Anda di halaman 1dari 6

Nama : Dioni Vinsensius Manalu (220510018)

Leonard Pasaribu (220510037)

Mata Kuliah : Pendidikan Kewarganegaraan

Dosen : Dr. Yohanes Anjar Donobakti

UUD 1945 SEBAGAI KONSEP PENGELOLAAN KEHIDUPAN NASIONAL

1. Pendahuluan
UUD 1945 adalah dasar sistem nasional bagi pengelolaan kehidupan bangsa kita, baik
diukur menurut landasan ideal atau filosofinya, maupun dari segi landasan struktural atau
sistem pemerintahan yang mendukung pengelolaan itu dan menurut landasan operasional
yakni tujuan nasional yang menjadi tujuan akhir pengelolaan itu. Setiap bangsa mempunyai
masalah dan situasi kehidupan nasional, yang mereka kelola dan selenggarakan sesuai dengan
pandangan hidup, cita-cita, kepentingan dan tujuan nasionalnya masing-masing.

Kenyataan-kenyataan kehidupan bangsa-bangsa menunjukkan bahwa tidak serupa


landasan-landasan pengelolaan yang dianut bangsa-bangsa itu di seluruh dunia, baik
berdasarkan apa yang tercantum secara tertulis dalam UUD maupun berdasarkan ketentuan
konvensional yang dianutnya. Karena pandangan hidup, cita-cita, kepentingan dan tujuan,
landasan-landasan dan sistem pengelolaan kehidupan itu tidak sama, maka tidak
mengherankan kalau pola pikir dan tingkah laku bangsa tidak sama, dan di sana-sini sangat
peka dan mudah berbenturan, bahkan dapat menimbulkan pertarungan diplomasi atau perang.

Kesatuan yang semu, dalam arti mempunyai nilai-nilai, asas-asas dan norma-norma yang
sifatnya universal seperti diakuinya kemanusiaan, keadilan, asas perikemanusiaan, keadilan
sosial, pengganjaran tindakan yang merugikan, ataupun adanya kecenderungan untuk
koeksistensi dan hidup berdampingan secara damai.
2. Kembali ke UUD 1945
Sejak tahun 1945 sampai sekarang telah berlangsung empat babak perundang-undangan
dasar di negara kita, dengan mempergunakan tiga macam UUD yaitu:

 UUD 1945 yang berlaku mulai Agustus 1945 sampai Desember 1949.
 UUD RIS 1949 yang berlaku mulai dari Desember 1949 sampai Agustus 1950.
 UUD 1950 yang berlaku mulai dari Agustus 1950 sampai Juli 1959.
 UUD 1945 berlaku kembali mulai dari 1959 sampai sekarang.

Secara teoritis pergantian UUD setidak-tidaknya membawa perubahan struktur


pemerintahan negara, dan kemungkinan yang lebih jauh adalah perubahan dasar filsafat
negara, tujuan negara. Tapi dalam praktik ketatanegaraan kita di Indonesia, pergantian UUD
tidak membawa perubahan dasar filsafat dan tujuan negara pada pokoknya ialah seperti
disebut dalam Pembukaan UUD, yaitu:

 Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.


 Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia.
 Ikut memlihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi
dan keadilan sosial.

Pergantian UUD pada suatu negara, berarti peralihan dari tertib ketatanegaraan yang lama
kepada tertib ketatanegaraan yang baru. Suatu usaha pemantapan ketatanegaraan dengan
meletakkannya di bawah rangka UUD tertentu tiada lain dari usaha untuk memperoleh suatu
pola kehidupan bangsa dengan pemerintahan yang diharapkan akan memabwa kesejahteraan
bagi bangsa pendukung negara itu. Pergantian UUD yang kita alami tersebut merupakan
contoh dan bukti terdekat bagi kita. Karena pola pemerintahan dengan sistem parlementer
ternyata tidak serasi dengan kita maka timbul keinginan dan usaha untuk mengganti UUDS
1950 dengan UUD 1945 kembali.

Dalam rangka pikiran dan usaha memperoleh pola dan sistem yang lebih serasi inilah kita
kembali kepada UUD 1945 melalui Dekrit 5 Juli 1959. Dekrit itu dikeluarkan pada masa
berlakunya UUDS 1950. UUDS 1950 itu diundangkan berlaku serentak dengan Langkah
kembali kepada negara kesatuan RI lalu meninggalkan Republik Indonesia Serikat, teriring
dengan suatu harapan bahwa pada suatu waktu UUD 1950 yang bersifat sementara itu akan
diganti dengan UUD baru ciptaan Konstituante menurut tata tertib yang berkenanmenurut
UUDS 1950 itu sendiri. Badan Konstituante yang dimaksud telah terpilih pada tahun 1955
melalui pemilihan umum dan dilantik pada tahun 1956 dan mulai mengerjakan tugasnya
sebagai badan penyusun konstitusi, namun hingga tahun 1959 Badan Konstituante itu belum
mencapai suatu hasil yang bulat sebagai UUD.

Kemudian pada 22 April 1959 Presiden menyampaikan amanatnya di depan Konstituante,


yang memuat anjuran supaya kembali kepada UUD tahun 1945. Atas anjuran ini,
Konstituante berulang kali mengadakan sidsng dan perdebatan, namun Konstituante tidak
berhasil menetapkan suatu sikap dan keputusan apakah setuju kembali kepada UUD 1945 itu
atau tidak.

Dekrit Presiden 5 Juli 1959 itu terdiri dari considerans dan diktum. Consideransya
mengemukakan:

 Bahwa anjuran Presiden dan Pemerintah untuk kembali kepada UUD 1945 yang
disampaikan kepada segenap rakyat Indonesia dengan amanat presiden pada 22 April
1959 tidak memperoleh keputusan dari Konstituante sebagaimana ditentukan dalam
UUD sementara.
 Bahwa berhubung dengan pernyataan sebagian besar anggota sidang pembuat UUD
untuk tidak menghadiri sidang, Konstituante tidak mungkin lagi menyelesaikan tugas
yang dipercayakan rakyat kepadanya.
 Bahwa hal yang demikian menimbulkan keadaan ketatanegaraan yang
membahayakan persatuan dan keselamatan negara, nusa dan bangsa, serta merintangi
Pembangunan semesta untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur.
 Bahwa dengan dukungan bagian terbesar rakyat Indonesia dan didorong keyakinan
kami sendiri, kami terpaksa menempuh satu-satunya jalan untuk menyelamatkan
Negara Proklamasi.
 Bahwa kami berkeyakinan bahwa Piagam Jakarta 22 Juni 1945 menjiwai UUD 1945,
dan merupakan rangkaian kesatuan dengan Konstitusi tersebut.

Lalu, diktumnya berbunyi:

 Menetapkan pembubaran Konstituante


 Menetapkan UUD 1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia terhitung mulai
tanggal penetapan dekrit itu.
 Tidak berlakunya lagi UUD Sementara
 Pembentukan MPR Sementara yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.
 Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara.

Tindak lanjut setelah keluarnya Dekrit itu adalah pembinaan badan-badan


perlengkapan negara sesuai dengan prinsip-prinsip yang dianut oleh UUD 1945. Pada
taraf permulaan ialah di tingkat pemerintah pusat. Seperti diketahui badan-badan
perlengkapan yang ada pada saat keluarnya dekrit itu adalah badan-badan yang berasal
dari masa berlakunya UUDS 1950, yaitu DPR hasil Pemilihan Umum tahun 1950,
Kabinet Karya yang semuanya tunduk pada prinsip-prinsip yang dianut 1950 itu.1

3. Perubahan UUD 1945

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai hukum dasar negara Republik Indonesia telah
melembagakan dan mengorganisasikan kekuasaan negara ke dalam berbagai lembaga
negara beserta tugas dan kekuasaanya, sehingga melahirkan berbagai lembaga negara
seperti: kepresidenan, MPR, DPR, DPA, MA, BPK, dan sebagainya.

Setelah perubahan UUD 1945 semakin kelas bahwa negara Indonesia didasarkan pada
sendi kedaulatan rakyat dan merupakan sebuah hukum yang secara eksplisit dirumuskan
dalam Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1 Ayat (2): Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-undang Dasar.

Pasal 1 Ayat (3): Negara Indonesia adalah negara hukum.

Realitas demikian juga ditemukan dalam penjelasan UUD 1945 sebelum perubahan
yang dengan tegas menentukan, bahwa negara Indonesia berdasarkan atas hukum
(rechtsstaat) tidak berdasar atas kekuasaan belaka (Machtsstaat). Prinsip kedaulatan rakyat
tercermin dari hubungan kerja antar lembaga negara. Oleh karena itu, untuk mewujudkan
kedaulatan rakyat, kekuasaan negara diorganisasikan melalui dua pilihan cara, yaitu melalui
sistem pemisahan kekuasaan atau pembagian kekuasaan.

Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan kembalinya Undang-Undang Dasar 1945
sebagai dasar negara, maka Indonesia kembali menganut sistem pemerintahan presidensiil.
Sistem ini dengan landasan UUD 1945 tetap dianut oleh Indonesia dalam praktik

1
Prof. Dr. M. Solly Lubis. Pembahasan UUD 1945 (Jakarta: CV. Rajawali, 1987), hlm. 16.
ketatanegaraan dengan nuansa hubungan kekuasaan legislative dengan eksekutif sebelum
dilakukan perubahan Undag-Undang Dasar 1945, akan tetapi tujuan Indonesia merdeka tetap
belum tercapai. Sebagai konsekuensinya, lahirlah tuntutan reformasi masayarakat Indonesia
yang mengakibatkan lengsernya Presiden Soeharto pada tanggal 21 Mei 1998.

Undang-Undang Dasar 1945 secara prinsip sudah sewajarnya mengalami perubahan,


bukan karena tuntutan reformasi saja, tetapi juga ditinjau dari berbagai aspek.

 Aspek Filososfis

Undang-Undang Dasar 1945 yang disahkan pada tanggal 18 Agustus 1945 merupakan
kristalisasi pemikiran politik, ekonomi dan sosial para founding fathers pada saat itu. Para
founding fathers sebagai manusia biasa tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan,
sehingga UUD 1945 pastilah tidak sempurna dan mampu mengikuti dan memenuhi
kebutuhan zaman. Setelah lebih dari setengah abad Indonesia merdeka dengan perubahan
kondisi politik dan masyarakat secara nasional dan internasioanal, maka UUD 1945 harus
diubah.

 Aspek Materi

Ada paham yang dapat diterima secara universal, yaitu kekuasaan cenderung korup
dan kekuasaan yang absolut menyebabkan korupsi yang absolut pula. Berkaitan dengan
pandangan tersebut maka kita dapat melihat ada tiga kecenderungan dari penguasa.
Pertama, dia akan mempertahankan kekuasaannya. Kedua, dia akan memperbesar
kekuasaan. Ketiga, dia akan memanfaatkan kekuasaan yang dipegangnya. Dengan
demikian, jika seseorang berkuasa akan memiliki tiga kemungkinan tersebut.

 Aspek Praktik Kenegaraan

Teks UUD 1945 memang masih seperti ketika disahkan BPUPKI pada tanggal 18
Agustus 1945. Namun, makna dan pemahamannya telah mengalami perubahan ketika
dikaitkan dengan praktik ketatanegaraan Indonesia. Makna, ketetapan ini adalah untuk
“mempersulit” dilakukannya perubahan terhadap UUD 1945, karena pada masa
pemerintahan Soeharto, UUD 1945 dianggap sebagai kitab suci negara, sehingga
dianggap sebagai sesuatu yang betul-betul paripurna dan sempurna. Bahkan, dianggap
tabu untuk melakukan perubahan UUD 1945.
4. Tujuan Perubahan UUD 1945

Adapun yang menjadi tujuan perubahan UUD 1945 adalah sebagai berikut:

1. Menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih mantap
dalam mencapai tujuan nasional yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 yang
berdasarkan Pancasila dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
2. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan pelaksanaan kedaulatan rakyat
serta memperluas partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham
demokrasi.
3. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak asasi
manusia dan peradaban umat manusia yang sekaligus merupakan syarat bagi suatu
negara hukum yang dicita-citakan oleh UUD 1945.
4. Menyempurnakan aturan dasar penyelenggaraan negara secara demokratis dan
modern, antara lain pembagian kekuasaan yang lebih tegas dan pembentukan
lembaga-lembaga negara yang baru untuk mengakomodasi perkembangan kebutuhan
bangsa dan tantangan zaman.
5. Menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan kewajiban
negara mewujudkan kesejahteraan sosial, mencerdaskan kehidupan bangsa,
menegakkan etika, moral, dan solidaritas dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara sesuai harkat dan martabat kemanusiaan dalam perjuangan
mewujudkan negara kesejahteraan.
6. Melengkapi aturan dasara dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting bagi
eksistensi negara dan perjuangan negara dalam mewujudkan demokrasi, seperti
pengaturan wilayah negara dan pemilihan umum.
7. Menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan berbangsa dan bernegara sesuai
perkembangan aspirasi, kebutuhan dan kepentingan bangsa dan negara Indonesia
dewasa ini dan masa mendatang.2

2
Prof. Dr. Sri Soemantri. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Pascaamandemen UUD 1945 (Medan:
Bina Media Perintis, 2007), hlm. 106-108.

Anda mungkin juga menyukai