Anda di halaman 1dari 14

Rabu, 30 Juni 2010

HUKUM A. Menumbuh Kembangkan Kesadaran untuk Taat Hukum 1.Pengertian Hukum


Islam,Ruang Lingkup, dan Tujuan bagi Manusia

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. wb

Dengan mengucap Syukur Alhamdulillah. Bahwasanya kami telah dapat membuat makalah
walaupun tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang saya hadapi, tiada daya dan upaya kecuali
dengan pertolongan Allah SWT.

Walaupun demikian, makalah ini masih terdapat kekurangan dan belum dikatakan sempurna karena
keterbatasan kemampuan kami. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun dari
semua pihak kami harapkan agar dalam pembuatan makalah di waktu yang akan datang bisa lebih
baik lagi.

Harapan kami semoga makalah ini berguna bagi siapa saja yang membacanya.

Wabilahi Taufik walhidayah Wasalamualaikum wr.wb.

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................... 2

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar belakang masalah.......................................................................................... 3

2. Rumusan masalah.................................................................................................. 3

3. Tujuanpenulisan................................................................................................... 3

BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Hukum Islam,Ruang Lingkup, dan Tujuan bagi Manusia 4

2. Hubungan Manusia Dengan Hukum Allah........................................................... 8

3. Peran Agama Dalam Peumusan Dan Penegakan Hukum Yang Adil.................. 11

BAB III

PENUTUP

1.Kesimpulan............................................................................................................ 7
2.Saran...................................................................................................................... 7

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................... 8

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Banyaknya generasi muda yang tidak tau-menau hukum agama yang sudah menjadi pedoman hidup
umat Islam dari zaman Rosulullah sampai sekarang.Dan banyaknya penafsiran yang salah dari ayat-
ayat Al-Qur’an dan Hadist sehingga melenceng dari konsep yang sudah dipegang umat Islam dari
zaman dulu ,hal itu yang mebuat kami mengangkat tema ini sebagai tema makalah kami.

2. Rumusan Masalalah

Apakah generasi muda sekarang mengetahui Hukum Islam ?

Apakah generasi muda sudah mengamalkan apa yang di maksud dalam Hukum Islam?

3. Tujuan Penulisan

Memahami tentang Hukum Islam yang benar menurut Al-Qur’an dan Hadist agar bisa
mengamalkanya dalam kehidupan sehari-hari.

HUKUM

A. Menumbuh Kembangkan Kesadaran untuk Taat Hukum

1.Pengertian Hukum Islam,Ruang Lingkup, dan Tujuan bagi Manusia

Menurut ahli Uhsul Fikih hukum islam adalah ketentuan Allah yang berkaitan dengan perbuatan
orang mukallaf yang mengandung suatu tuntunan,pilihan atau yang menjadikan suatu sebagai
sebab,syarat,atau penghalang bagi adanya suatu yang lain.Sedangkan menurut ahli fikih, hukum
syar’i(islam) adalah akibat yang timbul dari perbuatan orang yang mendapat beban Allah swt...dan
hukum tersebut di bagi menjadi 2 bagian yaitu:

a. Hukum taklifi, adalah ketentuan Allah yang mengandung ketentuan untuk memilih antara yang di
kerjakan dan yang tidak dikerjakan. Hukum taklifi dibagi menjadi:

1). Ijab,adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk dilakukan suatu perbuatan dengan tuntunan
pasti (wajib).

2).Nadb,adalah ketentuan Allah yang menuntut agar di lakukan suatu perbuatan dengan tuntutan
yang tidak harus di kerjakan. Sedangkan kerjaan yang dikerjakan secara sukarela disebut sunah.

3). Tahrim, adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk ditinggalkan suatu perbuatan dengan
tuntutan tegas. Perbuatan yang dituntut untuk di tinggalkan disebut Haram.
4). Karahah, adalah ketentuan Allah yang menuntut untuk meninggalkan suatu perbuatan dengan
tuntutan yang tidak tegas untuk ditinggalkanya.Sedangkan perbuatan yang dituntut untuk
ditinggalkanya disebut makruh.

5). Ibahah,adalah ketentuan Allah yang mengandung hak pilihan bagi orang mukallaf antara
mengerjakan dan meninggalkanya.Sedangkan perbuatanya disebut Mubah.

Dari penjelasan di atas maka dapat di simpulkan

· Perbuatan yang dituntut untuk dikerjakan (wajib dan unah)

· Perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan(haram dan makruh)

· Perbuatan yang diperkenakan dipilih untuk dikerjakan atau ditinggalkan (mubah)

Adapun pembagian hukum syara’ dan penjelasanya sebagai berikut:

a) Wajib, perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapat pahala dan apabila d itinggalkan akan
mendapat dosa.

Ditinjau dari segi pemberian beban kewajiban ini pada setiap mukallaf dibagi menjadi dua bagian
diantaranya:

Ø Wajib aini, artinya semua muslim tanpa terkecuali wajib menjalankanya.

Ø Wajib kifa’i, artinya apabila sudah ada seorang dari muslim(mukallaf) telah mengerjakan
kewajiban maka mukallaf yang lain yang tidak mengerjakan tidak berdosa.

b) Sunah, perbuatan yang jika dikerjakan orang yang mengerjakan akan mendapat pahala dan
apabila ditinggalkan tidak mendapat dosa(siksanya). Sunah di bagi menjadi 3 bagian, yaitu:

Ø Sunah Muakad, tuntutan yang kuat untuk mengerjan suatu perbuatan.

Ø Sunah Nafilah, tuntutan serba anjuran untuk mengerjakan suatu perbuatan.

Ø Sunah Fadilah, perbuatan yang dituntut sebagai penambah kesempurnaan amal perbuatan.

c) Haram, perbuatan yang apabila di tinggalkan akan mendapat pahala,dan apabila dikerjakan akan
mendapat dosa.Haram dibagi menjadi 2,yaitu:

Ø Haram karena sejak semula ditetapkan (Lizatih),yaitu sesuatu yang ditetapkan Allah sejak semula,
dikarenakan mengandung kemadaratan dan bahaya,misalnya berzina.

Ø Haram karena adanya sesuatu dari luar(Liaridhih), yaitu sesuatu yang tidak ditetapkan
keharamanya , namun ada penyebab yang mengharamkanya.

d) Makruh, perbuatan yang apabila ditinggalkan akan mendapat pahala dan apabila dikerjakan tidak
mendapat siksa.Makruh di bagi menjadi 3 bagian,yaitu:

Ø Makruh tanziah, (lebih baik ditinggalkan) misalnya : merokok.


Ø Makruh tarkul aula, (meninggalkan perbuatan yang sebenarnya lebih baik dikerjakan).misalnya:
sholat tahyatul masjid.

Ø Makruh tahrim, (perbuatan yang dilarang namun melarangnya menggunakan dalil zani)
misalnya:pacaran.

e) Mubah, perbuatan yang dikerjakan dan ditinggalkan sama-sama tidak mendapat pahala dan
menerima siksa.

b. Hukum wad’i, adalah ketentuan Allah yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu itu
sebagai sebab,syarat, atau penghalang sesuatu.Misalnya:

§ Sebab sesuatu, menjalankan sholat menjadi sebab kewajiban wudhu.

Firman Allah swt:

‫ﻟﻰاﻟﺼﻟﻮﺖﻓﺎﻏﺴﻠﻮاﻮﺟﻮﻫﻜﻢﻮاﻳﺪﻳﻜﻢاﻟﻰاﻟﻣﺮاﻓﻖ‬۱‫ذاﻗﻤﺗﻢ‬۱‫ﻣﻦﻮ‬۱‫ﻟﺬڍﻦ‬۱‫ڍﺎڍﻬﺎ‬

Artinya:

“Wahai orang-orang yang beriman!Apabila kamu hendak melaksanakan sholat maka basuhlah
wajahmu dan tanganmu sampai siku...”(Q.S. al-maidah:6)

§ Syarat tertentu, kesanggupan mengadakan perjalanan ke Baitullah menjadi syarat wajibnya


menunaikan Haji.Misalnya:

‫ﻮﻟﻟﻪﻋﻟﻰاﻟﻧﺎﺲﺣﺞاﻟﺑﻳﺖﻣﻦاﺳﻄﺎﻋﺎﻟﻳﻪﺳﺑﻳﻼ‬

Artinya:”....Dan(di antara) kewajiban manusia terhadap Allah melaksanakan ibadah Haji ke


Baitullah, yaitu bagi orang-orang yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.”(Q.S. ali imron
:97)

§ Penghalang sesuatu, berbeda agama menjadi penghalang harta pusaka memusakai.Misalnya:

‫ﻻﻳﺮث اﻟﻣﺳﻟم اﻟﻜﺎﻓﺮﻮﻻﻳﺮث اﻟﻜﺎﻓﺮاﻟﻣﺳﻟم‬

Artinya:”Orang muslim tidak dapat memusakai orang kafir dan orang kafir tidak dapat memusakai
orang muslim.”(Q.S.Muttafaq’alaih)

Hukum Islam adalah hukum yang di tetapkan oleh Allah melalui wahyu-Nya yang kini terapat dalam
Al-Qur’an dan di pertegas oleh Nabi Muhammad melalui sunah-Nya yang kini terhimpun dengan
baik dalam kitab Hadist.

Hukum Islam dalam pengertian baik sebagai syari’at maupun fiqh dibagi menjadi dua bagian ,antara
lain:

- Bidang ibadah

- Bidang Mu’amalah
Tujuan dari hukum Islam secara umum adalah untuk mencegah kerusakan pada manusia dan
mendatangkan masalah bagi mereka ,mengarahkan kepada kebenaran untuk mencapai kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat, dengan perantara segala yang bermanfaat serta menolak yang modorat
dan tidak berguna bagi kehidupan manusia.Sedangkan menurut AbuIshaq al-shatibi,beliau
merumuskan lima tujuan Hukum Islam ,diantaranya:

Ø Memelihara aspek agama(hifzul din)

Ø Memelihara aspek jiwa manusia dan Humanisme(hifzul an nafs)

Ø Memelihara aspek akal(hifzal aql)

Ø Memelihara aspek harta(hifzal irz)

Ø Memelihara aspek keluarga(hifzlnasl)

2.Hubungan Manusia dengan Hukum Allah serta Fungsinya dalam Kehidupan

Dalam ajaran islam,umat islam wajib mentaati hukum yang ditetapkan Allah, karena orang yang
mendapat beban itu adalah mukallaf, baik berupa tuntunan pilihan maupun larangan.

Untuk itu ruang lingkup yang diurusi hukum islam menurut pendapat al-Zahibi meliputi beberapa
aspek diantaranya:

1. Hukum i'tiqadiyah yaitu sesuatu yang berkenaan dengan akidah dan keyakinan seperti rukun iman
yang ke enam.

2. Hukum amaliyah yaitu sesuatu yang berkenaan dengan ibadah seperti shalat,puasa dan haji

3. Muamalah seperti jual beli, perkawinan,waris,pencurian dsbg.

Menurut Al-Qur'an setiap muslim wajib mentaati serta mengikuti kehendak Allah, kehendak Rasul
dan kehendak ulil amri.

Adapun kehendak Allah yang berupa ketetapan yang tertulis di dalam Al-Qur'an. Sebagaimana
firman Allah

‫ﯿﺎﯿﻬﺎاﻠﺬﯿﻦاﻣﻨﻮاﻁﯿﻌﻮاﻠﻠﻪ ﻭاﻁﯿﻌﻮاﻠﺮﺴﻮﻞﻭاﻭﻠﻰاﻻﻤﺮﻤﻨﮑﻢ‬

Artinya: wahai orang orang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul(Muhammad) dan ulil amri
diantara kami. . .(Q.S.an-Nisa(4):59

aturan hukum islam mengenai larangan khamar dan maisir. Sebagaimana firman Allah:

‫ﯿﺴﻠﻮﻨﻚﻋﻦاﻠﺨﻤﺮﻭاﻠﻤﯿﺴﺮۗ ﻘﻞﻔﯿﻬﻤﺎاﺜﻢﮐﺒﯿﺮﻮﻤﻨﺎﻔﻊﻠﻟﻨﺎﺲۖﻮاﺜﻤﻬﻤﺎاﮐﺒﺮﻤﻦﻨﻔﻌﻬﻤﺎ‬

Artinya: mereka menanyakan kepadamu Muhammad tentang khamar dan judi. Katakanlah pada
keduanya terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosanya lebih besar dari
pada manfaatnya . . .(Q.S.al-Baqarah(2):29).

Juga selain itu Allah mengharamkan perbuatan mabuk di waktu shalat. Firman Allah
‫ﯿﺎﯿﻬﺎاﻠﺬﯿﻦاﻤﻨﻮاﻻﺘﻘﺮﺒﻮاﺼﻠﻮﺓ ﻮاﻨﺘﻢﺴﮑﺎﺮﻯﺤﺘﻰﺘﻌﻠﻤﻮاﻤﺎﺘﻘﻮﻠﻮﻥ‬

Artinya: Wahai orang beriman janganlah kamu mendekati shalat. Ketika kamu dalam keadaan
mabuk, sampai kamu sadar apa yang kamu ucapkan. . ..(Q.S.an-Nisa(4):59.

Akhirnya menjadi lebih tegas tanpa syarat dan laranganya dinyatakan secara mutlak, firman Allah

‫ﯿﺎﯿﻬﺎاﻠﺬﯿﻦاﻤﻨﻮاﻨﻤﺎاﻠﺨﻤﺮﻮاﻠﻤﯿﺴﺮﻮاﻻﻨﺼﺎﺏﻮاﻻﺯﻻﻢﺭﺠﺲﻤﻦﻋﻤﻞاﻠﺸﯿﻄﻦﻔﺎﺠﺘﻨﺒﻮﻩﻠﻌﻠﮐﻢﺘﻔﻞﺤﻮﻦ‬

Artinya: wahai orang beriman, sesungguhnya minuman keras,berjudi berkurban untuk berhala dan
mengundi nasib dengan anak panah adalah perbuatan keji dan termasuk perbuatan setan. Maka
jauhilah itu agar kamu beruntung Q.S. Al-Maidah:90.

Fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat

a. Ibadah sebagai fungsi utama bagi manusia karena manusia sebagai mahluk ciptaan Allah.

b. Fungsi amar makruf nahi munkar

c. Fungsi zawajir

d. Fungsi tanzim wal islah al ummmah yaitu hukum islam sebagai sarana untuk mengatur sebaik
mungkin dan memperlancar proses interaksi sosial sehingga terwujud masyarakat yang harmonis,
aman, sejahtera.

3. Peran Agama dalam Perumusan Hukum

Kaidah atau aturan yang mengikat tidak akan berjalan dengan baik kecuai bila disertai sarana
kekuatan untuk memelihara dan membantunya aar tetap hidup dihormati dan tetap berjalan
sebagaimana firman Allah

‫ﻮﻤﺎاﺘﮐﻢاﻠﺮﺴﻮﻞﻔﺨﺬﻮﻩﻮﻤﺎﻨﻬﻜﻢﻋﻨﻪﻔﺎﻨﺘﻬﻮۚﻮاﺘﻘﻮاﻠﻠﻪۗاﻥاﻠﻠﻪﺸﺪﯿﺪاﻠﻌﻘﺎﺏ‬

Artinya : “apa yang diberikan rasul kepadamu maka terimalah dan apa yang dilarangnya maka
tinggalkan dan bertaqwalah kepada Allah sungguh Allah sangat keras hukumnya”.

Dalam kehidupan beragama perlu dirumuskan nilai humanisme dan religius dalam masyarakat
berbangsa,bernegara dan beragama salah satu yang harus di implementasikan dalam kehidupan
bersama.

Ada tiga program inti yang perlu di cermati dan di fahami yaitu

1. Terwujudnya masyarakat yang agamis, berperadaban luhur, berbasiskan hati nurani yang diilhami
dan disinari ajaran agama. Firman Allah

2.

‫ﻤﻦﯿﻄﻊاﻠﺮﺴﻮﻞﻔﻘﺪاﻄﺎﻉاﻠﻠﻪۚﻮﻤﻦﺘﻮﻠﻰﻔﻤﺎاﺮﺴﻠﻨﻚﻋﻠﯿﻬﻢﺤﻔﯿﻈﺎ‬

Artinya :Barang siapa menaati Rasul Muhammad maka sesungguhnya dia telah menaati Allah. Dan
barang siapa berpaling dari kebenaran itu, maka kami tidak mengutusmu Muhammad untuk
menjadi pemelihara mereka. Q.S.an-Nisa:8
2. Terhindarnya perilaku radikal, ekstrim, tidak toleran dan eksklusif dalam kehidupan
beragama,sehingga terwujud masyarakat yang rukun, damai dalam kebersamaan dan ketentraman.

3. Terbinanya masyarakat yang dapat menghayati mengamalkan ajaran2 agama dengan sebenarnya,
mengutamakan persamaan, menghargai hak asasi manusia dan menghormati perbedaan melalui
internalisasi ajaran agama.

Masa Umar bin Khatab terjadi kemarau panjang,sehingga peternakan tidak berkembang dan
paner tidak berhasil. Disinilah Umar r.a. Mengeluarkan dua macam keputusan yaitu

a. Mengundurkan pemungutan zakat binatang ternak hingga masa kekeringan berakhir dan binatang
ternak berkembang kembali.

b. Menghentikan hukuman potong tangan bagi pencuri ketika itu, umar r.a. Berkata Janganlah kamu
potong tangan pada setangkai buah al-izq kurma dan jangan pula pada tahun kekeringan atau
kelaparan.

B. Peran Agama dalam Perumusan dan Penegakan Hukum yang Adil

1. Agama Mengajarkan Keadilan

Persamaan hak dimuka hukum merupakan salah satu prinsip utama syariat Islam, baik yang
menyangkut ibadah dalam arti khusus, maupun ibadah dalam arti luas, sedangkan syariat Islam
mengakui dan menegakkan prinsip persamaan hak dimuka hukum.

Dalam hubungan dengan prinsip keadilan dalam penetapan hukum Al-Qur’an, dapat dilihat antara
lain:

ۗ‫ﻭا ﺬا ﺤﮑﻣﺗم ﺑﯿﻥ اﻠﻨﺎﺲ اﻥ ﺘﺤﮑﻣﻭ اﺑﺎ ﻠﻌﺪ ﻝ‬

Artinya :

“... dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya
dengan adil ...” (Q.S. an-Nisa’ [4]:58)

Persamaan hak tersebut tidak hanya berlaku bagi umat Islam, namun bagi semua penganut agama,
sebab mereka diberikan hak sepenuhnya untuk berhukum menurut agamanya, kecuali kalau mereka
sendiri dengan suku rela meminta dihukum menurut hukum.

Allah memerintahkan orang beriman untuk selalu teguh dalam melaksanakan kebenaran dan
menjadi saksi dengan adil, artinya berani mengungkapkan hal-hal yang benar didepan pengadilan
tanpa suatu pamrih atau tujuan tertentu, baik karena kerabat, harta ataupun wanita serta
kedudukan. Sebab keadilan merupakan ukuran dan barometer dari kebenaran sebagaimana firman
Allah swt :

- Surat al-Ma’idah [5] : 8

- Surat al-Ma’idah [5] : 9

- Surat al-Ma’idah [5] : 10


Sikap adil harus ditegakkan meskipun kepada musuh dan orang yang tidak disukai dan dibenci,
karena adil merupakan pekerjaan dan sikap yang paling dekat kepada ketaqwaan.

Bila sudah terjadi suatu kecurangan pada suatu umat, maka akan hilanglah kepercayaan dari orang
tersebut. Kehancuran akan merajalela, hubungan tali persaudaraan terputus, dan akhirnya petaka
yang akan menimpa semua umat, baik yang adil maupun yang curang.

Di samping berbuat keadilan Allah juga memerintahkan untuk berbuat ihsan, yakni berbuat kebaikan
kepada orang yang berbuat salah. Keadilan merupakan dasar utama bagi semua aspek kehidupan
berbangsa dalam segala zaman, serta merupakan tujuan dari terutusnya Rasul-Rasul Allah yang
membawa syariat dan hukum yang diturunkan bersama.

Setelah Allah menjelaskan keadilan, ihsan dan juga menyantuni kerabat dekat yang membutuhkan
bantuan juga menerangkan 3 perkara yang harus ditinggalkan oleh semua orang mukmin,
diantaranya:

- Pertama, melarang berbuat keji (fahisyah) adalah perbuatan keji yang didasarkan kepada
pemuasan hawa nafsu, misalnya berzina, meminum minuman yang memebukkan dan mencuri.

- Kedua, melarang berbuat munkar adalah perbuatan buruk yang berlawanan dengan pikiran yang
normal, misalnya membunuh, merampas hak orang lain.

- Ketiga,melarang permusuhan, misalnya berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain.

Oleh karena itu, Allah swt akan membalas kepada hakim yang konsekuen dalam mengadili suatu
perkara, yaitu seorang hakim yang senantiasa berpegang teguh kepada keadilan dan kebenaran
dalam memutuskan hukum suatu perkara, ditempatkan di mimbar cahaya yang menggambarkan
betapa mulianya orang yang bisa bertugas dengan seadil-adilnya tanpa terpengaruh oleh bujukan
dan rayuan yang menggiurkan sebagaimana hadits Nabi Muhammad saw:

﴾‫اﻦاﻠﻣﺴﻄﻳﻦ ﻋﻨﺩ اﻠﻠﻪ ﻋﻟﻰ ﻤﻧﺎ ﺑﺮ ﻤﻦ ﻨﻭ ﯿﻤﯿﻦ اﻠﺮ ﺤﻤﻦ اﻠذ ﯿﻦ ﯿﻌﺪ ﻟﻮ ﻥ ﻓﻰ ﺤﮑﻤﻬم ﻮﻤﺎ ﻮﻟﻮ﴿ﺭﻮاﮦﺴﻠمﻮاﻠﻨﺴﺎﮰ‬

Artinya:

“ Sesungguhnya di sisi Allah orang yang berlaku adil bertempat di atas mimbar-mimbar dari cahaya,
Tuhan Yang Maha Pemurah memberikan jaminan kepada orang-orang yang berlaku adil dalam
merekan memutuskan hukum (menghukuminya) tanpa berpaling dari keputusannya itu. “ (H.R.
Muslim dan an-Nisa’i)

2. Fungsi Profektif Agama dalam Hukum

Islam menghendaki agar manusia selalu berada pada martabat yang tinggi dan luhur, serta menjadi
anggota yang berdayaguna di tengah masyarakat, serta meningkatkan menjadi makhluk yang
berakal, berperasaan, dan rasa indra yang sempurna, maka perlu sekali penegakan hukum yang
menjamin semua itu agar menjadi harmonis.

Manusia meskipun berbeda jenis, suku bangsa dan ras di hadapan Allah dan muka hakim semua
sama tidak ada pengecualian, maka dalam hal ini agama yang berperan dan berfungsi untuk
menyelamatkan umat manusia dalam Al-Qur’an juga tidak mengenal sistem kelas dan status sosial,
maka yang taat pada hukum dan agama serta taqwa kepada Allah itulah yang paling mulia dan baik
dihadapan-Nya.

Maka hakim yang memutuskan suatu keputusan tidak berpaling kepada keputusannya meskipun
menyangkut diri pribadi dan keluarganya, inilah orang yang betul-betul tertempa dengan amalan
ajaran agama dan mapu membimbing dan mengarahkan sehingga agama batul berfungsi baik.

Islam mengarahkan kekuatan manusia kepada tujuan besar yaitu kepentingan masyarakat dengan
jalan memanfaatkan segala bentuk kebajikan yang disumbangkan oleh setiap individu, maka
pemahaman terhadap aspek-aspek humanis religius dalam kehidupan berbangsa, bernegara dan
beragama salah satu yang harus diimplementasikan dalam kehidupan.

Adapun upaya yang harus dilakukan dalam rangka untuk menegakkan hukum Islam dalam praktek
bermasyarakat dan bernegara memang harus melalui proses terutama di negara yang mayoritas
penduduknya muslim, namun bukan negara Islam, kebebasan mengeluarkan perndapat untuk
memikirkan pengembangan pemikiran hukum Islam harus direalisikan, sebagaimana firman Allah
swt:

‫ﻭ اﻦ ﻋﺎ ﻘﺑﺗم ﻔﻌﺎ ﻗﺑﻭ اﺑﻤﺜﻝ ﻤﺎ ﻋﻭ ﻗﺑﺘﻤﺑﻪ ۗﻭﻠﻥ ﺼﺑﺭ ﺘﻤ ﻠﻬﻭ ﺧﯿﺮ ﻠﻠﺻﺑﺮﯿﻥ‬

Artinya:

“Dan jika kamu membalas, maka balaslah dengan (balasan) yang sama dengan siksaan yang
ditimpakan kepadamu. Tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang
yang sabar.” (Q.S. an-Nahl [16] : 126 )

Berdasarkan ayat tersebut, Allah memperbolehkan untuk membalas perlakuan mereka kepada kita
namun setimpal, hal ini sebagaimana ulama Hanafiyah, Malikiyah, dan syafi’iyah memandangnya
sebagai syariat yang harus diikuti oleh orang Islam, namun hukum tersebut jika kita memaafkan itu
lebih bagus, sebab perlakuan kita lebih utama daripada membalas membalas perlakuan mereka.

Dalam ajaran Islam ditetapkan bahwa umat Islam mempunyai kewajiban untuk mentaati hukum
yang ditetapkan Allah, namun masalahnya sekarang bagaimanakah sesuatu yang wajib menurut
hukum Islam itu menjadi wajib pula menurut perundang-undangan yang berlaku. Dan inilah tugas
kita generasi muda untuk merealisasikan, meskipun diperlukan proses, waktu, pemikiran, dan
sumbang saran sesuai petunjuk Allah dalam Al-Qur’an.

KESIMPULAN

1. Dari penjelasan di atas maka dapat di simpulkan

· Perbuatan yang dituntut untuk dikerjakan (wajib dan Sunah)

· Perbuatan yang dituntut untuk ditinggalkan(haram dan makruh)

· Perbuatan yang diperkenakan dipilih untuk dikerjakan atau ditinggalkan (mubah)

2. Hukum takifli yaitu ketentuan allah yang harus ditinggalkan dan dikerjakan seorang mukalaf.
Hukum wad’i yaitu ketentuan Allah yang mengandung pengertian bahwa terjadinya sesuatu itu
jarena sebagai sebab syarat atau penghalang sesuatu.

3.Fungsi hukum islam dalam kehidupan bermasyarakat

a. Ibadah sebagai fungsi utama bagi manusia karena manusia sebagai mahluk ciptaan Allah.

b. Fungsi amar makruf nahi munkar

c. Fungsi zawajir

d. Fungsi tanzim wal islah al ummmah

4. Setelah Allah menjelaskan keadilan, ihsan dan juga menyantuni kerabat dekat yang membutuhkan
bantuan juga menerangkan 3 perkara yang harus ditinggalkan oleh semua orang mukmin,
diantaranya:

- Pertama, melarang berbuat keji (fahisyah) adalah perbuatan keji yang didasarkan kepada
pemuasan hawa nafsu, misalnya berzina, meminum minuman yang memebukkan dan mencuri.

- Kedua, melarang berbuat munkar adalah perbuatan buruk yang berlawanan dengan pikiran yang
normal, misalnya membunuh, merampas hak orang lain.

- Ketiga,melarang permusuhan, misalnya berbuat sewenang-wenang terhadap orang lain.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mulim Nurdiin,KH,dkk. 1995.moral dan kognisi islam. Bandung. Alfabeta.

2. Ali, Muhammad Daud.1998. sistem Ekonomi Islam,Zakat dan wakaf. Jakarta. Ui,Press.

3. Djazuli,Acep.2000. fikih siyasah. Bandung.Gunung Pati Press.

4. Djatmika, Rchmat. 1992. Sistem Etika Islam.Jakarta. Pustaka Panjimas.

5. Anshori, Endang Sarifudin.1982. Pokok Pokok Pikiran Tentang Islam. Bandung. Mizan.

http://izmazeroart.blogspot.co.id/2010/06/peramal-masa-kini-yang-sesungguhnya.html
HUKUM DALAM RANGKA MENEGAKKAN KEADILAN

A. Menumbuhkan Kesadaran Untuk Taat Hukum Tuhan (Rta/Dharma)


Menurut ajaran hindu yang menciptakan segala isi dari alam semesta ini adalah tuhan.
Untuk mengatur dan menjaga hubungan antara partikel-partikel yang diciptkan-nya itu,
tuhan menciptakan hukum yang murni dan abadi bersifat absolute berlaku bagi semua ciptaan-
Nya. Hukum itu disebut hukum rta, rta berasal dari bahasa sansekerta yang artinya adil, tuhan
sebagai pencipta dan pengendali hukum rta disebut rtawan
Contoh hukum rta;
 Matahari terbit di timur, tenggelam di barat.
 Air mengalir dari tempat yang tinngimenuju tempat yang lebih rendah.
 Adanya siang dan malam.
 Adanya siklus kehidupan.
Apabila rta tidak dijalankan maka akan terjadi ketidak seimbangan atau keharmonisan dalam
kehidupan ini.
Sesuai dengan anjuran agama, yaitu moksartham jagadhita ya ca iti dharma. Untuk
mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat/lahir dan batin, maka dharmalah sebagai penuntunnya.
Sehingga dalam aplikasinya dibedakan menjadi 2 bagian yaitu:
1. Swa dharma dan,
2. Para dharma.
Swa dharma berarti sadar akan tugas dan kewajiban masing-masing dan apabila
kewajiban itu di jalankan dengan sebaik-baiknya barulah “moksartham dan jagadhita” akan
terwujud
Dalam mmenjalankan swa dharma, ini dibedakan menjadi empat kelompok tugas yang
disebut “catur warna” . Kata Catur Warna berasal dari bahasa Sanskerta yang terdiri dari kata
''Catur" berarti empat dan kata "warna" yang berasal dari urat kata Wr (baca: wri) artinya
memilih. Catur Warna berarti empat pilihan hidup atau empat pembagian dalam kehidupan
berdasarkan atas bakat (guna) dan ketrampilan (karma) seseorang, serta kwalitas kerja yang
dimiliki sebagai akibat pendidikan, pengembangan bakat yang tumbuh dari dalam dirinya dan
ditopang oleh ketangguhan mentalnya dalam menghadapi suatu pekerjaan. Empat golongan yang
kemudian terkenal dengan istilah Catur Warna itu ialah: Brahmana, Ksatrya, Wesya, dan Sudra.
Disimbulkan dengan warna putih, adalah golongan fungsional di dalam
Warna
masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam
Brahmana
swadharmanya di bidang kerohanian keagamaan.

Disimbulkan dengan warna merah adalah golongan fungsional di dalam


Warna masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdian dalam
Ksatrya swadharmanya di bidang kepemimpinan, keperwiraan dan pertahanan
keamanan negara.

Warna Disimbulkan dengan warna kuning adalah golongan fungsional di dalam


Wesya masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang
kesejahteraan masyarakat (perekonomian, perindustrian, dan lain- lain).

Disimbulkan dengan warna hitam adalah golongan fungsional di dalam


Warna
masyarakat yang setiap orangnya menitikberatkan pengabdiannya di bidang
Sudra
ketenagakerjaan.

Dalam perjalanan kehidupan di masyarakat dari masa ke masa pelaksanaan sistem Catur
Warna cenderung membaur mengarah kepada sistem yang tertutup yang disebut Catur Wangsa
atau Turunan darah. Pada hal Catur Warna menunjukkan pengertian golongan fungsional,
sedangkan Catur Wangsa menunjukkan Turunan darah.
Para dharma adalah peraturan yang berlaku pada setiap orang, apapun profesinya ataupun
warnanya apapun jenis kelaminnya, di dalam setiap tingkatan umur, dimanapun berada, diikat
oleh aturan tersebut. Apabila melanggar aturan ini akan terjadi benturan-benturan yang
menyebabkan kesengsaraan dalam hidup ini.
B. Peranan Agama Hindu dalam Merumuskan dan Menegakkan hukum yang Adil
Menurut weda hukum hindu bersumber pada:
1. Çruti
2. Smerti
3. Sila
4. Acara
5. Atmanastuti
a. Sruti sebgai Sumber Hukum Hindu Pertama Di dalam Manawadharmasastra 11.10 dikatakana
‘Srutistu wedo wijneyo dharma sastram tu wai smerti, te sarwatha wam imamsye tabhyam
dharmohi nirbhabhau”. Artinya: sesungguhnya Sruti adalah Weda, Smerti itu Dharmasastra,
keduanya tidak boleh diragukan apapun juga karena keduanya adalah kitab suci yang menjadi
sumber dari pada hukum. Selanjutnya mengenai Weda sebagai sumber hukum utama, dapat kita
lihat dari sloka 11.6 dirumuskan sebagai berikut: Wedo khilo dharma mulam smerti sile ca tad
widam, acarasca iwa sadhunam atmanas tustirewa ca. Artinya : seluruh Weda sumber utama dari
pada hukum, kemudian barulah smerti dan tingkah laku orang-orang baik, kebiasaan dan
atmanastuti. Pengertian Weda sebagai sumber ilmu menyangkut bidang yang sangat luas sehinga
Sruti dan Smerti diartikan sebagai Weda dalam tradisi Hindu. Sedangakan ilmu hukum Hindu itu
sendiri telah membatasi arti Weda pada kitab Sruti saja. Kitab-kitab yang tergolong Sruti menurut
tradisi Hindu adalah : Kitab Mantra, Brahmana dan Aranyaka. Kitab Mantra terdiri dari : Rg
Weda, Sama Weda, Yajur Weda dan Atharwa Weda.
b. Smrti sebagai Sumber Hukum Hindu Kedua Smrti merupakan kitab-kitab teknis yang
merupakan kodifikasi berbagai masalah yang terdapat di dalam Sruti. Smrti bersifat
pengkhususan yang memuat penjelasan yang bersifat authentik, penafsiran dan penjelasan ini
menurut ajaran Hukum Hindu dihimpun dalam satu buku yang disebut Dharmasastra. Dari semua
jenis kitab Smrti yang terpenting adalah kitab Dharmasastra, karena kitab inilah yang merupakan
kitab Hukum Hindu. Ada beberapa penulis kitab Dharmasastra antara lain:
. Manu
. Apastambha
. Baudhayana
. Wasistha
. Sankha Likhita
. Yanjawalkya
. Parasara
Dari ketujuh penulis tersebut, Manu yang terbanyak menulis buku dan dianggap sebagai
standard dari penulisan Hukum Hindu itu. Secara tradisional Dharmasastra telah dikelompokkan
manjadi empat kelompok menurut jamannya masing- masing yaitu:
-. Jaman Satya Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Manu.
-. Jaman Treta Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Yajnawalkya.
-. Jaman Dwapara Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Sankha Likhita.
-. Jaman Kali Yuga, berlaku Dharmasastra yang ditulis oleh Parasara.
c. Sila sebagai Sumber Hukum Hindu Ketiga. Sila di sini berarti tingkah laku. Bila diberi awalan su
maka menjadi susila yang berarti tingkah laku orang-orang yang baik atau suci. Tingkah laku
tersebut meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan yang suci. Pada umumnya tingkah laku para
maharsi atau nabi dijadikan standar penilaian yang patut ditauladani. Kaedah-kaedah tingkah laku
yang baik tersebut tidak tertulis di dalam Smerti, sehingga sila tidak dapat diartikan sebagai
hukum dalam pengertian yang sebenarnya, walaupun nilai-nilainya dijadikan sebagai dasar dalam
hukum positif.
d. Sadacara sebagai Sumber Hukum Hindu Keempat Sadacara dianggap sebagai sumber hukum
Hindu positif. Dalam bahasa Jawa Kuno Sadacara disebut Drsta yang berarti kebiasaan. Untuk
memahami pemikiran hukum Sadacara ini, maka hakekat dasar Sadacara adalah penerimaan
Drsta sebagai hukum yang telah ada di tempat mana Hindu itu dikembangkan. Dengan demikian
sifat hukum Hindu adalah fleksibel.
e. Atmanastuti sebagai Sumber Hukum Hindu Kelima. Atmanastuti artinya rasa puas pada diri
sendiri. Perasaan ini dijadikan ukuran untuk suatu hukum, karena setiap keputusan atau tingkah
laku seseorang mempunyai akibat. Atmanastuti dinilai sangat relatif dan subyektif, oleh karena
itu berdasarkan Manawadharmasastra109/115, bila memutuskan kaedah-kaedah hukum yang
masih diragukan kebenarannya, keputusan diserahkan kepada majelis yang terdiri dari para ahli
dalam bidang kitab suci dan logika agar keputusan yang dilakukan dapat menjamin rasa keadilan
dan kepuasan yang menerimanya.
Karma Phala
Karma berasal dari bahasa Sansekerta dari urat kata “Kr” yang berarti membuat
atau berbuat, maka dapat disimpulkan bahwa karmapala berarti Perbuatan atau tingkah
laku.
Phala yang berarti buah atau hasil.
Maka dapat disimpulkan Hukum Karma Phala berarti : Suatu peraturan atau hukuman
dari hasil dalam suatu perbuatan.
Dalam Sarasamuscaya seloka 17 disebutkan :
“Segala orang, baik golongan rendah, menengah, atau tinggi, selama kerja
menjadi kesenangan hatinya, niscaya tercapailah segala yang diusahakan akan
memperolehnya.”
Hukum Karma Phala adalah hukum sebab – akibat, Hukum aksi reaksi, hukum
usahan dan hasil atau nasib. Hukum ini berlaku untuk alam semesta, binatang, tumbuh
– tumbuhan dan manusia. Jika hukum itu ditunjukan kepada manusia maka di sebut
dengan hukum karma dan jika kepada alam semesta disebut hukum Rta ..
Ada tiga jenis karma yaitu :
a. Prarabda karma yaitu perbuatan yang dilakukan pada waktu hidup sekarang dan
diterima dalam hidup sekarang juga.
b. Kriyamana karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang di dunia ini tetapi hasilnya
akan diterima setelah mati di alam baka.
c. Sancita karma yaitu perbuatan yang dilakukan sekarang hasilnya akan di peroleh pada
kelahiran yang akan datang.
Sifat – Sifat Hukum Karama :
a. Hukum karma itu bersifat abadi : Maksudnya sudah ada sejak mulai penciptaan alam
semesta ini dan tetap berlaku sampai alam semesta ini mengalami pralaya (kiamat).
b. Hukum karma bersifat universal : Artinya berlaku bukan untuk manusia tetapi juga
untuk mahluk – mahluk seisi alam semesta.
c. Hukum karma berlaku sejak jaman pertama penciptaan, jaman sekarang, jaman yang
akan datang.
d. Hukum karma itu sangat sempurna, adil, tidak, ada yang dapat menghindarinya.
e. Hukum karma tidak ada pengecualuan terhadap suapapun, bahkan bagi Sri Rama
yang sebagai titisan Wisnu tidak mau merubah adanya keberadaan hukum karma itu.

C. Fungsi Propetik Agama Hindu dalam Hukum


Agama hindu memberikan tuntutan dan arahan moral yang benar pada pemeluknya untuk menuju
tujuwn hidup. Tuhan menciptakan manusia dengan 2 unsur yaitu unsur positif dan negative.
Untuk menjalani swa dharma dan para darma supaya tidak terjadi benturan antara dua hal
tersebut, maka manusia membuat aturan yang disebut hukum, dan agama sebagai dasar hukum
tersebut. Materi hukum diambil dari nilai-nilai agama yang ada. Sehingga tujuan agam selaras
dengan tujuan hukum. Yaitu menuntun dan mengarahkan manusia untuk mencapai keharmonisan
dalam hidup.

http://dikdiklove.blogspot.co.id/2012/02/hukumdalam-rangka-menegakkan-keadilan.html

Anda mungkin juga menyukai