Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia, bukan
terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang
terjadi pada ideologi-ideologi lain di dunia, namun terbentuknya Pancasila melalui proses
yang cukup panjang dalam sejarah bangsa Indonesia. Ideologi Pancasila yang diterapkan di
Indonesia bila dibandingkan dengan ideologi besar lain di dunia mempunyai suatu
perbedaan. Di satu sisi terkadang perbedaan tersebut terasa dekat dan tipis, tetapi di sisi
lainnya perbedaan tersebut sangat jauh dan sangat berbeda.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.2.1 Mengapa Pancasila dapat dijadikan sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia?
1.2.2 Bagaimana perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional?
1.2.3 Bagaimana perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan ideologi-ideologi
besar dunia seperti agama, liberalisme & komunisme?
1.2.4 Apa hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana?
1.3 Metode Penulisan
Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode kepustakaan dimana
penulis mengambil beberapa sumber (sebagaian besar dari buku) dan menyimpulkan apa
yang didapatkan dari sumber-sumber tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengukuhan Pancasila sebagai Ideologi Nasional Bangsa Indonesia
Manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, dalam perjuangan untuk
mencapai kehidupan yang lebih sempurna, senantiasa memerlukan nilai-nilai luhur yang
dijunjungnya sebagai suatu pandangan hidup. Nilai-nilai luhur adalah merupakan suatu tolok
ukur kebaikan yang berkenaan dengan hal-hal yang bersifat mendasar dan abadi dalam
hidup manusia, seperti cita-cita yang hendak dicapainya dalam hidup manusia.
Pandangan hidup yang terdiri atas kesatuan rangkaian nilai-nilai luhur tersebut adalah
suatu wawasan yang menyeluruh terhadap kehidupan itu sendiri. Pandangan hidup
berfungsi sebagai kerangaka acuan baik untuk menata kehidupan diri pribadi maupun dalam
interaksi antar manusia dalam masyarakat serta alam sekitarnya.
Sebagai makhluk individu dan makhluk sosial manusia tidaklah mungkin memenuhi segala
kebutuhannya sendiri, oleh karena itu untuk mengembangkan potensi kemanusiaannya, ia
senantiasa memerlukan orang lain. Dalam pengertian inilah maka manusia pribadi
senantiasa hidup sebagai bagian dari lingkungan sosial yang lebih luas, secara berturut-turut
lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat, lingkungan bangsa dan lingkungan negara
yang merupakan lembaga-lembaga masyarakatutama yang dirapkan dapat menyalurkan dan
mewujudkan pandangan hidupnya. Dengan demikian dalam kehidupan bersama dalam suatu
negara membutuhkan suatu tekad kebersamaan, cita-cita yang ingin dicapainya yang
bersumber pada pandangan hidupnya tersebut.
Dalam pengertian inilah maka proses perumusan pandangan hidup masyarakat
dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup bangsa dan selanjutnya pendangan
hidup bangsa dituangkan dan dilembagakan menjadi pandangan hidup negara. Pandangan
hidup bangsa dapat disebut sebagai ideologi bangsa (nasional), dan pandangan hidup negara
dapat disebut sebagai ideologi negara.
Dalam proses penjabaran dalam kehidupan modern antara pandangan hidup masyarakat
dengan pandangan hidup bangsa memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Pandangan
hidup bangsa diproyeksikan kembali kepada pandangan hidup masyarakat serta tercermin
dalam sikap hidup pribadi warganya. Dengan demikian dalam negara Pancasila pandangan
hidup masyarakat tercermin dalam kehidupan negara yaitu Pemerintah terikat oleh
kewajiban konstitusional, yaitu kewajiban Pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral
rakyat yang luhur.
Transformasi pandangan hidup masyarakat menjadi pandangan hidup bangsa dan
akhirnyamenjadi dasar negara juga terjadi pada pandangan hidup Pancasila. Pancasila
sebelum dirumuskan menjadi dasar negara serta ideologi negara, nilai-nilainya telah
terdapat pada bangsa Indonesia dalam adat-istiadat, dalam budaya serta dalam agama-
agama sebagai pandangan hidup masyarakat Indonesia. Pandangan yang ada pada
masyarakat Indonesia tersebut kemudian menjelma menjadi pandangan hidup bangsa yang
telah terintis sejak zaman Sriwijaya, Majapahit kemudian Sumpah Pemuda 1928. Kemudian
diangkat dan dirumuskan oleh para pendiri negara dalam sidang BPUPKI, Panitia ”Sembilan”,
serta sidang PPKI kemudian ditentukan dan disepakati sebagai dasar negara republik
Indonesia, dan dalam pengertian inilah maka Pncasila sebagai Pandangan hidup negara dan
sekaligus ideologi negara.
Bangsa Indonesia dalam hidup bernegara telah memiliki suatu pandangan hidup bersama
yang bersumber pada akar budayanya dan nilai-nilai religiusnya. Dengan pandangan hidup
yang mantap maka bangsa Indonesia akan mengetahui ke arah mana tujuan yang ingin
dicapainya. Dengan suatu pandangan hidup yang diyakininya bangsa Indonesia akan mampu
memandang dan memecahkan segala persoalan yang dihadapinya secara tepat sehingga
tidak terombang-ambing dalam menghadapi persoalan tersebut. Dengan suatu pandangan
hidup yang jelas maka bangsa Indonesia akan memiliki pegangan dan pedoman bagaimana
mengenal dan memecahkan berbagai maslah politik, sosial budaya, ekonomi, hukum,
hankam dan persoalan lainnya dalam gerak masyarakat yang semakin maju.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa tersebut terkandung di dalamnya konsepsi
dasar mengenai kehidupan yang dicita-citakan, terkandung dasar pikiran terdalam dan
gagasan mengenai wujud kehidupan yang dianggap baik. Oleh karena Pancasila sebagai
pandangan hidup bangsa merupakan suatu kristalisasi dari nilai-nilai yang hidup dalam
masyarakat Indonesia, maka pandangan hidup tesebut dijunjung tinggi oleh warganya
karena pandangan hidup Pancasila berakar pada budaya dan pandangan hidup masyarakat.
Dengan demikian pandangan hidup Pancasila bagi bangsa Indonesia yang bhinneka Tunggal
Ika tersebut harus merupakan asas pemersatu bangsa sehingga tidak boleh mematikan
keanekaragaman.
Sebagai intisari dari nilai budaya masyarakat Indonesia, maka Pancasila merupakan cita-
cita moral bangsa untuk berperilaku luhur dalam kehiduapan sehari-hari dalam
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.2 Perwujudan Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai Ideologi Nasional
Pancasila sebagai suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat
reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi Pancasila adalah
bersifat aktual, dinamis, antisipatif dan senantiasa mampu menyesuaikan dengan
perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika perkembangan
aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti mengubah nilai-nilai
dasar yang terkandung di dalamnya, namun mengeksplisitkan wawasannya secara lebih
kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif untuk memcahkan masalah-
masalah aktual yang senantiasa berkembang seiring dengan aspirasi rakyat, perkembangan
iptek serta zaman.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai yang mendasar yang bersifat
tetap dan tidak berubah sehingga tidak langsung bersifat operasional, oleh karena itu setiap
kali harus dieksplisitkan. Eksplisitasi dilakukan dengan menghadapkannya pada berbagai
masalah yang selalu silih berganti melalui refleksi yang rasional sehingga terungkap makna
operasionalnya. Dengan demikian penjabaran ideologi dilaksanakan dengan interpretasi
yang kritis dan rasional. Sebagai suatu contoh dalam kaitannya dengan ekonomi yaitu
diterapkannya ekonomi kerakyatan, demikian pula dalam kaitannya dengan pendidikan,
hukum, kebudayaan, iptek, hankam, dan bidang lainnya.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang terkandung
dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai berikut:
 Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu Ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan, dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan esensi dari sila-sila
Pancasila yang bersifat universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita,
tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar. Nilai dasar ideologi tersebut tertuang dalam
Pembukaan UUD 1945, sehingga oleh karena Pembukaan memuat nilai-nilai dasar ideologi
Pancasila maka Pembukaan UUD 1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertib
hukum tertinggi, sebagai sumber hukum positif sehingga dalam negara memiliki kedudukan
sebagai ”Sttatsfundamentalnorm” atau pokok kaidah negara yang fundamental. Sebagai
ideologi terbuka, nilai dasar inilah yang bersifat tetap dan terletak pada kelangsungan hidup
negara, sehingga mengubah Pembukaan UUD 1945 yang memuat nilai dasar ideologi
Pancasila tersebut sama halnya dengan pembubaran begara. Adapun nilai dasar tersebut
kemudian dijabarkan dalam pasal-pasal UUD 1945 yang didalamnya terkandung lembaga-
lembaga penyelenggaraan negara, hubungan antara lembaga penyelenggara negara beserta
tugas dan wewenangnya.
 Nilai Instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga
pelaksanaannya. Nilai instrumental ini merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari
nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya, Garis-Garis Besar Haluan Negara yang lima
tahun senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi Masyarakat,
undang-undang, departemen-departemen sebagai lembaga pelaksanaan dan lain sebagainya.
Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan perubahan (reformatif).
 Nilai Praksis, yaitu merupakan realisasi nilai-nilai instrumental dalam suatu realisasi
pengamalan yang bersifat nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Dalam realissi praksis inilah maka penjabaran nilai-nilai Pancasila
senantiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi)
sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta aspirasi
masyarakat.
Suatu ideologi selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa cita-cita,
pemikiran-pemikiran serta nilai-nilai yang dianggap baik, juga harus memiliki norma yang
jelas karena ideologi harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan
suatu aktualisasi secara kongkret. Oleh karena itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka secara
struktural memiliki tiga dimensi yaitu:
 Dimensi Idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat
sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila
Pancasila yaitu Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan, dan Keadilan. Hakikat
nilai-nilai Pancasila tersebut bersumber pada filsafat Pancasila. Karena setiap ideologi
bersumber pada suatu nilai-nilai filosofis atau sistem filsafat. Kadar serta idealisme yang
terkandung dalam Pancasila mampu memberikan harapan, optimisme serta mampu
menggugah motivasi para pendukungnya untuk berupaya mewujudkan apa yang dicita-
citakan.
 Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang tekandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam
suatu sistem norma, sebagaimana tekandung dalam normr-normr, kenegaraan. Dalam
pengertian ini Pancasila terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma
tertib hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta merupakan Pokok kaidah Negara yang
fundamental. Dalam pengertian ini ideologi Pancasila agar mampu dijabarkan ke dalam
langkah operasional, maka perlu memiliki norma yang jelas.
 Dimensi Realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan realitas yang hidup
berkembang di masyarakat. Olek karena itu, Pancasila selain memiliki dimensi nilai-nilai
ideal serta normatif, maka Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat
secara nyata (kongkrit) baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam penyelenggaraan
negara. Dengan demikian, Pancasila sebagai ideologi terbuka tidak bersifat ”utopis” yang
hanya berisi ide-ide yang bersifat mengawang-awang, melainkan suatu ideologi yang bersifat
”realistis” artinya mampu dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.
Berdasarkan dimensi yang dimiliki oleh Pancasila sebagai ideologi tebuka, maka sifat
ideologi Pancasila tidak bersifat ”Utopis” yaitu hanya merupakan sistem ide-ide belaka yang
jauh dari kehidupan sehari-hari secara nyata. Demikian pula ideologi Pancasila bukanlah
merupakan suatu ”doktrin” belaka yang bersifat tertutup yang merupakan norma-norma
yang beku, melainkan disamping memiliki idealisme, Pancasila juga bersifat nyata dan
reformatif yang mampu melakukan perubahan. Akhirnya Pancasila juga bukan merupakan
suatu ideologi yang ”pragmatis” yang hanya menekankan segi-segi praktis belaka tanpa
adanya aspek idealisme. Maka ideologi Pancasila yang bersifat terbuka pada hakikatnya,
nilai-nilai dasar yang bersifat universal dan tetap, adapun penjabaran realisasinya senantiasa
dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu melakukan perubahan
sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Hal inilah yang merupakan perwujudan
Pancasila dalam pelaksanaan fungsinya sebagai ideologi nasional.
2.3 Perbandingan Ideologi Nasional Pancasila dikaitkan dengan ideologi-ideologi besar
dunia seperti agama, liberalisme & komunisme
Sebelum penulis membandingkan ideologi Pancasila, agama, liberalisme, dan
komunisme, penulis menjelaskan terlebih dahulu tentang ideologi agama, liberalisme, dan
komunisme.
2.3.1 Ideologi Agama
Dalam Ideologi Agama, konsepsi negara dan agama adalah satu, artinya bahwa
pemerintahan dijalankan berdasarkan firman-firman Tuhan, dan segala tata kehidupan
dalam masyarakat, bangsa, dan negara didasarkan atas firman-firman Tuhan. Dengan
demikian agama menguasai masyarakat politis. Dalam praktek kenegaraan terdapat dua
macam pengertian negara berideologi agama, yaitu:
 Negara Berideologi Agama Langsung
Dalam sistem negara berideologi agama langsung, kekuasaan adalah langsung merupakan
otoritas Tuhan. Adanya negara di dunia ini adalah atas kehendak Tuhan, dan yang
memerintah adalah Tuhan. Contohnya, dalam perang dunia II, rakyat Jepang rela mati
berperang untuk kaisarnya, karena menurut kepercayaannya, kaisar adalah sebagai anak
Tuhan. Doktrin-doktrin dan ajaran-ajaran berkembang dalam negara berideologi agama
langsung , sebagai upaya untuk memperkuat dan meyakinkan rakyat terhadap kekuasaan
Tuhan dalam negara.
Dalam sistem negara yang demikian, maka agama menyatu dengan negara, dalam arti
seluruh sistem negara, norma-norma negara adalah merupakan otoritas langsung dari Tuhn
melalui Wahyu.
 Negara Berideologi Agama Tidak Langsung
Berbeda dengan sistem negara berideologi agama langsung, negara berideologi agama
tidak langsung berpegangan bahwa bukan Tuhan sendiri yang memerintah dalam negara,
melainkan Kepala Negara atau Raja, yang memiliki otoritas atas nama Tuhan. Kepala Negara
atau Raja memerintah negara atas kehendak Tuhan, sehingga kekuasaan dalam negara
merupakan suatu karunia dari Tuhan. Dalam sejarah kenegaraan kerajaan Balanda, raja
mengemban tugas suci yaitu kekuasaan yang merupakan amanat dari Tuhan. Raja
mengemban tugas suci dari Tuhan untuk memakmurkan rakyatnya.
Negara merupakan penjelmaan dari kekuasaan Tuhan, dan oleh karena kekuasaan raja
dalam negara adalah merupakan kekuasaan yang berasal dari Tuhan, maka sistem dan
norma-orma dalam negara dirumuskan berdasarkan firman-firman Tuhan. Demikianlah
kedudukan agama dalam negara berideologi agama dimana firman Tuhan, norma agama
serta otoritas Tuhan menyatu dengan negara.
2.3.2 Ideologi Liberal
Paham liberalisme berkembang dari akar-akar rasionalisme yaitu paham yang
meletakkan rasio sebagai sumber kebenaran tertinggi, materialisme yang meletakkan materi
sebagai nilai tertinggi, empirisme yang mendasarkan atas kebenaran fakta empiris (yang
ditangkap dengan indera manusia) serta individualisme yang meletakkan nilai dan
kebebasan individu sebagai nilai tertinggi dalam kehidupan masyarakat dan negara. Menurut
paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi yang utuh dan
lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memiliki potensi dan
senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Menurut Hobbes istilah ”homo homini lupus”
bararti bahwa dalam hidup masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia
akan menjadi ancaman bagi manusia lainnya. Liberalisme yaitu bahwa rakyat merupakan
ikatan dari individu-individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan
bersama dalam negara.
Kebebasan manusia dalam realisasi demokrasi senantiasa mendasarkan atas kebebasan
individu di atas segala-galanya. Rasio merupakan hakikat tingkatan tertinggi dalam negara,
sehingga dimungkinkan akan berkedudukan lebih tinggi daripada nilai religius. Hal ini harus
dipahami karena demokrasi akan mencakup seluruh sendi-sendi kehidupan dalam
kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, antara lain bidan politik, ekonomi, sosial,
kebudayaan, ilmu pengetahuan bahkan kehidupan agama ataupun religius. Atas dasar inilah
perbedaan sifat serta karakter bangsa sering menimbulkan gejolak dalam menerapkan
demokrasi yang hanya mendasarkan pada paham liberalisme
2.3.3 Ideologi Komunis
Berbagai macam konsep dan paham sosialisme sebenarnya hanya paham komunismelah
sebagai paham yang paling jelas dan lengkap. Paham ini adalah sebagai bentuk reaksi atas
perkembangan masyarakat kapitalis sebagai hasil dari ideologi liberal. Menurut paham ini,
munculnya masyarakat kapitalis menyebabkan penderitaan rakyat, sehinggakomunisme
muncul sebagai reaksi atas penindasan rakyat kecil oleh kalangan kapitalis yang didukung
pemerintah. Ideologi komunisme mendasarkan pada suatu keyakinanbahwa manusia pada
hakekatnya adalah makhluk sosial saja dan sekumpulan relasi sehingga yang mutlak adalah
komunitas dan bukan individualisme. Karena tidak adanya hak individu, maka dapat
dipastikan bahwa menurut paham komunisme bahwa demokrasi individualisme itu tidak
ada, yang ada adalah hak komunal.
Dalam masyarakat terdapat kelas-kelas yang saling berinteraksi secara dialektis yaitu
kelas kapitalis dan kelas proletar (buruh). Kelas Kapitalis senantiasa melakukan penindasan
atas kelas buruh proletar. Semua ini harus dilenyapkan. Untuk merubah hal tersebut, maka
harus dilakukan dengan mengubah secara revolusioner infrastruktur masyarakat. Etika
ideologi komunisme adalah mendasarkan suatu kebaikan hanya pada kepentingan demi
keuntungan kelas masyarakat secara totalitas.
Kaitannya dengan negara, bahwa negara adalah sebagai manifestasi dari manusia sebagai
makhluk komunal. Mengubah masyarakat secara revolusioner harus berakhir dengan
kemenangan pada pihak kelas protelar. Pemerintah negara harus dipegang oleh orang-orang
yang meletakkan kepentingan pada kelas proletar. Hak individual dianggap tidak ada dan hak
asasi dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif. Sehingga komunisme adalah anti
demokrasi dan hak asasi manusia.
2.3.4 Perbandingan Ideologi Pancasila, Agama, Liberalisme, dan Komunisme

Pancasila Agama Liberal Komunis

Ideolo
gi

Hal
Wajib dengan Wajib, Boleh Tidak
Hubungannya dengan kebebasan dengan memeluk percaya
Agama memilih agama agama yang agama dan dengan
sesuai dengan sama dengan juga tidak keberadaan
keyakinannya. yang danut dilarang Tuhan.
pemerintah. untuk tidak
memeluk
agama.
Mengutamakan Sesuai Melaksanaka Melaksanaka
Hubungannya dengan Tatanan ekonomi tuntunan n sistem n ekonomi
Ekonomi koperasi yang kitab suci ekonomi etatisme yang
sesuai dengan agama yang liberal yang berpijak pada
nilai-nilai dianut. bebas. Hak- kepentingan
Pancasila Contohnya, hak pribadi kolektif
ekonomi diakui dan rakyat secara
Syariah diberi ruang menyeluruh.
untuk negara sebebas- Hak-hak
berideologi bebasnya pribadi
agama Islam dibatasi
sampai pada
batas tidak
diakui
Sistem politik Sistem politik Sistem politik Sistem politik
Hubungannya dengan sistem yang berasaskan yang yang liberal yang sosialis.
politik dan pemerintahan Pancasila. berdasarkan dan Terdapat
Memperkenanka tuntunan demokratis. beberapa
n terdapat kitab suci. Terdapat partai yang
banyak Tidak sedikit partai, berhaluan
organisasi partai terdapat tapi sangat berbeda,
untuk partai. Kepala aspiratif tetapi hanya
kepentingan negara dan dengan satu yang
demokrasi. kepala keinginan muncul. Hal
Dipimpin oleh pemerintaha rakyat. itu karena
seorang Presiden n digariskan Kepala adanya
sebagai kepala dalam garis negara dan keberpihakan
negara dan keturunan kepala politik pada
kepala Raja. pemerintaha salah satu
pemerintahan n dipimpin partai saja.
oleh Hal ini biasa
presiden. disebut
demokrasi
tertutup.
Dipimpin
oleh presiden
seorang
presiden.

2.4 Hubungan Ideologi Pancasila dengan Ideologi Tri Hita Karana


2.4.1 Pengertian Tri Hita Karana
Masyarakat Bali dalam kehidupannya dituntun oleh nilai-nilai kebudayaan bali yang
bercorak religius yang selalu berusaha bersikap seimbang terhadap alam sekitarnya. Nilai
dan asas-asas itu kemudian dipersepsikan ke dalam ajaran Filsafat Tri Hita Karana. Tri Hita
Karana merupakan suatu tata krama bertujuan untuk melestarikan keseimbangan hidup
yang bermuara pada kemakmuran dunia. Secara harfiah artinya sebagai berikut:
1. Tri artinya tiga
2. Hita bararti baik, senang, gembira, lestari, harmonis
3. Karana berarti sebab musabab
Dengan demikian Tri Hita Karana artinya tiga unsur penyebab adanya kemakmuran.
Adapun uraian dari tri hita Karana itu adalah sebagai berikut:
1. Parhyangan
Parhyangan berasal dari kata Hyang yang berarti Tuhan. Parhyangan berarti Ketuhanan atau
hal-hal yang menyangkut dalam rangka pemujaan Sang Hyang Widi sebagai Maha Pencipta.
2. Palemahan
Palemahan berasal dari kata lemah yang artinya tanah juga berarti buana atau alam, dalam
arti sempit berarti suatu pemukiman atau tempat tinggal.
3. Pawongan
Pawongan berasal dari kata wong yang berarti orang. Pawongan berarti perihal berkaitan
dengan orang atau keorangan dalam suatu kehidupan masyarakat.
Ketiga unsur ini tak dapat dipisahkan dalam tata hidup masyarakat Bali, bahkan
senantiasa diterapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kebulatan yang padat, erat melekat
pada setiap aspek kehidupan secara harmonis, dinamis dan produktif.
2.4.2 Hubungan Ideologi Tri Hita karana dengan Ideologi Pancasila
Ideologi Tri Hita Karana yang ada di dalam masyarakat Bali sesungguhnya mempunyai
kaitan yang erat dengan Ideologi Pancasila. Ideologi Pancasila yang diwujudkan dalam
Kesatuan sila-sila Pancasila bisa kita relasikan dengan tiga konsep idelogi Tri Hita Karana.
Parahyangan yang merupakan konsep ketuhanan dalam Tri Hita Karana berelasi dengan sila
pertama Pancasila Ketuhanan Yang Maha Esa. Perwujudannya bisa kita lihat pada
masyarakat hindu bali yang sangat religius dan menjunjung tinggi nilai-nilai ketuhan dalam
berbagai manifestasinya di dunia ini. Pawongan yang merupakan konsep tentang keberadaan
manusia di dunia ini berelasi dengan sila kedua, ketiga, keempat dan kelima Pancasila.
Perwujudannya bisa kita lihat pada adat dan budaya masyarakat Hindu Bali. Budaya paum,
ngayah ketika hendak melaksanakan upacara Keagamaan, dan medana punia adalah
sebagian dari begitu banyak adat istiadat dan Budaya Bali yang menyangkut keberadaan
manusia. Palemahan yang merupakan konsep dunia sebagai tempat hidup manusia berelasi
dengan sila kelima Pancasila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Kelestarian
tempat hidup manusia adalah aset bagi manusia itu sendiri untuk memperoleh kehidupan
dan penghidupannya di dunia. Contohnya, dengan merawat alam Bali dengan baik, banyak
wisatawan yang datang ke Bali. Hal tersebut mendatangkan devisa dan akhirnya memajukan
dan mensejahterakan perekonomian Bali.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penjelasan diatas dapat kami simpulkan bahwa Pancasila sebagai Ideologi
Nasional adalah suatu hal yang mutlak dan harus dijalani dengan konsekuen. Pancasila
sebagai suatu ideologi sedapat mungkin tidak dijadikan sesuatu yang sifatnya ”Utopis” dan
”Pragmatis” belaka namun harus bisa bersifat universal dan tetap, yang penjabaran
realisasinya senantiasa dieksplisitkan secara dinamis reformatif yang senantiasa mampu
melakukan perubahan sesuai dengan dinamika aspirasi masyarakat. Namun sesuatu yang
harus dihayati adalah keeksplisitan Ideologi Pancasila jangan diarahkan ke arah yang
merusak nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Ideologi Pancasila harus tetap pada koridornya
sebagai jiwa bangsa Indonesia yang luhur.
3.2 Saran
Diharapkan kepada mahasiswa agar dapat mengerti arti Pancasila sebagai sebuah
Ideologi Nasional.
DAFTAR ISI
M.S, Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
M.S, Kaelan. 2002. Filasafat Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.
Metra, Wayan, d.k.k. 2003. Orsosdat. Tabanan: Percetakan Kawan

Di edit maning ya nur, di pilihi bae poin2 e sng penting......

Anda mungkin juga menyukai