Empat Pilar Kebangsaan adalah tiang penyangga yang kokoh (soko guru)
agar rakyat Indonesia merasa nyaman, aman, tentram, dan sejahtera, serta
terhindar dari berbagai macam gangguan dan bencana.
Bagi suatu negara terdapat sistem keyakinan (belief system) atau filosofi
(philosophische grondslag) yang isinya berupa konsep, prinsip,
serta nilai yang dianut oleh masyarakat suatu negara. Filosofi dan prinsip
keyakinan yang dianut oleh suatu negara digunakan sebagai landasan
hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Suatu pilar kebangsaan harus kokoh dan kuat untuk menangkal berbagai
bentuk ancaman dan gangguan, baik dari dalam maupun dari luar. Pilar
kebangsaan Indonesia yang berupa belief system harus
dapat menjamin terwujudnya ketertiban, keamanan, kenyamanan,
Berikut ini adalah isi dan makna dari 4 Pilar Kebangsaan Negara Kesatuan
Republik Indonesia:
1. Pilar Pancasila
Seperti yang disebutkan pada sila Pertama, Ketuhanan yang Maha Esa. Sila
ini dapat diterima dan diakui oleh semua agama yang diakui di Indonesia
dan menjadi common denominator.
Dan juga pada sila kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Sila ini
merupakan pernyataan penghormatan terhadap hak asasi manusia. Semua
warga negara memiliki harkat dan martabat yang sama secara adil dan
beradab.
Tidak memahami prinsip yang terdapat pada pembukaan UUD 1945 maka
tidak mungkin untuk melakukan evaluasi terhadap pasal-pasal yang ada
pada batang tubuh UUD yang menjadi derivatnya.
Ada banyak bentuk negara yang ada di dunia ini. Dan para pendiri bangsa
Indonesia memilih bentuk Negara Kesatuan, yaitu Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI).
Para pendiri bangsa kita memilih negara kesatuan sebagai bentuk negara
Indonesia melalui berbagai pertimbangan. Alasan utama para pendiri
bangsa Indonesia memilih bentuk negara kesatuan adalah
karena sejarah strategi pecah belah (devide et impera) yang dilakukan
Belanda bisa berhasil karena Indonesia belum bersatu pada masa
penjajahan.
A. Pengertian Konstitusi
Dalam arti sempit konstitusi adalah hukum dasar yang memuat aturan
pokok atau aturan-aturan dasar negara. Dalam arti luas konstitusi adalah
keseluruhan sistem aturan yang menetapkan dan mengatur kehidupan
kenegaraan melalui sistem pemerintahan negara dan tata hubungan
secara timbal balik antar lembaga negara dan antara negara dengan
warga negara.
Macam-macam konstitusi:
1. UUD 1945 (UUD Proklamasi/18 Agustus 1945-27 Desember 1949) UUD 1945
ditetapkan dan disahkan oleh PPKI pada 18 Agustus 1945. Sistematika UUD
1945 terdiri dari:
• Pembukaan: 4 alinea.
2. Konstitusi RIS 1949 (UUD RIS 1949/27 Desember 1949-17 Agustus 1950)
• Bab V: Konstituante
4. UUD 1945 Hasil Dekrit Presiden (UUD 1945 periode kedua/5 Juli 1959- 2000)
Gagalnya Badan Konstituante menetapkan rancangan UUD berdampak
pada keadaan politik yang tidak stabil. Maka, pada tanggal 5 Juli 1959,
Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden. Salah satu isi dekrit
tersebut memberlakukan kembali UUD 1945. Ketentuan mengenai bentuk
negara, bentuk pemerintahan, pembagian kekuasaan, dan sistem
pemerintahan sama seperti yang tercantum dalam UUD 1945.
- PEMBUKAAN
49 AYAT
- PENJELASAN
- PEMBUKAAN
- PASAL-PASAL 21 BAB
73 PASAL
170 AYAT
Amandemen UUD 45
Bhinneka Tunggal Ika
Adapun beberapa fungsi dari Bhinneka Tunggal Ika dalam berbangsa maupun
bermasyarakat, yaitu :
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika memiliki makna sebagai alat pemersatu bangsa
Indonesia. Sesuai dengan artinya yaitu berbeda-beda tetapi tetap satu, hal tersebut
sangat menggambarkan keadaan Indonesia. Dimana negara ini memiliki banyak pulau
yang terpisah, memiliki warga yang berbeda-beda dalam kepercayaan, ras, suku dan
bahasa tetapi tetap satu Indonesia.
4. Sejarah Bhinneka Tunggal Ika
Bhinneka Tunggal ika adalah karya sastra agama atau Kakawin Jawa Kuno
yang bernama Kakawin Sutasomo yang dikarang oleh Mpu Tantular semasa
kerajaan Majapahit dibawah kekuasaan Prabu Rajasanagara atau yang
dikenal Raja Hayam Wuruk pada sekitar abad ke-14. Pada mulanya kalimat
Bhinneka Tunggal Ika dalam sastra tersebut adalah bentuk rasa toleransi
dari Mpu Tantular yang merupakan penganut
Buddha Tantrayana yang hidup dilingkungan kerajaan majapahit yang beragama Hindu-
siwa.
Kerajaan Majapahit pada waktu itu dikenal memiliki keragaman masyarakat dari
kepercayaan yang dianut dan orientasi bangunan yang berupa candi. Masyarakat
Majapahit tidak hanya menganut agama Hindu dan Buddha, tetapi juga ada yang memuja
roh-roh leluhur. Di dalam buku yang berjudul ‘meluruskan sejarah majapahit’ karangan
Irawan Joko Nugroho, menyatakan bahwa Mpu Tantular adalah sosok yang terbuka pada
agama lain terutama Hindu-Siwa. Ia adalah sosok yang memiliki
pandangan tentang nilai-nilai agama secara luas. Hal tersebut terlihat dari
kakawin Sutasomo, karyanya yang terkenal dan karya lain yaitu kakawin Arjunawijaya.
Semboyan Bhinneka Tunggal Ika diyakini merupakan hasil pemikiran cemerlang dari
sosok Mpu Tantular, yang hingga pada masa itu kerajaan Majapahit mampu menyatukan
Nusantara.
Sedangkan semboyan Bhinneka Tunggal Ika pada lambang Pancasila yang dirancang oleh
Sultan Hamid II (1913-1978) pertama kali resmi digunakan dalam sidang kabinet
Republik Indonesia Serikat (RIS) pada 11 Februari 1950. Tokoh yang pertama kali
mengusulkan penggunaan kata Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan Republik
Indonesia kepada Presiden Soekarno adalah Mohammad Yamin.
Menurutnya, kutipan dalam karya Mpu Tantular tersebut sangat cocok
untuk diimplementasikan dengan kehidupan pada saat itu, tidak hanya tentang
perbedaan kepercayaan, tetapi juga tentang perbedaan sudut
pandang ideologi, suku, ras, golongan dan etnik.
Bhinneka Tunggal Ika diselidiki oleh Prof. Kerf dan disimpan di perpustakaan
Leiden, Belanda. Tanpa semua sadari saat bangsa ini memerlukan sesuatu
sebagai identitas negara ternyata sang semboyan negara itu telah ada
sejak berabad-abad yang lalu hasil dari pemikiran cendekiawan yang hebat. Dan sudah
melalui perjalanan panjang hingga diikrarkannya Bhinneka Tunggal Ika sebagai
semboyan bangsa Indonesia.