Era 1950-1959 atau juga disebut Orde Lama adalah era di mana presiden Soekarno memerintah menggunakan
konstitusi UUDS Republik Indonesia 1950. Periode ini berlangsung mulai dari 17 Agustus 1950 sampai 5 Juli
1959.
Pada tahun 1945-1950, terjadi perubahan sistem pemerintahan dari presidensial menjadi parlementer. Dimana
dalam sistem pemerintahan presidensial, presiden memiliki fungsi ganda, yaitu sebagai badan eksekutif dan
merangkap sekaligus sebagai badan legislatif.
Berikut Penyimpangan UUD 1945 yang terjadi pada masa orde lama:
Fungsi Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) berubah, dari pembantu presiden menjadi badan yang diserahi
kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan GBHN yang merupakan wewenang MPR.
Konstituante
UUDS 1950 ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1950 tentang Perubahan Konstitusi
Sementara Republik Indonesia Serikat menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia, Pemilihan
Umum 1955 berhasil memilih Konstituante secara demokratis, namun Konstituante gagal membentuk konstitusi
baru sampai berlarut-larut. Pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli
1959, yang antara lain berisi kembali berlakunya UUD 1945.
Kabinet-kabinet
Kabinet ini sudah pada 21 Maret 1951 dalam usia 6,5 bulan. Jatuhnya kabinet ini karena kebijakan Natsir dalam
rangka pembentukan DPRD dinilai oleh golongan oposisi terlalu banyak menguntungkan Masyumi.
Kabinet Sukiman tidak mampu bertahan lama dan jatuh pada bulan Februari 1952. Penyebab jatuhnya kabinet ini
adalah karena diserang oleh kelompok sendiri akibat kebijakan politik luar negeri yang dinilai terlalu condong ke
Barat atau pro-Amerika Serikat.
Kabinet Wilopo banyak mengalami kesulitan ,kebijakannya ditentang oleh wakil-wakil partai oposisi di DPR
sehingga menyebabkan kabinetnya jatuh pada 2 Juni 1953 dalam usia 14 bulan.
1953-1955 - Kabinet Ali Sastroamidjojo I
- Muncul pemberontakan DI/TII di Jawa Barat, Daud Beureuh Aceh, dan Kahar Muzakar
- berhasil menyelenggarakan Konferensi Asia Afrika. Kabinet jatuh pada bulan Juli 1955 dalam usia 2
tahun (usia terpanjang).
Pada masa Kabinet Burhanuddin Harahap, dilaksanakan pemilihan umum pertama di Indonesia. Kabinet ini
menyerahkan mandatnya setelah DPR hasil pemilihan umum terbentuk pada bulan Maret 1956.
Kabinet Ali II ini pun tidak berumur lebih dari satu tahun dan akhirnya digantikan oleh kabinet Juanda.
Dekrit ini mengakhiri masa parlementer dan digunakan kembalinya UUD 1945. Masa sesudah ini lazim disebut
masa Demokrasi Terpimpin
Isinya ialah:
1. Kembali berlakunya UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUDS 1950
2. Pembubaran Konstituante
3. Pembentukan MPRS dan DPAS
Pasal 1
Ayat 2. Kedaulatan Republik Indonesia adalah ditangan Rakjat dan dilakukan oleh Pemerintah bersama-sama
dengan DPR
Sistem Pemerintahan Indonesia pada masa UUD Sementara ini adalah sistem pemerintahan parlementer.
Berdasarkan UUD ini, Presiden hanyalah sebagai kepala negara (Pasal 45 UUDS), dan sama sekali tidak
memegang jabatan sebagai kepala pemerintahan. Pemerintahan berada di tangan Dewan Menteri yang
diketuai oleh seorang Perdana Menteri
Lembaga-lembaga negara yang ada pada masa berlakunya UUDS yaitu pada periode 17 Agustus 1950- 5 Juli
1959 menurut UUDS Pasal 44 lembaga negara yang ada yaitu:
1. Presiden dan Wakil Presiden
2. Menteri-menteri
3. Dewan Perwakilan Rakyat
4. Mahkamah Agung
5. Dewan Pengawas Keuangan.
Sebagai kepala negara berdasarkan Pasal 84 Presiden berhak untuk membubarkan DPR. Kekuasaan legislatif
dipegang oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Jumlah DPR besarnya ditetapkan berdasarkan perhitungan setiap
300.000 jiwa penduduk WNI mempunyai seorang wakil (Pasal 56 UUDS 1950). Dewan Perwakilan Rakyat dipilih
untuk masa 4 tahun.
Penyimpangan UUD 1945 pada Masa awal berlakunya bisa kita lihat dari dikeluarkannya Maklumat
Wapres No. X dan Maklumat Pemerintah 14 November 1945.
14. Setujukah Anda dengan pernyataan bahwa kelima sila pancasila dalam pancasila satu kesatuan ?
Jawaban :
Ya. Karena sila-sila Pancasila merupakan satu kesatuan yang bulat dan utuh (sebagai suatu totalitas).sehingga,
apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila lainnya terpisah-pisah, maka bukan Pancasila.
PANCASILA
SEBAGAI SUATU SISTEM FILSAFAT
Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem filsafat.
Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagian-bagian yang saling berhubungan, saling
bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan yang utuh.
Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan suatu kesatuan organis.
Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan, saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi.
Pemikiran dasar yang terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang berhubungan
dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu
dimiliki oleh bangsa Indonesia.
Ontologi, menurut Aristoteles adalah ilmu yang meyelidiki hakikat sesuatu atau tentang ada,
keberadaan atau eksistensi dan disamakan artinya dengan metafisika.
Bidang ontologi menyelidiki tentang makna yang ada (eksistensi dan keberadaan) manusia, benda, alam semesta
(kosmologi), metafisika.
Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki hakikat mutlak yaitu
monopluralis, atau monodualis, karena itu juga disebut sebagai dasar antropologis. Subyek
pendukung pokok dari sila-sila Pancasila adalah manusia.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang menyelidiki asal, syarat, susunan, metode, dan
validitas ilmu pengetahuan.
Epistemologi meneliti sumber pengetahuan, proses dan syarat terjadinya pengetahuan, batas dan validitas ilmu
pengetahuan
Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan dasar aksiologis, yaitu
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan.
Aksiologi Pancasila mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.