Anda di halaman 1dari 25

GERAK PELAKSAAN

UUD 1945
Latar belakang Pembukaan dan Pasal-pasal merupakan satu
kesatuan. Disamping hukum dasar tertulis, di
Undang-Undang Dasar 1945 merupakan Negara Indonesia juga berlaku hukum dasar yang
keseluruhan naskah yang terdiri dari Pembukaan tidak tertulis, yaitu konvensi sebagai kebiasaan
dan Pasal-pasal. Pembukaan terdiri dari 4 Alinea. yang hidup dan terpelihara dalam praktek
Pasal-pasal terdiri dari 16 Bab, Bab I sampai penyelenggaraan kenegaraan.
dengan Bab XVI, pasal 1 sampai dengan pasal 37.
Setelah amandemen IV, UUD 1945 terdiri dari 20
Bab, Bab I sampai dengan Bab XVI (Bab IV
dihapus), dan 72 pasal, Pasal 1 sampai dengan
Pasal 37, ditambah dengan 3 pasal Aturan
Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan.
UUD 1945 bukan hukum biasa melainkan hukum dasar yang merupakan sumber
hukum yang tertinggi, sehingga seluruh hukum yang berlaku tidak boleh
bertentangan dengan UUD 1945. UUD 1945 terbentuk melalui sejarah yang amat
panjang melalui pasang surutnya kejayaan bangsa dan masa-masa penderitaan
penjajahan, dan masa-masa perjuangan untuk merdeka, menentukan sendiri
hidup dan masa depannya..
Sebagai hukum dasar tertulis UUD 1945 mengikat: Pemerintah, Lembaga
Negara, Lembaga Masyarakat, setiap Warga Negara Indonesia, dan setiap
Penduduk yang berada di Wilayah Negara Republik Indonesia.
PENGERTIAN UUD 1945
1.1 Sejarah Terbentuknya UUD 1945
Undang-Undang Dasar 1945 dirancang sejak 29 Mei 1945 sampai 16 Juni 1945
oleh Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia ( BPUPKI )
yang beranggotakan 21 orang, diketuai Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai
wakil ketua, dengan 19 orang anggota yang terdiri dari 11 orang wakil dari Jawa, 3
orang dari Sumatera dan masing-masing 1 wakil dari Kalimantan, Maluku, dan Sunda
Kecil. Badan ini kemudian menetapkan tim khusus yang bertugas menyusun konstitusi
bagi Indonesiamerdeka yang kemudian dikenal dengan nama Undang-Undang 1945(
UUD 1945 ). Para tokoh perumus itu adalah : dr. Radjiman Widiodiningrat, Ki Bagus
Hadikoesoemo, Oto Iskandardinata, Pangeran Purboyo, Pangeran Soerjohamidjojo,
Soetardjo Kartohamidjojo, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Abdul Kadir, Drs. Yap Tjwan Bing,
Dr. Mohammad Amir ( Sumatera ), Mr. Abdul Abbas ( Sumatera), Dr. Ratulangi, Andi
Pangerang ( keduanya dari Sulawesi ), Mr. Latuharhary, Mr. Pudja ( Bali ), AH.
Hamidan ( Kalimantan ), R.P. Soeroso, Abdul Wachid Hasyim dan Mr. Mohammad
Hassan (Sumatera ).
Latar belakang terbentuknya UUD 1945 bermula dari janji Jepang untuk
memberikan kemerdekaan bangsa Indonesia di kemudian hari.Janji tinggalah
janji, setelah Jepang berhasil memukul mundur tentara Belanda, malah mereka
sendiri yang menindas kembali bangsa Indonesia, bahkan lebih sadis dari
sebelumnya.
Pengertian UUD
UUD Negara adalah peraturan perundang-undangan yang tertinggi dalam Negara dan
merupakan hukum dasar Negara tertulis, yang mengikat berisi aturan yang harus ditaati
Hukum dasar Negara meliputi keseluruhan system ketatanegaraan yang berupa
kumpulan peraturan yang membentuk Negara dan mengatur pemerintahannya.UUD
merupakan dasar tertulis (convensi).
UUD menentukan cara-cara bagaimana pusat kekuasaan itu bekerja sama dan
menyesuaikan diri satu sama lainnya. UUD merekam hubungan-hubungan kekuasaan dalam
suatu Negara. UUD disebutkan bersifat singkat dan super karena hanya memuat 37 pasal
adapun pasal-pasal yang lain, hanya memuat aturan peralihan dan aturan tambahan. Hal ini
bermakna :
a. UUD 1945 hanya memuat aturan pokok, memuat GBHN intruksi kepala
pemerintahan pusat dan lain-lain untuk menyelenggarakan Negara.
b. Sifatnya yang super atau elastis maksudnya senantiasa harus ingat bahwa
masyarakat harus berkembang seiring dengan perubahan zaman. Memang sifat aturan
yang tertulis semakin supel sifat aturannya semakin baik agar tidak ketinggalan zaman.
1.3 Kedudukan Pembukaan UUD 1945
Pembukaan UUD 1945 bersama sama dengan pasal pasal UUD 1945, disahkan
oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945, dan diundangkan dalam Berita Republik
Indonesia Tahun II NO.7.
Pembukaan UUD 1945 terdiri atas empat alinea, pada bagian alinea IV memuat
pernyataan mengenai keadaan setelah Negara Indonesia terbentuk dan memiliki
hubungan yang bersifat kausal dan organis dengan pasal pasal UUD 1945.
Hubungan tersebut menyangkut beberapa hal, antara lain :
A. Undang undang Dasar ditentukan akan ada
B. Yang diatur dalam UUD adalah tentang pembentukan pemerintahan Negara
C. Negara Indonesia adalah bentuk Republik yang berkedaulatan Rakyat
D. Ditetapkannya Pancasila sebagai dasar falsafat Negara Indonesia
Hal hal tersebut bersifat fundamental dan asasi bagi Negara
Indonesia, sehingga Pembukaan UUD 1945 berkedudukan tetap dan
tidak dapat diubah
Hal ini sesuai dengan ketetapan MPR / MPRS, yang menyatakan :
Pembukaan UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang
terperinci yang mengandung cita cita luhur dari Proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan yang memuat Pancasila sebagai
dasar Negara, merupakan satu rangkaian dengan proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat diubah
oleh siapapun juga termasuk MPR hasil Pemilu, karena merubah
pembukaan UUD 1945 berarti sama halnya dengan pembubaran Negara
RI
1.4 Hakekat Pembukaan UUD 1945
a. Pembukaan UUD 1945 sebagai tertib hukum tertinggi
Oleh sebab itu, maka kedudukan Pancasila sebagaimana tercantum dalam Pembukaan UUD
1945 adalah sebagi sumber dari segala sumber hukum Indonesia, sehingga semua
peraturan perundangan yang digunakan di Indonesia harus berdasarkan dan bersumber
pada Pancasila.
Hubungan antara Pembukaan UUD 1945 dengan pasal pasal UUD 1945, bahwa
Pembukaan UUD 1945 memuat pokok pokok pikiran , yaitu :
Pokok pikiran Persatuan
Pokok pikiran Keadilan Sosial
Pokok pikiran Kedaulatan Rakyat
Pokok pikiran Ketuhanan YME, menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab
Dan, keempat pokok pikiran yang termuat dalam Pembukaan UUD 1945 tersebut,
dijabarkan dalam pasal pasal UUD 1945.Jadi, Pasal pasal UUD 1945 merupakan
penjabaran dari pokok pikiran yang termuat dalam pembukaan UUD 1945.Dengan
demikian maka dapat disimpulkan bahwa pembukaan UUD 1945 adalah sebagai sumber
hukum positif Indonesia.
Pembukaan UUD 1945 Sebagai Pokok kaidah Negara yang
Fundamental (Staatsfundamentalnorm)
Sebagai pokok kaidah negara yang fundamental, Pembukaan UUD 1945
, memiliki beberapa ciri,antara lain:
a) Sebagai norma dasar yang memberikan arah serta dasr-dasar cita-
cita hukum bagi Undang-Undang Dasar negara.
b) Memiliki kedudukan hukum yang tinggi dari pada pasal UUD 1945
c) Mengandung pokok-pokok pikiran yang dijabarkan dalam pasal-
pasalnya.
d) Mengandung norma yang harus dipatuhi
e) Memiliki hakikat kedudukan hukum yang bersifat tetap.
1.5 Makna setiap alinea dalam pembukaan UUD
A. Alinea Pertama
Adalah suatu pengakuan hak azasi kebebasan atau kemerdekaan semua bangsa dari segala
bentuk penjajahan dan penindasan oleh bangsa lain(dalil obyektif),dan untuk
mempertanggungjawabkan bahwasanya pernyataan kemerdekaan adalah sesuatu yang sudah
selayaknya,karena berdasar atas hak kodrat yang sifatnya mutlak dari moral bangsa Indonesia
untuk merdeka (pernyataan subyektif).
B. Alinea Kedua
Adalah pengakuan hak azasi sosial yang berupa keadilan dan pengakuan azasi ekonomi
yang berupa kemakmuran dan kesejahteraan,sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia.
C. Alinea Ketiga
Adalah hak kodrat yang dianugerahkan oleh Tuhan Yang Maha Esa kepada semua
bangsa. Memiliki nilai religious.
D. Alinea Keempat
Adalah memuat tujuan Negara ,sebagai ketentuan pedoman dan pegangan yang tetap serta
praktis,yaitu dalam realisasi hidup bersama dalam Negara Indonesia yang berdasar pada
Pancasila. Kelanjutan berdirinya NKRI.
2. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA AWAL
KEMERDEKAAN (17 AGUSTUS 1945 29 DESEMBER 1949)
Pada masa awal kemerdekaan UUD 1945 belum dapat dijalankan
sebagaimana yang diatur mengingat kondisi lembaga negara yang masih belum
tertata dengan baik. Faktor lainnya adalah UUD 1945 masih sangat sederhana
karena dibuat dalam waktu yang sangat singkat kurang lebih 49 hari oleh
BPUPKI pada 29 Mei-16 Juli 1945 dan PPKI tanggal 18 Agustus. Pada tahun ini
di bentuklah DPA sementara, sedangkan DPR dan MPR belum dapat dibentuk
karena harus melalui pemilu. Waktu itu masih di berlakukan pasal aturan
peralihan pasal IV yang menyatakan, Sebelum Majelis Permusyawaratan
Rakyat,Dewan Perwakilan Rakyat, dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk
menurut Undang-Undang Dasar, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden
dengan bantuan sebuah komite nasional.
Pada saat itu terjadilah suatu perkembangan ketatanegaraan indonesia yaitu
: berubahnya fungsi komite nasional Indonesia pusat dari pembantu presiden menjadi
badan yang diserahi kekuasaan legislatif dan ikut menetapkan Garis-garis Besar
Haluan Negara. Hal ini berdasarkan maklumat wakil presiden No. X tanggal 16
Oktober 1945. Selain itu dikeluarkan juga maklumat pemerintah tanggal 14 Nopember
1945. Yang isinya perubahan sistem pemerintahan negara dari sistem Kabinet
Presidensial menjadi sistem Kabinet Parlementer, berdasarkan usul Badan Pekerja
Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP). Akibat perubahan tersebut pemerintah
menjadi tidak stabil, Perdana Menteri hanya bertahan beberapa bulan serta berulang
kali terjadi pergantian.
Tanggal 3 November 1945 di keluarkan juga suatu maklumat yang ditandatangani
oleh Wakil Presiden yang isinya tentang pembentukan partai politik. Hal ini bertujuan
agar berbagai aliran yang ada didalam masyarakat dapat di arahkan kepada
perjuangan untuk memperkuat mempertahankan dengan persatuan dan kesatuan.
Sejak tanggal 14 November 1945 kekuasaan pemerintah (eksekutif) dipegang oleh Perdana
Menteri sebagai pimpinan kabinet. Secara bersama-sama atau sendiri-sendiri, perdana
menteri atau para menteri itu bertanggung jawab kepada KNPI, yang berfungsi sebagai DPR,
dan tidak bertanggung jawab kepada presiden sebagaimana yang dikehendaki oleh
UUD 1945. Hal ini berakibat semakin tidak setabilnya Negara Republik Indonesia baik di
bidang politik, ekonomi, pemerintahan maupun keamanan. Semangat ideologi liberal itu
kemudian memuncak dengan dibentuknya Negara Federal yaitu negara kesatuan Republik
Indonesia Serikat dengan berdasar pada konstitusi RIS, pada tanggal 27 Desember 1949.
Konstitusi RIS tersebut sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den
Haag negeri Belanda. Syukurlah konstitusi itu tidak berlangsung lama dan Indonesia kembali
bersatu pada tahun 1950.Dalam negara RIS tersebut masih terdapat negara bagian Republik
Indonesia yang beribukota di Yogyakarta. Kemudian terjadilah suatu persetujuan antara
Negara RI Yogyakarta dengan negara RIS yang akhirnya membuahkan kesepakatan untuk
kembali, untuk membentuk negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pada
Undang-Undang Dasar Sementara sejak 17 agustus 1950 isi UUDS ini berbeda dengan UUD
1945 terutama dalam sistem pemerintahan negara yaitu menganut sistem Parlementer,
sedangkan UUD 1945 menganut sistem Presidensial.
Pada bulan September 1955 dan Desember 1955 diadakan pemilihan
umum,yang masing-masing untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat
dan anggota konstituante.
Tugas konstituante adalah untuk membentuk, menyusun Undang-Undang
Dasar yang tetap sebagai pengganti UUDS 1950. Untuk mengambil putusan
mengenai Undang-Undang dasar yang baru ditentukan pada pasal 137 UUDS
1950 sebagai berikut :
1. Untuk mengambil putusan tentang rancangan Undang-Undang Dasar baru
sekurang-kurangnya 2/3 jumlah anggota konstituante harus hadir.
2. Rancangan tersebut diterima jika disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3
dari jumlah anggota yang hadir.
3. Rancangan yang telah diterima oleh konstituante dikirimkan kepada
Presiden untuk disahkan oleh pemerintah.
4. Pemerintah harus mengesahkan rancangan itu dengan segera serta
mengumumkan Undang-Undang Dasar itu dengan keluhuran.
Dilema kenyataannya konstituante selama dua dalam bersidang
belum mampu menghasilkan suatu keputusan tentang Undang-Undang
Dasar yang baru. Hal ini dikarenakan dalam sidang konstituante , muncullah
suatu usul untuk mengembalikan Piagam Jakarta dalam pembukaan UUD baru.
Oleh karena itu Presiden pada tanggal 22 april 1959 memberikan pidatonya
didepan sidang Konstituante untuk kembali kepada UUD 1945. Hal ini diperkuat
dengan suatu alasan bahwa sidang Konstituante telah mengalami jalan buntu.
Terutama setelah lebih dari separuh anggota Konstituante menyatakan
untuk tidak akan menghadiri sidang lagi.
Atas dasar kenyataan tersebut maka Presiden mengeluarkan suatu dekrit
yang didasarkan pada suatu hukum darurat negara (Staatsnoodrecht). Hal ini
menginggat keadaan ketata negaraan yang membahayakan kesatuan,
persatuan, keselamatan serta keutuhan bangsa dan negara Repubik Indonesia.
Dekrit presiden 5 juli 1959 :
Menetapkan pembubaran konstituante.
Menetapkan Undang-Undang dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa
Indonesia serta tumpah darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal
penetapan dekrit ini, dan tidak berlakunya lagi Undang-Undang Dasar 1950.
Pembentukan majelis permusyawaratan rakyat sementara yang terdiri atas
anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat ditambah dengan utusan-utusan
dari daerah-daerah dan golongan-golongan serta Dewan Agung Sementara,
akan diselenggarakan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Dekrit itu
diumumkan oleh Presiden dari Istana Merdeka di hadapan rakyat pada
tanggal 5 juli 1959, pada hari minggu pukul 17.00 Dekrit tersebut dimuat
dalam keputusan Presiden No.150 tahun 1959 dan di umumkan dalam
lembaran Negara Republik Indonesia no.75 tahun 1959.
3. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE LAMA (5 JULI
1959 11 MARET 1966).
Sejak dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 juli 1959 itu maka UUD 1945 berlaku
kembali di Negara Republik Indonesia. Sekalipun UUD 1945 secara yuridis
formal sebagai hukum dasar tertulis yang berlaku di Indonesia namun realisasi
ketatanegaraan Indonesia tidak melaksanakan makna dari UUD 1945 itu
sendiri. Sejak itu mulai berkuasa kekuasaan Orde Lama yang secara ideologis
banyak dipengaruhi oleh paham komunisme. Hal ini nampak adanya berbagai
macam penyimpangan ideologis yang dituangkan dalam berbagai bidang
kebijaksanaan dalam negara.
Dikukuhkannya ideologi Nasakom, dipaksakannya doktrin Negara dalam
keadaan revolusi. Oleh karena revolusi adalah permanen maka Presiden
sebagai Kepala Negara yang sekaligus juga sebagai Pemimpin Besar Revolusi,
diangkat menjadi Pemimpin Besar Revolusi, sehingga Presiden masa jabatannya
seumur hidup.Penyimpangan ideologis maupun konstitusional ini berakibat pada
penyimpangan-penyimpangan konstitusional lainnya sebagai berikut,
1. Demokrasi di Indonesia diarahkan menjadi demokrasi terpimpin, yang dipimpin oleh
presiden, sehingga praktis bersifat otoriter. pada sebenarnya di negara Indonesia yang
berdasarkan Pancasila berazas-kan kerakyatan,sehingga seharusnya rakyatlah sebagai
pemegang serta asal mula kekuasaan negara, demikian juga sebagaimana yang
tercantum dalam UUD 1945.
2. Oleh karena Presiden sebagai pemimpin besar revolusi maka memiliki wewenang yang
melebihi sebagaimana yang sudah di tentukan oleh Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
mengeluarkan produk hukum yang setingkat denganUndang-Undang tanpa melalui
persetujuan DPR dalam bentuk penetapan presiden.
3. Dalam tahun 1960, karena DPR tidak dapat menyetujui rancangan pendapatan dan
Belanja Negara yang di ajukan oleh pemerintah. Kemudian presiden waktu itu
membubarkan DPR hasil pemilu 1955 dan kemudian membentuk DPR gotong royong.
Hal ini jelas-jelas sebagai pelanggaran konstitusional yaitu kekuasaan eksekutif di atas
kekuasaan legislatif.
4. Pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara dijadikan menteri negara, yang berarti
sebagai pembantu presiden. Selain penyimpangan-penyimpangan tersebut masih
banyak penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan ketatanegaraan yang
seharusnya berdasarkan pada UUD 1945. Karena pelaksanaan yang inskonstitusional
itulah maka berakibat pada ketidak stabilan dalam bidang politik, ekonomi terutama
dalam bidang keamanan. Puncak dari kekuasaan Orde Lama tersebut ditandai dengan
pemberontakan G30S.PKI. dan pemberontakan tersebut dapat digagalkan oleh rakyat
Indonesia terutama oleh generasi muda. Dengan dipelopori oleh pemuda, pelajar, dan
mahasiswa rakyat Indonesia menyampaikan Tritula (Tri Tuntutan Rakyat) yang meliputi,
Bubarkan PKI.
Bersihkan kabinet dari unsur-unsur KPI.
Turunkan harga/perbaikan ekonomi.
Gelombang gerakan rakyat semakin besar, sehingga presiden tidak mampu lagi
mengembalikannya ,maka keluarlah surat perintah 11 maret 1966 yangmemberikan
kepada Letnan Jenderal Soeharto untuk mengambil langkah-langkah dalam
mengembalikan keamanan negara. Sejak peristiwa inilah sejarah ketatanegaraan
Indonesia dikuasai oleh kekuasaan Orde Baru.

4. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA ORDE


BARU (11 MARET 1966 22 MEI 1998)
Masa orde baru berada dibawah kepemimpinan Soeharto dalam misi
mengembalikan keadaan setelah pemberontakan PKI, masa orde baru juga
mempelopori pembangunan nasional sehingga sering dikenal sebagai orde
pembangunan. MPRS mengeluarkan berbagai macam keputusan penting, antara lain
:
1. Tap MPRS No. XVIII/MPRS/1966 tentang kabinet Ampera yang
menyatakan agar presiden menugasi pengemban Super Semar, Jenderal Soeharto
untuk segera membentuk kabinet Ampera.
2. Tap MPRS No. XVII/MPRS/1966 yang dengan permintaan maaf, menarik
kembali pengangkatan pemimpin Besar Revolusi menjadi presiden seumur hidup.
3. Tap MPRS No. XX/MPRS/1966 tentang memorandum DPRGR mengenai
sumber tertib hukum republik Indonesia dan tata urutan perundang -undangan.
4. Tap MPRS No. XXII/MPRS/1966 mengenai penyederhanaan kepartaian,
keormasan dan kekaryaan.
Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran partai
komunis Indonesia dan pernyataan tentang partai tersebut sebagai partai
terlarang diseluruh wilayah Indonesia, dan larangan pada setiap kegiatan
untuk menyebar luaskan atau mengembangkan faham ajaran
komunisme/Marxisme, Leninisme.
Pada saat itu bangsa Indonesia dalam keadaan yang tidak menentu baik yang
menyangkut bidang politik, ekonomi maupun keamanan. Dalam keadaan
yangdemikian inilah pada bulan Februari 1967 DPRGR mengeluarkan suatu
resolusi yaitu meminta MPR(S) agar mengadakan sidang istimewa pada bulan
maret 1967. Sidang istimewa tersebut mengambil suatu keputusan sebagai
berikut :
1. Presiden Soekarno tidak dapat memenuhi tanggungjawab konstitusional dan
tidak menjalankan GBHN sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Dasar 1945.
2. Sidang menetapkan berlakunya Tap No. XV/MPRS/1966 tentang pemilihan/
penunjukan wakil presiden dan tata cara pengangkatan pejabat presiden dan
mengangkat Jenderal Soeharto. Pengembangan Tap. No. 6 IX/MPRS/1966,
sebagai pejabat presiden berdasarkan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945
hingga dipilihnya presiden oleh MPR hasil pemilihan umum.
Dalam masa orde baru ini (1967-1997) pelaksanaan UUD 1945 belum juga
murni dan konsekuen, praktis kekuasaan presiden tidak secara langsung
kekuasaan lembaga tertinggi dan tinggi negara dibawah kekuasaan presiden
tetapi seluruhnya hampir dituangkan dalam mekanisme peraturan antara lain :
1. UU no.16/1969 dan UU no.5/1975 tentang kedudukan DPR, MPR, DPRD.
2. UU no.3/1975 dan UU no.3/1985 tentang parpol dan golkar.
3. UU no.15/969 dan UU no.4/1975 tentang pemilu.
Pada masa awal kekuasaan Orde Baru berupaya untuk memperbaiki nasib
bangsa dalam berbagai bidang antara lain dalam bidang politik, ekonomi,
sosial, budaya maupun keamanan. Di bidang politik dilaksanakanlah pemilu yang
dituangkan dalam Undang-Undang No.15 tahun 1969 tentang pemilu umum,
Undang-Undang No.16 tentang susunan dan kedudukan majelis
permusyawaratan rakyat, dewan perwakilan rakyat dan dewan perwakilan rakyat
daerah. Atas dasar ketentuan undang-undang tersebut kemudian pemerintah
Orde Baru berhasil mengadakan pemilu pertama.
Pada awalnya bangsa Indonesia memang merasakan perubahan peningkatan
nasib bangsa dalam berbagai bidang melalui suatu program negara yang
dituangkan dalam GBHN yang disebut pelita (pembangunan lima tahun). Hal ini
wajar dirasakan oleh bangsa Indonesia karena sejak tahun 1945 setelah
kemerdekaan nasib bangsa Indonesia senantiasa dalam kesulitan
dan kemiskinan.Namun demikian lambat laun program-program negara
buakannya diperuntukan kepada rakyat melainkan demi kekuasaan. Mulailah
ambisi kekuasaan orde baru menjalar keseluruh sandi-sandi kehidupan
ketatanegaraan Indonesia. Kekuasaan orde baru menjadi otoriter namun
seakan-akan dilaksanakan secara demokratis.
Penafsiran dan penuangan pasal-pasal Undang-Undang Dasar 1945 tidak
dilaksanakan sesuai dengan amanat sebagaimana tertuang dan terkandung
dalam Undang-Undang Dasar tersebut melainkan dimanipulasikan demi
kekuasaan. Bahkan pancasila pun diperalat demi legitimasi kekuasaan
dan tindakan presiden.Hal ini terbukti dengan adanya ketetapan MPR
No.II/MPR/1978. Tentang P-4 yang dalam kenyataannya sebagai media untuk
propaganda kekuasaan orde baru. Realisasi UUD 1945 lebih banyak
memberikan porsi atas kekuasaan presiden. Walaupun sebenarnya UUD 1945
tidak mengamanatkan demikian.
5. DINAMIKA PELAKSANAAN UUD 1945 PADA MASA REFORMASI (22
MEI 1998 SEKARANG)
Masa Orde Baru di bawah kepemimpinan presiden Soeharto sampai tahun 1998
membuat pemerintahan Indonesia tidak mengamanatkan nilai-nilai demokrasi
seperti yang tercantum dalam Pancasila, bahkan juga tidak mencerminkan
pelaksanaan demokrasi atas dasar norma-norma dan pasal-pasal UUD 1945.
Terutama karena adanya krisis moneter yang melanda Indonesia yang membuat
perekonomian Indonesia hancur.
Keberhasilan reformasi tersebut ditandai dengan turunnya presiden Soeharto dari
jabatannya sebagai presiden dan diganti oleh Prof. B.J Habibie pada tanggal 21
mei 1998. Kemudian bangsa Indonesia menyadari bahwa UUD 1945 yang berlaku
pada zaman orde baru masih memiliki banyak kekurangan, sehingga perlu
diadakan amandemen lagi. Berbagai macam produk peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan dalam reformasi hukum antara lain UU. Politik Tahun
1999, yaitu UU. No.2 tahun 1999, tentang partai politik, UU. No.3 tahun 1999,
tentang pemilihan umum dan UU. No. 4 tahun 1999 tentang susunan dan
kedudukan MPR, DPR, dan DPRD; UU otonomi daerah, yaitu meliputi UU. No.25
tahun 1999. Tentang pemerintahan daerah, UU. No.25 tahun 1999, tentang
pertimbangan keuangan antar pemerintahan pusat dan daerah dan UU. No.28
tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari KKN.
SEKIAN PRESENTASI
DARI KELOMPOK
KAMI

Anda mungkin juga menyukai