Anda di halaman 1dari 15

PERTEMUAN KE - 4

PENDAHULUAN:

Materi pada perkuliahan ke empat ini diarahkan mampu menjelaskan mengaplikasikan


secara kritis dan objektif Pancasila sebagai ideologi terbuka, dinamika Pancasila sebagai
ideologi dalam sejarah bangsa, serta perbandingan dengan ideologi–ideologi lainnya,
Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945, Kaitan dengan proklamasi, Pancasila dan
cita-cita/tujuan nasional, Pembukaan UUD 1945 dan pokok-pokok pikiran di dalamnya, Sistem
Pemerintahan Negara, Kelembagaan Negara dan permasalahan sebagai orientasi pendidikan
pancasila agar menjadi pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.

Mahasiswa mampu menjelaskan dan mengaplikasikan secara kritis dan objektif


pengertian, makna dan fungsi ideologi, dan Pancasila sebagai ideologi nasional Pancasila
sebagai ideologi terbuka, dinamika Pancasila sebagai ideologi dalam sejarah bangsa, serta
perbandingan dengan ideologi–ideologi lainnya, Pancasila sebagai ideologi nasional,
Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945, Kaitan dengan proklamasi, Pancasila dan
cita-cita/tujuan nasional, Pembukaan UUD 1945 dan pokok-pokok pikiran di dalamnya, Sistem
Pemerintahan Negara, Kelembagaan Negara dan permasalahan sebagai orientasi pendidikan
pancasila agar menjadi pedoman berkarya lulusan Perguruan Tinggi.

DESKRIPSI SINGKAT MATERI :

Pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah pengembangan kepribadian :

a. Pancasila sebagai ideologi terbuka


b. Dinamika Pancasila sebagai ideologi dalam sejarah bangsa
c. Perbandingan Pancasila dengan ideologi-ideologi lain
d. Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945;
e. Kaitan dengan proklamasi, Pancasila dan cita-cita/tujuan nasional;
f. Pembukaan UUD 1945 dan pokok-pokok pikiran di dalamnya;
g. Sistem Pemerintahan Negara;
h. Kelembagaan Negara.
TUJUAN PEMBELAJARAN :

Secara umum, materi ini akan memberikan bekal kemampuan bagi Mahasiswa mampu
menjelaskan dan mengaplikasikan Pancasila sebagai ideologi terbuka, dinamika Pancasila
sebagai ideologi dalam sejarah bangsa, serta perbandingan dengan ideologi–ideologi lainnya
dan permasalahan di perguruan tinggi. Meyakini nilai-nilai pengertian, makna dan fungsi
ideology, dan Pancasila sebagai ideology nasional, Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat
UUD 1945, Kaitan dengan proklamasi, Pancasila dan cita-cita/tujuan nasional, Pembukaan
UUD 1945 dan pokok-pokok pikiran di dalamnya, Sistem Pemerintahan Negara, Kelembagaan
Negara dan permasalahannya agar menjadi pedoman berkarya lulusan perguruan tinggi.

Secara khusus, materi ini akan membekali Mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengaplikasikan secara kritis dan objektif pengertian Pancasila sebagai ideologi terbuka,
dinamika Pancasila sebagai ideologi dalam sejarah bangsa, serta perbandingan dengan
ideologi–ideologi lainnya Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945, Kaitan dengan
proklamasi, Pancasila dan cita-cita/tujuan nasional, Pembukaan UUD 1945 dan pokok-pokok
pikiran di dalamnya, Sistem Pemerintahan Negara, Kelembagaan Negara serta
permasalahannya sebagai orientasi pendidikan pancasila di perguruan tinggi. Meyakini nilai –
nilai Pancasila sebagai orientasi agar menjadi pedoman berkarya lulusan di perguruan tinggi

PENYAJIAN :

PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI TERBUKA

➢ Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa

Pancasila dalam pengertian ini sering juga disebut “way of life”, weltanschauung,
pandangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup,. Pancasila dipakai sebagai petunjuk arah
semua kegiatan atau aktifitas hidup dan kehidupan di dalam segala bidang, ini berarti bahwa
segala tingkah laku dan tindak perbuatan setiap manusia Indonesia dijiwai dan merupakan
pancaran dari semua sila Pancasila.

Manusia sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk mencapai
kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang dijunjungnya
sebagai suatu pandangan hidup.
Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolak ukur kebaikan yang berkenaan dengan
hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak
dicapainya dalam hidup manusia.

Pandangan hidup berfungsi sebagai kerangka acuan baik untuk menata kehidupan diri
pribadi maupun dalam interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.

Sebagai makhluk individu dan makhluk social manusia tidaklah mungkin memenuhi
segala kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi
kemanusiaannnya, ia senantiasa memerlukan orang lain. Maka manusia pribadi senantiasa
hidup sebagai bagian dari lingkungan social yang lebih luas, secara berturut-turut lingkungan
keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan Negara yang merupakan
lembaga-lembaga masyarakat utama yang diharapkan dapat menyalurkan dan mewujudkan
pandangan hidupnya.

Dalam pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat


dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pandangan
hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup Negara. Pandangan
hidup bangsa bangsa dapat disebut sebagai ideology bangsa (nasional). Dan pandangan hidup
Negara dapat disebut sebagai ideologi Negara.

Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat
dengan pandanga hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan
hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan masyarakat serta tercermin dalam
sikap hidup pribadi warganya.

Dengan demikian dalam Negara Pancasila pandangan hidup masyarakat tercermin


dalam kehidupan Negara yaitu Pemerintah terikat oleh kewajiban Konstitusional, yaitu
kewajiban pemerintah dan lain-lain penyelenggaraan Negara untuk memelihara budi pekerti
kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur
(Darmodihardjo, 1996:35)

Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan


akhirnya menjadi dasar Negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila
sebelum dirumuskan menjadi dasar Negara serta ideologi Negara, nilai-nilainya telah terdapat
pada bangsa Indonesia dalam adatistiadat, dalam budaya serta dalam agama-agama sebagai
pandangan hidup masyarakat Indonesia.
Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup
bersama yang bersumber pada akar budayanya dan nilai-nilai religiusnya. Dengan suatu
pandangan hidup yang diyakini bangsa Indonesia akan mampu memandang dan memecahkan
segala persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga tidak terombang-ambing dalam
menghadapi perseolan tersebut.

Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung di dalamnya konsepsi


dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan terkandung dasar pikiran terdalam dan gagasan
mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai pandangan
hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat
Indonesia, maka pandangan hidup tersebut dijunjung tinggi oleh warganya karena pandangan
hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.

Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan
cita-cita moral bangsa yang memberikan pedoman dan kekuatan rohaniah bagi bangsa untuk
berprilaku luhur dalam kehidupan sehari dalam masyarakat, berbangsa dan bernegara.

➢ DINAMIKA PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI DALAM SEJARAH BANGSA

 Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia

Pancasila dalam kedudukannya ini sering disebut sebagai Dasar Filsafat atau Dasar
falsafah Negara (Philosofische Grondslag) dari Negara, ideology Negara atau (Staatsidee).
Dalam pengertian ini Pancasila merupakan suatu dasar nilai serta norma untuk mengatur
pemerintahan Negara atau dengan perkataan Pancasila merupakan suatu dasar untuk mengatur
penyelenggaraan Negara. Maka Pancasila merupakan sumber dari sumber hukum, Pancasila
merupakan suatu dasar untuk mengatur penyelenggaraan Negara. Maka Pancasila merupakan
sumber kaidah hokum Negara yang secara konstitusional mengaTUR NEGARA Republik
Indonesia beserta seluruh unsur-unsurnya yaitu rakyat, wilayah, serta pemerintahan Negara.
Dalam kedudukannya sebagai dasar Negara, Pancasila mempunyai kekuatan mengikat secara
hukum.

Sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sebagai sumber tertib hukum Indonesia,
maka Pancasila tercantum dalam ketentuan tertinggi yaitu pembukaan UUD 1945, kemudian
dijabarkan lebih lanjut dalam pokok-pokok pikiran, yang meliputi suasana kebatinan dari UUD
1945, yang pada akhirnya dikongkritisasikan atau dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945,
serta hukum positif lainnya. Kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara tersebut dapat dirinci
sebagai berikut :

a) Pancasila sebagai dasar Negara adalah merupakan sumber dari segala sumber hukum
(sumber tertib hukum) Indonesia. Dengan demikian Pancasila merupakan asas
kerohanian tertib hukum Indonesia yang dalam Pembukaan UUD 1945 dijelmakan
lebih lanjut dalam empat pokok pikiran.
b) Meliputi suasana kebatinan (Geistlichenhintergrund) dari Undang-Undang dasar 1945.
c) Mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar Negara (baik hukum dasar tertulis
maupun tidak tertulis).
d) Mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara Negara (termasuk para
penyelenggara partai dan golongan fungsional) memegang teguh cita-cita moral rakyat
yang luhur. Hal ini sebagaimana tercantum dalam pokok pikiran keempat yang
bunyinya sebagai berikut : “… Negara berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa,
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab”.
e) Merupakan sumber semangat bagi Undang-Undang Dasar 1945, bagi penyelengara
Negara, para pelaksana pemerintah (juga para penyelenggara partai dan golongan
fungsional).

Hal ini dapat dipahami karena semangat adalah penting bagi pelaksanaan dan
penyelenggaraan Negara, karena masyarakat dan Negara Indonesia senantiasa tumbuh dan
berkembang seiring dengan perkembangan jaman dan dinamika masyarakat. Dengan semangat
yang bersumber pada asas kerohanian Negara sebagai pandangan hidup bangsa, maka
dinamika masyarakat dan Negara akan tetap diliputi dan diarahkan asas kerohanian Negara.

Sebagaimana telah ditentukan oleh pembentuk Negara bahwa tujuan utama


dirumuskannya Pancasila adalah sebagai dasar Negara Republik Indonesia. Oleh karena itu
fungsi pokok Pancasila adalah sebagai Dasar Negara Republik Indonesia.

Hal ini sesuai dengan dasar yuridis sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945,Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966 (Jo. Ketetapan MPR No. V/MPR No.1973 dan
Ketetapan No.IX/MPR/1978. Dijelaskan bahwa Pancasila sebagai sumber dari segala sumber
hukum atau sumber tertib hukum Indonesia yang pada hakikatnya adalah merupakan suatu
pandangan hidup, kesadaran dan cita-cita hukum serta cita-cita moral yang meliputi suasana
kebatinan serta watak dari bangsa Indonesia. Selanjutnya dikatakannya bahwa cita-cita tersebut
adalah meliputi cita-cita mengenai kemerdekaan individu, kemerdekaan bangsa,
perikemanusiaan, kedilan social, perdamaian nasional dan mondial, cita-cita politik, mengenai
sifat, bentuk dan tujuan Negara, cita-cita moral mengenai kehidupan kemasyarakatan dan
keagamaan sebagai pengejawantahan dari budi nurani manusia.

Dalam proses reformasi dewasa ini MPR, melalui Sidang Istimewa tahun 1998,
mengembalikan kedudukan Pancasila sebagai dasar Negara karena itu segala agenda dalam
proses reformasi, yang meliputi berbagai bidang selain mendasar pada kenyataan aspirasi
rakyat (Sila IV) juga harus mendasarkan pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila,
Reformasi tidak mungkin menyimpang dari nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan serta keadilan, bahkan harus bersumber kepadanya.

➢ PERBANDINGAN IDEOLOGI PANCASILA DENGAN IDEOLOGI LAINNYA

 Ideologi Pancasila

Suatu ideologi pada suatu bangsa pada hakikatnya memiliki ciri khas serta karakteristik
masingmasing sesuai dengan sifat dan ciri khas bangsa itu sendiri. Namun demikian dapat juga
terjadi bahwa ideologi pada suatu bangsa datang dari luar dan dipaksakan keberlakuannya pada
bangsa tersebut sehingga tidak mencerminkan kepribadian dan karakteristik bangsa tersebut.
Ideologi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Negara Indonesia berkembang melalui suatu
proses yang cukup panjang. Pada awalnya secara kualitas bersumber dari nilai-nilai yang
dimiliki oleh bangsa Indonesia yaitu dalam adat istiadat, serta dalam agama-agama bangsa
Indonesia sebagai pandangan hidup bangsa. Oleh karena itu nilai-nilai Pancasila berasal dari
nilai-nilai pandangan hidup bangsa telah diyakini kebenarannya kemudian diangkat oleh
bangsa Indonesia sebagai dasar filsafat Negara dan kemudian menjadi ideologi Pancasila, ada
pada kehidupan bangsa dan terletak pada kelangsungan hidup bangsa dalam rangka
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Ideologi Pancasila mendasar pada hakikat sifat kodrat manusia sebagai makhluk
individu dan makhluk social. Oleh karena itu dalam ideology Pancasila mengakui atas
kebebasan dan kemerdekaan individu, namun dalam hidup bersama sehingga dengan demikian
harus mengakui hak-hak masyarakat. Selain itu bahwa manusia menurut Pancasila
berkedudukan kodrat sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Oleh karena itu nilai-nilai ketuhanan senantiasa menjiwai kehidupan manusia dalam hidup
Negara dan masyarakat. Kebebasan manusia dalam rangka demokrasi tidak melampaui hakikat
nilai-nilai ketuhanan, bahkan dalam rangka ketuhanan terjelma dalam bentuk moral dalam
ekspresi kebebasan manusia.

 Ideologi Liberal

Pada akhir abad ke – 18 di Eropa terutama di Inggris terjadilah suatu revolusi di bidang
ilmu pengetahuan kemudian berkembang ke arah revolusi teknologi dan industri.

Perubahan tersebut membawa perubahan orientasi kehidupan masyarakat baik di


bidang social, ekonomi maupun politik. Paham liberalisme berkembang dari akar-akar
rasionalisme yaitu paham yang meletakan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi,
materialisme yang meletakan materi sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas
kebenaran fakta empiris (yang dapat ditangkap dengan indra manusia), serta individualisme
yang meletakan nilai dan kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan
masyarakat dan Negara.

Berpangkal dari dasar ontologis bahwa manusia pada hakikatnya adalah sebagai
makhluk individu yang bebas. Manusia menurut paham liberalism memandang bahwa manusia
sebagai manusia pribadi yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia
sebagai individu memiliki potensi senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Dalam pengertian
inilah maka dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan konflik, manusia akan menjadi
ancaman bagi manusia lainnya yang menurut istilah Hobbes disebut “ Homo homini lupus”
sehingga manusia harus membuat suatu perlindungan bersama atas dasar kepentingan bersama.
Negara menurut liberalism harus tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk itu maka
manusia secara bersama – sama mengatur Negara.

Atas dasar ontologis hakikat manusia tersebut maka dalam kehidupan masyarakat
bersama yang disebut Negara, kebebasan individu sebagai basis demokrasi bahkan hal ini
merupakan unsur yang fundamental. Dasar-dasar demokrasi inilah yang merupakan referensi
model demokrasi di berbagai Negara pada awal abad ke-19 (Poespowardoyo, 1989). Namun
demikian dalam kapasitas manusia sebagai rakyat dalam Negara, maka sering terjadi persepsi.
Liberalisme tetap pada suatu prinsip bahwa rakyat adalah merupakan ikatan dari individu-
individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam Negara.
Berdasrkan latar belakang timbulnya paham liberalism yang merupakan sintesa dari
beberapa paham antara lain paham materialism, rasionalisme, empirisme, dan individualism
maka dalam penerapan ideology tersebut dalam Negara senantiasa didasari oleh aliran-aliran
serta paham-paham tersebut secara keseluruhan. Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi
senantiasa mendasarkan atas kebebasan individu diatas segala-galanya. Rasio merupakan
hakikat tingkatan tertinggi dalam Negara, sehingga dimungkin kan akan berkedudukan lebih
tinggi daripada nilai religius. Atas dasar inilah perbedaan sifat serta karakter bangsa sering
menimbulkan gejolak dalam menerapkan demokrasi yang hanya mendasarkan pada paham
liberalism. Termasuk di Indonesia sendiri pada era reformasi ini yang tidak semua orang
memahami makna demokrasi sehingga penerapan yang dipaksakan yang tidak sesuai dengan
kondisi objektif bangsa dalam kenyataannya menimbulkan banyak konflik.

Negara liberal hakikatnya mendasar pada kebebasan individu. Negara adalah


merupakan alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam Negara sangat ditentukan
oleh kebebasan individu. Paham liberalisme dalam pertumbuhannya sangat dipengaruhi oleh
paham rasionalisme yang mendasarkan atas kebenaran rasio. Materialisme yang mendasarkan
atas hakikat materi, empirisme yang mendasarkan atas kebebasan individu (Soeryanto,
1989:185).

Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk dan menjalankan ibadah
sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dlam Negara liberal juga diberi kebebasan
untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis, bahkan Negara liberal memberi kebebasan
warganya untuk menilai dan mengkritik agama misalnya tentang Nabi, Rasul, Kitab Suci
bahkan Tuhan sekalipun. Misalnya Salman Rusdi yang mengkritik kitab suci dengan tulisan
ayat-ayat setan. Karena menurut paham liberal bahwa kebenaran individu adalah sebagi
sumber kebenaran tertinggi.

Nilai-nilai agama dalam Negara dipisahkan dan dibedakan dengan Negara, keputusan
dan ketentuan kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh
kesepakatan individu-individu sebagai norma agama. Misalnya UU Aborsi di Negara Irlandia
tetap diberlakukan walaupun ditentang oleh Gereja dan Agama lainnya, karena UU tersebut
merupakan hasil referendum. Berdasarkan pandangan filosoifis tersebut hampir dapat
dipastikan bahwa dalam sistem Negara liberal membedakan dan memisahkan antara Negara
dengan agama atau bersifat sekuler.

 Ideologi Komunis
Berbagai macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham komunisme
sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah sebagi bentuk reaksi diatas
perkembangan masyrakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal. Berkembangnya paham
individualism liberalism yang berakibat munculnya masyarakat kapitalis menurut paham ini
mengakibatkan penderitaan rakyat, sehingga komunisme muncul sebagai reaksi atas
penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung oleh pemerintah.

Bertolak belakang dengan paham liberalism individualism

Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945, kaitan dengan


proklamasi, Pancasila dan cita-cita nasional, serta pembukaan UUD 1945
dan pokok-pokok pikirannya, dan permasalahan

➢ Pengertian, kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945

❖ Pengertian Hukum Dasar dan Undang-undang Dasar

Hukum dasar adalah aturan-aturan dasar yang dijadikan landasan bagi berlakunya
peraturan perundang-undangan dan penyelenggaraan Negara. Adapun yang dimaksud dengan
Undang-undang Dasar, menurut UUD 1945 adalah hukum dasar tertulis.

Maka sebagai hukum, UUD itu mengikat, baik bagi pemerintah, setiap lembaga Negara
dan Lembaga Masyarakat, serta mengikat bagi semua warga negara Indonesia dimana pun ia
berada, maupun bagi setiap penduduk yang ada di wilayah republik Indonesia.

Dan sebagai hukum, Undang-undang Dasar itu berisikan norma-norma, aturan – aturan,
atau ketentuan-ketentuan yang harus dilaksanakan dan ditaati.

Undang-undang Dasar bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, dan sebagai
hukum dasar maka Undang-undang Dasar itu sendiri merupakan sumber hukum. Oleh karena
itu setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan atau keputusan pemerintah harus
didasarkan dan bersumberkan pada peraturan yang lebih tinggi.

Sebagai Hukum dasar tertulis, Undang-undang dasar dalam kerangka aturan atau tata
tingkatan norma hukum yang berlaku menempati kedudukan yang tinggi, yang mempunyai
fungsi sebagai alatr pengontrol bagi norma hukum yang kedudukannya lebih rendah.
Selain dari pada Undang-undang Dasar sebagai hukum dasar tertulis, masih ada hukum
lainnya yang tidak tertulis, yaitu yang dalam penjelasan UUD 1945 dinyatakan sebagai
“aturanaturan dasar yang tidak tertulis” yang dikenal dengan sebutan Konvensi. Konvensi ini
merupakan aturan-aturan pelengkap yang mengisi kekosongan yang timbul dalam praktek
kenegaraan yang tidak terdapat pada Undang-undang Dasar.

Perbedaan yang mendasar antara UUD 1945 sebelum dan setelah amandemen sebagai
berikut :

1) Batang Tubuh UUD 1945 yang meskipun firmatnya berubah, namun sesungguhnya
isinya telah banyak mengalami perubahan, sehingga bila dicermati telah berubah
menjadi 20 BAB, 73 Pasal, 3 Pasal Aturan peralihan dan 2 Pasal Aturan Tambahan.
Dengan demikian UUD 1945 hasil amandemen tidak lagi dapat disebut bersifat singkat,
supel dan elastis, melainkan bersifat rigid/kaku.
2) Penjelasan UUD 1945 telah ditiadakan (diadakan pencabutan secara diam-diam) yakni
dari ketentuan pasal II aturan tambahan yang menyebutkan bahwa : “Dengan
ditetapkannya perubahan UUD ini, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945 terdiri
atas Pembukaan dan Pasal-Pasal. Materi dari penjelasan sebagian ada yang sudah
ditampung dalam perubahan UUD 1945, meskipun dalam nuansa dan dengan alasan
yang berbeda.
3) Lahirnya lembaga-lembaga baru seperti Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial.
Mahkamah Konstitusi, dan hapusnya lembaga lama, yakni Dewan Pertimbangan
Agung.
4) Berkurangnya kekuasaan, wewenang, dan berubahnya kedududkan lembaga tertinggi
Negara (MPR), yakni kekuasaan tidak lagi tak terbatas, tidak lagi menetapkan GBHN,
tidak lagi memilih presiden dan wakil Presiden, sehingga kedudukan MPR juga tidak
dapat disebut lembaga tertinggi Negara.

➢ Kedudukan, fungsi dan sifat UUD 1945

Undang-undang Dasar merupakan hukum negara yang tertinggi di antara peraturan


perundangan lainnya yang mempunyai sifat elastis/fleksibel dapat saja mengalami perubahan,
tambahan, penyempurnaan demi menyesuaikan dengan perkembangan jaman, meskipun UUD
1945 hasil amandemen terkesan kaku/rigid serta mempunyai fungsi sebagai alat kontrol,
apakah norma hukum yang lebih rendah yang berlaku sesuai atau tidak dengan ketentuan
Undang-undang Dasar 1945.

➢ Kaitan dengan proklamasi, Pancasila dan cita-cita/tujuan nasional

o Pembukaan UUD 1945 dan pokok-pokok pikiran di dalamnya

Pembukaan UUD 1945 yang terdiri dari 4 alinea itu menjadi sumber motivasi dan
aspirasi perjuangan dan tekad bangsa Indonesia, yang merupakan sumber dari cita hukum dan
cita moral yang ingin ditegakan baik dalam lingkungan nasional maupun dalam hubungannya
dengan pergaulan bangsabangsa di dunia.

Tiap-tiap alinea dan kata-katanya mengandung arti makna yang sangat dalam, serta
mengandung arti dan makna yang sangat dalam, serta mengandung nilai-nilai universal dan
lestari. Dikatakan mengandung nilai universal, karena mengandung nilai yang dijunjung tinggi
oleh bangsa-bangsa yang beradab diseluruh muka bumi sedangkan nilai lestari, karena
menampung dinamika masyarakat, dan akan tetap menjadi landasan perjuangan Bangsa dan
Negara, selama bangsa Indonesia tetap setia kepada Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.

o Pokok-pokok pikiran tiap-tiap alinea Pembukaan UUD 1945

Pembukaan UUD 1945 mengandung pokok-pokok pikiran yang diciptakan dan


dijelmakan dalam batang tubuh UUD 1945, yaitu dalam bentuk pasal-pasalnya. Pokok-pokok
pikiran dimaksud terdiri atas 4 (empat) pokok pikiran, yaitu :

a. Pokok pikiran pertama : Persatuan


b. Pokok pikiran kedua : Keadilan sosial
c. Pokok pikiran ketiga : kerakyatan
d. Pokok pikiran keempat : Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dengan demikian keempat pokok pikiran ini tidak lain dari pada pancaran dasar
Falsafah Negara Pancasila, walaupun apabila kita perhatikan susunan daripada pokok-pokok
pikiran tersebut tidak mencerminkan suatu susunan yang beraturan/sistematis seperti halnya
yang tredapat pada susunan pancasila pada alienea keempat pembukaan UUD 1945 yang
dimulai dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa dan bukan sila Persatuan Indonesia.
SISTEM PEMERINTAHAN NEGARA

Sistem pemerintahan negara dikenal sebagai Tujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan
Negara Republik Indonesia, yang pada dasarnya berisikan : bentuk negara, sistem konstitusi,
kedaulatan rakyat, penyelenggaraan pemerintahan negara, pertanggungjawaban Presiden,
kedudukan menteri negara, dan kekuasaan kepala negara.

Ketujuh Kunci Pokok Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia menurut UUD
1945 hasil amandemen, adalah sebagai berikut :

(1) Indonesia ialah Negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat) tidak berdasarkan atas
kekuasaan belaka (Machtsstaat).

Negara hukum adalah negara dimana kekuasaan penguasa negara tidak berdasarkan atas
kekuasaan semata-mata, melainkan didasarkan atas hukum dan dibatasi oleh hukum, bukannya
kekuasaan, hukumlah yang mempunyai kedudukan tertinggi.

Dengan demikian setiap kegiatan pemerintah/kemasyarakatan harus berdasarkan hukum dan


dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.

Hukum di sini adalah negara hukum dalam arti material (luas), yang berarti setiap tindakan
Negara harus mempertimbangkan dua aspek, yaitu aspek kegunaan dan aspek landasan
hukumnya.

Kunci pertama ini menegaskan bahwa Indonesia adalah Negara Hukum.

(2) Sistem Konstitusional

Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) tidak bersifat absolutisme
(kekuasaan yang tidak terbatas). Sistem ini mempertegas bahwa pengendalian pemerintah atau
penyelenggaraan negara dibatasi oleh ketentuan-ketentuan konstitusi dan konstitusi lain yang
merupakan produk konstitusional dan bukan kekuasaan yang tidak terbatas. Hukum dasar
tertulis Indonesia adalah Undang-undang Dasar 1945. Dengan demikian, pemerintah Indonesia
berdasar pada UUD 1945.

Kunci kedua ini menegaskan bahwa Indonesia menggunakan sistem Konstitusional, yaitu
UUD 1945.
(3) Kekuasaan Negara yang Tertinggi di Tangan Rakyat

Kekuasaan tertinggi (kedaulatan) di tangan rakyat, dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1
ayat 2).

Hal ini berarti terjadi suatu reformasi kekuasaan tertinggi dalam negara secara kelembagaan
tertinggi negara, walaupun esensinya tetap rakyat yang memiliki kekuasaan. MPR hanya
memiliki kekuasaan melakukan perubahan UUD, melantik Presiden dan Wakil Presiden, serta
memberhentikan Presiden/Wakil Presiden sesuai masa jabatannya, atau jikalau melanggar
suatu konstitusi. Oleh karena itu sekarang Presiden bersifat “Neben” bukan Untergeordnet
terhadap MPR, karena Presiden dip[ilih langsung oleh rakyat.

(4) Presiden ialah Penyelenggara Pemerintah Negara yang tertinggi.

Presiden merupakan penyelenggara pemerintahan tertinggi yang kedudukannya berada di


samping MPR dan DPR, karena Presiden dipilih langsung oleh rakyat. UUD 1945 Pasal 6A
ayat (1). Jadi menurut UUD 1945 ini Presiden tidak lagi merupakan mandataris MPR,
melainkan dipilih langsung oleh rakyat.

(5) Presiden Tidak Bertanggungjawab Kepada Dewan Perwakilan Rakyat

Presiden tidak bertanggungjawab kepada Dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
pada Dewan. Meskipun begitu Presiden harus bekerjasama dengan Dewan dalam bidang
legislatif.

(6) Menteri Negara ialah Pembantu Presiden, Mentri Negara tidak bertanggungjawab kepada
Dewan Perwakilan Rakyat.

Presiden dalam melaksanakan tugas pemerintahannya dibantu oleh menteri-menteri Negara.


Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri Negara. Menteri-menteri Negara
itu tidak bertanggungjawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Kedudukannya tidak
tergantung kepada Dewan Perwakilan Rakyat.

(7) Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak-Terbatas

Meskipun kepala Negara tidak bertanggungjawab kepada Dwan Perwakilan Rakyat, ia bukan
“Diktator”, artinya kekuasaan terbatas. Di atas telah menegaskan bahwa ia bukan mandataris
Majelis Permusyawaratan Rakyat, namun demikian ia tidak dapat membubarkan DPR ataupun
MPR. Kecuali itu ia harus memperhatikan sungguh-sungguh suara Dewam Perwakilan Rakyat.
KELEMBAGAAN NEGARA

Secara konstitusional Lembaga-lembaga Negara menurut UUD 1945 hasil amandemen


2002 adalah MPR, Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daera
(DPD), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Mahkamah Agung (MA), Mahkamah Konstitusi
(MK), dan Komisi Yudisial (KY),. Lembaga-lembaga Negara ini kedudukan, wewenang,
kewajiban, dan tanggungjawabmya diatur dalam Undang-undang Dasar 1945.

Lembaga-lembaga Negara ini perlu sekali ditingkatkan kegiatannya, agar supaya


terhindar adanya pemusatan kekuasaan pada satu tangan dan terwujudnya pembagian
kekuasaan seperti yang ditetapkan di dalam UUD 1945 yang mantap.

DAFTAR PUSTAKA

Alfian,Dalam Pancasila Sebagai Ideologi.Pancasila Sebagai Ideologi Dalam Kehidupan


Politik.Jakarta:BP-7 Pusat 1991.

Budiarjo,Miriam.DasarIlmuPolitik.JakartaGramediaPustakaUtama 1991.

Bakry,Noor MS. Oriental FilsafatPancasila. Yogyakarta,Liberty,1990.

Bakry,Noor MS. PancasilaYuridisKenegaraan. Yogyakarta,Liberty,1994

Darmodiharjo,csDarji.SantiajiPancasila. Surabaya : Usaha Nasional, 1981.

Darmodiharjo, Darji. Mimbar BP-7.PengertianNilai, Norma, Moral, Etika, Pandangan


Hidup.Jakarta: BP-7 Pusat,1995/1996,No.76.

Djuharno,Hasanudin.PancasiladanUndang-UndangDasar 1945.Bandung,1989.

KMKLU Universitas Kristen Maranatha,DiktatKuliahPendidikan Pancasila,2009.

Hatta,Mohamad cs. UraianPancasila. Jakarta: Mutiara,1980.

Kaelan,M.S, PancasilaSebagaiFilsafat,PancasilaSebagaiEtikaPolitik,
ParadigmaBermasyarakat, BerbangsadanBernegara. Paradigma Yogyakarta,2003.
LaboratoriumPancasila IKIP Malang.GlossariumSekitarPancasila. Surabaya : Usaha
Nasional, 1981.

Mubyarto.DalamPancasilaSebagaiIdeologi. PncasilaSebagaiIdeologiDalam
KehidupanKebudayaan. Jakarta BP-7 Pusat,1981.

Notosusanto, Nugroho. Proses PerumusanPancasilaDasar Negara, Jakarta : PN Balai


Pustaka,1981.

Poespowardojo, soerjanto.FalsafahPancasila. Jakarta Gramedia,1991.

Sumantri, Sri.ProsedurdanSistemPerubahanKonstitusi,Bandung,Alumni 1979.

Suseno, Franz Magins. EtikaPoltik. Jakarta Gramedia,1988.

Tim PenyuntingSetneg. RisalahSidang BPUPKI, PPKI, Jakarta :Sekertaris Negara R.I, 1992.

Wahjono, Padmo (ed) Masalah-MasalahAktualKetatanegaraan. Jakarta, Yayasan Wisma


Djokosutarto,SH.,1991.

Anda mungkin juga menyukai