaran ditentukan pada awal masa keanggotaan

DPR. Susunan anggota Badan Anggaran mencakup seluruh perwakilan

dari berbagai unsur Komisi, dengan memperhatikan distribusi jumlah

anggota di setiap fraksi.

5. Badan Kehormatan

BK DPR melakukan penyelidikan dan inspeksi terhadap dugaan

pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPR, kemudian

menghasilkan laporan akhir yang berisi rekomendasi kepada

pimpinan DPR. Rekomendasi ini menjadi dasar untuk memutuskan

sanksi atau rehabilitasi bagi anggota yang bersangkutan. Rapat-rapat

Dewan Kehormatan diselenggarakan secara tertutup. Setelah

memberikan rekomendasi kepada Pimpinan DPR, tugas Dewan

Kehormatan dianggap selesai.

6. Badan Legislasi

Badan Legislasi (Baleg) merupakan bagian dari alat

kelengkapan DPR yang muncul setelah perubahan pertama UUD 1945

dan didirikan pada tahun 2000. Baleg memiliki beberapa tugas utama,

termasuk merencanakan dan mengatur program serta urutan prioritas

pembahasan RUU selama satu masa keanggotaan DPR dan setiap

tahun anggaran.

Selain itu, Baleg juga bertanggung jawab untuk mengevaluasi

dan meningkatkan tata tertib DPR serta kode etik anggota DPR.
Pembentukan Badan Legislasi dilakukan oleh DPR dalam Rapat

Paripurna, dan susunan keanggotaannya ditetapkan pada awal masa

keanggotaan DPR, dengan memperhatikan perimbangan jumlah

anggota di setiap Fraksi. Anggota Badan Legislasi tidak diperbolehkan

untuk menjabat secara bersamaan dalam Pimpinan Komisi, Badan

Urusan Rumah Tangga (BURT), atau Badan Kerjasama Antar Parlemen

(BKSAP).

7. Badan Urusan Rumah Tangga ->

Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR memiliki tanggung

jawab untuk menetapkan kebijakan terkait urusan administratif dan

keuangan yang berkaitan dengan anggota DPR.

Salah satu fungsi BURT yang berhubungan dengan aspek

keuangan dan administratif anggota dewan adalah memberikan

bantuan kepada pimpinan DPR dalam menetapkan kebijakan yang

berkaitan dengan tata kelola rumah tangga DPR, termasuk hal-hal

yang berkaitan dengan kesejahteraan anggota DPR dan staf

Sekretariat Jenderal DPR, berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah.

8. Badan Kerja Sama Antar-Parlemen BKSAP

Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) adalah lembaga

tetap yang dibentuk oleh DPR. Susunan dan keanggotaan BKSAP

ditetapkan oleh DPR pada awal masa keanggotaan DPR dan pada awal

tahun sidang. Jumlah anggota BKSAP ditentukan dalam rapat

paripurna dengan memperhatikan perimbangan dan kesetaraan

jumlah anggota dari masing-masing fraksi pada awal masa

keanggotaan DPR dan awal tahun sidang.


Pimpinan BKSAP terdiri dari satu orang ketua dan maksimal tiga

orang wakil ketua, yang dipilih dari anggota BKSAP dengan prinsip

kesepakatan dan proporsional, dengan memperhatikan perwakilan

perempuan sesuai dengan perimbangan jumlah anggota dari setiap

fraksi.

BKSAP bertugas:

● Membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan

persahabatan dan kerja sama antara DPR dan parlemen negara

lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk

organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan atau

anggota parlemen negara lain.

● Menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang

menjadi tamu DPR

● Mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar

negeri

● Memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang

masalah kerja sama antar parlemen

9. Panitia khusus ->

Jika dianggap perlu, DPR atau alat kelengkapan DPR memiliki

wewenang untuk membentuk panitia sementara yang dikenal sebagai

Panitia Khusus (Pansus). Susunan keanggotaan Pansus ditentukan

dalam rapat paripurna dengan mempertimbangkan jumlah anggota

dari masing-masing fraksi. Pansus bertugas untuk melaksanakan

tugas tertentu yang ditetapkan oleh rapat paripurna dan akan

dibubarkan setelah penugasan selesai atau jangka waktu tugasnya


berakhir. Pansus harus bertanggung jawab atas kinerjanya, dan

hasilnya akan dibahas dalam rapat paripurna.

DPR, pada awal masa keanggotaan dan awal tahun sidang,

menentukan susunan dan anggota Badan Akuntabilitas Keuangan

Negara (BAKN) dengan anggota antara tujuh hingga sembilan orang,

yang diusulkan oleh fraksi-fraksi DPR dan kemudian ditetapkan dalam

rapat paripurna. Tugas BAKN adalah menelaah hasil pemeriksaan

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Anggota DPR dilarang memegang jabatan ganda sebagai

pejabat negara lainnya, hakim di lembaga peradilan, pegawai negeri

sipil, anggota TNI/Polri, pegawai di BUMN/BUMD, atau entitas lain yang

mendapatkan pendanaan dari APBN/APBD.

DPR dipilih melalui pemilu dan harus mengadakan sidang

minimal sekali dalam setahun. DPR memiliki kewenangan untuk

membentuk undang-undang, dengan setiap RUU dibahas bersama-

sama oleh DPR dan Presiden dan kemudian disahkan oleh Presiden.

Fungsi DPR di antaranya:

● Fungsi legislasi berkaitan dengan wewenang DPR dalam

pembentukan undang-undang.

● Fungsi anggaran, berwenang menyusun dan menetapkan RAPBN

bersama presiden.

● Fungsi pengawasan, melakukan pengawasan terhadap

pemerintah.

DPR diberikan hak-hak yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945, di

antaranya:
1. Hak interpelasi, hak DPR untuk meminta keterangan pada

presiden.

2. Hak angket, hak DPR untuk mengadakan penyelidikan atas suatu

kebijakan Presiden/ Pemerintah.

3. Hak menyampaikan pendapat.

4. Hak mengajukan pertanyaan.

5. Hak imunitas, hak DPR untuk tidak dituntut dalam pengadilan.

6. Hak mengajukan usul RUU.

Anggota DPR berhak mengajukan usul RUU (Pasal 21). Dalam hal

kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Perpu, dan

pada masa persidangan DPR berikutnya Perpu tersebut harus

dimintakan persetujuan DPR. Apabila DPR tidak menyetujuinya maka

Perpu harus dicabut (Pasal 22). Anggota DPR dapat diberhentikan dari

jabatannya, dengan syarat-syarat dan tata cara yang diatur dengan

undang-undang (Pasal 22B).

Contoh Soal Dewan Perwakilan Rakyat

Soal: Tugas dan wewenang DPR dalam mengawasi pemerintah,

yaitu?

A. Mengusulkan anggaran belanja pemerintah

B. Memberikan persetujuan tanpa memeriksa pelaksanaan


kebijakan pemerintah

C. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan UU,

APBN, serta kebijakan pemerintah

D. Menyampaikan saran dan pendapat kepada Presiden

Jawaban: (C) -> Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan

UU, APBN serta kebijakan pemerintah.

Dewan Perwakilan

Visi:

Terwujudnya Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)

sebagai lembaga legislatif yang kuat, setara dan efektif dalam

memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah menuju masyarakat


Indonesia yang bermartabat, sejahtera, dan berkeadilan dalam wadah

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Misi:

Berdasarkan visi tersebut, rumusan misi DPD RI masa bakti 2004-2009,

disepakati sebagai berikut:

1. Memperjuangkan aspirasi rakyat dan daerah untuk mewujudkan

pemerataan pembangunan kesejahteraan rakyat dalam rangka

memperkukuh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

secara berkesinambungan.

2. Mendorong perhatian yang lebih besar dari pemerintah pusat

terhadap isu-isu penting di daerah

3. Memperjuangkan penguatan status DPD RI sebagai salah satu

badan legislatif dengan fungsi dan kewenangan penuh untuk

mengajukan usul, ikut membahas, memberikan pertimbangan,

dan melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-

undang, terutama yang menyangkut kepentingan daerah.

4. Meningkatkan fungsi dan wewenang DPD RI untuk memperkuat

sistem check and balance melalui amandemen Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.

5. Mengembangkan pola hubungan dan kerja sama yang sinergis

dan strategis dengan pemilik kepentingan utama di daerah dan

di pusat.

Anggota DPD dipilih dari setiap provinsi melalui pemilu setiap

provinsi jumlahnya sama dan jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih

dari 1/3 jumlah anggota DPR. DPD bersidang sedikitnya sekali dalam
setahun (Pasal 22C).

DPD memiliki hak untuk mengusulkan RUU kepada DPR dan turut

serta dalam proses pembahasannya, terutama yang terkait dengan

otonomi daerah, hubungan antara pemerintah pusat dan daerah,

pembentukan, pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan

sumber daya alam dan sumber daya ekonomi, serta yang menyangkut

perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain

itu, DPD juga memberikan pertimbangan terhadap RUU APBN yang

berhubungan dengan pajak, pendidikan, dan agama (Pasal 22D). DPD

memiliki kewenangan untuk melakukan pengawasan terhadap

implementasi UU yang proses usul dan pembahasannya berasal dari

DPD.

Sesuai dengan ketentuan Pasal 49 dan 50 Undang Undang

Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan MPR. DPR, DPD,

dan DPRD bahwa Anggota DPD mempunyai hak kewajiban sebagai

berikut:

Hak:

1. Menyampaikan usul dan pendapat.

2. Memilih dan membela diri

3. Imunitas.

4. Protokoler

5. Keuangan dan administratif.


6. Mengamalkan Pancasila.

7. Melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945 dan menaati segala peraturan

perundang-undangan.

8. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan

pemerintahan.

9. Mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan

keutuhan negara kesatuan Republik Indonesia;

10. Memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat;

11. Menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti

aspirasi masyarakat dan daerah;

12. Mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi,

kelompok, dan golongan.

13. Memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis

kepada pemilih dan daerah pemilihannya.

14. Menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPD

15. Menjaga etika dan norma adat daerah yang diwakilinya.

Kewajiban

Berkenaan dengan kewajiban tersebut, hal itu mempertegas fungsi

politik legislatif Anggota DPD RI yang meliputi representasi, legislasi dan

pengawasan yang didirikan oleh sifat kekuatan mandatnya dari rakyat

pemilih yaitu sifat "otoritatif" atau mandat rakyat kepada Anggota; di

samping itu ciri sifat ikatan atau "binding" yaitu ciri melekatnya
pemikiran dan langkah kerja Anggota DPD RI yang semata-mata

didasarkan pada kepentingan dan keberpihakan pada rakyat daerah.

Komisi Pemilihan Umum

Dalam rangka pelaksanaan Pemilik agar terselenggara sesuai

asas (luber jurdil), maka dibentuklah sebuah komisi pemilihan umum

yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri (Pasal 22E). KPU selain ada

ditingkat pusat, juga terdapat KPU daerah baik di provinsi maupun

kabupaten/kota.

Bank Sentral

Negara memiliki suatu bank sentral yang susunan, kedudukan,

kewenangan tanggung jawab, dan independensinya diatur dengan UU

(Pasal 23D).

Badan Pengawas Keuangan

Pasal 23 ayat (5) UUD Tahun 1945 mengatur tentang

pembentukan sebuah Badan Pemeriksa Keuangan yang peraturannya

harus diatur melalui Undang-Undang. Hasil pemeriksaan oleh Badan

Pemeriksa Keuangan ini harus disampaikan kepada Dewan Perwakilan

Rakyat. Selanjutnya, melalui Ketetapan No. X/MPRS/1966, Majelis

Permusyawaratan Rakyat Sementara (MPRS) mengembalikan


kedudukan dan fungsi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia

(BPK RI) ke posisi semula sebagai sebuah Lembaga Tinggi Negara.

Akibatnya, perlu dilakukan perubahan pada Undang-Undang yang

mengatur tugas BPK RI. Perubahan tersebut akhirnya diwujudkan pada

tahun 1971 dengan diterbitkannya Undang-Undang No. 5 Tahun 1971

tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Di dalam era Reformasi saat ini, Badan Pemeriksa Keuangan

(BPK) telah memperoleh dukungan konstitusional dari Majelis

Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia (MPR RI) dalam Sidang

Tahunan tahun 2002. Dukungan ini memperkuat posisi BPK RI sebagai

lembaga pemeriksa eksternal dalam bidang Keuangan Negara. Hal ini

diwujudkan melalui TAP MPR No.VI/MPR/2002 yang, antara lain, kembali

menegaskan peran Badan Pemeriksa Keuangan sebagai satu-

satunya lembaga pemeriksa eksternal keuangan negara dan

menekankan pentingnya perannya sebagai lembaga yang

independen dan profesional.

Demi memperkuat peran Badan Pemeriksa Keuangan Republik

Indonesia (BPK RI), aturan yang mengatur BPK RI dalam Undang-

Undang Dasar 1945 telah mengalami amandemen. Sebelum

amandemen tersebut, BPK RI hanya dijelaskan dalam satu ayat (Pasal

23 ayat 5) dalam UUD 1945. Namun, dalam Perubahan Ketiga UUD 1945,

peran BPK RI dikembangkan menjadi satu bab tersendiri (Bab VIII A)

dengan tiga pasal (Pasal 23E, 23F, dan 23G) serta tujuh ayat yang

mengatur secara lebih lengkap.


Untuk menunjang tugasnya, BPK RI didukung dengan seperangkat

Undang Undang di bidang Keuangan Negara, yaitu;

● UU No.17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara.

● UU No.1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara.

● UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan

Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Visi: Menjadi lembaga pemeriksa keuangan negara yang bebas,

mandiri, dan profesional serta berperan aktif dalam mewujudkan tata

kelola keuangan negara yang akuntabel dan transparan.

Misi: Memeriksa pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara

dalam rangka mendorong terwujudnya akuntabilitas dan transparansi

keuangan negara, serta berperan aktif dalam mewujudkan

pemerintah yang baik, bersih, dan transparan.

Tujuan Strategis

1. Mewujudkan BPK sebagai lembaga pemeriksa keuangan negara

yang independen dan professional.

2. BPK mengedepankan nilai-nilai independensi dan

profesionalisme dalam semua aspek tugasnya menuju

terwujudnya akuntabilitas dan transparansi pengelolaan

keuangan negara.

3. Memenuhi semua kebutuhan dan harapan pemilik kepentingan


BPK bertujuan memenuhi kebutuhan dan harapan pemilik

kepentingan, yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

(DPRD), dan masyarakat pada umumnya dengan menyediakan

informasi yang akurat dan tepat waktu kepada pemilik

kepentingan atas penggunaan, pengelolaan, keefektifan, dan

pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.

4. Mewujudkan BPK sebagai pusat regulator di bidang pemeriksaan

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.

5. BPK bertujuan menjadi pusat pengaturan di bidang pemeriksaan

atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang

berkekuatan hukum mengikat, yang berkaitan dengan

pelaksanaan tugas, wewenang dan fungsi BPK sebagaimana

ditetapkan dalam peraturan perundang undangan.

6. Mendorong terwujudnya tata kelola yang baik atas pengelolaan

dan tanggung jawab keuangan negara.

7. BPK bertujuan untuk mendorong peningkatan pengelolaan

keuangan negara dengan menetapkan standar yang efektif,

mengidentifikasi penyimpangan, meningkatkan sistem

pengendalian intern, menyampaikan temuan dan rekomendasi

kepada pemilik kepentingan dan menilai efektivitas tindak lanjut

hasil pemeriksaan.

Nilai-Nilai Dasar:

1. Independensi

BPK RI adalah lembaga negara yang independen di bidang


organisasi, legislasi, dan anggaran serta bebas dari pengaruh

lembaga negara lainnya.

2. Integritas

BPK RI menjunjung tinggi integritas dengan mewajibkan setiap

pemeriksa dalam melaksanakan tugasnya, menjunjung tinggi Kode

Etik Pemeriksa dan Standar Perilaku Profesional.

3. Profesionalisme

BPK RI melaksanakan tugas sesuai dengan standar

profesionalisme pemeriksaan keuangan negara, kode etik, dan nilai-

nilai kelembagaan organisasi.

Mahkamah Agung (MA)

Mahkamah Agung adalah lembaga tinggi negara dalam sistem

ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan

kehakiman bersama-sama dengan Mahkamah Konstitusi.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MA

adalah:

1. Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan

perundang-undangan di bawah Undang-Undang, dan

mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh Undang-

Undang.
2. Mengajukan 3 orang anggota Hakim Konstitusi.

3. Memberikan pertimbangan dalam hal Presiden memberi grasi

dan rehabilitasi.

Di Mahkamah Agung, terdapat maksimum 60 hakim agung.

Hakim agung bisa berasal dari dua jalur, yaitu sistem karier (dari

kalangan hakim) atau bukan dari sistem karier, seperti dari kalangan

profesi atau akademisi.

Calon hakim agung diajukan oleh Komisi Yudisial kepada Dewan

Perwakilan Rakyat, dan kemudian harus mendapatkan persetujuan

serta ditetapkan oleh Presiden sebagai hakim agung.

Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang berdiri sendiri

untuk menjalankan peradilan dengan tujuan menegakkan hukum dan

keadilan. Hal ini dilakukan oleh Mahkamah Agung (MA) dan badan

peradilan lain yang berada di bawahnya, yang meliputi peradilan

umum, agama, militer, tata usaha negara, dan Mahkamah Konstitusi,

seperti yang diatur dalam Pasal 24. MA memiliki kewenangan untuk

mengadili perkara kasasi dan menguji peraturan perundang-

undangan dengan dasar hukum yang ada di bawah Undang-Undang.

Untuk menjadi hakim agung, seseorang harus memiliki integritas

dan moral yang baik, bersikap adil, memiliki keahlian profesional, dan

memiliki pengalaman di bidang hukum. Calon hakim agung diusulkan

oleh Komisi Yudisial kepada Dewan Perwakilan Rakyat untuk

mendapatkan persetujuan, dan akhirnya ditetapkan oleh Presiden.

Ketua dan Wakil Ketua MA dipilih dari anggota Hakim Agung sesuai

dengan ketentuan dalam Pasal 24A.


Komisi Yudisial

Komisi Yudisial merupakan lembaga yang berdiri sendiri dan

memiliki kewenangan untuk mengajukan calon hakim agung serta

melaksanakan tugas lainnya yang bertujuan untuk menjaga dan

mempertahankan integritas, martabat, dan perilaku yang pantas dari

para hakim. Anggota komisi ini harus memiliki pengetahuan dan

pengalaman dalam bidang hukum, serta menjunjung tinggi integritas

dan karakter yang baik. Proses penunjukan dan pemberhentian

anggota komisi yudisial dilakukan oleh Presiden dengan persetujuan

dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sesuai dengan ketentuan dalam

Pasal 24B.
Mahkamah Konstitusi (MK)

Mahkamah Konstitusi (MK) adalah lembaga pemerintahan

tingkat tinggi dalam kerangka ketatanegaraan Indonesia yang

memiliki kekuasaan dalam bidang peradilan bersama dengan

Mahkamah Agung.

Sejarah pendirian MK dimulai dengan Perubahan Ketiga UUD

1945, yang mencakup Pasal 24 ayat (2), Pasal 24C, dan Pasal 7B, yang

disahkan pada tanggal 9 November 2001. Setelah disetujuinya

Perubahan Ketiga UUD 1945, sementara menunggu pembentukan MK,

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menugaskan Mahkamah

Agung untuk sementara waktu menjalankan fungsi MK, sesuai dengan

Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 hasil Perubahan Keempat.

Kemudian, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah

bersama-sama menyusun Rancangan Undang-Undang tentang

Mahkamah Konstitusi. Setelah melewati proses perdebatan dan

pembahasan yang mendalam, DPR dan Pemerintah mencapai

kesepakatan untuk mengesahkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun

2003 tentang Mahkamah Konstitusi pada tanggal 13 Agustus 2003, dan

undang-undang tersebut kemudian disahkan oleh Presiden pada hari

yang sama. Dua hari setelahnya, pada tanggal 15 Agustus 2003,

Presiden melantik para hakim konstitusi dalam upacara di Istana

Negara pada tanggal 16 Agustus 2003.

Kemudian, DPR dan Pemerintah bersama-sama merancang draf

Undang-Undang mengenai Mahkamah Konstitusi. Setelah melalui

serangkaian diskusi dan perdebatan yang mendalam, DPR dan


Pemerintah mencapai kesepakatan untuk menyetujui Undang-

Undang Nomor 24 Tahun 2003 mengenai Mahkamah Konstitusi pada

tanggal 13 Agustus 2003, dan undang-undang ini resmi disahkan oleh

Presiden pada hari yang sama. Dua hari setelahnya, yaitu pada

tanggal 15 Agustus 2003, Presiden mengambil sumpah jabatan dari

hakim-hakim konstitusi dalam upacara di Istana Negara, yang

berlangsung pada tanggal 16 Agustus 2003.

Menurut Undang-Undang Dasar 1945, kewajiban dan wewenang MK

adalah:

1. Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang

putusannya bersifat final untuk menguji Undang Undang

terhadap Undang-Undang Dasar memutus sengketa

kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan

oleh UUD 1945, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil Pemilihan Umum.

2. Wajib memberi putusan atas pendapat Dewan Perwakilan

Rakyat mengenai dugaan pelanggaran oleh Presiden dan atau

Wakil Presiden menurut UUD 1945.

Mahkamah Konstitusi (MK) terdiri dari sembilan Hakim Konstitusi

yang ditunjuk oleh Presiden. Hakim Konstitusi diajukan sebanyak tiga

orang oleh Mahkamah Agung, tiga orang oleh Dewan Perwakilan

Rakyat, dan tiga orang oleh Presiden. Masa jabatan seorang Hakim

Konstitusi adalah 5 tahun, dan mereka berhak untuk dipilih kembali

satu kali untuk masa jabatan berikutnya.

MK memiliki kewenangan untuk mengadili perkara pada tingkat


pertama dan terakhir, dan keputusan yang dihasilkan memiliki sifat

final dalam menguji kesesuaian undang-undang dengan UUD,

menyelesaikan sengketa kewenangan antara lembaga negara yang

kewenangannya diatur dalam UUD, serta memutuskan pembubaran

partai politik dan perselisihan hasil pemilu. MK juga diwajibkan untuk

memberikan putusan atas pendapat DPR terkait dugaan pelanggaran

oleh Presiden dan/atau Wakil Presiden sesuai dengan UUD.

MK memiliki sembilan anggota Hakim Konstitusi yang ditunjuk

oleh Presiden. Masing-masing tiga orang diajukan oleh Mahkamah

Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Ketua dan Wakil Ketua

MK dipilih dari dan oleh anggota Hakim Konstitusi. Hakim Konstitusi

harus memenuhi kriteria integritas, kepribadian yang tidak tercela, sifat

adil, berjiwa negarawan, memiliki pengetahuan mendalam tentang

konstitusi dan tata negara, serta tidak boleh memiliki jabatan di

lembaga negara lainnya.

Presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif tertinggi dalam

negara. Kekuasaan legislatif ada di tangan DPR, sementara kekuasaan

yudikatif dijalankan oleh Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah

Konstitusi (MK). Selain lembaga-lembaga negara yang disebutkan di

atas, ada juga lembaga-lembaga negara lain yang memiliki peran

penting dalam menjalankan pemerintahan dan memiliki kedudukan

yang setara. Salah satu dari lembaga-lembaga tersebut adalah

Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang memiliki kewenangan

untuk mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD).

Selain itu, ada juga Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), yang


bertanggung jawab atas pelaksanaan pemeriksaan keuangan negara,

dan Dewan Perwakilan Daerah (DPD), yang, meskipun tidak memiliki

kekuasaan legislatif, tetapi memiliki peran dalam proses pembuatan

undang-undang sebagai mitra legislatif (co-legislator).

Bahasa Indonesia

Kalimat

Kalimat adalah unit terkecil dalam sebuah ujaran atau teks yang

mengandung makna yang lengkap. Ketika disampaikan secara lisan,

kalimat seringkali didahului oleh intonasi awal, dihentikan oleh jeda,

dan diakhiri dengan intonasi yang menandakan selesainya kalimat

tersebut.

Di dalam penulisan, sebuah kalimat biasanya dimulai dengan

huruf besar dan diakhiri dengan salah satu dari tiga tanda baca: titik

(.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!). Untuk membentuk kalimat yang

sempurna, setidaknya terdapat tiga elemen utama yang ada, yaitu

Subjek-Predikat-Objek.
Kategori dan Fungsi

1. Subjek atau Pokok Kalimat: Subjek adalah bagian yang

diterangkan dalam kalimat.

Ciri-ciri Subjek:

● Merupakan kelompok kata benda atau yang dibendakan

● Menjadi inti atau pokok kalimat

● Dijelaskan oleh bagian lainnya

● Menjadi jawaban dari pertanyaan “apa” dan “siapa”

● Disertai dengan kata “itu”

● Untuk kalimat pasif, keberadaan subjek ditandai dengan kata

“bahwa”

● Subjek dalam kalimat dapat ditandai dengan menambahkan

kata penghubung “yang”

● Tidak didahului oleh kata depan (dari, dalam, di, ke, kepada,

pada)

Contoh: Hewan itu makan

Penjelasan: Kata hewan merupakan bagian yang diterangkan dalam

kalimat. Sedangkan kata makan merupakan bagian yang

menerangkan atau keterangan dari kata sebelumnya.

2. Predikat

Predikat adalah elemen penting dalam suatu kalimat yang

memberikan informasi tentang karakteristik atau tindakan yang

dilakukan oleh subjek.

Ciri-ciri predikat:
● Menjelaskan subjek

● Bisa berjenis kata benda, kata kerja, kata sifat, kata bilangan, dan

kata depan

● Merupakan jawaban dari pertanyaan “mengapa”, “bagaimana”,

dan “kenapa”

● Ditandai dengan kata adalah atau ialah yang digunakan jika

subjek kalimat berupa unsur yang panjang dan tidak ada

pembatasan yang jelas antara subjek dan pelengkap

● Untuk predikat yang berjenis kata kerja dan kata sifat, dapat

diingkarkan dengan kata tidak dan bukan

● Predikat kalimat yang berupa verba dan adjektiva dapat disertai

kata-kata aspek (telah, sudah, sedang, belum, dan akan) yang

diletakkan di depan verba atau adjektiva. Kalimat yang

subjeknya berupa nomina bernyawa akan diikuti predikat yang

berupa modalitas (ingin, hendak, mau).

Contoh: Andi adalah orang yang sangat baik

Penjelasan: Kata sangat baik adalah kata yang menerangkan subjek

(Andi)

3. Objek

Objek adalah bagian dari predikat yang memiliki hubungan erat

satu sama lain dan tidak dapat dipisahkan kecuali jika mengalami

perubahan bentuk atau makna.

Ciri-ciri objek:

● Berada di belakang predikat


● Dapat menjadi subjek kalimat pasif, ditandai dengan

perubahan bentuk verba predikatnya

● Tidak didahului preposisi

● Didahului dengan kata bahwa

Contoh: Pilot itu akhirnya bisa menerbangkan pesawat

Penjelasan: Kata pesawat merupakan Objek dari kedua kalimat di

atas dan tidak dapat dipisahkan dengan predikatnya.

4. Pelengkap: Pelengkap dan Objek memiliki kesamaan, di antara

lain:

● Bersifat wajib ada karena berfungsi sebagai pelengkap makna

Predikat

● Berada di belakang predikat

● Tidak didahului preposisi

Perbedaan terletak pada penggunaannya dalam kalimat pasif.

Di dalam kalimat pasif, pelengkap tidak dapat berperan sebagai

subjek, sementara objek dapat berperan sebagai subjek dalam kalimat

pasif.

Ciri-Ciri Pelengkap:

● Berada di belakang predikat, namun bisa disisipi oleh Objek.

(Misal -> Dewa mengirimi saya pesan -> pesan merupakan


pelengkap dan saya sebagai objek)

● Tidak didahului preposisi

Contoh: Dewa membelikan Sodichin komputer baru

Penjelasan: Kata komputer baru berfungsi sebagai pelengkap dari

objek dan predikat kedua kalimat di atas

Keterangan

Keterangan adalah bagian dari predikat dalam kalimat yang

berperan sebagai tambahan, dan jika dihilangkan, tidak akan

mengubah makna kalimat tersebut.

Ciri-ciri keterangan:

● Bukan unsur utama

● Tidak terikat oleh posisi dalam kalimat, bisa di awal, tengah atau

akhir kalimat

Contoh: Karyawan yang tidak menuntaskan KPI-nya maka tidak akan

dilanjutkan kontraknya
Penjelasan: kata tidak menuntaskan KPI-nya merupakan keterangan

dari subjek dan objek kedua kalimat di atas

Pembagian Kalimat Berdasarkan Maknanya

1. Kalimat Deklaratif adalah kalimat yang berisikan pemberitahuan

suatu informasi tertentu kepada pembaca atau pendengar:

Ciri-ciri kalimat deklaratif:

● Terdapat informasi mengenai suatu hal

● Memiliki intonasi netral

● Tidak ada tanggapan dari luar

● Diawali dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik

Contoh: Hujan turun dengan deras di luar.

2. Kalimat imperatif adalah kalimat yang berisi perintah untuk

melakukan suatu pekerjaan

Ciri-ciri kalimat imperatif:

● Berisi perintah untuk melakukan suatu pekerjaan

● Intonasi naik

● Tanggapan dalam bentuk perbuatan

● Diakhiri dengan tanda seru

Contoh: Tutup pintunya dengan rapat!

3. Kalimat interogatif adalah kalimat yang berisi pertanyaan

kepada seseorang. Kalimat tanya dibagi menjadi dua jenis,

kalimat tanya total yang dijawab dengan ya dan tidak, dan


kalimat tanya parsial, yaitu kalimat tanya yang jawabannya

ditentukan dengan bentuk kalimat tanya

Ciri-ciri kalimat tanya:

● Berisi pertanyaan mengenai sesuatu

● Tanggapan berupa jawaban atas pertanyaan

● Diakhiri dengan tanda tanya

Contoh: Sudahkah kamu makan hari ini?

4. Kalimat interjektif adalah kalimat yang mengungkapkan

kekaguman

Contoh: Wajah wanita itu akan terus terngiang di kepalaku!

Wacana

Wacana merujuk pada urutan kata-kata, kalimat, atau paragraf dalam

suatu teks yang membentuk tulisan yang lebih panjang. Wacana ini

berisi ide atau informasi yang saling terhubung dan disusun untuk

mengkomunikasikan pesan kepada pembaca atau pendengar

dengan tujuan tertentu.

Umumnya, wacana memiliki struktur yang teratur, termasuk bagian

awal, pengembangan, dan kesimpulan, yang membantu

menyampaikan pesan atau informasi dengan jelas dan logis. Dalam

penulisan formal, wacana juga harus mengikuti tata bahasa dan

kaidah penulisan yang benar agar mudah dimengerti oleh pembaca.

1. Berdasarkan tujuan penulisan paragraf tersebut, paragraf


terbagi menjadi lima macam, yaitu:

● Narasi

● Deskripsi

● Persuasi

● Eksposisi

● Argumentasi

2. Berdasarkan kalimat utamanya, paragraf terbagi menjadi

empat macam, yaitu:

● Paragraf proses

● Paragraf campuran

● Paragraf deduktif

● Paragraf induktif

3. Berdasarkan pola pengembangan kalimatnya, paragraf terbagi

menjadi sembilan, yaitu:

● Paragraf definisi

● Paragraf perincian

● Paragraf sebab-akibat (dan sebaliknya)

● Paragraf klasifikasi

● Paragraf perbandingan

● Paragraf pertentangan

● Paragraf analisis

● Paragraf generalisasi

● Paragraf analogi

4. Jenis paragraf dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu pembuka,


isi, dan penutup. Pembuka paragraf berfungsi sebagai

pengantar untuk memperkenalkan topik yang akan dibahas

dalam bagian isi. Bagian isi berperan sebagai penghubung untuk

secara rinci dan jelas menguraikan pokok permasalahan.

Sementara itu, bagian penutup berfungsi untuk mengakhiri

penjelasan yang telah diberikan dan bisa berfungsi sebagai

kesimpulan atau penegasan kembali dari apa yang telah

disampaikan sebelumnya.

5. Sifat paragraf dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu paragraf

kohesi yang menunjukkan adanya hubungan logis antara

kalimat-kalimat dalam paragraf untuk membangun gagasan

utama, dan paragraf koherensi yang menggambarkan

hubungan logis antar kalimat dalam paragraf itu sendiri.

6. Jika dilihat dari kelengkapan, paragraf dapat dibedakan menjadi

dua jenis, yaitu paragraf yang hanya memiliki satu gagasan

pokok dan paragraf yang memiliki dua atau lebih gagasan pokok

dalamnya.

7. Dilihat dari fungsinya, paragraf dapat diklasifikasikan menjadi

dua tipe, yakni paragraf yang berfungsi sebagai indikator awal

topik baru dan paragraf yang bertujuan untuk mengembangkan

topik yang telah diperkenalkan sebelumnya.

Bagian-Bagian Paragraf

1. Gagasan utama, juga dikenal sebagai ide pokok atau inti dari
suatu teks atau paragraf, merupakan konsep sentral yang

menjadi landasan untuk mengembangkan isi teks tersebut.

Caranya dengan:

● Pikiran utama berada dalam kalimat utama

● Jika berupa kalimat majemuk, pikiran utama berada dalam

induk kalimat (S+P)

2. Kalimat utama adalah kalimat yang menjadi landasan

pengembangan paragraf dan berperan sebagai sintesis dari

gagasan pokok serta mewakili kalimat-kalimat lain dalam

paragraf tersebut.

● Kalimatnya bersifat umum

● Kalimat dijelaskan oleh kalimat lain

● Kata kuncinya selalu diulang-ulang baik secara langsung atau

dengan kata ganti (dia, itu, -nya dan lain-lain)

3. Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan

lebih detail mengenai kalimat utama. Paragraf, berdasarkan

posisi pikiran utama atau kalimat utamanya, dapat dibagi

menjadi:

● Paragraf deduktif adalah paragraf yang ditandai dengan kalimat

utama berada di awal paragraf

● Paragraf induktif adalah paragraf yang kalimat utamanya

berada di akhir paragraf

● Paragraf campuran adalah paragraf yang ditandai dengan


kalimat utama yang berada di awal dan akhir paragraf.

Paragraf yang baik memiliki beberapa syarat:

● Apabila kalimat-kalimat penyusunanya mendukung satu hal

atau tema tertentu saja

● Kelengkapan, apabila dibangun oleh beberapa kalimat penjelas

dan satu kalimat utama

● Kepadun, apabila semua kalimat pembentuk paragraf saling

terkait satu sama lain untuk membentuk paragraf yang padu

● Variasi, apabila ada variasi antar kalimat pembentuknya dari

struktur kalimat, bentuk kata, maupun pilihan diksi yang

digunakan

Syarat-Syarat Paragraf yang Baik

1. Memiliki kesatuan

2. Semua kalimat yang ada dalam paragraf hanya mengandung

satu pikiran utama

3. Kepaduan (setiap kalimat yang ada dalam paragraf saling

berhubungan)

Isi paragraf

1. Memahami konten dari suatu paragraf berarti memiliki

pemahaman yang akurat tentang semua informasi yang

terdapat dalam paragraf tersebut. Ini dapat membantu

mengidentifikasi kalimat utama dan kalimat penjelasan dalam


paragraf.

2. Fakta dan opini

a. Fakta adalah suatu pernyataan mengenai situasi atau

kejadian yang merupakan kenyataan yang sebenarnya

terjadi.

b. Opini adalah pandangan, pemikiran, ide, atau pendapat

mengenai suatu subjek. Opini dapat berisi informasi,

rekomendasi, evaluasi, tanggapan, aspirasi, saran, atau

ajakan terkait dengan topik tertentu.

Macam-Macam bentuk Soal Memahami Isi Paragraf

1. Soal ingatan:

Soal ingatan akan menanyakan fakta-fakta atau informasi

sederhana yang ada di dalam teks.

2. Soal pemahaman:

Soal pemahaman berfokus pada ide pokok, gagasan, tema dan

makna istilah.

3. Soal penerapan:

Soal penerapan berfokus pada pola atau gagasan umum yang

akan diterapkan dalam situasi yang berbeda dari teks kutipan.

4. Soal analisis:

Soal analisis mendalami telaah fungsi bagian-bagian yang


membangun teks.

5. Soal sintesis

Soal sintesis berfokus pada menyusun kembali dan membuat

struktur baru berdasarkan kutipan teks.

6. Soal evaluasi:

Soal evaluasi memprediksi metode yang dilakukan penulis teks

kutipan dalam mengembangkan teks.

Bagian-Bagian Wacana

1. Tema -> adalah pokok permasalahan sebuah cerita, gagasan

sentral atau dasar cerita.

Terdapat dua jenis tema, di antara lainnya:

a. Tema pendek, terdiri dari kata atau frasa

b. Tema panjang, bentuk kalimat yang bersifat umum

2. Topik -> Topik adalah pokok utama dari semua informasi yang

ingin disampaikan kepada pembaca dalam sebuah tulisan.

Biasanya, topik hanya terdiri dari satu atau dua kata.

3. Judul -> Identitas dan esensi dari seluruh karya tulis yang bersifat

menggambarkan diri, menarik perhatian, dan kadang-kadang

menentukan lokasi.
Rangkuman dan Simpulan

1. Ringkasan -> Merupakan ringkasan dari teks pendek yang

mempertahankan urutan isi dan sudut pandang asli tanpa

mengubah struktur wacana.

2. Simpulan -> merupakan kalimat hasil dari menyimpulkan.

Jenis Wacana

1. Naratif

● Wacana naratif:

Wacana naratif bertujuan untuk menarik perhatian pembaca

atau pendengar melalui pengisahan cerita.

● Rekon:

Rekon memiliki tujuan untuk mengisahkan peristiwa atau

serangkaian peristiwa yang terjadi di masa lampau.

● Anekdot atau spoof:

Anekdot atau spoof bertujuan untuk membuat audiens terhibur

karena mengandung unsur humor.

● Item berita:
Item berita bertujuan untuk menyediakan informasi kepada

pembaca atau pendengar mengenai peristiwa-peristiwa yang penting

dan memang layak untuk diberitakan.

2. Deskriptif

● Deskriptif:

Deskriptif bertujuan untuk memberikan penjelasan secara

mendetail mengenai seseorang, tempat, atau objek tertentu.

● Prosedur:

Prosedur bertujuan untuk memberikan panduan kepada audiens agar

mereka dapat memahami dan mengikuti langkah-langkah suatu

proses hingga mencapai hasil yang diinginkan.

● Report:

Report Bertujuan untuk menyajikan informasi secara objektif

tanpa penyimpangan atau penilaian. Informasi ini seringkali diperoleh

melalui pengamatan dan analisis yang dilakukan dengan metode

yang sistematis.

● Eksplanasi:

Eksplanasi bertujuan untuk memberikan penjelasan tentang

bagaimana suatu fenomena alam atau sosial terjadi secara alami

atau secara meyakinkan.

3. Kelompok wacana argumentatif

● Eksposisi analitik:

Eksposisi analitik bertujuan mengungkapkan pada pembaca


mengenai kepentingan dari suatu hal

● Eksposisi hortatorik:

Eksposisi hortatorik memiliki tujuan dari argumen persuasif

adalah untuk membujuk pembaca agar setuju atau mempercayai

bahwa suatu tindakan harus diambil atau dihindari.

● Diskusi:

Diskusi dimaksudkan untuk menyampaikan informasi dan

pendapat mengenai isu tertentu dari dua sudut pandang yang

seimbang.

● Argumentatif:

Debat digunakan sebagai alat untuk menyampaikan wacana yang

memilih pihak yang akan didukung.

PUEBI

Tanda Titik

1. Tanda titik dipakai pada akhir kalimat pernyataan.

2. tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu

bagan, ikhtisar, atau daftar.

3. Tanda titik dipakai untuk memisahkan jam, menit dan detik yang

menunjukkan waktu atau jangka waktu.

4. Tanda titik dipakai dalam daftar pustaka di antara nama penulis,

tahun, judul tulisan (yang tidak berakhir dengan tanda tanya

atau tanda seru) dan tempat terbit.

5. Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau

kelipatannya yang menunjukkan jumlah.


Tanda Koma

1. Tanda koma digunakan untuk memisahkan elemen-elemen

dalam suatu penjelasan atau urutan.

2. Tanda koma digunakan sebelum kata penghubung seperti

"tetapi," "melainkan," dan "sedangkan" dalam kalimat majemuk

yang setara.

3. Tanda koma digunakan untuk memisahkan anak kalimat yang

mendahului kalimat utama.

4. Tanda koma digunakan setelah kata atau frasa penghubung

antara kalimat, seperti "oleh karena itu," "jadi," "dengan demikian,"

"sehubungan dengan itu," dan "meskipun demikian."

5. Tanda koma dapat ditempatkan sebelum dan/atau setelah kata

seru.

6. Tanda koma digunakan untuk memisahkan kutipan langsung

dari bagian lain dalam kalimat.

7. Tanda koma digunakan untuk memisahkan (a) nama dan

alamat, (b) bagian-bagian alamat, (c) tempat dan tanggal, dan

(d) nama tempat serta wilayah atau negara yang disusun

secara berurutan.

8. Tanda koma digunakan untuk memisahkan bagian nama yang

disusun ulang dalam daftar pustaka.

9. Tanda koma digunakan di antara elemen-elemen dalam

catatan kaki atau catatan akhir.

10. Tanda koma digunakan antara nama orang dan singkatan gelar

akademis yang mengikutinya, untuk membedakan gelar


tersebut dari singkatan nama pribadi, keluarga, atau marga.

11. Tanda koma digunakan sebelum angka desimal atau di antara

jumlah rupiah dan sen yang dinyatakan dalam bentuk angka.

12. Tanda koma digunakan untuk mengapit keterangan tambahan

atau keterangan aposisi.

13. Tanda koma dapat digunakan setelah keterangan yang terletak

di awal kalimat untuk mencegah adanya kesalahan pembacaan

atau interpretasi yang salah.

Tanda Titik Koma (;)

1. Tanda titik koma bisa digunakan menggantikan kata

penghubung untuk memisahkan kalimat setara satu dari yang

lain dalam kalimat majemuk.

2. Tanda titik koma digunakan pada akhir perincian yang terdiri dari

klausa.

3. Tanda titik koma digunakan untuk memisahkan bagian-bagian

pemerincian dalam kalimat yang sebelumnya telah

menggunakan tanda koma.

Tanda Titik Dua (:)

1. Tanda titik dua digunakan untuk menandai akhir pernyataan

lengkap yang diikuti oleh pemerincian atau penjelasan.


2. Tanda titik dua tidak digunakan jika perincian atau penjelasan

tersebut adalah bagian yang melengkapi pernyataan dan tidak

mengakhiri pernyataan itu sendiri.

3. Tanda titik dua ditempatkan setelah kata atau ungkapan yang

memerlukan pemerian.

4. Di dalam naskah drama, tanda titik dua digunakan setelah kata

yang mengidentifikasi pelaku dalam percakapan.

5. Tanda titik dua digunakan untuk memisahkan (a) jilid atau

nomor dan halaman, (b) surah dan ayat dalam kitab suci, (c)

judul dan subjudul dalam suatu karangan, dan (d) nama kota

dan penerbit dalam daftar pustaka.

Tanda Hubung (-)

1. Tanda hubung digunakan untuk menunjukkan pemisahan pada

bagian kata yang terputus oleh perubahan baris.

2. Tanda hubung digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur

dalam kata yang diulang.

3. Tanda hubung digunakan untuk menghubungkan tanggal,

bulan, dan tahun yang dinyatakan dalam bentuk angka atau

untuk menghubungkan huruf-huruf yang dieja secara terpisah

dalam sebuah kata.

4. Tanda hubung dapat digunakan untuk memperjelas hubungan

antara bagian-bagian kata atau ungkapan.

5. Tanda hubung digunakan untuk menggabungkan.

6. Tanda hubung digunakan untuk menghubungkan unsur-unsur


dalam bahasa Indonesia dengan unsur-unsur dalam bahasa

daerah atau bahasa asing.

7. Tanda hubung digunakan untuk menandai bentuk terikat yang

menjadi objek perbincangan.

Tanda Pisah (—)

1. Tanda pisah bisa digunakan untuk mengatur penyisipan kata

atau frasa yang memberikan penjelasan tambahan di luar

struktur kalimat.

2. Tanda pisah juga dapat digunakan untuk memperjelas

keberadaan keterangan aposisi atau jenis keterangan lainnya.

3. Tanda pisah digunakan untuk memisahkan dua bilangan,

tanggal, atau tempat yang menunjukkan 'sampai dengan' atau

'sampai ke'.

Tanda Tanya (?)

1. Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

2. Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung untuk menyatakan

bagian kalimat yang diasingkan atau yang kurang dapat

dibuktikan kebenarannya.

Tanda Seru (!)

Tanda seru digunakan untuk menandai akhir dari ekspresi atau

pernyataan yang berupa seruan, perintah, atau perasaan yang sangat

kuat, seperti kekaguman, ketidakpercayaan, atau emosi.

Tanda Elipsis (...)


1. Tanda elipsis digunakan untuk mengindikasikan bahwa dalam

sebuah kalimat atau kutipan terdapat bagian yang telah

dihapus.

2. Tanda elipsis digunakan untuk mencatat percakapan yang tidak

sempurna dalam dialog.

Tanda Petik (“...”)

1. Tanda petik digunakan untuk membatasi kutipan langsung yang

diambil dari percakapan, tulisan, atau sumber lain.

2. Tanda petik digunakan untuk mencetak judul puisi, lagu, film,

acara televisi, artikel, naskah, atau bab buku yang digunakan

dalam suatu kalimat.

3. Tanda petik digunakan untuk mengapit istilah ilmiah yang

mungkin kurang dikenal atau kata-kata dengan makna khusus.

Tanda Petik Tunggal (‘...’)

1. Tanda petik tunggal digunakan untuk membatasi kutipan yang

ada dalam kutipan lain.

2. Tanda petik tunggal digunakan untuk menyajikan makna,

terjemahan, atau penjelasan dari kata atau ungkapan.

Tanda Kurung ( (...) )

1. Tanda kurung digunakan untuk memasukkan tambahan

keterangan atau penjelasan.

2. Tanda kurung digunakan untuk mengakomodasi keterangan

atau penjelasan yang tidak menjadi inti kalimat.

3. Tanda kurung digunakan untuk mencakup huruf atau kata yang


bisa diabaikan atau dimasukkan sesuai kebutuhan dalam teks.

4. Tanda kurung digunakan untuk mengelompokkan huruf atau

angka yang berfungsi sebagai penanda dalam penjelasan.

Tanda Kurung Siku ( [...] )

1. Tanda kurung siku digunakan untuk menyisipkan perbaikan atau

tambahan dalam naskah asli yang bukan hasil penulisan kita

sendiri.

2. Tanda kurung siku digunakan untuk mencakup keterangan

tambahan dalam kalimat penjelas yang terdapat dalam tanda

kurung.

Tanda Garis Miring (/)

1. Tanda garis miring digunakan dalam nomor surat, penomoran

alamat, dan untuk menandai rentang tahun yang melibatkan

dua tahun.

2. Tanda garis miring digunakan sebagai pengganti kata "dan,"

"atau," serta "setiap."

3. Tanda garis miring digunakan untuk mencakup atau

menghilangkan huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi

terhadap kesalahan atau kelebihan dalam naskah asli yang

bukan hasil penulisan kita sendiri.

Tanda Penyingkat (‘)

Tanda penyingkat atau apostrof digunakan untuk menandai

penghilangan sebagian dari kata atau angka tahun dalam situasi


tertentu.

Kalimat Empatik

Kalimat yang memberikan penegasan khusus kepada subjek:

1. Ditandai dengan tambahan partikel -lah pada subjek.

2. Adanya tambahan kata sambung di belakang subjek sehingga

berubah menjadi predikat.

Kalimat Efektif

Kalimat yang mematuhi aturan tata bahasa Indonesia dan

memiliki makna yang jelas, sehingga tidak menimbulkan keraguan

atau penafsiran ganda.

1. Terdiri dari dua elemen pembentuk (Subjek dan Predikat).

2. Menggunakan kata-kata atau frasa-frasa imbuhan yang sejajar

baik dalam fungsi maupun strukturnya.

3. Tertata dengan baik dan tidak berlebihan.

4. Hanya memiliki satu makna yang jelas.

5. Mudah dimengerti.

Kalimat Rancu

Kalimat yang kurang terstruktur dan tidak mengikuti aturan

bahasa Indonesia sehingga sulit dipahami memiliki ciri-ciri berikut:


1. Kurang jelas karena tidak mengikuti kaidah bahasa Indonesia.

2. Penggunaan preposisi yang tidak tepat.

3. Penempatan keterangan yang salah.

Kalimat Elips

Kalimat yang mengandung kesalahan atau memiliki kata-kata yang

bisa dihilangkan karena dianggap kalimat tersebut sudah lengkap.

Kalimat Kritik dan Saran

1. Kalimat kritik menyampaikan penilaian terhadap tindakan yang

akan atau sudah dilakukan.

2. Kalimat saran memberikan solusi untuk mengatasi

permasalahan.

Nasionalisme

Sejak kedatangan bangsa Eropa, seperti Portugis, Spanyol, dan

Belanda pada tahun 1596, semangat nasionalisme di kalangan

pemuda semakin tumbuh dan tercermin dalam gerakan perjuangan

yang terkoordinasi.

Beberapa organisasi yang muncul pada masa kebangkitan nasional di

antaranya:

Budi Utomo

● Budi Utomo (20 Mei 1908) didirikan oleh Dr. Soetomo dan para

mahasiswa STOVIA di Jakarta dengan ketuanya Dr. Wahidin

Soedirohusodo

Budi Utomo adalah organisasi yang sangat penting dalam

sejarah pergerakan nasional Indonesia. Organisasi ini didirikan pada


tanggal 20 Mei 1908 oleh sekelompok pemuda Indonesia yang

terinspirasi oleh semangat nasionalisme dan keinginan untuk

memajukan budaya dan pendidikan bangsa. Pendirian Budi Utomo

menjadi tonggak awal dalam perjuangan Indonesia untuk mencapai

kemerdekaan dari penjajahan Belanda.

Tujuan utama dari Budi Utomo adalah memperjuangkan hak-

hak politik, ekonomi, dan sosial bangsa Indonesia, serta

mempromosikan kebangsaan dan kebudayaan Indonesia. Organisasi

ini juga bertujuan untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia dan

mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Sebagai organisasi yang aktif dalam melawan penjajahan

Belanda, Budi Utomo juga memiliki peran penting dalam

mempersatukan berbagai kelompok etnis di Indonesia menjadi satu

kesatuan nasional. Pada perkembangannya, Budi Utomo

bertransformasi menjadi organisasi yang lebih politis dan menjadi

cikal bakal berdirinya organisasi-organisasi pergerakan nasional

lainnya, seperti Sarekat Islam.

Budi Utomo menciptakan dasar-dasar perjuangan nasional

yang menjadi inspirasi bagi gerakan kemerdekaan Indonesia

selanjutnya. Organisasi ini memainkan peran penting dalam

membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan rakyat Indonesia

dan membantu membentuk kesadaran akan pentingnya

kemerdekaan.

Sarekat Dagang Islam (SDI)


● Sarekat Dagang Islam (SDI) diketuai oleh H. Samanhudi pada

1909

Sarekat Dagang Islam (SDI) adalah salah satu organisasi awal

yang memiliki dampak signifikan dalam sejarah pergerakan nasional

di Indonesia. Organisasi ini didirikan pada tahun 1909 dan memiliki akar

dalam gerakan ekonomi pedagang dan pengusaha pribumi,

khususnya di Jawa.

Pendirian: SDI didirikan pada tanggal 8 Mei 1909 di Surabaya oleh

sekelompok pedagang dan pengusaha pribumi, terutama yang

beragama Islam. Salah satu tokoh utama dalam pendiriannya adalah

Haji Samanhudi.

Tujuan: Organisasi ini awalnya didirikan sebagai wadah untuk

melindungi kepentingan ekonomi para pedagang dan pengusaha

pribumi yang merasa terpinggirkan oleh dominasi ekonomi Belanda

dan Cina. SDI juga berusaha untuk mengembangkan usaha-usaha

ekonomi Islam di kalangan anggotanya.

Ekonomi dan Sosial: SDI memiliki fokus utama pada isu-isu

ekonomi dan sosial. Mereka berupaya untuk mengatasi masalah

seperti persaingan yang tidak seimbang dengan pedagang Cina,

rendahnya harga hasil bumi yang merugikan petani pribumi, serta

pemungutan pajak yang memberatkan rakyat. SDI juga berupaya

memperbaiki kondisi sosial ekonomi anggotanya melalui koperasi.

Pertumbuhan dan Peran: SDI tumbuh pesat dan menjadi salah

satu organisasi terbesar pada masanya di Hindia Belanda. Organisasi

ini tidak hanya berperan dalam isu ekonomi, tetapi juga memainkan
peran dalam pergerakan sosial dan politik, serta menyebarkan

semangat nasionalisme di kalangan anggotanya.

Transformasi: Seiring berjalannya waktu, SDI mengalami

transformasi menjadi organisasi politik yang lebih terlibat dalam

perjuangan politik dan nasionalisme. Organisasi ini berkembang

menjadi kekuatan politik yang signifikan dalam pergerakan

kemerdekaan Indonesia.

Sarekat Dagang Islam membantu mempersatukan kelompok

sosial dan etnis di Indonesia, dan peranannya membangun semangat

nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajahan Belanda penting

dalam perjalanan menuju kemerdekaan Indonesia.

Sarekat Islam (SI)

● Sarekat Islam (SI) merupakan SDI dengan ketuanya HOS

Tjokroaminoto pada 1911

Sarekat Islam (SI) adalah salah satu organisasi yang memiliki

dampak besar dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia.

Organisasi ini didirikan pada tahun 1911 dan merupakan kelanjutan dari

Sarekat Dagang Islam (SDI) yang sudah ada sejak tahun 1909.

Pendirian: SI didirikan pada tanggal 1 Maret 1911 di Surabaya, Jawa

Timur. Organisasi ini merupakan evolusi dari Sarekat Dagang Islam

(SDI), yang awalnya berfokus pada isu-isu ekonomi pedagang dan

pengusaha pribumi.

Pemimpin: Salah satu tokoh utama dalam pendirian SI adalah

Haji Samanhudi, yang juga merupakan tokoh penting dalam SDI. Haji

Samanhudi dan sejumlah tokoh lainnya memutuskan untuk


mengubah SDI menjadi Sarekat Islam dengan visi yang lebih luas,

termasuk perjuangan politik dan nasionalisme.

Tujuan: SI berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak

ekonomi, sosial, dan politik bangsa Indonesia. Mereka menentang

penindasan dan eksploitasi oleh pemerintah kolonial Belanda serta

mendukung pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat pribumi.

Organisasi: SI memiliki struktur organisasi yang terdiri dari

cabang-cabang di berbagai daerah di Hindia Belanda. Organisasi ini

menjadi sangat besar dan memiliki banyak anggota yang aktif dalam

perjuangan nasional.

Peran Politik: SI mengambil peran yang semakin aktif dalam

politik Indonesia. Mereka menjadi salah satu pemimpin pergerakan

nasionalis yang melawan penjajahan Belanda dan menyuarakan

aspirasi kemerdekaan Indonesia. SI juga memiliki hubungan dengan

organisasi-organisasi lain yang memiliki visi serupa.

Perubahan Pemimpin: Setelah Haji Samanhudi, SI dipimpin oleh

beberapa tokoh penting lainnya seperti Tjokroaminoto dan Soekarno.

Kepemimpinan ini membawa SI menjadi semakin berperan dalam

perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Sarekat Islam adalah salah satu organisasi awal yang

memainkan peran penting dalam menggerakkan semangat

nasionalisme dan perlawanan terhadap penjajahan Belanda.

Perkembangannya menjadi organisasi politik yang kuat menjadi cikal

bakal perjuangan kemerdekaan Indonesia pada masa mendatang.


Muhammadiyah Yogyakarta

● Muhammadiyah di Yogyakarta yang didirikan oleh KH Ahmad

Dahlan pada 1912

Muhammadiyah adalah salah satu organisasi Islam terbesar

dan terpenting di Indonesia, dan organisasi ini didirikan oleh KH Ahmad

Dahlan pada tahun 1912 di Yogyakarta, Jawa Tengah.

Pendirian: Organisasi Muhammadiyah didirikan pada tanggal 18

November 1912 oleh KH Ahmad Dahlan, seorang ulama dan pendidik

Islam yang berasal dari Yogyakarta. Pendiriannya dipicu oleh

keprihatinan atas kondisi sosial dan keagamaan masyarakat pribumi

yang saat itu sering mengalami ketertinggalan dalam berbagai

bidang.

Tujuan: Muhammadiyah memiliki beberapa tujuan utama,

antara lain:

● Memurnikan ajaran Islam dari berbagai praktik bid'ah dan

kepercayaan tradisional yang dianggap tidak sesuai

dengan ajaran Islam yang murni.

● Meningkatkan pendidikan Islam dan memerangi buta

huruf di kalangan umat Muslim.

● Memperjuangkan perbaikan sosial, ekonomi, dan

kesejahteraan masyarakat Muslim, termasuk melalui

kegiatan amal usaha seperti koperasi dan perawatan

kesehatan.

● Membangkitkan semangat nasionalisme dan perjuangan

melawan penjajahan kolonial Belanda.


Pendidikan: Salah satu fokus utama Muhammadiyah adalah

pendidikan. Organisasi ini mendirikan sekolah-sekolah Islam yang

berorientasi pada pendidikan agama dan karakter, serta membuka

peluang pendidikan untuk anak-anak pribumi yang sebelumnya sulit

mendapatkan pendidikan formal.

Kesehatan dan Kesejahteraan: Muhammadiyah juga terlibat

dalam pelayanan kesehatan dan sosial. Mereka mendirikan rumah

sakit, pusat kesehatan, dan yayasan sosial untuk membantu

masyarakat yang membutuhkan.

Aktivitas Sosial dan Kemanusiaan: Organisasi ini turut aktif dalam

kegiatan amal sosial dan bantuan kemanusiaan. Mereka memberikan

bantuan kepada masyarakat yang terkena bencana alam dan kondisi

sulit.

Pemberdayaan Ekonomi: Muhammadiyah juga terlibat dalam

kegiatan ekonomi, seperti mendirikan koperasi untuk membantu

masyarakat pribumi meningkatkan taraf hidup mereka.

Muhammadiyah telah tumbuh menjadi organisasi Islam yang

besar dan memiliki jaringan yang luas di seluruh Indonesia. Selain

berperan dalam meningkatkan pendidikan, moral, dan kesejahteraan

umat Islam, Muhammadiyah juga memiliki peran penting dalam

pergerakan nasional Indonesia dan menyumbang pemikiran Islam

moderat dalam masyarakat Indonesia. Organisasi ini terus aktif hingga

saat ini dan berkontribusi dalam berbagai bidang di Indonesia.

Indische Partij
● Indische Partij yang didirikan oleh Douwes Dekker, Ki Hadjar

Dewantara dan Dr. Tjipto Mangunkusumo pada 1915

Indische Partij adalah organisasi politik yang berdiri pada tahun

1912 di Hindia Belanda (sekarang Indonesia) yang berjuang untuk hak-

hak politik dan sosial bagi penduduk pribumi. Namun, organisasi ini

juga memainkan peran dalam perkembangan nasionalisme

Indonesia.

Pendirian: Indische Partij didirikan pada tahun 1912 oleh seorang

pelajar pribumi bernama Douwes Dekker, yang lebih dikenal sebagai

"Setiabudi." Organisasi ini awalnya didirikan dengan nama "Indische

Bond" dan kemudian berganti nama menjadi "Indische Partij" pada

tahun 1913.

Tujuan: Tujuan utama Indische Partij adalah memperjuangkan

hak politik, sosial, dan ekonomi bagi penduduk pribumi di Hindia

Belanda. Mereka menuntut hak yang sama dengan penduduk

keturunan Belanda dan berjuang melawan diskriminasi rasial yang

diterapkan oleh pemerintah kolonial.

Penerbitan Majalah "Het Indie": Indische Partij mengeluarkan

majalah yang bernama "Het Indie" (Hindia) sebagai alat untuk

menyuarakan pandangan mereka. Melalui majalah ini, mereka

menyampaikan pemikiran-pemikiran politik dan sosial mereka kepada

masyarakat.

Kepemimpinan: Douwes Dekker, yang juga dikenal sebagai

Setiabudi, adalah salah satu tokoh utama dalam organisasi ini. Ia

merupakan seorang pelajar Hindia Belanda yang belajar di Eropa dan


terinspirasi oleh konsep-konsep nasionalisme dan kesetaraan yang

ditemui di sana.

Peran dalam Pergerakan Nasional: Indische Partij dapat

dianggap sebagai salah satu organisasi awal yang turut berperan

dalam perkembangan nasionalisme Indonesia. Walaupun organisasi

ini tidak mencapai kesuksesan besar dalam mencapai tujuannya,

namun ia membantu membangkitkan kesadaran politik di kalangan

penduduk pribumi dan membantu membentuk dasar-dasar

pergerakan nasional yang lebih besar.

Indische Partij akhirnya dibubarkan oleh pemerintah kolonial

pada tahun 1913 karena dianggap sebagai ancaman terhadap

stabilitas kolonial. Meskipun demikian, pengaruh organisasi ini dapat

dirasakan dalam perkembangan lebih lanjut dari pergerakan nasional

di Indonesia, yang kemudian menghasilkan organisasi-organisasi

seperti Sarekat Islam dan Partai Nasional Indonesia (PNI).

Indische Social Democratische Partij (ISDP)

● Indische Social Democratische Partij (ISDP) pada 1920. Bagian

dari SI berubah menjadi Partai Komunis Nasional Indonesia (PKI)

Indische Sociaal Democratische Partij (ISDP) adalah organisasi

politik yang didirikan pada tahun 1914 di Hindia Belanda (sekarang

Indonesia) dengan tujuan memperjuangkan hak-hak politik, sosial,

dan ekonomi bagi penduduk pribumi. Organisasi ini merupakan salah

satu langkah awal menuju pergerakan nasionalisme Indonesia.

Pendirian: ISDP didirikan pada tahun 1914 oleh sejumlah tokoh


intelektual pribumi yang terinspirasi oleh gagasan-gagasan sosialis

dan demokratis Eropa. Organisasi ini mencoba membawa perubahan

sosial dan politik di Hindia Belanda dengan cara yang lebih progresif.

Tujuan: ISDP memiliki sejumlah tujuan, termasuk:

● Menuntut hak politik dan kewarganegaraan bagi

penduduk pribumi Hindia Belanda.

● Memperjuangkan kesetaraan sosial dan ekonomi bagi

semua penduduk, tanpa memandang ras atau etnis.

● Mengakhiri diskriminasi rasial yang diterapkan oleh

pemerintah kolonial.

● Mempromosikan prinsip-prinsip demokrasi dan keadilan

sosial.

Penerbitan Majalah "Het Vrije Woord": ISDP mengeluarkan

majalah berbahasa Belanda yang bernama "Het Vrije Woord" (The Free

Word) sebagai alat untuk menyuarakan pandangan-pandangan

politik dan sosial mereka. Melalui majalah ini, mereka menyampaikan

pemikiran-pemikiran sosialis dan demokratis kepada masyarakat.

Kepemimpinan: Salah satu tokoh terkemuka dalam ISDP adalah

Henk Sneevliet, seorang Belanda yang aktif dalam pergerakan pekerja

di Hindia Belanda. Ia memainkan peran penting dalam organisasi ini

dan menjadi salah satu penggerak utama.

Konflik dengan Pemerintah Kolonial: ISDP tidak selalu disambut

baik oleh pemerintah kolonial Belanda. Organisasi ini seringkali

mengalami tekanan dan pengawasan dari pihak berwenang.

Pemerintah kolonial khawatir bahwa pandangan-pandangan radikal


yang dipromosikan oleh ISDP dapat mengancam stabilitas kolonial.

Pengaruh pada Pergerakan Nasional: ISDP mungkin tidak

memiliki pengaruh sebesar organisasi-organisasi nasionalis lainnya

seperti Sarekat Islam atau Partai Nasional Indonesia (PNI). Namun,

organisasi ini membantu membangkitkan kesadaran politik di

kalangan penduduk pribumi dan menyediakan wadah bagi mereka

yang ingin berjuang untuk hak-hak mereka.

Meskipun ISDP akhirnya dibubarkan oleh pemerintah kolonial,

peranannya dalam perkembangan pergerakan nasional di Indonesia

tetap penting. Organisasi ini membuka jalan bagi gagasan-gagasan

sosialis dan demokratis yang akan mempengaruhi perkembangan

lebih lanjut dari pergerakan nasional.

Jam’iyah Nahdlatul Ulama

● Jam’iyah Nahdlatul Ulama diketuai oleh KH. Hasyim Asy’ari di

Surabaya pada 1926

Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) adalah salah satu organisasi

Islam terbesar di Indonesia, didirikan pada tahun 1926. Ini adalah

organisasi yang berbasis di Jawa yang memiliki pengaruh yang sangat

kuat dalam urusan agama dan sosial di Indonesia.

Pendirian: NU didirikan oleh KH Hasyim Asy'ari pada tanggal 31

Januari 1926. KH Hasyim Asy'ari adalah seorang ulama yang

berpengaruh dan memiliki visi untuk menyatukan umat Islam

Indonesia di bawah payung organisasi yang kuat.

Latar Belakang: NU lahir sebagai respons terhadap perubahan

sosial, politik, dan agama yang terjadi di Hindia Belanda (sekarang


Indonesia) pada awal abad ke-20. Pada saat itu, Islam di Indonesia

mengalami transformasi signifikan, termasuk dalam bentuk

modernisasi dan reformasi agama. NU berupaya untuk menjaga dan

mempertahankan tradisi Islam tradisional, serta menghadapi

perubahan-perubahan ini.

Tujuan: NU didirikan dengan beberapa tujuan utama:

● Melestarikan ajaran Islam tradisional dan menghindari

pemikiran modernisasi yang dianggap sebagai ancaman

terhadap Islam tradisional.

● Mempromosikan pendidikan Islam yang kuat dan

menciptakan masyarakat Muslim yang taat dan berakhlak.

● Mendorong persatuan dan solidaritas umat Islam di

Indonesia.

Pengaruh: NU memiliki pengaruh yang sangat besar dalam

urusan Islam di Indonesia. Organisasi ini memiliki jutaan anggota dan

memiliki cabang di seluruh Indonesia. NU juga memiliki pendekatan

yang inklusif terhadap Islam, menerima berbagai tradisi dan praktik

agama, sehingga memungkinkan keragaman di dalam organisasi.

Pendidikan: NU mendirikan banyak pesantren (sekolah Islam

tradisional) di seluruh Indonesia. Pesantren NU memiliki peran penting

dalam pendidikan Islam dan pembentukan karakter di Indonesia.

Peran Sosial: Selain urusan agama, NU juga berperan dalam

bidang sosial. Organisasi ini terlibat dalam berbagai kegiatan

kemanusiaan, termasuk pemberian bantuan sosial kepada

masyarakat yang membutuhkan.


Politik: NU juga memiliki peran dalam politik Indonesia. Organisasi

ini terlibat dalam berbagai partai politik dan memiliki pengaruh dalam

pemilihan umum. NU juga mendukung berbagai inisiatif politik yang

sesuai dengan prinsip-prinsip dan nilai-nilai Islam yang mereka anut.

Keberlanjutan: NU tetap menjadi salah satu organisasi Islam

terkuat di Indonesia hingga saat ini. Pada tahun 1984, NU mendirikan

Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang menjadi salah satu partai

politik utama di Indonesia.

Jam'iyah Nahdlatul Ulama (NU) memiliki peran penting dalam

perkembangan Islam dan masyarakat di Indonesia. Organisasi ini

memainkan peran yang signifikan dalam memelihara ajaran Islam

tradisional, mendukung pendidikan Islam, dan berperan aktif dalam

berbagai aspek kehidupan masyarakat Indonesia.

Partai Nasional Indonesia (PNI)

● Partai Nasional Indonesia diketuai oleh Ir. Soekarno dengan

tujuan Indonesia merdeka pada 1927

Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah salah satu organisasi

politik tertua di Indonesia yang didirikan pada tahun 1927.

Pendirian: Partai Nasional Indonesia (PNI) didirikan pada tanggal

4 Juli 1927 di Bandung, Jawa Barat, oleh sekelompok pemuda yang

dipimpin oleh Soekarno. PNI didirikan sebagai respons terhadap

keinginan untuk mengkoordinasikan perjuangan nasional melawan

penjajahan Belanda yang semakin kuat dan meresahkan.

Latar Belakang: PNI lahir di tengah-tengah situasi politik yang

semakin memanas akibat penindasan dan penjajahan oleh


pemerintah kolonial Belanda. PNI bertujuan untuk mempersatukan

berbagai kelompok dan golongan dalam perjuangan kemerdekaan

Indonesia.

Tujuan: Tujuan utama PNI adalah meraih kemerdekaan

Indonesia dari penjajahan Belanda. PNI juga mempromosikan

nasionalisme Indonesia dan kemandirian politik, ekonomi, dan sosial.

Strategi Perjuangan: PNI menggunakan berbagai strategi

perjuangan, termasuk perlawanan non-kooperatif terhadap

pemerintah kolonial Belanda. Mereka mendukung aksi boikot terhadap

produk-produk Belanda, pemogokan, dan demonstrasi.

Pemimpin Utama: Soekarno adalah salah satu pemimpin utama

PNI dan menjadi salah satu tokoh kunci dalam perjuangan

kemerdekaan Indonesia. Ia kemudian menjadi Presiden pertama

Indonesia pada tahun 1945.

Pengaruh: Meskipun PNI menghadapi tekanan dan penindasan

dari pemerintah kolonial Belanda, organisasi ini terus berkembang dan

menjadi salah satu kekuatan politik utama dalam perjuangan

kemerdekaan Indonesia. PNI berhasil mendapatkan dukungan luas

dari berbagai lapisan masyarakat.

Penindasan dan Kehancuran: Pemerintah kolonial Belanda

berusaha keras untuk menghancurkan PNI dan menangkap para

pemimpinnya. Pada tahun 1930, PNI dinyatakan sebagai organisasi

ilegal oleh pemerintah kolonial, dan banyak anggota dan pemimpin

PNI ditangkap. Meskipun mengalami penindasan, semangat

perjuangan PNI tidak surut.


Pengaruh di Masa Depan: PNI berperan penting dalam

membentuk dasar-dasar ideologi dan politik Indonesia yang merdeka.

Setelah kemerdekaan pada tahun 1945, PNI terus berperan dalam

politik Indonesia dan menjadi salah satu partai politik yang

berpengaruh.

Partai Nasional Indonesia (PNI) adalah organisasi politik yang

berperan penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Meskipun mengalami cobaan dan penindasan, PNI mampu

memainkan peran penting dalam pembentukan negara Indonesia

yang merdeka.

Peristiwa Penting Pasca Kemerdekaan Republik Indonesia

Semangat nasionalisme kebangsaan nusantara mencapai puncaknya

pada 1928 yang ditandai dengan peristiwa Sumpah Pemuda. Kongres

Pemuda II pada 27-28 Oktober 1928 yang dihadiri oleh berbagai

organisasi kepemudaan, seperti PPPI, Jong Java, Jong Islamieten Bond,

Pemuda Indonesia, Jong Ambon, Jong Celebes, Jong Sumatranen

Bond, Jong Batak, dan Pemuda Kaum Betawi. Pencetus Sumpah

Pemuda adalah Perhimpunan Indonesia Netherland, Partai Nasional

Indonesia dan Pemuda Indonesia.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 merupakan

sebuah pernyataan nasionalisme sebagai bangsa yang merdeka,

berdaulat dan bersatu dalam wadah Negara Kesatuan Republik

Indonesia.

Beberapa peristiwa penting pasca kemerdekaan RI:


Perjanjian Linggarjati

Perjanjian Linggarjati adalah perjanjian yang ditandatangani

antara pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda pada tanggal

25 Maret 1947 di Linggarjati, Jawa Barat.

Prinsip Kesetaraan: Perjanjian Linggarjati mengakui bahwa

pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda adalah dua negara

yang berdiri setara. Hal ini merupakan prinsip dasar dalam

pembicaraan dan perundingan.

Batas Wilayah: Perjanjian ini mengakui bahwa batas-batas

wilayah Indonesia akan ditentukan dalam perundingan lebih lanjut

setelah perjanjian ini berlaku. Hal ini mencakup status wilayah Jawa,

Madura, dan Sumatra.

Kerjasama Ekonomi: Perjanjian Linggarjati mencakup komitmen

untuk menjalin kerja sama ekonomi antara Indonesia dan Belanda,

termasuk kerja sama dalam hal ekspor dan impor.

Pengakuan Kemerdekaan: Perjanjian ini mengakui hak Indonesia

untuk merdeka sebagai negara yang berdaulat, meskipun dengan

beberapa ketentuan seperti masalah batas wilayah yang belum

ditentukan secara rinci.

Perserikatan Bangsa-Bangsa: Perjanjian ini juga meminta

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengawasi pelaksanaan

perjanjian dan memberikan rekomendasi.

Meskipun perjanjian ini dianggap sebagai salah satu tonggak

awal dalam pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda, realitas

pelaksanaan perjanjian tersebut di lapangan menjadi sangat rumit.


Perbedaan pendapat antara kedua belah pihak tentang implementasi

perjanjian, terutama terkait dengan batas wilayah, memicu konflik

bersenjata yang dikenal sebagai Agresi Militer Belanda I (Operasi

Produk) yang dimulai pada 21 Juli 1947.

Perjanjian Linggarjati, meskipun sempat dihormati, tidak

mengakhiri konflik antara Indonesia dan Belanda. Konflik tersebut

berlanjut hingga tercapainya Perjanjian Renville pada tahun 1948, yang

kemudian diikuti oleh Perjanjian Roem-Royen pada tahun 1949 yang

mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh.

Perjanjian Renville

Perjanjian Renville, juga dikenal sebagai Perjanjian Kali Rantja

atau Perjanjian Renfrew, adalah perjanjian yang ditandatangani

antara pemerintah Republik Indonesia dan pemerintah Belanda pada

tanggal 17 Januari 1948 di atas kapal perang Amerika Serikat USS

Renville yang berlabuh di perairan Jawa Tengah.

Gencatan Senjata: Perjanjian Renville menyatakan gencatan

senjata antara pasukan Indonesia dan pasukan Belanda yang

berlangsung pada tanggal 1 Januari 1948. Ini mengakhiri fase pertama

Perang Kemerdekaan Indonesia melawan Belanda yang dimulai pada

tahun 1945.

Status Irian Barat: Perjanjian ini menentukan bahwa status politik

Irian Barat (kini Papua dan Papua Barat) akan ditentukan dalam satu

tahun setelah pembentukan pemerintahan federal Indonesia.

Sementara itu, Belanda akan tetap mengelola Irian Barat selama


proses penentuan status tersebut.

Pengakuan De facto: Meskipun perjanjian ini tidak secara eksplisit

mengakui kemerdekaan Indonesia, ia memberikan pengakuan de

facto terhadap pemerintahan Republik Indonesia dengan adanya

perjanjian tersebut.

Komisi Tiga Negara: Perjanjian ini juga menyebutkan

pembentukan Komisi Tiga Negara yang terdiri dari India, Amerika

Serikat, dan Australia untuk memfasilitasi penyelesaian masalah Irian

Barat.

Evakuasi dan Pemulangan Tawanan: Perjanjian Renville

menetapkan prosedur evakuasi dan pemulangan tawanan perang

serta perlindungan hak-hak warga negara Belanda yang berada di

Indonesia dan warga negara Indonesia yang berada di Belanda.

Perjanjian Renville berhasil menciptakan periode gencatan

senjata yang relatif damai dalam konflik antara Indonesia dan

Belanda. Namun, segera setelah perjanjian ini berlaku, ketegangan

antara kedua belah pihak muncul lagi, terutama terkait dengan

masalah Irian Barat. Hal ini akhirnya memicu konflik lebih lanjut yang

dikenal sebagai Perang Kemerdekaan Indonesia melawan Belanda

yang berlangsung hingga tercapainya Perjanjian Roem-Royen pada

tahun 1949, yang mengakui kemerdekaan Indonesia secara penuh.

Pendirian Pemerintahan Darurat Republik Indonesia

Pendirian Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (RI) di

Bukittinggi oleh Mr. Syarifudin Prawiranegara merupakan salah satu


langkah penting dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Keputusan ini diambil sebagai respons terhadap situasi politik yang

berkembang pada saat itu.

Pada pertengahan tahun 1948, situasi politik di Indonesia sangat

kacau akibat konflik antara Republik Indonesia dan Belanda. Perang

Kemerdekaan Indonesia melawan Belanda terus berlanjut, dan pada

saat itu terdapat dua pusat pemerintahan yang saling bersaing, yaitu

pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta dan pemerintahan

federal yang didukung oleh Belanda di Jakarta.

Wakil Presiden Moh. Hatta memimpin sidang kabinet Republik

Indonesia yang berlangsung di Jakarta. Dalam sidang tersebut, terjadi

perbedaan pandangan antara beberapa menteri, terutama terkait

dengan kebijakan politik yang harus diambil dalam menghadapi

pemerintahan federal yang ada di Jakarta.

Akibat perbedaan pandangan tersebut, Menteri Luar Negeri, Mr.

Syarifudin Prawiranegara, menyampaikan bahwa ia tidak setuju

dengan kebijakan yang diambil oleh pemerintahan di Jakarta. Ia

merasa bahwa pemerintahan federal yang didukung oleh Belanda

tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan Indonesia dan

berpotensi menjadi ancaman bagi kedaulatan Republik Indonesia.

Sebagai respons terhadap perbedaan pandangan ini, Mr.

Syarifudin Prawiranegara memutuskan untuk memproklamirkan

pembentukan Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Bukittinggi,

Sumatra Barat, pada tanggal 13 Desember 1948. Ia merasa bahwa

Bukittinggi, yang berada di luar kendali Belanda, adalah tempat yang


tepat untuk mendirikan pemerintahan alternatif yang dapat mewakili

semangat perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi ini memiliki misi untuk

mempertahankan kemerdekaan Indonesia, menggalang dukungan

internasional, dan menyatukan bangsa Indonesia. Mr. Syarifudin

Prawiranegara menjadi pemimpin pemerintahan ini.

Pendirian Pemerintahan Darurat RI di Bukittinggi mencerminkan

kerumitan situasi politik dan ketegangan yang melibatkan berbagai

kelompok dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. Konflik ini

akhirnya berujung pada perundingan-perundingan yang

menghasilkan kesepakatan, seperti Perjanjian Renville dan Perjanjian

Roem-Royen, yang akhirnya membawa Indonesia menuju

kemerdekaan penuh.

Konferensi Meja Bundar

Konferensi Meja Bundar adalah serangkaian perundingan

diplomatik yang berlangsung antara pemerintah Republik Indonesia

dan pemerintah Belanda dari 23 Agustus 1949 hingga 2 November 1949.

Konferensi ini diadakan di Gedung Roermond, Den Haag, Belanda, dan

dipandu oleh mediator dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), yakni

Dr. Van Royen dari Belanda dan Dr. Van Kleffens dari Indonesia.

Tujuan utama dari Konferensi Meja Bundar adalah mencari solusi

damai atas konflik yang telah berlangsung selama beberapa tahun

antara Republik Indonesia dan Belanda setelah Proklamasi

Kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945. Konflik tersebut mencapai


puncaknya dalam perang bersenjata yang disebut Agresi Militer

Belanda (Politionele Acties) yang dimulai pada tahun 1947.

Hasil utama yang dicapai dalam Konferensi Meja Bundar adalah

● Penentuan Batas Wilayah: Salah satu hasil utama

Konferensi Meja Bundar adalah kesepakatan tentang

batas wilayah antara Indonesia dan Belanda. Kesepakatan

ini mengakui bahwa wilayah Indonesia akan meliputi Jawa,

Sumatra, Kalimantan (Borneo), dan sebagian dari Sulawesi

dan Maluku. Papua (Irian) menjadi sengketa yang belum

terpecahkan pada saat itu dan diperkirakan akan

diputuskan pada masa depan.

● Pembentukan Negara Kesatuan: Konferensi Meja Bundar

mengakui pembentukan Negara Kesatuan Republik

Indonesia (NKRI) yang berdaulat dan merdeka. Hal ini

mengakhiri status federal yang diusung oleh Belanda dan

memberikan pengakuan internasional atas kedaulatan

Indonesia.

● Ganti Rugi: Kesepakatan juga mencakup masalah ganti

rugi yang akan diberikan oleh Belanda kepada Indonesia

sebagai kompensasi atas kerusakan dan penderitaan

yang terjadi selama konflik.

● Repatriasi Tawanan Perang: Konferensi Meja Bundar juga

mencakup pertukaran tawanan perang antara kedua

belah pihak.

● Pemilihan Pemerintahan Lokal: Kesepakatan tersebut juga


mengakui bahwa pemerintahan lokal di daerah-daerah

yang menjadi bagian Indonesia akan dikelola oleh

penduduk setempat dengan tetap berada dalam

kerangka NKRI.

● Perjanjian Renville Dicabut: Hasil Konferensi Meja Bundar

mencabut secara resmi Perjanjian Renville yang

sebelumnya dihasilkan dari perundingan-perundingan

sebelumnya.

Konferensi Meja Bundar dianggap sebagai tonggak sejarah yang

penting dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia karena mengakhiri

konflik bersenjata dengan Belanda dan membawa pengakuan

internasional atas kedaulatan Indonesia. Meskipun demikian, konflik

perbatasan dengan Belanda mengenai Papua Barat (Irian Jaya) tetap

berlanjut hingga beberapa tahun ke depan, dan masalah ini kemudian

diselesaikan dengan Perjanjian New York pada tahun 1962 dan Pepera

(Penentuan Pendapat Rakyat) pada tahun 1969.

Mosi Integral Natsir

Pada 3 April 1950, dalam suasana politik yang tegang dan

kompleks di Indonesia pasca-kemerdekaan, Menteri Luar Negeri

Indonesia, Mohammad Natsir, mengeluarkan Mosi Integral. Mosi

Integral Natsir adalah sebuah pernyataan politik yang memuat

tuntutan agar seluruh wilayah Indonesia yang dahulu dikuasai oleh

Belanda (termasuk wilayah Papua) harus menjadi bagian integral dari

Republik Indonesia. Mosi ini dipandang sebagai reaksi terhadap


tindakan Belanda yang berusaha memisahkan wilayah Papua dari

Indonesia.

Kedaulatan Penuh: Indonesia baru saja merdeka pada tahun

1945 dan berjuang untuk mengukuhkan kedaulatan penuhnya. Mosi

Integral Natsir adalah upaya untuk memastikan bahwa seluruh wilayah

yang dahulu dikuasai oleh Belanda menjadi bagian integral dari

negara Indonesia yang baru merdeka.

Penolakan Pembagian Wilayah: Belanda, pada saat itu, berusaha

untuk membagi Indonesia menjadi negara-negara federal, dengan

Papua (Irian) menjadi salah satu entitas terpisah. Mosi Integral Natsir

mengecam upaya ini dan menuntut bahwa seluruh wilayah Indonesia

harus tetap bersatu di bawah satu pemerintahan pusat.

Dukungan Internasional: Pernyataan Mosi Integral Natsir juga

bertujuan untuk memperoleh dukungan internasional atas klaim

Indonesia atas wilayah Papua. Meskipun saat itu belum ada

kesepakatan internasional yang mengakui Papua sebagai bagian dari

Indonesia, Mosi Integral mencoba menggarisbawahi klaim Indonesia

atas wilayah tersebut.

Kebangkitan Nasionalisme: Mosi ini mencerminkan semangat

nasionalisme yang kuat di kalangan pemimpin Indonesia dan

masyarakat pada saat itu. Mereka menganggap bahwa teritorial

kesatuan adalah esensi dari negara Indonesia yang merdeka.

Meskipun Mosi Integral Natsir menguatkan klaim Indonesia atas

Papua, masalah perbatasan Papua dengan Belanda tetap menjadi

sumber konflik dan ketegangan. Penyelesaian akhir terhadap status


Papua baru tercapai melalui Perjanjian New York pada tahun 1962 dan

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) pada tahun 1969, yang

mengakui Papua sebagai bagian integral dari Indonesia.

Upaya-Upaya Memisahkan Diri dari NKRI

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA)

Pemberontakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada 23

Januari 1950 adalah salah satu peristiwa penting dalam sejarah awal

kemerdekaan Indonesia yang terjadi di Bandung, Jawa Barat. Peristiwa

ini melibatkan kelompok APRA yang dipimpin oleh Kapten Raymond

Westerling, seorang perwira Belanda yang sebelumnya berdinas di

Indonesia.

Latar Belakang:

● Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun

1945, terjadi periode perang kemerdekaan yang

melibatkan berbagai pihak, termasuk pasukan Belanda.

● Raymond Westerling adalah seorang perwira Belanda

yang mendirikan kelompok militer APRA dengan tujuan

untuk mempertahankan kepentingan Belanda di

Indonesia.

Kedatangan APRA ke Bandung:

● Kelompok APRA mulai melancarkan aksi penumpasan

terhadap anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) yang

dituduh sebagai musuh Belanda.


● Mereka juga melancarkan serangan terhadap pos-pos

polisi dan militer.

Respon Pemerintah Republik Indonesia:

● Pemerintah Republik Indonesia yang dipimpin oleh

Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta

merespons dengan keras terhadap pemberontakan ini.

● Tentara Nasional Indonesia (TNI) dikirim untuk

menghadapi kelompok APRA.

Kekalahan APRA:

● Setelah beberapa hari pertempuran sengit, kelompok APRA

akhirnya dikalahkan oleh TNI dan dibubarkan.

● Kapten Raymond Westerling melarikan diri ke luar negeri.

Dampak:

● Pemberontakan APRA di Bandung menunjukkan usaha

terakhir Belanda untuk mempertahankan kendali atas

Indonesia.

● Kejadian ini juga mencerminkan ketegangan yang

berlangsung selama proses penarikan pasukan Belanda

dan pengakuan kedaulatan Indonesia.

● Pemberontakan ini mengukuhkan kedaulatan Indonesia di

Jawa Barat dan menandai berakhirnya peran militer

Belanda dalam upaya pengendalian di wilayah Indonesia.

Pemberontakan APRA di Bandung merupakan salah satu

peristiwa yang berkontribusi terhadap kesatuan dan integritas wilayah

Republik Indonesia pada awal tahun 1950.


Pemberontakan Andi Azis di Makassar

Pemberontakan Andi Azis di Makassar pada 5 April 1950 adalah

salah satu peristiwa pemberontakan yang terjadi setelah penyerahan

kedaulatan Indonesia oleh Belanda kepada Republik Indonesia Serikat

(RIS) berdasarkan Perjanjian Renville pada tanggal 27 Desember 1949.

Peristiwa ini melibatkan Andi Azis, seorang mantan pejabat Kolonial

Belanda yang berupaya untuk memisahkan Sulawesi Selatan dari RIS

dan memproklamasikan negara merdeka yang disebut "Republik

Celebes."

Latar Belakang:

● Pasca-Perjanjian Renville, Belanda menyerahkan

kedaulatan Indonesia kepada RIS yang merupakan salah

satu bagian dari negara federal dalam kerajaan Belanda.

● Pasca-Perjanjian Renville, Belanda menyerahkan

kedaulatan Indonesia kepada RIS yang merupakan salah

satu bagian dari negara federal dalam kerajaan Belanda.

Proklamasi Republik Celebes:

● Pada 5 April 1950, Andi Azis memproklamasikan berdirinya

"Republik Celebes" di Makassar.

● Ia menyatakan kemerdekaan Sulawesi Selatan dari RIS dan

menunjuk dirinya sebagai pemimpin.


Pertempuran di Makassar:

● Pemberontakan ini memicu pertempuran antara pasukan

Andi Azis dan pasukan RIS yang setia pada pemerintah

pusat.

● Pertempuran berlangsung selama beberapa hari dengan

berbagai pasukan terlibat.

Respon Pemerintah RIS:

● Pemerintah RIS yang dipimpin oleh Presiden Soekarno dan

Wakil Presiden Mohammad Hatta menanggapi

pemberontakan ini dengan tegas.

● Mereka mengirim pasukan militer untuk mengatasi

pemberontakan di Sulawesi Selatan.

Kekalahan Andi Azis:

● Setelah pertempuran sengit, pasukan Andi Azis akhirnya

dikalahkan oleh pasukan RIS.

● Andi Azis sendiri ditangkap pada akhir April 1950 dan diadili

atas peranannya dalam pemberontakan.

Dampak:

● Pemberontakan Andi Azis di Makassar menunjukkan

bahwa upaya untuk memisahkan daerah-daerah dari RIS

tidak akan diterima oleh pemerintah pusat Indonesia.

● Kejadian ini juga mencerminkan tantangan yang dihadapi

dalam menjaga kesatuan dan integritas negara federal

RIS.

● Pemberontakan ini mengukuhkan kembali otoritas


pemerintah pusat RI di Sulawesi Selatan dan menegaskan

bahwa wilayah tersebut adalah bagian yang tak

terpisahkan dari Republik Indonesia.

Pemberontakan Andi Azis di Makassar merupakan salah satu

episode dalam proses konsolidasi negara dan otonomi daerah di

Indonesia pasca-kemerdekaan.

Pemberontakan Republik Maluku Selatan di Ambon

Pemberontakan Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon pada

25 April 1950 adalah peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang

melibatkan upaya sekelompok orang untuk memisahkan provinsi

Maluku Selatan (kini Provinsi Maluku) dari Republik Indonesia. Berikut

adalah rangkuman peristiwa tersebut:

Latar Belakang:

● Pada tanggal 25 April 1950, sekitar tiga bulan setelah

pembentukan Republik Indonesia Serikat (RIS), sejumlah

anggota pasukan tentara Belanda (Koninklijk

Nederlandsch-Indisch Leger, atau KNIL) yang masih

berada di Ambon bersama dengan beberapa tokoh

Maluku Selatan, yang merasa tidak puas dengan

pembentukan RIS, memproklamasikan berdirinya Republik

Maluku Selatan (RMS).

● Mereka ingin memisahkan Maluku Selatan dari RIS dan

Republik Indonesia yang baru saja merdeka, karena

mereka ingin memiliki negara merdeka sendiri.


Proklamasi RMS:

● Proklamasi RMS terjadi di Lapangan Lapangan Merdeka,

Ambon, oleh tokoh-tokoh seperti Chris Soumokil dan

Dominikus Manuhutu.

● Mereka menyatakan kemerdekaan Maluku Selatan dari RIS

dan menunjuk Soumokil sebagai presiden RMS.

Pertempuran:

● Proklamasi RMS memicu ketegangan dan pertempuran

antara pasukan RMS dan pasukan RIS (yang kemudian

bergabung dengan Republik Indonesia) yang setia pada

pemerintah pusat Indonesia.

● Pertempuran berlanjut selama beberapa tahun dengan

berbagai upaya untuk memadamkan pemberontakan

RMS.

Respon Pemerintah Pusat, di bawah kepemimpinan Presiden

Soekarno menanggapi pemberontakan RMS dengan keras. Mereka

mengirim pasukan militer untuk mengatasi pemberontakan ini.

Penumpasan RMS:

● Setelah beberapa tahun berlangsungnya konflik, pasukan

Indonesia berhasil menumpas pemberontakan RMS.

● Chris Soumokil dan beberapa pemimpin RMS lainnya

tertangkap dan diadili.

Dampak:

● Pemberontakan RMS adalah salah satu tantangan besar

pertama yang dihadapi oleh Republik Indonesia pasca-


kemerdekaan.

● Konflik ini mencerminkan perjuangan untuk

mempertahankan kesatuan dan integritas negara dalam

menghadapi berbagai kelompok yang ingin memisahkan

diri.

● Meskipun pemberontakan RMS berakhir dengan

penumpasannya oleh pasukan Indonesia, konflik di Maluku

Selatan berlanjut dalam beberapa bentuk selama

beberapa tahun.

Pemberontakan RMS di Ambon adalah salah satu babak awal

dalam proses pembentukan dan konsolidasi negara Indonesia yang

merdeka. Konflik ini juga menunjukkan pentingnya menjaga persatuan

dan kesatuan negara di tengah beragamnya suku, agama, dan

budaya yang ada di Indonesia.

Pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan

Pemberontakan Ibnu Hajar adalah sebuah peristiwa

pemberontakan yang terjadi di Kalimantan Selatan pada tahun 1950-

an.

Latar Belakang:

● Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun

1945, banyak daerah di Indonesia mengalami gejolak

politik dan konflik yang berhubungan dengan

pembentukan negara baru. Kalimantan Selatan juga tidak

terlepas dari gejolak tersebut.


● Di Kalimantan Selatan, terdapat sejumlah kelompok

masyarakat yang merasa tidak puas dengan dominasi

pemerintah pusat. Mereka merasa bahwa pemerintah

pusat tidak memperhatikan kepentingan dan aspirasi

daerah mereka.

Peristiwa Pemberontakan:

● Pemberontakan Ibnu Hajar terjadi pada tahun 1950-an dan

dipimpin oleh seorang tokoh yang bernama Ibnu Hajar.

● Pemberontakan ini berlangsung di wilayah Kalimantan

Selatan, terutama di daerah-daerah pedalaman.

● Ibnu Hajar dan para pengikutnya menyatakan

pemberontakan mereka dengan tujuan untuk

memisahkan Kalimantan Selatan dari Indonesia dan

mendirikan negara merdeka di wilayah tersebut.

● Pemberontakan ini menciptakan ketegangan dan konflik di

daerah tersebut, dengan pasukan pemerintah Indonesia

yang berusaha untuk mengatasi pemberontakan ini.

Penumpasan Pemberontakan:

● Pemerintah Indonesia merespons pemberontakan Ibnu

Hajar dengan mengirim pasukan militer untuk

menumpasnya.

● Setelah berlangsungnya pertempuran-pertempuran dan

konflik yang berkepanjangan, pasukan Indonesia berhasil

menumpas pemberontakan Ibnu Hajar.

● Ibnu Hajar dan beberapa pemimpin pemberontakan


lainnya tertangkap dan diadili atas peran mereka dalam

pemberontakan tersebut.

Dampak:

● Pemberontakan Ibnu Hajar adalah salah satu contoh dari

berbagai pemberontakan yang terjadi di berbagai wilayah

Indonesia pasca-kemerdekaan.

● Konflik ini menunjukkan tantangan yang dihadapi oleh

pemerintah pusat dalam mempertahankan kesatuan dan

integritas negara di tengah beragamnya daerah dan

kelompok masyarakat di Indonesia.

● Setelah penumpasan pemberontakan, upaya rekonsiliasi

dan pemulihan dilakukan untuk memulihkan situasi di

Kalimantan Selatan dan mengatasi dampak konflik.

Peristiwa pemberontakan Ibnu Hajar di Kalimantan Selatan

adalah salah satu babak dalam sejarah Indonesia pasca-

kemerdekaan yang mencerminkan kompleksitas dalam memelihara

kesatuan negara dalam konteks perbedaan regional dan aspirasi lokal.

Pemberontakan DI/TII

Pemberontakan DI/TII (Darul Islam/Tentara Islam Indonesia)

yang dipimpin oleh Kahar Muzakar di Sulawesi Selatan pada tanggal 17

Agustus 1951 adalah salah satu peristiwa pemberontakan bersenjata

yang terjadi di Indonesia pasca-kemerdekaan.

Latar Belakang:

● Kelompok DI/TII adalah kelompok pemberontak yang


memiliki latar belakang ideologi Islam yang keras. Mereka

menolak sistem pemerintahan nasional Indonesia yang

dianggap sekuler dan menginginkan penerapan hukum

Islam secara ketat.

● Pada awalnya, DI/TII telah aktif di Jawa Barat di bawah

pimpinan Kartosuwiryo. Namun, setelah Kartosuwiryo

tertangkap pada tahun 1962, gerakan ini berkembang dan

bercabang ke berbagai wilayah Indonesia, termasuk

Sulawesi Selatan.

Peristiwa Pemberontakan:

● Pada tanggal 17 Agustus 1951, Kahar Muzakar, seorang

tokoh DI/TII, memproklamirkan kemerdekaan Negara Islam

Indonesia (NII) di daerah Pegunungan Bambapuang,

Sulawesi Selatan. NII merupakan entitas yang secara resmi

diproklamirkan oleh kelompok DI/TII sebagai negara yang

berdiri sendiri di bawah hukum Islam.

● Kahar Muzakar dan para pendukungnya melakukan

serangan bersenjata terhadap pasukan pemerintah

Indonesia dan mendirikan pemerintahan di daerah-

daerah yang mereka kuasai.

● Pemerintah Indonesia, di bawah kepemimpinan Presiden

Soekarno dan Perdana Menteri Ali Sastroamidjojo,

merespons pemberontakan ini dengan mengirim pasukan

militer untuk menumpas DI/TII di Sulawesi Selatan.

● Pertempuran-pertempuran sengit terjadi antara pasukan


pemerintah dan DI/TII selama beberapa tahun.

Pemberontakan ini berlangsung cukup lama dan

menimbulkan banyak korban baik di kalangan militer

maupun sipil.

Penumpasan Pemberontakan:

● Pemerintah Indonesia meluncurkan operasi militer yang

disebut Operasi Sabilillah untuk menumpas DI/TII di

Sulawesi Selatan.

● Setelah pertempuran yang berkepanjangan, pasukan

pemerintah berhasil mengalahkan DI/TII dan Kahar

Muzakar.

● Kahar Muzakar ditangkap pada tahun 1965 dan diadili atas

peranannya dalam pemberontakan DI/TII.

Dampak:

● Penumpasan pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan

menandai akhir dari pemberontakan tersebut di wilayah

tersebut, meskipun kelompok DI/TII masih aktif di beberapa

wilayah lain di Indonesia.

● Peristiwa ini mencerminkan tantangan pemerintah

Indonesia dalam menangani gerakan pemberontakan

yang berasal dari latar belakang ideologi agama, serta

mempertahankan kesatuan negara di tengah

beragamnya aspirasi regional dan ideologi yang berbeda.

● Pasca-penumpasan, upaya rekonsiliasi dan

pembangunan kembali wilayah yang terkena dampak


konflik dilakukan untuk menciptakan stabilitas dan

perdamaian di Sulawesi Selatan.

Pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah

Pemberontakan Batalyon 426, juga dikenal sebagai

Pemberontakan Batalyon "C" atau Pemberontakan Batalyon "Kisam",

adalah salah satu peristiwa pemberontakan yang terjadi pada 1

Desember 1951 di daerah Kisam, Jawa Tengah.

Latar Belakang:

● Pada saat itu, Indonesia masih dalam masa-masa awal

pasca-kemerdekaan setelah proklamasi kemerdekaan

pada tahun 1945. Perjuangan untuk menyatukan seluruh

wilayah Indonesia yang terdiri dari berbagai kelompok dan

kepentingan menjadi tantangan besar.

● Pada tahun 1951, Batalyon 426 yang berada di bawah

komando Tentara Nasional Indonesia (TNI) diposisikan di

daerah Kisam, Jawa Tengah. Batalyon ini terdiri dari

pasukan yang memiliki latar belakang etnis Tionghoa.

Peristiwa Pemberontakan:

● Pada 1 Desember 1951, sebagian anggota Batalyon 426

yang dipimpin oleh Letnan Siauw Giok Tjhan (alias Kapten

Pierre) memberontak terhadap pemerintah Indonesia.

Mereka menolak untuk melaksanakan tugas dan perintah

dari komando TNI, serta menyatakan dukungan kepada

Negara Republik Tiongkok (Taiwan).


● Pemberontak ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk

ketidakpuasan terhadap perlakuan pemerintah terhadap

komunitas Tionghoa di Indonesia, ketidaksetujuan

terhadap nasionalisme Indonesia, dan pengaruh ideologi

anti-komunis yang saat itu berkembang di beberapa

negara.

● Selama beberapa hari, pemberontakan ini berlangsung

dengan pertempuran yang melibatkan pasukan

pemberontak dan pasukan pemerintah. Pemerintah

Indonesia segera merespons dengan mengirimkan

pasukan militer untuk menumpas pemberontakan

tersebut.

Penumpasan Pemberontakan:

● Pasukan pemerintah Indonesia yang jauh lebih besar dan

lebih kuat secara militer berhasil menumpas

pemberontakan tersebut setelah beberapa hari

pertempuran.

● Letnan Siauw Giok Tjhan ditangkap dan diadili atas

peranannya dalam pemberontakan. Ia kemudian dihukum

mati.

Dampak:

● Pemberontakan Batalyon 426 di Jawa Tengah merupakan

salah satu contoh dari sejumlah pemberontakan yang

terjadi di awal kemerdekaan Indonesia yang melibatkan

berbagai kelompok etnis dan ideologi yang berbeda.


● Peristiwa ini menggarisbawahi tantangan yang dihadapi

oleh pemerintah Indonesia dalam mempertahankan

kesatuan negara dan mengintegrasikan berbagai

kelompok masyarakat dalam konteks pembentukan

bangsa yang baru.

● Pemberontakan ini juga mencerminkan beragamnya latar

belakang etnis dan politik yang ada di Indonesia pada

masa itu, serta pentingnya upaya rekonsiliasi dan

pembangunan nasional untuk menciptakan stabilitas di

tengah keragaman tersebut.

Peristiwa Dewan Banteng di Sumatera Barat

Peristiwa Dewan Banteng adalah sebuah peristiwa politik yang

terjadi di Sumatera Barat pada tanggal 20 Desember 1956. Peristiwa ini

merupakan salah satu episode dalam sejarah perjuangan politik di

Indonesia pasca-kemerdekaan.

Latar Belakang:

● Pada awal kemerdekaan, Indonesia menghadapi berbagai

tantangan, termasuk masalah integrasi wilayah-wilayah

bekas Hindia Belanda ke dalam kesatuan negara

Indonesia. Salah satu wilayah yang menghadapi

tantangan serius adalah Sumatera Barat.

● Pada tahun 1950, beberapa tokoh dari Sumatera Barat

yang termasuk dalam Partai Nasional Indonesia (PNI) dan

juga anggota Parlemen mendukung Pemerintah RIS


(Republik Indonesia Serikat), yang memisahkan wilayah

Indonesia menjadi negara-negara bagian yang otonom.

Hal ini menimbulkan ketegangan dengan pemerintah

pusat yang berada di Jakarta, yang ingin menjaga

kesatuan negara.

Peristiwa Dewan Banteng:

● Pada tanggal 20 Desember 1956, tokoh-tokoh dari

Sumatera Barat yang tidak setuju dengan politik

pemerintah pusat di Jakarta berkumpul di sebuah rumah

di Kota Bukittinggi. Mereka membentuk sebuah organisasi

yang mereka sebut "Dewan Banteng."

● Dewan Banteng bertujuan untuk memperjuangkan

otonomi lebih besar bagi Sumatera Barat dan wilayah

lainnya di Indonesia. Mereka menuntut agar pemerintah

pusat memberikan lebih banyak kewenangan kepada

daerah-daerah dan memperjuangkan kedaulatan

ekonomi dan politik bagi Sumatera Barat.

● Peristiwa ini segera menarik perhatian pemerintah pusat

dan memicu ketegangan antara Jakarta dan para tokoh

yang tergabung dalam Dewan Banteng.

Dampak:

● Pemerintah pusat, yang dipimpin oleh Presiden Soekarno,

merespons peristiwa Dewan Banteng dengan keras.

Mereka mengirim pasukan militer untuk menumpas

perlawanan ini.
● Pasca-peristiwa Dewan Banteng, beberapa tokoh dari

Sumatera Barat yang terlibat ditangkap dan diadili atas

peran mereka dalam peristiwa tersebut.

● Peristiwa Dewan Banteng mencerminkan ketegangan

politik yang ada antara pemerintah pusat dan beberapa

daerah di Indonesia pada masa itu. Hal ini juga

mencerminkan perjuangan antara tuntutan otonomi

regional dan tekad pemerintah pusat untuk

mempertahankan kesatuan negara.

● Pada tahun 1957, pemerintah pusat mulai mengakomodasi

sebagian tuntutan otonomi daerah dengan memberikan

status istimewa bagi beberapa provinsi di Indonesia,

termasuk Sumatera Barat. Ini merupakan salah satu

langkah yang diambil untuk meredakan ketegangan politik

di daerah-daerah yang menuntut otonomi lebih besar.

Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia

Pemberontakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia

(PRRI) adalah sebuah peristiwa pemberontakan yang terjadi pada

tanggal 15 Februari 1958. Peristiwa ini merupakan salah satu episode

dalam sejarah konflik politik dan militer di Indonesia pasca-

kemerdekaan.

Latar Belakang:

● Pada awal kemerdekaan Indonesia, negara menghadapi

berbagai tantangan dalam mempertahankan kesatuan


dan stabilitas. Salah satu wilayah yang menjadi pusat

perhatian adalah Sumatera, yang memiliki sejumlah tokoh

dan pemimpin militer yang memiliki kekhawatiran dan

ketidakpuasan terhadap pemerintah pusat.

● Para tokoh di Sumatera, termasuk tokoh-tokoh militer,

mulai merasa bahwa pemerintah pusat di Jakarta terlalu

sentralistik dalam pengambilan keputusan dan bahwa

kepentingan Sumatera kurang mendapatkan perhatian.

Peristiwa Pemberontakan PRRI:

● Pada tanggal 15 Februari 1958, tokoh-tokoh dari Sumatera,

khususnya Sumatera Barat, mengumumkan berdirinya

Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) yang

dipimpin oleh Letnan Kolonel Ahmad Husein. Mereka

menyatakan perlawanan terhadap pemerintah pusat di

Jakarta.

● PRRI menuntut otonomi yang lebih besar bagi Sumatera

dan menentang kebijakan pemerintah pusat yang

dianggap terlalu sentralistik. Mereka juga mencoba

mendirikan pemerintahan sendiri di Sumatera Barat dan

beberapa wilayah lainnya.

● Konflik ini mengakibatkan pertempuran antara pasukan

PRRI dengan pasukan pemerintah. Peristiwa ini melibatkan

pertempuran bersenjata yang berlangsung di beberapa

wilayah di Sumatera, termasuk Sumatera Barat dan Aceh.

Dampak dan Penyelesaian:


● Pemberontakan PRRI mengakibatkan kerusakan,

ketidakstabilan, dan konflik di wilayah Sumatera. Konflik ini

memakan korban jiwa dan merugikan ekonomi daerah

tersebut.

● Pemerintah pusat di Jakarta merespons pemberontakan

ini dengan keras dan mengirim pasukan militer untuk

mengatasi pemberontakan.

● Perundingan antara pemerintah pusat dan PRRI dimulai

pada tahun 1958, tetapi konflik masih berlanjut hingga

beberapa tahun kemudian.

● Pada tahun 1961, pemberontakan PRRI secara resmi

dinyatakan kalah dan perjanjian damai ditandatangani

antara pemerintah pusat dan PRRI. Perjanjian ini

mengakhiri pemberontakan PRRI dan mengintegrasikan

wilayah-wilayah yang sebelumnya memberontak kembali

ke dalam kedaulatan Indonesia.

Peristiwa Pemberontakan PRRI adalah salah satu contoh konflik

yang muncul di Indonesia pasca-kemerdekaan, menyoroti

kompleksitas dan tantangan dalam menjaga kesatuan dan stabilitas

negara yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan kepentingan

regional.

Perjuangan Rakyat Semesta

Perjuangan Rakyat Semesta (PRS) adalah salah satu organisasi


atau kelompok yang terlibat dalam peristiwa pemberontakan yang

dikenal sebagai Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

pada tanggal 15 Februari 1958. PRS, seperti namanya, mengklaim

bahwa mereka berjuang untuk membantu Pemerintah Revolusioner

Indonesia yang menggulingkan pemerintahan pusat di Jakarta.

Latar Belakang:

● Pada awal 1958, sejumlah tokoh di Sumatera, khususnya di

Sumatera Barat, merasa tidak puas dengan pemerintahan

pusat di Jakarta. Mereka berpendapat bahwa Jakarta

terlalu sentralistik dalam mengambil keputusan dan

bahwa wilayah Sumatera tidak mendapatkan perhatian

yang cukup.

● Letnan Kolonel Ahmad Husein, yang sebelumnya

merupakan seorang pejuang kemerdekaan Indonesia,

memimpin gerakan pemberontakan PRRI. PRRI menuntut

otonomi yang lebih besar bagi Sumatera dan menentang

kebijakan sentralistik pemerintah pusat.

Perjuangan Rakyat Semesta (PRS):

● PRS adalah salah satu kelompok atau organisasi yang

mendukung pemberontakan PRRI. Mereka menyatakan

bahwa tujuan mereka adalah membantu PRRI dalam

upayanya untuk menggulingkan pemerintahan pusat di

Jakarta.

● PRS, bersama dengan PRRI, terlibat dalam konflik

bersenjata dengan pasukan pemerintah yang dikirim oleh


Jakarta. Konflik ini melibatkan pertempuran-pertempuran

di sejumlah wilayah di Sumatera, termasuk Sumatera

Barat.

● PRS juga berupaya mendirikan pemerintahan lokal di

wilayah-wilayah yang mereka kuasai.

Akhir Pemberontakan:

● Konflik antara PRRI dan pasukan pemerintah berlanjut

selama beberapa tahun dengan kerugian besar di kedua

pihak. Pada tahun 1961, pemberontakan PRRI secara resmi

dinyatakan kalah.

● Pemerintah pusat dan PRRI kemudian melakukan

perundingan dan mencapai perjanjian damai yang

mengakhiri pemberontakan tersebut. Wilayah-wilayah

yang sebelumnya dikuasai oleh PRRI kembali masuk ke

dalam kedaulatan Indonesia.

Peristiwa ini mencerminkan konflik politik dan militer yang terjadi

di Indonesia pasca-kemerdekaan, di mana sejumlah kelompok atau

organisasi merasa tidak puas dengan pemerintahan pusat dan

mencoba untuk memperoleh otonomi atau kemandirian lebih besar di

wilayah mereka. Meskipun perjuangan PRRI dan PRS akhirnya kalah,

peristiwa ini mencerminkan tantangan kompleks dalam menjaga

kesatuan negara yang terdiri dari beragam suku, budaya, dan

kepentingan regional.

Prinsip-Prinsip nasionalisme Indonesia tersusun dalam kesatuan

majemuk tunggal, yaitu:


1. Kesatuan sejarah, yaitu bangsa yang tumbuh dan berkembang

dalam suatu proses sejarah

2. Kesatuan nasib, yaitu berada dalam satu proses sejarah yang

sama dan mengalami nasib yang sama, yaitu dalam

penderitaan penjajahan dan kebahagiaan nasional

3. Kesatuan kebudayaan, yaitu keanekaragaman kebudayaan

tumbuh menjadi suatu bentuk kebudayaan nasional

4. Kesatuan Asas Kerohanian, yaitu adanya ide, cita-cita dan nilai

kerohanian yang secara keseluruhan tersimpul dalam pancasila

Pancasila

Pancasila merupakan fondasi ideologis Indonesia, terdiri dari

kata "panca" yang berarti lima dan "sila" yang merujuk kepada prinsip
atau asas. Ini adalah kerangka dasar yang memandu seluruh warga

Indonesia dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Lima sila di dalam Pancasila:

1. Ketuhanan Yang Maha Esa

2. Kemanusiaan yang adil dan beradab

3. Persatuan Indonesia

4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan dan perwakilan

5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Sejarah Perumusan

Perumusan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia adalah

sebuah proses panjang yang melibatkan banyak tokoh dan peristiwa

penting dalam sejarah Indonesia.

Pergerakan Nasional Awal: Sebelum Indonesia merdeka dari

penjajahan Belanda, terdapat berbagai kelompok dan organisasi

pergerakan nasional yang memiliki berbagai pandangan tentang

bentuk negara yang akan dibentuk setelah kemerdekaan.

Konsep Negara Indonesia: Pada awalnya, beberapa konsep

negara diusulkan, termasuk negara berdasarkan prinsip-prinsip Islam

atau negara sosialis. Namun, seiring berjalannya waktu, semakin jelas

bahwa negara Indonesia harus mengadopsi ideologi yang inklusif dan

dapat diterima oleh semua kelompok masyarakat.

Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan

Indonesia (BPUPKI): Pada tahun 1945, BPUPKI dipimpin oleh Soekarno


dan Mohammad Hatta. BPUPKI bertugas merumuskan dasar-dasar

negara yang akan menjadi landasan bagi Indonesia yang baru

merdeka. Dalam sidang ini, pertama kali muncul kata "Pancasila."

Pidato Soekarno pada 1 Juni 1945: Dalam pidatonya pada tanggal

1 Juni 1945, Soekarno mengemukakan empat prinsip awal yang

kemudian menjadi dasar Pancasila. Prinsip-prinsip ini adalah

nasionalisme, internasionalisme, kesejahteraan sosial, dan demokrasi.

Prinsip-prinsip ini nantinya dikembangkan menjadi lima sila dalam

Pancasila.

Sidang Panitia Sembilan (PPKI): Pada 18 Agustus 1945, PPKI

mengesahkan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia. Pancasila

terdiri dari lima sila yang meliputi Ketuhanan Yang Maha Esa,

Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan

yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam

Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat

Indonesia.

Proklamasi Kemerdekaan: Pada tanggal 17 Agustus 1945,

Soekarno dan Hatta mengumumkan kemerdekaan Indonesia dan

menjadikan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi.

Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945: Pancasila juga

dimasukkan dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar negara dan

panduan bagi penyelenggaraan pemerintahan Indonesia.

Sejak saat itu, Pancasila telah menjadi ideologi dasar dan

panduan dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara

di Indonesia. Pancasila mengandung nilai-nilai pluralisme, keadilan


sosial, demokrasi, dan kemanusiaan yang menjadi pondasi bagi

bangsa Indonesia.

Perumusan Pancasila sebagai dasar negara yang resmi diawali dari

usulan-usulan pribadi yang dikemukakan dalam Badan Penyelidik

Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu:

1. Lima Dasar oleh Muhammad Yamin pada 29 Mei 1945

● Peri Kebangsaan

● Peri Kemanusiaan

● Peri Ketuhanan

● Peri Kerakyatan

● Kesejahteraan Rakyat

Pancasila oleh Soekarno dikemukakan pada 1 Juni 1945, yaitu:

● Kebangsaan

● Internasionalisme

● Mufakat

● Kesejahteraan

● Ketuhanan

Setelah Rumusan Pancasila diterima sebagai dasar negara secara

resmi beberapa dokumen penetapannya adalah:

● Rumusan pertama: Piagam Jakarta (Jakarta Charter) pada 22


Juni 1945

● Rumusan kedua: Pembukaan Undang-Undang Dasar pada 18

Agustus 1945

● Rumusan ketiga: Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia

Serikat pada 27 Desember 1949

● Rumusan keempat: Mukadimah Undang-undang Dasar

Smeentara pada 15 Agustus 1950

● Rumusan kelima: Rumusan kedua yang dijiwai oleh rumusan

pertama, merujuk Dekrit Presiden 5 Juli 1959

Seperti yang telah ditunjukkan oleh Ketetapan MPR No.

XI/MPR/1978, Pancasila itu merupakan satu kesatuan yang bulat dan

utuh dari kelima silanya. Dikatakan sebagai kesatuan yang bulat dan

utuh, karena masing-masing sila dari Pancasila itu tidak dapat

dipahami dan diberi arti secara sendiri-sendiri, terpisah dari

keseluruhan sila-sila lainnya. Memahami atau memberi arti setiap sila-

sila secara terpisah dari sila-sila lainnya akan mendatangkan

pengertian yang keliru tentang Pancasila.

Falsafah Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara Indonesia

Falsafah Pancasila sebagai dasar falsafah negara Indonesia,

ditemukan dalam beberapa dokumen historis dan di dalam


perundang undangan negara Indonesia sebagai berikut:

1. Dalam Pidato Ir. Soekarno tanggal 1 Juni 1945

2. Dalam Naskah Politik yang bersejarah, tanggal 22 Juni 1945

alinea IV yang kemudian dijadikan naskah rancangan

Pembukaan UUD 1945 (terkenal dengan sebutan Piagam

Jakarta)

3. Dalam naskah Pembukaan UUD Proklamasi 1945, alinea IV

4. Dalam Mukadimah Konstitusi Republik Indonesia Serikat (RIS)

tanggal 27 Desember 1945, alinea IV

5. Dalam Mukadimah UUD Sementara Republik Indonesia (UUDS RI)

tanggal 17 Agustus 1950

6. Dalam Pembukaan UUD 1945, alinea IV setelah Dekrit Presiden RI

tanggal 5 Juli 1959

Hak Asasi Manusia (HAM)

Hak Asasi Manusia adalah pokok atau hak dasar yang dimiliki

manusia sejak lahir sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut UU No. 39 Tahun 1999, Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

hal yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha

Esa dan merupakan anugerah yang wajib dihormati, dijunjung tinggi,

serta dilindungi oleh negara, hukum dan pemerintah.

Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia

1. Pokok atau dasar

● Hak hidup

● Hak kebebasan atau kemerdekaan

● Hak memiliki sesuatu

2. Berkembang dalam kehidupan sehari-hari

● Hak asasi pribadi

● Hak asasi ekonomi

● Hak asasi politik

● Hak asasi mendapatkan perlakuan yang sama di muka

hukum dan pemerintahan

● Hak asasi sosial budaya

Latar Belakang Hak Asasi Manusia

1. Pada hakikatnya manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling

mulia, maka harus mengedepankan nilai kemanusiaan yang adil


dan beradab.

2. Masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAM dalam

kehidupan keluarga, masyarakat dan negara.

3. Desakan masyarakat untuk lebih mengembangkan kehidupan

demokratis dengan memberikan kesempatan kepada warga

negara dalam menyalurkan hal-hal yang dimilikinya.

Instrumen Hak Asasi Manusia

1. PIagam PBB (Universal Declaration of Human Rights) atau

deklarasi umum hak-hak asasi manusia disahkan tanggal 10

Desember 1948.

2. Instrumen hukum lainnya yang telah disahkan dan diterima di

Indonesia.

Piagam Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi Manusia

1. Inggris

● Magna Charta (Piagam Agung) lahir pada 1215

● Petition of Rights lahir pada 1628

● Hobeas Corpus Act lahir pada 1679

● Bill of Rights lahir pada 1689

2. Amerika Serikat

● Declaration of Independence of the United States lahir

pada 1776.

3. Prancis

● Déclaration des droits de L'hommes et du Citoyen lahir

pada 1789.
4. Indonesia

● Undang-Undang Dasar 1945 lahir pada 18 Agustus 1945.

Hak Asasi Manusia di Indonesia

1. Latar belakang lahirnya perundang-undangan tentang Hak

Asasi Manusia di Indonesia

● Adanya komitmen untuk melaksanakan UUD 1945 hasil

amandemen.

● Melaksanakan amanat TAP MPR No.XVII/MPR/1998 HAM.

● Hakikatnya manusia sebagai makhluk Tuhan yang paling

mulia, maka harus mengedepankan nilai kemanusiaan

yang adil dan beradab.

● Masih banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran HAm

dalam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara.

● Desakan masyarakat untuk lebih mengembangkan

kehidupan demokratis dengan memberikan kesempatan

kepada warga negara dalam menyalurkan hak-hak yang

dimilikinya.

2. Instrumen Hak Asasi Manusia di Indonesia

● UUD 1945 Pasal 27, 28. 28 A-J, 29 Ayat (2), 30 dan 31

● TAP MPR No.XVII/MPR/1998 tentang HAM

● UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

● UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM

● UU No. 2 Tahun 2002 tentang tata cara perlindungan

korban dan saksi dalam pelanggaran HAM


● PP No. 3 Tahun 2003 tentang kompensasi, restitusi dan

rehabilitasi terhadap korban pelanggaran HAM

Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia

Menurut UU No. 39 Tahun 1999, pelanggaran HAM adalah setiap

perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara

baik disengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum

mengurangi, menghalangi, membatasi dan atau mencabut hak

seseorang atau kelompok orang yang dijamin oleh UU ini.

Kasus Tanjung Priok di Jakarta 1984

Kasus Tanjung Priok adalah peristiwa tragis yang terjadi pada 12

September 1984 di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Indonesia.

Peristiwa ini melibatkan pertikaian antara aparat keamanan dan

sekelompok warga sipil yang sedang melakukan demonstrasi. Kasus

ini menjadi salah satu episode kelam dalam sejarah Indonesia modern

karena mengakibatkan banyak korban jiwa.

Peristiwa ini bermula dari demonstrasi yang dilakukan oleh

sekelompok warga sipil yang terdiri dari para buruh, petani, dan aktivis

sosial yang menuntut reformasi sosial dan politik di Indonesia.

Demonstrasi ini disebut sebagai unjuk rasa "Aksi Solidaritas untuk

Rakyat Indonesia" yang mengecam ketidakadilan sosial dan ekonomi

serta mengkritik pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden

Soeharto.

Demonstrasi tersebut berakhir tragis ketika aparat keamanan,

termasuk Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan polisi, membubarkan


unjuk rasa dengan kekerasan. Insiden ini menyebabkan banyaknya

korban jiwa dan luka-luka di antara para peserta demonstrasi.

Terdapat perbedaan pendapat tentang jumlah korban dalam

peristiwa ini, namun sejumlah besar laporan mengindikasikan bahwa

puluhan hingga ratusan orang tewas.

Kasus Tanjung Priok menjadi kontroversial karena pemerintah

saat itu mengklaim bahwa aksi tersebut adalah sebuah

pemberontakan dan bahwa tindakan keras dari aparat keamanan

diperlukan untuk mempertahankan ketertiban. Namun, banyak pihak

menganggap bahwa tindakan tersebut merupakan pelanggaran hak

asasi manusia dan penindasan terhadap hak berpendapat dan

berkumpul secara damai.

Peristiwa Tanjung Priok juga menjadi salah satu kasus yang

diinvestigasi oleh Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

Indonesia, dan hasil penyelidikan akhirnya menyatakan bahwa ada

pelanggaran hak asasi manusia yang serius selama peristiwa ini.

Kasus ini tetap menjadi titik kontroversial dalam sejarah politik

Indonesia dan mendukung tuntutan untuk transparansi dan

pertanggungjawaban atas pelanggaran hak asasi manusia di masa

lalu.

Kasus Terbunuhnya Marsinah di Nganjuk 1994

Kasus terbunuhnya aktivis bernama Marsinah pada tahun 1994

di Nganjuk, Jawa Timur adalah sebuah peristiwa tragis yang terjadi di


Indonesia. Marsinah adalah seorang buruh pabrik tekstil yang aktif

dalam gerakan buruh dan sering menyuarakan hak-hak pekerja di

pabrik tempatnya bekerja. Namanya menjadi sangat dikenal karena

perjuangannya dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan

menentang kondisi kerja yang tidak manusiawi.

Pada tanggal 8 Mei 1993, Marsinah menghilang setelah

meninggalkan tempat kerjanya. Kepergiannya yang misterius

menyebabkan kekhawatiran di kalangan rekan-rekannya yang bekerja

di pabrik tersebut. Setelah penyelidikan yang panjang, jasad Marsinah

akhirnya ditemukan pada tanggal 8 Juni 1993 di sebuah kuburan liar di

hutan dekat Nganjuk. Tubuhnya ditemukan dalam kondisi yang

mengerikan, dan autopsi menunjukkan bahwa dia telah mengalami

penyiksaan sebelum meninggal.

Kematian Marsinah memicu reaksi dan protes dari berbagai

kalangan di Indonesia. Banyak pihak menduga bahwa dia dibunuh

karena aktivitasnya dalam memperjuangkan hak-hak buruh dan

menentang kondisi kerja yang tidak adil. Kasus Marsinah menjadi

simbol perjuangan hak asasi manusia dan perjuangan buruh di

Indonesia.

Pihak berwenang Indonesia pada saat itu melakukan

penyelidikan terhadap kasus ini, dan beberapa orang kemudian diadili

dan dihukum atas keterlibatan mereka dalam pembunuhan Marsinah.

Meskipun kasus ini menciptakan kekhawatiran serius tentang

pelanggaran hak asasi manusia dan kebebasan berserikat di

Indonesia, masih ada ketidakpastian dan pertanyaan yang


mengelilingi kematian Marsinah. Kasus ini tetap menjadi bagian dari

sejarah politik Indonesia yang kontroversial dan memunculkan seruan

untuk mengungkap kebenaran sepenuhnya tentang peristiwa

tersebut.

Kasus Terbunuhnya Wartawan Harian Umum Bernas di Yogyakarta

1996

Kasus terbunuhnya Udin, seorang wartawan harian umum

Bernas, merupakan salah satu kasus pembunuhan terkenal di

Indonesia yang terjadi pada tahun 1996. Wartawan tersebut bernama

Ahmad Rusdi, yang lebih dikenal dengan nama Udin. Dia dikenal karena

melaporkan tentang praktik korupsi di dalam kepolisian setempat.

Pada malam tanggal 13 Agustus 1996, Udin ditemukan tewas di

Yogyakarta, Jawa Tengah. Tubuhnya ditemukan dalam keadaan luka-

luka di sebuah ladang tebu. Hasil otopsi menunjukkan bahwa Udin

telah mengalami penyiksaan sebelum akhirnya tewas. Kematian Udin

memicu kemarahan dan protes dari berbagai kalangan, terutama dari

rekan-rekan wartawannya dan organisasi-organisasi hak asasi

manusia.

Kasus ini menjadi sorotan nasional dan internasional. Beberapa

pelaku diduga terlibat dalam pembunuhan tersebut, termasuk

beberapa anggota polisi. Namun, proses penyelidikan dan peradilan

mengalami kendala, dan beberapa pelaku kabur atau terlepas dari

hukuman.

Kematian Udin adalah contoh serius dari ancaman terhadap


kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di Indonesia pada masa

itu. Kasus ini menunjukkan pentingnya melindungi wartawan dan

kebebasan media dalam menjalankan tugas jurnalistik mereka. Upaya

terus dilakukan untuk mengungkap kebenaran penuh tentang kasus ini

dan membawa para pelaku keadilan. Kasus Udin tetap menjadi isu

yang diingat dan dibahas dalam konteks perjuangan hak asasi

manusia dan kebebasan pers di Indonesia.

Kasus Penembakan Mahasiswa Trisakti

Kasus Penembakan Mahasiswa Trisakti adalah peristiwa tragis

yang terjadi pada 12 Mei 1998 di Indonesia. Peristiwa ini berawal dari

demonstrasi mahasiswa yang menuntut reformasi politik dan ekonomi

di tanah air. Demonstrasi tersebut dilakukan oleh mahasiswa

Universitas Trisakti di Jakarta. Mereka mengecam korupsi, kolusi, dan

nepotisme yang melanda pemerintahan Orde Baru yang dipimpin oleh

Presiden Soeharto.

Pada 12 Mei 1998, saat demonstrasi berlangsung, terjadi

penembakan terhadap para mahasiswa oleh pihak keamanan. Akibat

penembakan ini, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas, yaitu

Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan Sie.

Peristiwa ini mengejutkan dan memicu kemarahan serta protes massal

di seluruh Indonesia. Demonstrasi dan kerusuhan besar-besaran

terjadi di berbagai kota.

Pada 12 Mei 1998, saat demonstrasi berlangsung, terjadi

penembakan terhadap para mahasiswa oleh pihak keamanan. Akibat


penembakan ini, empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas, yaitu

Elang Mulia Lesmana, Hafidhin Royan, Heri Hartanto, dan Hendriawan

Sie. Peristiwa ini mengejutkan dan memicu kemarahan serta protes

massal di seluruh Indonesia. Demonstrasi dan kerusuhan besar-

besaran terjadi di berbagai kota.

Kasus Penembakan Mahasiswa Trisakti adalah salah satu

peristiwa penting dalam sejarah Indonesia yang menandai awal dari

era reformasi politik dan sosial di negara ini. Kasus ini juga menjadi

pengingat akan pentingnya hak berdemonstrasi dan kebebasan

berpendapat dalam sebuah masyarakat yang demokratis.

Itulah beberapa contoh mengenai kasus pelanggaran Hak Asasi

Manusia yang terjadi di Indonesia.

Contoh kasus pelanggaran HAm yang dilaporkan ke Komnas HAM:

● Masalah agama

● Masalah tanah

● Masalah perburuhan

● Masalah perbuatan oknum aparat birokrasi yang menyimpang

atau tidak terpuji

Cara Menangani Pelanggaran Hak Asasi Manusia

1. Memproses setiap pelanggaran HAM menurut ketentuan hukum

yang berlaku.

2. Mengajukan semua pelanggaran HAK ke pengadilan HAM.


3. Memberikan hukuman yang berat kepada semua pelanggar

HAM dengan maksud memberikan efek jera agar tidak

mengulangi perbuatannya.

Lembaga Perlindungan Hak Asasi Manusia di Indonesia

1. Komisi Hak Asasi Manusia (Komnas HAM)

a. Tujuan Komisi Hak Asasi Manusia

● Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan

HAm sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, Piagam PBB, serta

Deklarasi Universal HAM.

● Meningkatkan perlindungan dan penegakan HAM untuk

berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya

dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang

kehidupan.

b. Fungsi Komisi Hak Asasi Manusia

● Pengkajian dan penelitian tentang HAM

● Penyuluhan tentang HAM

● Pemantauan tentang HAM

● Mediasi tentang HAM

c. Tugas dan Wewenang Komisi Hak Asasi Manusia

● Mengamati pelaksanaan HAM kemudian menyusunnya

menjadi sebuah laporan.

● Menyelidiki dan memeriksa peristiwa yang timbul dalam

masyarakat berdasarkan sifat dan ruang lingkup yang

diduga terdapat pelanggaran HAM.

● Memanggil pihak pengadu atau korban juga pihak yang


diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya.

● Memanggil saksi untuk dimintai dan didengar

kesaksiannya.

● Meninjau tempat kejadian atau tempat yang dianggap

perlu.

● Memanggil pihak terkait untuk memberikan dan

menyerahkan dokumen asli tertulis dengan persetujuan

ketua pengadilan.

● Melakukan pemeriksaan terhadap rumah, pekarangan,

bangunan dan tempat lain dengan persetujuan ketua

pengadilan.

● Memberikan pendapat berdasarkan persetujuan ketua

pengadilan terhadap perkara tertentu yang sedang dalam

proses peradilan.

Pengadilan Hak Asasi Manusia

Menurut pasal 104 UU No. 39 Tahun 1999, Pengadilan HAM

dibentuk di lingkungan peradilan umum. Pengadilan HAM adalah

pengadilan khusus terhadap pelanggaran HAM berat.


1. Jenis pelanggaran HAM berat

● Kejahatan genosida

● Kejahatan terhadap kemanusiaan

2. Tugas dan wewenang pengadilan HAM

● Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat.

● Memeriksa dan menurut perkara pelanggaran HAM berat

yang dilakukan di luar batas teritorial wilayah negara RI

oleh warga Negara Indonesia.

● Memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM berat

yang dilakukan oleh seseorang yang berumur di bawah 18

tahun pada saat pelanggaran dilakukan.

3. Lembaga Bantuan Hukum (LBH) -> organisasi independen yang

memberi bantuan dan pelayanan hukum kepada masyarakat

● Relawan yang membantu pihak-pihak yang

membutuhkan bantuan hukum.

● Pembela dalam menagakkan keadilan dan kebenaran

● Pembela dalam melindungi HAM.

● Penyuluh dan penyebar informasi di bidang hukum dan

HAM.

4. Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum Perguruan Tinggi ->

merupakan kantor pusat kegiatan untuk memberikan layanan

kepada semua pihak yang ingin berkonsultasi dan meminta

bantuan di bidang hukum dan HAM.

● Sebagai pelaksanaan program tri dharma perguruan


tinggi di bidang hukum dan HAM.

● Sebagai wahana pelatihan , pembelaan, dan penegakan

hukum serta HAM.

Daftar Pustaka

● Tim Tenton ASN. 2023. Modul Resmi Taktis CPNS 2003. Yogyakarta:

Penerbit Garda Cendekia

● Bakry, noor M.S. 2010. Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta:


Penerbit Pustaka Pelajar

Sumber Internet

● https://soalcpns.infoasn.id/contoh-soal-cpns-twk-uud-1945/

● https://infoasn.id/contoh-soal-cpns/soal-twk-hots-bhinneka-

tunggal-ika.html

● https://www.haidunia.com/soal-figural-cpns-jawabannya/

● https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5727978/11-soal-

figural-cpns-2021-dan-pembahasannya-bisa-untuk-latihan

● https://kesbangpol.palangkaraya.go.id

● https://umsi.ac.id

● https://belajarbro.id

Anda mungkin juga menyukai