Terdapat perubahan baru dalam sistem pemerintahan Indonesia. Hal tersebut diperuntukan
dalam memperbaiki sistem presidensial yang lama. Perubahan baru ini antara lain adanya
pemilihan secara langsung, mekanisme check and balance, sistem bikameral dan
pemberian kekuasaan yang lebih besar pada parlemen untuk melakukan pengawasan serat
fungsi anggaran.
PROKLAMASI
Peristiwa Penting Menjelang Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
6 Agustus 1945 Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di kota Hiroshima dan 3 hari
kemudian bom atom dijatuhkan di kota Nagasaki.
Bom atom tersebut mengakibatkan korban jiwa yang sangat besar dan hancurnya berbagai
infrastruktur sipil dan militer Jepang.
Tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Berita kekalahan Jepang kepada Sekutu segera sampai pada kamu pergerakan kemerdekaan.
1. Jepang menyerah kepada Sekutu
a. Dalam Sidang Istimewa Teikoku Ginkai (Parlemen Jepang)
Pada Sidang Istimewa Teikoku Ginkai ke-85 pada 7 September 1944 di Tokyo, Perdana
Menteri Koiso mengumumkan bahwa daerah Hindia Timur diperkenankan untuk
merdeka kelas di kemudian hari.
Hal tersebut dilatarbelakangi oleh semakin terdesaknya Angkatan Perang Jepang oleh
pasukan Amerika, terlebih dengan jatuhnya Kepulauan Saipan ke tangan Amerika
Serikat.
2. Peristiwa Rengasdengklok
Sutan Syahrir, Chaerul Saleh, Darwis dan Wikana mendengar kabar menyerahnya Jepang
kepada Sekutu melalui radio BBC. Golongan Muda mendesak Golongan Tua untuk
secepatnya memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Namun Golongan Tua tidak ingin
terburu-buru dan tetap memproklamasikan kemerdekaan sesuai mekanisme PPKI.
Alasannya kekuasaan Jepang di Indonesia belum diambil alih. Hal tersebut membuat
mereka khawatir akan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Golongan Muda seperti Sukarni dan Tan Malaka menginginkan proklamasi kemerdekaan
dilaksanakan secepat-cepatnya. Alasan mereka adalah Indonesia dalam keadaan
kekosongan kekuasaan (vakum). Negosiasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI namun
Golongan Muda tidak menyetujui rapat tersebut. Mereka lebih memilih kemerdekaan atas
usaha bangsa Indonesia sendiri, bukan pemberian dari Jepang.
Perbedaan pendapat ini yang melatar belakangi terjadinya peristiwa Rengasdengklok.
a. Golongan Muda
Golongan Muda yang diwakili oleh para anggota PETA dan mahasiswa merasa kecewa.
Mereka tidak setuju dengan sikap golongan tua. Sikap golongan muda secara resmi
diputuskan dalam rapat yang diselenggarakan di Pegangsaan Timur pada tanggal 15
Agustus 1945. Golongan muda adalah Djohar Nur, Chairul Saleh, Kusnandar, Subadio,
Subianto, Margono, Wikana dan Armansyah. Rapat ini diketuai oleh Chairul Saleh
menyepakati bahwa Kemerdekaan Indonesia merupakan hak dan masalah rakyat
Indonesia sendiri, bukan menggantungkan kepada pihak lain.
Keputusan rapat disampaikan Darwis dan Wikana pada Soekarno dan Hatta di
Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Mereka mendesak agar Proklamasi Kemerdekaan
dikumandangkan pada tgl 16 Agustus 1945. Jika tidak diumumkan pada tanggal
tersebut, golongan muda menyatakan akan terjadi pertumpahan darah.
Namun Soekarno tetap bersikap keras pada pendiriannya bahwa proklamasi harus
dilaksanakan melalui PPKI.
b. Golongan Tua
Alasan mereka adalah meskipun Jepang telah kalah, kekuatan militer Indonesia harus
diperhitungkan demi menjaga hal-hal yang tidak diinginkan. Kembalinya Tentara
Belanda ke Indonesia dianggap lebih berbahaya daripada sekedar masalah waktu
pelaksanaan proklamasi.
c. Golongan Muda Membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok
Pada tanggal 15 Agustus sekitar pukul 22.30 malam, utusan golongan muda yang terdiri
dari Wikana, Darwis telah menghadap Karno di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta.
Wikarno menyampaikan agar Soekarno segera mengumumkan proklamasi pada tanggal
16 Agustus 1945. Soekarno menolak karena tidak ingin ada pertumpahan darah.
Golongan muda memutuskan untuk membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok.
Tujuan golongan muda adalah segera mengumumkan proklamasi dan menjauhkan
Soekarno dari pengaruh Jepang.
Sementara itu di Jakarta, terjadi dialog antara golongan tua yang diwakili Ahmad
Subardjo dan golongan muda yang diwakili oleh Wikana, setelah terjadi dialog dan
ditemui kata sepakat agar Proklamasi Kemerdekaan harus dilakukan di Jakarta dan
diumumkan tgl 17 Agustus 1945. Golongan muda mengutus Yusuf Kunto untuk
mengantar Ahmad Subardjo ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta.
Hal itu berjalan mulus karena Subardjo memberi jaminan bahwa proklamasi akan
diumumkan tgl 17 Agustus maksimal jam 12 siang. Dengan jaminan itu, Cudanco
Subeno (Komandan Kompi PETA Rengasdengklok) mau melepaskan Soekarno dan
Hatta kembali ke Jakarta untuk mempersiapkan proklamasi.