Anda di halaman 1dari 12

materi lcc 4 pilar NKRI

SISTEM
PEMERINTAHAN
Sistem Pemerintahan Negara Indonesia semenjak 1945

1. Sistem Pemerintahan Periode 1945-1949


Lama periode : 18 Agustus 1945 – 27 Desember 1949
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(18 Agustus 1945 - 19 Desember 1948)
Syafruddin Prawiranegara (ketua PDRI)
(19 Desember 1948 - 13 Juli 1949)
Ir. Soekarno & Mohammad Hatta
(13 Juli 1949 27 - Desember 1949)

Pernyataan van Mook untuk tidak berunding dengan Soekarno adalah salah satu faktor yang memicu perubahan
sistem pemerintahan dari presidensiil menjadi parlementer. Gelagat ini sudah terbaca oleh pihak Republik Indonesia,
karena itu sehari sebelum kedatangan Sekutu, tanggal 14 November 1945, Soekarno sebagai kepala pemerintahan
republik diganti oleh Sutan Sjahrir yang seorang sosialis dianggap sebagai figur yang tepat untuk dijadikan ujung
tombak diplomatik, bertepatan dengan naik daunnya partai sosialis di Belanda.
Setelah munculnya Maklumat Wakil Presiden No.X tanggal 16 November 1945, terjadi pembagian kekuasaan dalam
dua badan, yaitu kekuasaan legislatif dijalankan oleh Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) dan kekuasaan-
kekuasaan lainnya masih tetap dipegang oleh presiden sampai tanggal 14 November 1945. Dengan keluarnya
Maklumat Pemerintah 14 November 1945, kekuasaan eksekutif yang semula dijalankan oleh presiden beralih ke
tangan menteri sebagai konsekuensi dari dibentuknya sistem pemerintahan parlementer.

2. Sistem Pemerintahan Periode 1949-1950


Lama periode : 27 Desember 1949 – 15 Agustus 1950
Bentuk Negara : Serikat (Federasi)
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer Semu (Quasi Parlementer)
Konstitusi : Konstitusi RIS
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno = presiden RIS (27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)
Assaat = pemangku sementara jabatan presiden RI
(27 Desember 1949 - 15 Agustus 1950)

Pada tanggal 23 Agustus sampai dengan 2 september 1949 dikota Den Hagg (Netherland) diadakan konferensi Meja
Bundar (KMB). Delegasi RI dipimpin oleh Drs. Moh. Hatta, Delegasi BFO (Bijeenkomst voor Federale Overleg)
dipimpin oleh Sultan Hamid Alkadrie dan delegasi Belanda dipimpin olah Van Harseveen.
Adapun tujuan diadakannya KMB tersebut itu ialah untuk meyelesaikan persengketaan Indonesia dan Belanda
selekas-lekasnya dengan cara yang adil dan pengakuan kedaulatan yang nyata, penuh dan tanpa syarat kepada
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Salah satu keputusan pokok KMB ialah bahwa kerajaan Balanda mengakui kedaulatan Indonesia sepenuhnya tanpa
syarat dam tidak dapat dicabut kembali kepada RIS selambat-lambatnya pada tanggal 30 Desember 1949.
Demikianlah pada tanggal 27 Desember 1949 Ratu Juliana menandatangani Piagam Pengakuan Kedaulatan RIS di
Amesterdam. Bila kita tinjau isinya konstitusi itu jauh menyimpang dari cita-cita Indonesia yang berideologi
pancasila dan ber UUD 1945 karena :
1. Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalisme) yang terbagi dalam 16 negara bagian, yaitu 7
negara bagian dan 9 buah satuan kenegaraan (pasal 1 dan 2, Konstitusi RIS).
2. Konstitusi RIS menentukan suatu bentuk negara yang leberalistis atau pemerintahan berdasarkan demokrasi
parlementer, dimana menteri-menterinya bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah kepada
parlemen (pasal 118, ayat 2 Konstitusi RIS)
3. Mukadimah Konstitusi RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa atau semangat pembukaan UUD proklamasi
sebagai penjelasan resmi proklamasi kemerdekaan negara Indonesia (Pembukaan UUD 1945 merupakan Decleration
of independence bangsa Indonesia, kata tap MPR no. XX/MPRS/1996).Termasuk pula dalam pemyimpangan
mukadimah ini adalah perubahan kata- kata dari kelima sila pancasila. Inilah yang kemudian yang membuka jalan
bagi penafsiran pancasila secara bebas dan sesuka hati hingga menjadi sumber segala penyelewengan didalam
sejarah ketatanegaraan Indonesia.

3. Sistem Pemerintahan Periode 1950-1959


Lama periode : 15 Agustus 1950 – 5 Juli 1959
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Parlementer
Konstitusi : UUDS 1950
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta

UUDS 1950 adalah konstitusi yang berlaku di negara Republik Indonesia sejak 17 Agustus 1950 hingga
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi Sementara
Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, dalam Sidang Pertama
Babak ke-3 Rapat ke-71 DPR RIS tanggal 14 Agustus 1950 di Jakarta.
Konstitusi ini dinamakan "sementara", karena hanya bersifat sementara, menunggu terpilihnya Konstituante hasil
pemilihan umum yang akan menyusun konstitusi baru. Pemilihan Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara
demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi baru hingga berlarut-larut.
Dekrit Presiden 1959 dilatarbelakangi oleh kegagalan Badan Konstituante untuk menetapkan UUD baru sebagai
pengganti UUDS 1950. Anggota konstituante mulai bersidang pada 10 November 1956. Namun pada kenyataannya
sampai tahun 1958 belum berhasil merumuskan UUD yang diharapkan. Sementara, di kalangan masyarakat
pendapat-pendapat untuk kembali kepada UUD '45 semakin kuat. Dalam menanggapi hal itu, Presiden Soekarno
lantas menyampaikan amanat di depan sidang Konstituante pada 22 April 1959 yang isinya menganjurkan untuk
kembali ke UUD '45. Pada 30 Mei 1959 Konstituante melaksanakan pemungutan suara. Hasilnya 269 suara
menyetujui UUD 1945 dan 199 suara tidak setuju. Meskipun yang menyatakan setuju lebih banyak tetapi
pemungutan suara ini harus diulang, karena jumlah suara tidak memenuhi kuorum. Pemungutan suara kembali
dilakukan pada tanggal 1 dan 2 Juni 1959. Dari pemungutan suara ini Konstituante juga gagal mencapai kuorum.
Untuk meredam kemacetan, Konstituante memutuskan reses yang ternyata merupkan akhir dari upaya penyusunan
UUD.
Pada 5 Juli 1959 pukul 17.00, Presiden Soekarno mengeluarkan dekrit yang diumumkan dalam upacara resmi di
Istana Merdeka.
Isi dekrit presiden 5 Juli 1959 antara lain :
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS

4. Sistem Pemerintahan Periode 1959-1966 (Orde Lama)


Lama periode : 5 Juli 1959 – 22 Februari 1966
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Ir.Soekarno & Mohammad Hatta

Karena situasi politik pada Sidang Konstituante 1959 dimana banyak saling tarik ulur kepentingan partai politik
sehingga gagal menghasilkan UUD baru, maka pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Sukarno mengeluarkan Dekrit
Presiden yang salah satu isinya memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai undang-undang dasar, menggantikan
Undang-Undang Dasar Sementara 1950 yang berlaku pada waktu itu.
Pada masa ini, terdapat berbagai penyimpangan UUD 1945, diantaranya:
• Presiden mengangkat Ketua dan Wakil Ketua MPR/DPR dan MA serta Wakil Ketua DPA menjadi Menteri Negara
• MPRS menetapkan Soekarno sebagai presiden seumur hidup
• Pemberontakan Partai Komunis Indonesia melalui Gerakan 30 September Partai Komunis Indonesia

5. Sistem Pemerintahan Periode 1966-1998 (Orde Baru)


Lama periode : 22 Februari 1966 – 21 Mei 1998
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : Soeharto (22 Februari 1966 – 27 Maret 1968)
Soeharto (27 Maret 1968 – 24 Maret 1973)
Soeharto & Adam Malik (24 Maret 1973 – 23 Maret 1978)
Soeharto & Hamengkubuwono IX
(23 Maret 1978 –11 Maret 1983)
Soeharto & Try Sutrisno (11 Maret 1983 – 11 Maret 1988)
Soeharto & Umar Wirahadikusumah
(11 Maret 1988 – 11 Maret 1993)
Soeharto & Soedharmono (11 Maret 1993 – 10 Maret 1998)
Soeharto & BJ Habiebie (10 Maret 1998
– 21 Mei 1998)

Pada masa Orde Baru (1966-1998), Pemerintah menyatakan akan menjalankan UUD 1945 dan Pancasila secara
murni dan konsekuen. Namun pelaksanaannya ternyata menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945 yang
murni,terutama pelanggaran pasal 23 (hutang Konglomerat/private debt dijadikan beban rakyat Indonesia/public
debt) dan 33 UUD 1945 yang memberi kekuasaan pada fihak swasta untuk menghancur hutan dan sumberalam kita.
Pada masa Orde Baru, UUD 1945 juga menjadi konstitusi yang sangat "sakral", diantara melalui sejumlah peraturan:
• Ketetapan MPR Nomor I/MPR/1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan UUD
1945, tidak berkehendak akan melakukan perubahan terhadapnya
• Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1983 tentang Referendum yang antara lain menyatakan bahwa bila MPR
berkehendak mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus minta pendapat rakyat melalui referendum.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1985 tentang Referendum, yang merupakan pelaksanaan TAP MPR Nomor
IV/MPR/1983.

6. Sistem Pemerintahan Periode 1998 - sekarang


Lama periode : 21 Mei 1998 - sekarang
Bentuk Negara : Kesatuan
Bentuk Pemerintahan : Republik
Sistem Pemerintahan : Presidensial
Konstitusi : UUD 1945
Presiden & Wapres : B.J Habiebie (21 Mei 1998 – 20 Oktober 1999)
Abdurrahman Wahid & Megawati Soekarnoputri
(20 Oktober 1999 – 23 Juli 2001)
Megawati Soekarnoputri & Hamzah Haz
(23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004)
Susilo Bambang Yudhoyono & Muhammad Jusuf Kalla
(20 Oktober 2004 – 20 Oktober 2009)
Susilo Bambang Yudhoyono & Boediono
(20 Oktober 2009 – 2014)

Salah satu tuntutan Reformasi 1998 adalah dilakukannya perubahan (amandemen) terhadap UUD 1945. Latar
belakang tuntutan perubahan UUD 1945 antara lain karena pada masa Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan
MPR (dan pada kenyataannya bukan di tangan rakyat), kekuasaan yang sangat besar pada Presiden, adanya pasal-
pasal yang terlalu "luwes" (sehingga dapat menimbulkan multitafsir), serta kenyataan rumusan UUD 1945 tentang
semangat penyelenggara negara yang belum cukup didukung ketentuan konstitusi.
Tujuan perubahan UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti tatanan negara, kedaulatan
rakyat, HAM, pembagian kekuasaan, eksistensi negara demokrasi dan negara hukum, serta hal-hal lain yang sesuai
dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa. Perubahan UUD 1945 dengan kesepakatan diantaranya tidak
mengubah Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan susunan kenegaraan (staat structuur) kesatuan atau
selanjutnya lebih dikenal sebagai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), serta mempertegas sistem
pemerintahan presidensiil.

Pahlawan

Pahlawan revolusi merupakan gelar yang diberikan kepada sejumlah perwira militer yang gugur dalam peristiwa
G30S/PKI (Gerakan 30 September/PKI) pada tahun 1965 yang terjadi di Jakarta dan Yogyakarta. Pahlawan revolusi
adalah para pahlawan yang gugur dalam mempertahankan Pancasila dan UUD 1945.
Pahlawan tersebut adalah:

1. Jenderal Anumerta Ahmad Yani


2. Mayor Jenderal Anumerta Sutoyo Siswomiharjo
3. Mayor Jenderal Anumerta D.I. Panjaitan
4. Letnan Jenderal Anumerta Suprapto
5. Letnan Jenderal Anumerta M.T. Haryono
6. Letnan Jenderal Anumerta Siswondo Parman
7. Kapten CZI Anumerte Piere Tendean

Pahlawan yang gugur lainnya dalam peristiwa G30S/PKI adalah:

1. Brigadir Jenderal Anumerta Katamso Dharmokusumo


2. Kolonel Anumerta Sugiyono Mangunwiyoto
3. AIP II Karel Sasuit Tubun

Berikut ini makna dan arti penting proklamasi kemerdekaan Indonesia :


1) Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan bangsa Indonesia
untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang lepas dari
penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa
Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan motivasi dalam
perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
Sejarah Singkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia

Pada tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota Hiroshima Jepang oleh Amerika
Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang di seluruh dunia.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki sehingga menyebabkan Jepang
menyerah kepada Amerika Serikat dan sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Dalat, 250 km di sebelah timur laut Saigon,
Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi. Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan
dan akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
pada tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat radio bahwa Jepang telah menyerah
kepada Sekutu. Para pejuang bawah tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam, mengatakan kepada Soekarno,
Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan
proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari, tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian
Jepang menginginkan kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak
agar Soekarno segera memproklamasikan kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu
muslihat Jepang, Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI
saat itu dapat menimbulkan pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para pejuang
Indonesia belum siap.
Pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan Angkatan Laut Jepang masih berkuasa
di Indonesia karena Jepang telah berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu. Setelah
mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda mendesak golongan tua untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi. Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat
PPKI. Golongan muda tidak menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk oleh Jepang.
Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana Maeda, di Jalan Imam Bonjol no.
1.Maeda menyambut kedatangan mereka dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil
menjawab ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo. Keesokan harinya Soekarno
dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi
16 Agustus guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan oleh Indonesia makin memuncak
dilancarkan para pemuda dari beberapa golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan
karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Pada dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Para pemuda pejuang termasuk Chaerul saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco
Singgih dan pemuda lainnya membawa soekarno, beserta fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan dan hatta
ke rengasdengklok yang kemudian dikenal dengan peristiwa rengasdengklok.
Tujuannya adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh jepang. Di sini, mereka kembali
meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun
risikonya.
Di Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad Soebardjo melakukan perundingan. Mr.
Ahmad Soebardjo menyetujui untuk memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf
Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh.
Hatta kembali ke Jakarta. Dan Mr. Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu – buru
memproklamasikan kemerdekaan.
Malam harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, Lalu bertemu dengan Mayor Jenderal Otoshi Nishimura,
Kepala Departemen Urusan Umum pemerintahan militer Jepang. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang hari
tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat
memberi ijin untuk mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah dijanjikan oleh Marsekal
Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap
seorang perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh Sekutu. Setelah dari rumah Nishimura,
Sukarno-Hatta menuju rumah Laksamana Maeda diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk menyiapkan teks
Proklamasi.
Penyusunan teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan disaksikan oleh Soekarni,
B.M. Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Konsep teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Dan Sukarni
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama
bangsa Indonesia.
Setelah konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut menggunakan mesin ketik milik
Mayor Dr. Hermann Kandeler (dari kantor perwakilan AL Jerman). Dan pembacaan proklamasi dilakukan
dikediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi no. 1).
Pagi harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 telah hadir antara lain Soewirjo,
Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan proklamasi
oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks. Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu
Fatmawati, dikibarkan oleh seorang prajurit PETA yaitu Latief Hendraningrat dibantu oleh Soehoed dan seorang
pemudi membawa nampan berisi bendera Merah Putih . Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu
Indonesia Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di Museum Tugu Monumen Nasional.
Pada tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) mengambil keputusan,
mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar (UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang
selanjutnya dikenal sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara Kesatuan Indonesia yang
berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Setelah itu Soekarno dan M.Hatta terpilih atas usul dari Oto Iskandardinata dan persetujuan dari PPKI sebagai
presiden dan wakil presiden Republik Indonesia yang pertama. Presiden dan wakil presiden akan dibantu oleh
sebuah Komite Nasional

Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:

1. Ir. Soekarno (ketua)


2. Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
3. Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
4. Mr. Muhammad Yamin (anggota)
5. KH. Wachid Hasyim (anggota)
6. Abdul Kahar Muzakir (anggota)
7. Abikoesno Tjokrosoejoso (anggota)
8. H. Agus Salim (anggota)
9. Mr. A.A. Maramis (anggota)

Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam,
tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal
dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
PPKI DAN BPUPKI
Sidang PPKI 1 (Tanggal 18 Agustus 1945). Hasilnya, yaitu :
1. Menetapkan UUD Negara RI
2. Memilih presiden dan wakil Presiden
3. Menetapkan untuk sementara waktu tugas presiden dibantu oleh sebuah komite nasional pusat

Sidang PPKI 2 (Tanggal 19 Agustus 1945). Hasilnya, yaitu :


1. Untuk sementara waktu Negara Indonesia dibagi menjadi 8 Provinsi
2. Pemerintah Indonesia dibagi menjadi 12 departemen (kementrian)

Sidang PPKI 3 (Tanggal 22 Agustus 1945). Hasilnya, yaitu :


1. Menetapkan komite nasional pusat
2. Menetapkan Partai Nasional Indonesia
3. Menetapkan Badan Keamanan dan Badan Penolong Keluarga Korban Perang

Hasil sidang BPUPKI


Sidang BPUPKI 1
Tanggal 29 Mei – 1 Juni 1945
Hasil : Piagam Jakarta (Jakarta Charter)
Dokumen tersebut dikenal sebagai Piagam Jakarta (Jakarta Charter), yang isinya sebagai berikut.

1. Ketuhanan dengan mewajibkan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya.


2. Dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam pemusyawaratan/perwakilan.
5. Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sidang BPUPKI 2
Tanggal 10 Juli – 17 Juli 1945
Hasil : Rancangan hukum dasar negara Indonesia Merdeka dan Piagam Jakarta menjadi pembukaan hukum
dasar itu

Pelaksanaan pemilu di Indonesia dari tahun ketahun ternyata memiliki sistem pelaksanaan yang berbeda.
Perbedaan itu dapat kita amati dari tabel dibawah :
Tahun Pelaksa-naan Landasan Konstitusi Jmlh OPP Asas
Asas jujur dan kebersam
1955 Pasal 57 dan 134 UUDS 1950 172
umum, bebas, dan rahas
Tap MPRS No. XLII/MPRS/1968
(Perubahan dari Tap MPRS No. Asas Luber (langsung, u
1971
XI/MPRS/1966; UU No. 15/1969; UU 10 rahasia).
No. 16/1969)
Tap MPR No. VIII/MPR/1973;
UU No. 4/1975; 3
1977 Asas Luber
UU No. 5/1975
Tap MPR No. VII/MPR/1978;
UU No. 2/1980
1982 PPP, Golkar, dan PDI Asas Luber
UU No. 3/1980
UU N0. 5 tahun 1995 mengganti UU N0.
2 tahun 1985
1987 UU N0. 3 tahun 1999 tentang pemilu PPP, Golkar, dan PDI Asas Luber

Tap MPR No. II/MPR/1988; UU


1992 PPP, Golkar, dan PDI Asas Luber
No. 1/1985; PP No. 37/1990
Tap MPR No. III/MPR/1983; UU 3
1997 Asas Luber
No. 1/1985 dan Kepres No. 70/1985 (Golkar, PPP, PDI)
UU N0. 4 tahun 1999 tentang susduk
MPR/DPRUU N0. 12 tahun 2003 tentang
Asas Luber Jurdil(asas
1999 pemilu 48 Partai Politik
bebas, rahasia, jujur, da
UU N0. 22 tahun 2003 tentang susduk

UU No. 12/2003 tentang pemilihan


anggota DPR, DPD dan DPRD;
UU No. 22/2003 tentang susunan dan
2004 kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD; 24 Asas Luber Jurdil

UU No. 23/2003 tentang pemilihan


presiden dan wakil presiden
2009 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2008 38 Asas Luber Jurdil

Keterangan :
Asas yang digunakan dalam pemilu :
- Langsung : Pemilih diharuskan memberikan suaranya secara langsung dan tidak boleh
diwakilkan.
- Umum : Dapat diikuti seluruh warga negara yang sudah memiliki hak menggunakan suara
- Bebas : Diharuskan memberikan suaranya tanpa ada paksaan dari pihak manapun
- Rahasia : Suara yang diberikan oleh pemilih bersifat rahasia hanya diketahui oleh si pemilih
itu sendiri.
- Jujur : Setiap warga negara yang memiliki hak dapat memilih sesuai dengan kehendaknya
dan setiap suara pemilih memiliki nilai yang sama untuk menentukan wakil rakyat
yang akan terpilih.
- Adil : Perlakuan yang sama terhadap peserta pemilu dan pemilih, tanpa ada
pengistimewaan ataupun diskriminasi terhadap peserta atau pemilih tertentu.

SEPARATIS

A. Pemberontakan PKI di Madiun Tahun 1948

Membahas tentang pemberontakan PKI di Madiun tidak bisa lepas dari jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin tahun
1948. Mengapa kabinet Amir jatuh? Jatuhnya kabinet Amir disebabkan oleh kegagalannya dalam Perundingan
Renville yang sangat merugikan Indonesia. Untuk merebut kembali kedudukannya,pada tanggal 28 Juni 1948 Amir
Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) Untuk memperkuat basis massa, FDR membentuk
organisasi kaum petani dan buruh. Selain itu dengan memancing bentrokan dengan menghasut buruh. Puncaknya
ketika terjadi pemogokan di pabrik karung Delanggu (Jawa Tengah) pada tanggal 5 Juli 1959. Pada tanggal 11
Agustus 1948, Musso tiba dari Moskow. Amir dan FDR segera bergabung dengan Musso. Untuk memperkuat
organisasi, maka disusunlah doktrin bagi PKI. Doktrin itu bernama Jalan Baru. PKI banyak melakukan kekacauan,
terutama di Surakarta.

Oleh PKI daerah Surakarta dijadikan daerah kacau (wildwest). Sementara Madiun dijadikan basis gerilya. Pada
tanggal 18 September 1948, Musso memproklamasikan berdirinya pemerintahan Soviet di Indonesia. Tujuannya
untuk meruntuhkan Republik Indonesia yang berdasarkan

Pancasila dan menggantinya dengan negara komunis. Pada waktu yang bersamaan, gerakan PKI dapat merebut
tempat-tempat penting di Madiun. Untuk menumpas pemberontakan PKI, pemerintah melancarkan operasi militer.
Dalam hal ini peran Divisi Siliwangi cukup besar. Di samping itu, Panglima Besar Jenderal Soedirman
memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk mengerahkan
pasukannya menumpas pemberontakan PKI di Madiun. Dengan dukungan rakyat di berbagai tempat, pada tanggal
30 September 1948, kota Madiun berhasil direbut kembali oleh tentara Republik. Pada akhirnya tokoh-tokoh PKI
seperti Aidit dan Lukman melarikan diri ke Cina dan Vietnam. Sementara itu, tanggal 31 Oktober 1948 Musso tewas
ditembak. Sekitar 300 orang ditangkap oleh pasukan Siliwangi pada tanggal 1 Desember 1948 di daerah Purwodadi,
Jawa Tengah.

Dengan ditumpasnya pemberontakan PKI di Madiun, maka selamatlah bangsa dan negara Indonesia dari rongrongan
dan ancaman kaum komunis yang bertentangan dengan ideologi Pancasila. Penumpasan pemberontakan PKI
dilakukan oleh bangsa Indonesia sendiri, tanpa bantuan apa pun dan dari siapa pun. Dalam kondisi bangsa yang
begitu sulit itu, ternyata RI sanggup menumpas pemberontakan yang relatif besar oleh golongan komunis dalam
waktu singkat.

B. Pemberontakan Darul Islam (DI) dan Tentara Islam Indonesia (TII)


(DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat)

Berdasarkan Perundingan Renville, kekuatan militer Republik Indonesia harus meninggalkan wilayah Jawa Barat
yang dikuasai Belanda. TNI harus mengungsi ke daerah Jawa Tengah yang dikuasai Republik Indonesia. Tidak
semua komponen bangsa menaati isi Perjanjian Renville yang dirasakan sangat merugikan bangsa Indonesia. Salah
satunya adalah S.M. Kartosuwiryo beserta para pendukungnya. Pada tanggal 7 Agustus 1949, Kartosuwiryo
memproklamasikan berdirinya Negara Islam Indonesia (NII). Tentara dan pendukungnya disebut Tentara Islam
Indonesia (TII). Gerakan Darul Islam yang didirikan oleh Kartosuwiryo mempunyai pengaruh yang cukup luas.
Pengaruhnya sampai ke Aceh yang dipimpin Daud Beureueh, Jawa Tengah (Brebes, Tegal) yang dipimpin Amir
Fatah dan Kyai Somolangu (Kebumen), Kalimantan Selatan dipimpin Ibnu Hajar, dan Sulawesi Selatan dengan
tokohnya Kahar Muzakar.
C. Pemberontakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI)

Munculnya pemberontakan PRRI diawali dari ketidakharmonisan hubungan pemerintah daerah dan pusat. Daerah
kecewa terhadap pemerintah pusat yang dianggap tidak adil dalam alokasi dana pembangunan. Kekecewaan tersebut
diwujudkan dengan pembentukan dewan-dewan daerah seperti berikut.

a. Dewan Banteng di Sumatra Barat yang dipimpin oleh Letkol Ahmad Husein.
b. Dewan Gajah di Sumatra Utara yang dipimpin oleh Kolonel Maludin Simbolan.
c. Dewan Garuda di Sumatra Selatan yang dipimpin oleh Letkol Barlian.
d. Dewan Manguni di Sulawesi Utara yang dipimpin oleh Kolonel Ventje Sumual.

Tanggal 10 Februari 1958 Ahmad Husein menuntut agar Kabinet Djuanda mengundurkan diri dalam waktu 5 x 24
jam, dan menyerahkan mandatnya kepada presiden. Tuntutan tersebut jelas ditolak pemerintah pusat. Setelah
menerima ultimatum, maka pemerintah bertindak tegas dengan memecat secara tidak hormat Ahmad Hussein,
Simbolon, Zulkifli Lubis, dan Dahlan Djambek yang memimpin gerakan sparatis. Langkah berikutnya tanggal 12
Februari 1958 KSAD A.H. Nasution membekukan Kodam Sumatra Tengah dan selanjutnya menempatkan langsung
di bawah KSAD.

Pada tanggal 15 Februari 1958 Achmad Hussein memproklamasikan berdirinya Pemerintahan Revolusioner
Republik Indonesia (PRRI). Sebagai perdana menterinya adalah Mr. Syafruddin Prawiranegara.

D. Pemberontakan Permesta

Proklamasi PRRI ternyata mendapat dukungan dari Indonesia bagian Timur. Tanggal 17 Februari 1958 Somba
memutuskan hubungan dengan pemerintah pusat dan mendukung PRRI. Gerakannya dikenal dengan Perjuangan
Rakyat Semesta (Permesta). Gerakan ini jelas melawan pemerintah pusat dan menentang tentara sehingga harus
ditumpas. Untuk menumpas gerakan Permesta, pemerintah melancarkan operasi militer beberapa kali. Berikut ini
operasi-operasi militer tersebut.
a. Komando operasi Merdeka yang dipimpin oleh Letkol Rukminto Hendraningrat.
b. Operasi Saptamarga I dipimpin Letkol Sumarsono, menumpas Permesta di Sulawesi Utara bagian Tengah.
c. Operasi Saptamarga II dipimpin Letkol Agus Prasmono dengan sasaran Sulawesi Utara bagian Selatan.
d. Operasi Saptamarga III dipimpin Letkol Magenda dengan sasaran kepulauan sebelah Utara Manado.
e. Operasi Saptamarga IV dipimpin Letkol Rukminto Hendraningrat, menumpas Permesta di Sulawesi Utara.
f. Operasi Mena I dipimpin Letkol Pieters dengan sasaran Jailolo.
g. Operasi Mena II dipimpin Letkol Hunholz untuk merebut lapangan udara Morotai.

Ternyata Gerakan Permesta mendapat dukungan asing, terbukti dengan ditembak jatuhnya pesawat yang
dikemudikan oleh Alan Pope warga negara Amerika Serikat tanggal 18 Mei 1958 di atas Ambon. Meskipun
demikian, pemberontakan Permesta dapat dilumpuhkan sekitar bulan Agustus 1958, walaupun sisa-sisanya masih
ada sampai tahun 1961.

E. Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

adalah sebuah organisasi (yang dianggap separatis) yang memiliki tujuan supaya daerah Aceh atau yang sekarang
secara resmi disebut Nanggroe Aceh Darussalam lepas dari Negara Kesatuan Republik Indonesia. Konflik antara
pemerintah dan GAM yang diakibatkan perbedaan keinginan ini telah berlangsung sejak tahun 1976 dan
menyebabkan jatuhnya hampir sekitar 15.000 jiwa. Gerakan ini juga dikenal dengan nama Aceh Sumatra National
Liberation Front (ASNLF). GAM dipimpin oleh Hasan di Tiro yang sekarang bermukim di Swedia dan
berkewarganegaraan Swedia.

Pada 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah memulai tahap perundingan di Vantaa, Finlandia. Mantan
presiden Finlandia Marti Ahtisaari berperan sebagai fasilitator.
Pada 17 Juli 2005, setelah perundingan selama 25 hari, tim perunding Indonesia berhasil mencapai kesepakatan
damai dengan GAM di Vantaa, Helsinki, Finlandia. Penandatanganan nota kesepakatan damai dilangsungkan pada
15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh sebuah tim yang bernama Aceh Monitoring Mission
(AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN dan beberapa negara yang tergabung dalam Uni Eropa. Di antara
poin pentingnya adalah bahwa pemerintah Indonesia akan turut memfasilitasi pembentukan partai politik lokal di
Aceh dan pemberian amnesti bagi anggota GAM.

Seluruh senjata GAM yang mencapai 840 pucuk selesai diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005.
Kemudian pada 27 Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Daud, menyatakan bahwa sayap militer
mereka telah dibubarkan secara formal.

F. Gerakan Sparatais Tragedi Nasional G 30 S/PKI Tahun 1965

Doktrin Nasakom yang dikembangkan oleh Presiden Soekarno memberi keleluasaan PKI untuk memperluas
pengaruh. Usaha PKI untuk mencari pengaruh didukung oleh kondisi ekonomi bangsa yang semakin
memprihatinkan. Dengan adanya nasakomisasi tersebut, PKI menjadi salah satu kekuatan yang penting pada masa
Demokrasi Terpimpin bersama Presiden Soekarno dan Angkatan Darat. Pada akhir tahun 1963, PKI melancarkan
sebuah gerakan yang disebut “aksi sepihak”. Para petani dan buruh, dibantu para kader PKI, mengambil alih tanah
penduduk, melakukan aksi demonstrasi dan pemogokan. Untuk melancarkan kudeta, maka PKI membentuk Biro
Khusus yang diketuai oleh Syam Kamaruzaman. Biro Khusus tersebut mempunyai tugas-tugas berikut.

a. Menyebarluaskan pengaruh dan ideologi PKI ke dalam tubuh ABRI.


b. Mengusahakan agar setiap anggota ABRI yang telah bersedia menjadi anggota PKI dan telah disumpah dapat
membina anggota ABRI lainnya.
c. Mendata dan mencatat para anggota ABRI yang telah dibina atau menjadi pengikut PKI agar sewaktu-waktu
dapat dimanfaatkan untuk kepentingannya.

Memasuki tahun 1965 pertentangan antara PKI dengan Angkatan Darat semakin meningkat. D.N. Aidit sebagai
pemimpin PKI beserta Biro Khususnya, mulai meletakkan siasat-siasat untuk melawan komando puncak AD.
Berikut ini siasat-siasat yang ditempuh oleh Biro Khusus PKI.

a. Memojokkan dan mencemarkan komando AD dengan tuduhan terlibat dalam persekongkolan (konspirasi)
menentang RI, karena bekerja sama dengan Inggris dan Amerika Serikat.
b. Menuduh komando puncak AD telah membentuk “Dewan Jenderal” yang tujuannya menggulingkan Presiden
Soekarno.
c. Mengorganisir perwira militer yang tidak mendukung adanya “Dewan Jenderal”.
d. Mengisolir komando AD dari angkatan-angkatan lain.
e. Mengusulkan kepada pemerintah agar membentuk Angkatan Kelima yang terdiri dari para buruh dan petani yang
dipersenjatai.

Ketegangan politik antara PKI dan TNI AD mencapai puncaknya setelah tanggal 30 September 1965 dini hari, atau
awal tanggal 1 Oktober 1965. Pada saat itu terjadi penculikan dan pembunuhan terhadap para perwira Angkatan
Darat.

G. Pemberontakan APRA (Angkatan Perang Ratu Adil), Andi Azis, dan Republik Maluku Selatan (RMS)

Pada masa pemerintahan RIS, muncul pemberontakan-pemberontakan yang mengguncang stabilitas politik dalam
negeri. Pemberontakan-pemberontakan tersebut antara lain gerakan Angkatan Perang Ratu Adil (APRA),
pemberontakan Andi Azis, dan Gerakan Republik Maluku Selatan (RMS).

H. Republik Maluku Selatan (RMS)


Republik Maluku Selatan (RMS) adalah daerah yang diproklamasikan merdeka pada 25 April 1950 dengan maksud
untuk memisahkan diri dari Negara Indonesia Timur (saat itu Indonesia masih berupa Republik Indonesia Serikat).
Namun oleh Pemerintah Pusat, RMS dianggap sebagai pemberontakan dan setelah misi damai gagal, maka RMS
ditumpas tuntas pada November 1950. Sejak 1966 RMS berfungsi sebagai pemerintahan di pengasingan, Belanda.

Pada 25 April 1950 RMS hampir/nyaris diproklamasikan oleh orang-orang bekas prajurit KNIL dan pro-Belanda
yang di antaranya adalah Dr. Chr.R.S. Soumokil bekas jaksa agung Negara Indonesia Timur yang kemudian
ditunjuk sebagai Presiden, Ir. J.A. Manusama dan J.H. Manuhutu.

RMS di Belanda lalu menjadi pemerintahan di pengasingan. Pada 29 Juni 2007 beberapa pemuda Maluku
mengibarkan bendera RMS di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhono pada hari keluarga nasional di Ambon.
Pada 24 April 2008 John Watilette perdana menteri pemerintahan RMS di pengasingan Belanda berpendapat bahwa
mendirikan republik merupakan sebuah mimpi di siang hari bolong dalam peringatan 58 tahun proklamasi
kemerdekaan RMS yang dimuat pada harian Algemeen Dagblad yang menurunkan tulisan tentang antipati terhadap
Jakarta menguat. Tujuan politik RMS sudah berlalu seiring dengan melemahnya keingingan memperjuangkan RMS
ditambah tidak adanya donatur yang bersedia menyisihkan dananya, kini hubungan dengan Maluku hanya
menyangkut soal sosial ekonomi. Perdana menteri RMS (bermimpi) tidak menutup kemungkinan Maluku akan
menjadi daerah otonomi seperti Aceh Kendati tetap menekankan tujuan utama adalah meraih kemerdekaan penuh.

Pemimpin pertama RMS dalam pengasingan di Belanda adalah Prof. Johan Manusama, pemimpin kedua Frans
Tutuhatunewa turun pada tanggal 25 april 2009. Kini John Wattilete adalah pemimpin RMS pengasingan di
Belanda.

Di Belanda, Pemerintah RMS tetap menjalankan semua kebijakan Pemerintahan, seperti Sosial, Politik, Keamanan
dan Luar Negeri. Komunikasi antara Pemerintah RMS di Belanda dengan para Menteri dan para Birokrat di Ambon
berjalan lancar terkendali. Keadaan ini membuat pemerintahan Sukarno tkdak bisa berpangku tangan menyaksikan
semua aktivitas rakyat Maluku, sehingga dikeluarkanlah perintah untuk menangkap seluruh pimpinan dengan semua
jajarannya, sehingga pada akhirnya dinyatakanlah bahwa Pemerintah RMS yang berada di Belanda sebagai
Pemerintah RMS dalam pengasingan Dengan bekal dokumentasi dan bukti perjuangan RMS, para pendukung RMS
membentuk apa yang disebut Pemerintahan RMS di pengasingan.

Pemerintah Belanda mendukung kemerdekaan RMS, Namun di tahun 1978 terjadi peristiwa Wassenaar, dimana
beberapa elemen pemerintahan RMS melakukan serangan kepada Pemerintah Belanda sebagai protes terhadap
kebijakan Pemerintah Belanda. Oleh Press di Belanda dikatakanlah peristiwa itu sebagai teror yang dilakukan para
aktifis RMS di Belanda. Ada yang mengatakan serangan ini disebabkan karena pemerintah Belanda menarik
dukungan mereka terhadap RMS. Ada lagi yang menyatakan serangan teror ini dilakukan karena pendukung RMS
frustasi, karena Belanda tidak dengan sepenuh hati memberikan dukungan sejak mula. Di antara kegiatan yang di
lansir Press Belanda sabagai teror, adalah ketika di tahun 1978 kelompok RMS menyandera 70 warga sipil di
gedung pemerintah Belanda di Assen-Wassenaar.

Selama tahun 70an, teror seperti ini dilakukan juga oleh beberapa kelompok sempalan RMS, seperti kelompok
Komando Bunuh Diri Maluku Selatan yang dipercaya merupakan nama lain (atau setidaknya sekutu dekat) Pemuda
Maluku Selatan Merdeka. Kelompok ini merebut sebuah kereta api dan menyandera 38 penumpangnya di tahun
1975. Ada juga kelompok sempalan yang tidak dikenal yang pada tahun 1977 menyandera 100 orang di sebuah
sekolah dan di saat yang sama juga menyandera 50 orang di sebuah kereta api.

Pada saat Kerusuhan Ambon yang terjadi antara 1999-2004, RMS kembali mencoba memakai kesempatan untuk
menggalang dukungan dengan upaya-upaya provokasi, dan bertindak dengan mengatas-namakan rakyat Maluku.
Beberapa aktivis RMS telah ditangkap dan diadili atas tuduhan kegiatan-kegiatan teror yang dilakukan dalam masa
itu, walaupun sampai sekarang tidak ada penjelasan resmi mengenai sebab dan aktor dibalik kerusuhan Ambon.

Pada tanggal 29 Juni 2007, beberapa elemen aktivis RMS berhasil menyusup masuk ke tengah upacara Hari
Keluarga Nasional yang dihadiri oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, para pejabat dan tamu asing. Mereka
menari tarian Cakalele seusai Gubernur Maluku menyampaikan sambutan. Para hadirin mengira tarian itu bagian
dari upacara meskipun sebenarnya tidak ada dalam jadwal. Mulanya aparat membiarkan saja aksi ini, namun tiba-
tiba para penari itu mengibarkan bendera RMS. Barulah aparat keamanan tersadar dan mengusir para penari keluar
arena. Di luar arena para penari itu ditangkapi. Sebagian yang mencoba melarikan diri dipukuli untuk dilumpuhkan
oleh aparat. Pada saat ini (30 Juni 2007) insiden ini sedang diselidiki. Beberapa hasil investigasi menunjukkan
bahwa RMS masih eksis dan mempunyai Presiden Transisi bernama Simon Saiya. Beberapa elemen RMS yang
dianggap penting ditahan di kantor Densus 88 Anti Teror.

I. Organisasi Papua Merdeka (OPM)

Organisasi Papua Merdeka (OPM) adalah sebuah gerakan nasionalis yang didirikan tahun 1965 yang bertujuan
untuk mewujudkan kemerdekaan Papua bagian barat dari pemerintahan Indonesia. Sebelum era reformasi, provinsi
yang sekarang terdiri atas Papua dan Papua Barat ini dipanggil dengan nama Irian Jaya. .

OPM merasa bahwa mereka tidak memiliki hubungan sejarah dengan bagian Indonesia yang lain maupun negara-
negara Asia lainnya. Penyatuan wilayah ini ke dalam NKRI sejak tahun 1969 merupakan buah perjanjian antara
Belanda dengan Indonesia dimana pihak Belanda menyerahkan wilayah tersebut yang selama ini dikuasainya
kepada bekas jajahannya yang merdeka, Indonesia. Perjanjian tersebut oleh OPM dianggap sebagai penyerahan dari
tangan satu penjajah kepada yang lain.

Pada tanggal 1 Juli 1971, Nicolaas Jouwe dan dua komandan OPM yang lain, Seth Jafeth Raemkorem dan Jacob
Hendrik Prai menaikkan bendera Bintang Fajar dan memproklamasikan berdirinya Republik Papua Barat. Namun
republik ini berumur pendek karena segera ditumpas oleh militer Indonesia dibawah perintah Presiden Soeharto.

Tahun 1982 Dewan Revolusioner OPM didirikan dimana tujuan dewan tersebut adalah untuk menggalang dukungan
masyarakat internasional untuk mendukung kemerdekaan wilayah tersebut. Mereka mencari dukungan antara lain
melalui PBB, GNB, Forum Pasifik Selatan, dan ASEAN.

Anda mungkin juga menyukai