Anda di halaman 1dari 20

Sejarah Pancasila di Era Pra Kemerdekaan

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila.
Dosen Pengampu Sharina Munggaraning M.Pd

Disusun oleh :
Kelompok 1
Alchelita Rara 21510080
Isyala Hazanie Friyanka 21510050
Novi Susanti 21510078
Silvie Alifia Farahtika 21510079

Program Studi Pendidikan Matematika


Fakultas Matematika dan Sains
IKIP Siliwangi
Tahun 2021
KATA PENGANTAR

Puji Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa Karena berkat limpahan karunia-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah Pendidikan Pancasila ini yaitu tentang Sejarah Pancasila Di Era Pra
Kemerdekaan.
Dalam penyusunannya, penulis memperoleh banyak bantuan dari berbagai pihak yang
termasuk dalam kelompok untuk pengerjaan makalah ini. Karena itu penulis mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan sekalian serta kepada Ibu Sharina
Munggaraning M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang selalu
memotivasi kami dalam mengerjakan makalah ini.

Dalam Penyusunan makalah ini tidak menutup kemungkinan terdapatnya kekurangan


dalam pengerjaannnya. Untuk itu penulis mengharapakan kritik serta saran yang membangun
demi perbaikan kedepannya.
Akhir kata penulis berharap agar makalah ini dapat menjadi berkat dan bermanfaat bagi kita
semuanya.

Cimahi, 23 September 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………. i
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………………….. 1
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………………………. 1
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………………….. 1
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan………………………………………………………….. 3
2.2 Pancasila Era Kemerdekaan………………………………………………………………. 9
2.3 Pancasila Era Orde Lama…………………………………………………………………. 10
2.4 Pancasila Era Orde Baru………………………………………………………………….. 10
2.5 Pancasila Era Reformasi………………………………………………………………….. 12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………………….. 16

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa
Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan.
Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan
semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia
pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan
yang berbeda dengan masa yang sebelumnya.
Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga
berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Republik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh
kehidupan Negara Replubik Indonesia.
Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan
pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum.
Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan nilai-nilai
Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, sudah
seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara Republik Indonesia bersumber pada
Pancasila.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam makalah ini penulis mengidentifikasikan rumusan masalah sebagai berikut :


a.    Pancasila Pada Era Pra Kemerdekaan
b.    Pancasila Pada Era Kemerdekaan
c.    Pancasila Pada Era Orde Lama
d.   Pancasila Pada Era Orde Baru
e.    Pancasila Pada Era Reformasi

1.3 Tujuan Makalah 

a.       Menjelaskan Pancasila Era Pra kemerdekaan


b.      Menjelaskan Pancasila Era Kemerdekaan

1
c.       Menjelaskan Pancasila Era Orde Lama
d.      Menjelaskan Pancasila Era Orde Baru
e.       Menjelaskan Pancasila Era Reformasi

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pancasila Era Pra Kemerdekaan
Menurut Sunoto (1984) melalui kajian filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur
Pancasila berasal dari bangsa Indonesia sendiri. Walaupun secara formal Pancasila baru menjadi
dasar Negara Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal
tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan melaksanakan di
dalam kehidupan merdeka. Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari
dalam berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan kebudayaan
pada umumnya. Dengan rinci Sunoto menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah:
a. Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-putusnya orang
percaya kepada Tuhan.
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah tamah,
sopan santun, lemah lembut dengan sesama  manusia.
c. Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub, rukun, bersatu,
dan kekeluargaan.
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
masyarakat kita.
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat sosial dan berlaku adil terhadap
sesama.
Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18 Agustus
1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa, bernegara dan
berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada Pancasila, namun pada kenyataannya,
nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia
dan kita praktekkan hingga sekarang. Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila telah ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.
Bangsa Indonesia mengakui bahwa Pancasila telah ada dan dilaksanakan dalam
kehidupan sehari-hari sejak bangsa Indonesia itu ada. Keberadaan Pancasila masih belum
terumuskan secara sistematis seperti sekarang yang dapat kita lihat. Pancasila pada masa tersebut
identik dengan nilai-nilai luhur yang dianut bangsa Indonesia sebagai nilai budaya. Nilai budaya
merupakan pedoman hidup bersama yang tidak tertulis dan merupakan kesepakatan bersama
yang diikuti secara suka rela.
Nilai budaya merupakan suatu upaya untuk menjawab persoalan-persoalan yang cukup
vital dalam kehidupan manusia. Nilai budaya merupakan cara manusia menjawab baik secara
pribadi atau masyarakat terhadap masalah-masalah yang mendasar di dalam hidupnya. Nilai
tersebut merupakan suatu sistem yang di dalamnya terdiri dari konsepsi-konsepsi yang hidup
3
dalam alam pikiran sebagian besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka
anggap amat bernilai dalam hidup. Nilai budaya akan mempengaruhi pandangan hidup, sistem
normatif moral dan seterusnya hingga akhirnya pengaruh itu sampai pada hasil tindakan
manusia.
Dalam bahasa Notonagoro dikenal istilah-istilah kedudukan kodrat, susunan kodrat, sifat
kodrat manusia. Dari sini dapat disimpulkan bahwa manusia mempunyai tiga kecenderungan
mendasar yaitu theo-genetis, bio-genetis, dan sosio-genetis.
Tanpa mengetahui sejarah, seseorang tidak dapat memperoleh pengertian kualitatif dari gejala-
gejala sosial yang ada. Secara rinci Sartono Kartodirdjo menjelaskan bahwa fungsi pengajaran
sejarah nasional Indonesia meliputi :

1. Membangkitkan perhatian serta minat kepada sejarah tanah air


2. Mendapatkan inspirasi dari cerita sejarah
3. Memupuk alam pikiran ke arah kesadaran sejarah
4. Memberi pola pikiran ke arah kesadaran sejarah
5. Mengembangkan pikiran penghargaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Dalam memahami sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang terkait dengan Pancasila,
Dardji Darmodihardjo mengajukan kesimpulan bahwa nilai-nilai Pancasila telah menjiwai
tonggak-tonggak sejarah nasional Indonesia yaitu :

1. Cita- cita luhur bangsa Indonesia yang diperjuangkan untuk menjadi kenyataan.
2. Perjuangan bangsa Indonesia tersebut berlangsung berabad-abad, bertahap dan
menggunakan cara yang bermacam-macam.
3. Proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan titik kulminasi sejarah perjuangan
bangsa Indonesia yang dijiwai oleh pancasila.
4. Pembukaan UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari Proklamasi Kemerdekaan 17
Agustus 1945.
5. Empat pokok pikiran dalam Pembukaan UUD 1945 paham negara persatuan, negara
bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, negara berdasarkan
kedaulatan rakyat, negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
6. Pasal-pasal UUD 1945 merupakan uraian terperinci dari pokok-pokok yang terkandung
di dalam Pembukaan UUD 1945 yang berjiwakan Pancasila
7. Maka penafsiran sila-sila pancasila harus bersumber, berpedoman dan berdasar kepada
Pembukaan dan Batang Tubuh UUD 1945. Secara historis rumusan- rumusan Pancasila
dapat dibedakan dalam tiga kelompok :
a)    Rumusan Pancasila yang terdapat dalam sidang-sidang Badan Penyelidik Usaha-
usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia yang merupakan tahap pengusulan sebagai
dasar negara Republik Indonesia, termasuk Piagam Djakarta.
b)   Rumusan Pancasila yang ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia

4
sebagai dasar filsafat Negara Indonesia yang sangat erat hubungannya dengan Proklamasi
Kemerdekaan.
c)    Beberapa rumusan dalam perubahan ketatanegaraan Indonesia selama belum berlaku
kembali rumusan Pancasila yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.

Masa Pengusulan

Dalam sidang Teiku Gikoi (Parlemen Jepang) pada tanggal 7 September 1944,
perdana menteri Jepang Jendral Kuniaki Koisi, atas nama pemerintah Jepang
mengeluarkan janji kemerdekaan Indonesia yang akan diberikan pada tanggal 24 Agustus
1945, sebagai janji politik. Sebagai realisasi janji ini, pada tanggal 1 Maret 1945 Jepang
mengumumkan akan dibentuknya Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (Dokuritsu Zyunbi Tyoosakai). Badan ini baru terbentuk pada
tanggal 29 April 1945.
Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia dilantik pada
tanggal 28 Mei 1945 oleh Gunseikan (Kepala Pemerintahan bala tentara Jepang di Jawa),
dengan susunan sebagai berikut Ketua Dr. KRT. Radjiman Wedyodiningrat, ketua muda
Ichibangase Yosio (anggota luar biasa, bangsa Jepang), Ketua Muda R. Panji Soeroso
(merangkap Tata Usaha), sedangkan anggotanya berjumlah 60 orang tidak termasuk
ketua dan ketua muda.
Adanya badan ini memungkinkan bangsa Indonesia dapat mempersiapkan
kemerdekaannya secara legal, untuk merumuskan syarat-syarat apa yang harus dipenuhi
sebagai negara yang merdeka. Oleh karena itu, peristiwa ini dijadikan sebagai suatu
tonggak sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam mencapai cita-citanya.
Badan penyelidik ini mengadakan sidang hanya dua kali. Sidang pertama pada
tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni 1945, sedangkan sidang kedua pada tanggal 10 Juli
sampai dengan 17 Juli 1945.

Masa Sidang Pertama BPUPKI

Pada sidang pertama pada tanggal 29 Mei 1945 M. Yamin mengemukakan usul
yang disampaikan dalam pidatonya yang berjudul asas dan dasar negara Kebangsaan
Indonesia di hadapan sidang lengkap BPUPKI. Beliau mengusulkan dasar negara bagi
Indonesia Merdeka yang akan dibentuk meliputi Peri kebangsaan, peri kemanusiaan, peri
Ketuhanan, peri kerakyatan, dan kesejahteraan rakyat.
Selain usulan dalam bentuk pidato, usulan M. Yamin juga disampaikan dalam
bentuk tertulis tentang lima asas dasar negara dalam rancangan Pembukaan Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia yang berbeda rumusan kata-kata dan sistematikanya
dengan isi pidatonya. Rumusannya yang tertulis adalah sebagai berikut :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa.


2. Kebangsaan Persatuan Indonesia.
3. Rasa Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.

5
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Tangaal 31 Mei 1945, Soepomo mengusulkan tentang dasar pemikiran negara


nasional bersatu yang akan didirikan harus berdasarkan atas pemikiran integralistik
tersebut yang sesuai dengan struktur sosial Indonesia sebagai ciptaan budaya bangsa
Indonesia yaitu: struktur kerohanian dengan cita-cita untuk persatuan hidup, persatuan
kawulo gusti, persatuan dunia luar dan dunia batin, antara mikrokosmos dan
makrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya.
Syarat mutlak bagi adanya negara menurut Soepomo adalah adanya daerah,
rakyat, dan pemerintahan. Mengenai dasar dari negara Indonesia yang akan didirikan, ada
tiga persoalan yaitu:

1. Persatuan negara, negara serikat, persekutuan negara.


2. Hubungan antara negara dan agama.
3. Republik atau monarchie.

Pada hari berikutnya, tanggal 1 juni 1945 Ir. Soekarno juga mengusulkan lima
dasar bagi negara Indonesia yang disampaikan melalui pidatonya mengenai Dasar
Indonesia merdeka. Lima dasar itu atas petunjuk seseorang ahli bahasa yaitu Mr. M.
Yamin. Lima dasar yang diajukan Bung Karno ialah Kebangsaan Indonesia,
Internasionalisme atau perikemanusiaa, Mufakat atau demokrasi, Kesejahteraan sosial,
Ketuhanan yang berkebudayaan. Lima rumusan tersebut menurutnya dapat diringkas
menjadi tiga rumusan yang diberi nama Tri-Sila yaitu dasar pertama, kebangsaan dan
perikemanusiaan (nasionalisme dan internasionalisme) diringkas menjadi satu diberi
nama sosio-nasionalisme.

Dasar kedua, demokrasi dan kesejahteraan diringkas menjadi menjadi satu dan
diberi nama sosio-demokrasi. Sedangkan dasar yang ketiga, ketuhanan yang
berkebudayaan yang menghormati satu sama lain disingkat menjadi ketuhanan.
Setelah selesai masa sidang pertama, dengan usulan dasar negara baik dari M. Yamin dan
Ir. Soekarno, dan paham negara integralistik dari Soepomo maka untuk menampung
perumusan-perumusan yang bersifat perorangan, dibentuklah panitia kecil penyelidik
usul-usul yang terdiri atas Sembilan orang yang diketuai oleh Ir. Soekarno, yang
kemudian disebut dengan Panitia Sembilan.

Pada tanggal 22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan


pembukaan Hukum Dasar, oleh Mr. M. Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam
Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan Pancasila yang
tata urutannya tersusun secara sistematis:

6
1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab.
3. Persatuan Indonesia.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan.
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi“Atas berkat rahmat Allah
Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini menyatakan
kemerdekaannya”. Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa Indonesia yang
diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat disebut
sebagai declaration of Indonesian Independence.

Masa Sidang Kedua BPUPKI

Masa sidang kedua BPUPKI yaitu pada tanggal 10 Juli - 17 Juli 1945, merupakan masa
sidang penentuan perumusan dasar negara yang akan merdeka sebagai hasil kesepakatan
bersama. Anggota BPUPKI dalam masa sidang kedua ini ditambah enam orang anggota baru.
Sidang lengkap BPUPKI pada tanggal 10 Juli 1945 menerima hasil Panitia Kecil atau Panitia
Sembilan yang disebut dengan Piagam Jakarta. Disamping menerima hasil rumusan Panitia
Sembilan dibentuk juga panitia-panitia Hukum Dasar yang dikelompokkan menjadi tiga
kelompok panitia perancang Hukum Dasar yaitu :

a. Panitia Perancang Hukum Dasar diketuai oleh Ir. Soekarno dengan anggota yang
berjumlah 19 orang.
b. Panitia Pembela Tanah Air dengan ketua Abikusno Tjokrosujoso beranggotakan
23 orang.
c. Panitia Ekonomi dan Keuangan dengan ketua Moh. Hatta bersama 23 orang
anggota.
Panitia perancang Hukum Dasar kemudian membentuk lagi panitia kecil. Perancang
Hukum Dasar yang dipimpin oleh Soepomo. Panitia-panitia kecil itu dalam rapatnya tanggal 11
dan 13 Juli 1945 telah menyelesaikan tugasnya menyusun Rancangan Hukum Dasar. Selanjutnya
pada tanggal 14 Juli 1945 sidang BPUPKI mengesahkan naskah rumusan panitia Sembilan yang
dinamakan Piagam Jakarta sebagai Rancangan Pembukaan Hukum Dasar dan pada tanggal 16
Juli 1945 menerima seluruh Rancangan Hukum Dasar yang sudah selesai dirumuskan dan di
dalamnya juga memuat Piagam Jakarta sebagai pembukaan.
Hari terakhir sidang BPUPKI tanggal 17 Juli 1945, merupakan sidang penutupan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia secara resmi. Dengan berakhirnya
sidang ini maka selesailah tugas badan tersebut, yang hasilnya akan dijadikan dasar bagi negara

7
Indonesia yang akan dibentuk sesuai dengan janji Jepang. Sampai akhir sidang BPUPKI ini
rumusan Pancasila dalam sejarah perumusannya ada empat macam:

a. Rumusan pertama Pancasila adalah usul dari Muh. Yamin pada tanggal 29 Mei 1945,
yaitu usul pribadi dalam bentuk pidato.
b. Rumusan kedua Pancasila adalah usul Muh. Yamin tanggal 29 Mei 1945, yakni usul
pribadi dalam bentuk tertulis.
c. Rumusan ketiga Pancasila usul bung Karno tanggal 1 Juni 1945, usul pribadi dengan
nama Pancasila.
d. Rumusan keempat Pancasila dalam piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945, hasil
kesepakatan bersama pertama kali.

Meskipun Pancasila secara formal belum menjadi dasar negara Indonesia, namun unsur-
unsur sila-sila Pancasila yang dimiliki bangsa Indonesia telah menjadi dorongan perjuangan
bangsa Indonesia pada masa silam. Pada saat proklamasi, semua kekuatan dari berbagai lapisan
masyarakat bersatu dan siap mempertahankan  serta mengisi kemerdekaan yang telah
diproklamasikan. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945 adalah revolusi Pancasila.
Sehari setelah Proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya tanggal 18 Agustus 1945,
diadakan sidang pleno PPKI untuk membahas Naskah Rancangan Hukum Dasar yang akan
ditetapkan sebagai Undang-Undang Dasar 1945. Tugas PPKI semula hanya memeriksa hasi
sidang BPUPKI, kemudian anggotanya disempurnakan. Penambahan keanggotaan ini
menyempurnakan kedudukan dan fungsi yang sangat penting sebagai wakil bangsa Indonesia
dalam membentuk negara Republik Indonesia setelah Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus
1945. Dalam sidang pertama PPKI tanggal 18 Agustus 1945 berhasil mengesahkan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia dengan menetapkan :

a. Piagam Jakarta yang telah diterima sebagai rancangan Mukaddimah Hukum Dasar oleh
BPUPKI pada tanggal 14 Juli 1945 dengan beberapa perubahan, disahkan sebagai
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia.
b. Rancangan Hukum Dasar yang telah diterima oleh BPUPKI pada tanggal 16 Juli 1945
setelah mengalami berbagai perubahan, disahkan sebagai Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia.
c. Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama, yaitu Ir. Soekarno sebagai Presiden
dan Moh. Hatta sebagai Wakil Presiden.
d. Menetapkan berdirinya Komite Nasional sebagai Badan Musyawarah darurat.
Dengan disahkan dan ditetapkan Piagam Jakarta sebagai Pembukaan UUD 1945, maka
lima dasar yang diberi nama Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Hanya saja sila
Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi pemeluk-pemeluknya,
diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa, atas prakarsa Drs. Moh. Hatta. Rumusan
Pancasila dalam Pembukaan UUD 1945 sebagai rumusan kelima dalam sejarah

8
perumusan Pancasila, dan merupakan rumusan pertama yang diakui sebagai dasar filsafat
negara secara formal.
Pancasila sebagai dasar negara Indonesia merupakan suatu asas kerohanian yang meliputi
suasana kebatinan atau cita-cita hukum, sehingga merupakan suatu sumber nilai, norma serta
kaidah baik moral maupun hukum negara, dan menguasai hukum dasar baik yang tertulis atau
UUD, maupun yang tidak tertulis atau konvensi. Oleh karena itu, kedudukan Pancasila sebagai
dasar negara ini memiliki kekuatan yang mengikat secara hukum. Seluruh bangsa Indonesia tak
terkecuali dengan demikian wajib mengamalkan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari.
Pancasila sebagai sumber segala sumber hukum Indonesia, yang tercantum dalam ketentuan
tertinggi yaitu Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan lebih lanjut di dalam pokok pikiran,
yang meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945, yang pada akhirnya dikonkrietisasikan dalam
pasal-pasal UUD 1945 maupun dalam hukum positif lainnya. Konsekuensi kedudukan Pancasila
sebagai dasar negara ini lebih lanjut dapat dirinci sebagai berikut :
1. Pancasila sebagai dasar negara merupakan sumber dari segala sumber hukum atau
sumber tertib hukum Indonesia.
2. Pancasila sebagai dasar negara meliputi suasana kebatinan dari UUD 1945.
3. Pancasila sebagai dasar negara mewujudkan cita-cita hukum bagi hukum dasar negara
Indonesia.
4. Pancasila sebagai dasar negara mengandung norma yang mengharuskan UUD
mengandung isi yang mewajibkan pemerintah maupun para penyelenggara negara untuk
memelihara budi pekerti yang luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang
luhur.

2.2 Pancasila Era Kemerdekaan

Dalam perjalanan kehidupan bangsa Indonesia pasca kemerdekaan, Pancasila mengalami


banyak perkembangan. Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati
masa-masa percobaan demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan
demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik pada masa itu
tumbuh sangat subur dan proses politik yang ada cenderung selalu berhasil dalam mengusung
kelima sila sebagai dasar negara. Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Pada
akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Ir. Soekarno menerapkan
sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka tetap memegang kendali
politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk memerankan politik integrasi paternalistik.
Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam Pancasila itu sendiri,
salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada 1965 terjadi sebuah peristiwa
bersejarah di Indonesia dimana partai komunis berusaha melakukan pemberontakan. Pada 11
Maret 1965, Presiden Ir. Soekarno memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas
Indonesia. Hal ini merupakan era awal orde baru dimana kemudian Pancasila mengalami
mistifikasi. Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya. Pancasila pada
masa pemerintahan presiden Soeharto kemudian menjadi core-values, yang pada akhirnya
kembali menodai nilai-nilai dasar yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu sendiri.

9
Pada 1998, pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila kemudian masuk ke dalam era
baru yaitu era demokrasi.

2.3 Pancasila Era Orde Lama

Kedudukan pancasila sebagai Idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah dikeramatkan
dengan sebutan azimat revolusi bangsa. Meredupnya sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup
berbangsa dan bernegara bagi jutaan orang diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan
yang terlalu gandrung pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam
bentuk membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang dapat
menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim, neokolonialisme) serta
ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas bangsa dan penghisapan manusia
dengan manusia.
Orde lama berlangsung dari tahun 1959-1966. Pada masa itu berlaku demokrasi
terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Ir. Soekarno
meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas
Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya
dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan
tertentu.
Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi
penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan dengan pancasila dan
UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang
presiden dan lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.
Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi
politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah
munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan
Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan
perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 (Supersemar) untuk
mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan
ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap
sebagai awal masa Orde Baru.

2.4 Pancasila Era Orde Baru

Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang terlama
dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil. Di Era Orde Baru, yakni
stabilitas dan pembangunan, serta merta tidak lepas dari keberadaan Pancasila. Pancasila menjadi

10
alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu
diagung-agungkan. Pancasila begitu gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat dan
rakyat tidak memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal.
Menurut Hendro Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan
“menunggangi” Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk
memperoleh kekuasaan. Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde
Baru juga dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian
antarwarga  sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan budaya gotong-
royong sangat dijunjung tinggi.
Di era Orde Baru, terdapat kebijakan Pemerintah terkait penanaman nilai-nilai Pancasila,
yaitu Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4). Materi penataran P4 bukan hanya
Pancasila, terdapat juga materi lain seperti UUD 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara
(GBHN), Wawasan Nusantara, dan materi lain yang berkaitan dengan kebangsaan, nasionalisme
dan patriotisme. Pelaksanaannya dilakukan secara menyeluruh melalui Badan Penyelenggara
Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (BP7) dengan metode
indoktrinasi.
Visi Orde Baru pada saat itu adalah untuk mewujudkan tatanan kehidupan masyarakat,
bangsa, dan negara yang melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Sejalan dengan semakin dominannya kekuatan negara, nasib Pancasila dan UUD 1945 menjadi
semacam senjata bagi pemerintahan Orde Baru dalam hal mengontrol perilaku masyarakat. Sikap
politik masyarakat yang kritis dan berbeda pendapat dengan negara dalam prakteknya malah
dengan mudahnya dikriminalisasi.
Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila. Secara pribadi,
Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai keberadaan Pancasila, yang
kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya terhadap Pancasila. Ketika Soeharto
memberikan pidato dalam Peringatan Hari Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto
mendeklarasikan Pancasila sebagai suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada
angkuh, elegan, begitu superior. Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai
“tuntunan hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”,
serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada pemuda Indonesia
dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto menyatakan, “Pancasila janganlah
hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus dipahami dan dihayati!”.
Di dalam P4, melalui Ketetapan MPR (TAP MPR) No. II/MPR/1978 (sudah dicabut),
adalah 36 butir Pancasila sebagai ciri-ciri manusia Pancasilais. Pemerintah Orde Baru
mengharapkan melalui 36 butir Pancasila, yang serta merta “wajib hukumnya” untuk dihafal,
akan terbentuk suatu tatanan rakyat Indonesia yang mempraktikkan kesemuanya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, lalu terciptalah negara Indonesia yang adil dan makmur, di
segala bidang. Cita-cita yang terkembang melalui P4 hanya keluar dari mulut saja, tanpa ada
pengamalan yang berarti untuk setiap butir yang terkandung di dalamnya, meskipun tidak terjadi
secara general.

11
2.5 Pancasila Era Reformasi

Memahami peran Pancasila di Era Reformasi, khususnya dalam konteks sebagai dasar
negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga negara Indonesia
memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap yang sama terhadap
kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi kerangka berpikir
atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar negara yan berlandasan kehidupan
berbangsa dan bernegara. Sebagai negara hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat
maupun dari pejabat-pejabat harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak
tertulis. Pancasila sebagai paradigma pembangunan bidang sosial politik mengandung arti bahwa
nilai-nilai Pancasila sebagai wujud cita-cita Indonesia merdeka di implementasikan sebagai
berikut :
a. Penerapan dan pelaksanaan keadilaan sosial mencakup keadilan politik, agama, dan
ekonomi dalam kehidupan sehari-hari.
b. Mementingkan kepentingan rakyat / demokrasi dalam pengambilan keputusan.
c. Melaksanakan keadilaan sosial dan penentuan prioritas kerakyatan berdasarkan konsep
mempertahankan kesatuan.
d. Dalam pelaksanaan pencapaian tujuan keadilan menggunakan pendekatan kemanusiaan
yang adil dan beradab.
e. Nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan toleransi bersumber pada nilai ke Tuhanan Yang
Maha Esa.
Pancasila sebagai paradigma nasional bidang ekonomi mengandung pengertian bagaimana
suatu falsafah itu diimplementasikan secara riil dan sistematis dalam kehidupan nyata.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan nasional bidang kebudayaan mengandung pengertian
bahwa Pancasila adalah etos budaya persatuan, dimana pembangunan kebudayaan sebagai sarana
pengikat persatuan dalam masyarakat majemuk. Oleh karena itu semboyan Bhinneka Tunggal
Ika dan pelaksanaan UUD 1945 yang menyangkut pembangunan kebudayaan bangsa hendaknya
menjadi prioritas, karena kebudayaan nasional sangat diperlukan sebagai landasan media sosial
yang memperkuat persatuan. Dalam hal ini bahasa Indonesia adalah sebagai bahasa persatuan.
Pancasila sebagai Paradigma Pembangunan Nasional Bidang Hankam, maka paradigma baru
TNI terus diaktualisasikan untuk menegaskan, bahwa TNI telah meninggalkan peran sosial
politiknya atau mengakhiri dwifungsinya dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari sistem
nasional.
Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan, dengan memasuki kawasan filsafat ilmu
(philosophy of science) ilmu pengetahuan yang diletakkan diatas pancasila sebagai
paradigmanya perlu difahami dasar dan arah penerapannya, yaitu pada aspek ontologis,
epistomologis, dan aksiologis. Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam
konteks sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap warga

12
negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki persepsi dan sikap
yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Semenjak ditetapkan sebagai dasar negara (oleh PPKI 18 Agustus
1945), Pancasila telah mengalami perkembangan sesuai dengan pasang naiknya sejarah bangsa
Indonesia memberikan tahapan perkembangan Pancasila sebagai dasar negara dalam tiga tahap
yaitu :

1.  Tahap 1945 – 1968 Sebagai Tahap Politis

Dimana orientasi pengembangan Pancasila diarahkan kepada Nation and Character Building.
Hal ini sebagai perwujudan keinginan bangsa Indonesia untuk survival dari berbagai tantangan
yang muncul baik dalam maupun luar negeri, sehingga atmosfir politik sebagai panglima sangat
dominan. Pancasila sebagai Dasar Negara misalnya menurut Notonagoro dan Driarkara. Kedua
ilmuwan tersebut menyatakan bahwa Pancasila mampu dijadikan pangkal sudut pandang dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan dan bahkan Pancasila merupakan suatu paham atau aliran
filsafat Indonesia, dan ditegaskan bahwa Pancasila merupakan rumusan ilmiah filsafati tentang
manusia dan realitas, sehingga Pancasila tidak lagi dijadikan alternatif melainkan menjadi suatu
imperatif dan suatu philosophical concensus dengan komitmen transenden sebagai tali pengikat
kesatuan dan persatuan dalam menyongsong kehidupan masa depan bangsa yang Bhinneka
Tunggal Ika. Bahkan Notonagoro menyatakan bahwa Pembukaan UUD 1945 merupakan
staatfundamental Norm yang tidak dapat diubah secara hukum oleh siapapun. Sebagai akibat dari
keberhasilan mengatasi berbagai tantangan baik dari dalam maupun dari luar negeri, masa ini
ditandai oleh kebijakan nasional yaitu menempatkan Pancasila sebagai asas tunggal.

2.   Tahap 1969 – 1994 Sebagai Tahap Pembangunan Ekonomi

Yaitu upaya mengisi kemerdekaan melalui program-program ekonomi. Orientasi


pengembangan Pancasila diarahkan pada bidang ekonomi, akibatnya cenderung menjadikan
ekonomi sebagai ideologi. Pada tahap ini pembangunan ekonomi menunjukkan keberhasilan
secara spektakuler, walaupun bersamaan dengan muncul gejala ketidakmerataan dalam
pembagian hasil pembangunan. Kesenjangan sosial merupakan fenomena yang dilematis dengan
program penataran P4 yang selama itu dilaksanakan oleh pemerintah. Keadaan ini semakin
memprihatinkan setelah terjadinya gejala KKN dan Kronisme yang bertentangan dengan nilai-
nilai Pancasila. Bersamaan dengan itu perkembangan perpolitikan dunia, setelah hancurnya
negara-negara komunis, lahirnya tiga raksasa kapitalisme dunia yaitu Amerika Serikat, Eropa
dan Jepang. Oleh karena itu Pancasila sebagai dasar negara tidak hanya dihantui oleh supersifnya
komunisme melainkan juga harus berhadapan dengan gelombang aneksasinya kapitalisme,
disamping menhadapi tantangan baru yaitu KKN dan kronisme.

3. Tahap 1995 – 2020 Sebagai Tahap Repositioning Pancasila

13
Dunia masa kini sedang dihadapi kepada gelombang perubahan secara cepat, mendasar,
spektakuler, sebagai implikasi arus globalisasi yang melanda seluruh penjuru dunia, khususnya
di abad XXI sekarang ini, bersamaan arus reformasi yang sedang dilakukan oleh bangsa
Indonesia. Reformasi telah merombak semua segi kehidupan secara mendasar, maka semakin
terasa orgensinya untuk menjadi Pancasila sebagai dasar negara dalam kerangka
mempertahankan jatidiri bangsa dan persatuan dan kesatuan nasional, lebih-lebih kehidupan
perpolitikan nasional yang tidak menentu di era reformasi ini. Berdasarkan hal tersebut diatas
perlunya reposisi Pancasila yaitu reposisi Pancasila sebagai dasar negara yang mengandung
makna Pancasila harus diletakkan dalam keutuhannya dengan Pembukaan UUD 1945,
dieksplorasikan pada dimensi-dimensi yang melekat padanya.
     Di era reformasi ini, Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan
menuntun masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu. Elit politik dan
masyarakat terkesan masa bodoh dalam melakukan implementasi nilai-nilai pancasila dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Pancasila memang sedang kehilangan legitimasi, rujukan
dan elan vitalnya. Sebab utamannya karena rejim Orde Lama dan Orde Baru menempatkan
Pancasila sebagai alat kekuasaan yang otoriter.
Terlepas dari kelemahan masa lalu, sebagai konsensus dasar dari berdirinya bangsa ini,
yang diperlukan dalam konteks era reformasi adalah pendekatan-pendekatan yang lebih
konseptual, komprehensif, konsisten, integratif, sederhana dan relevan dengan perubahan-
perubahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat, bangsa dan negara.

BAB III
PENUTUP
14
3.1 Kesimpulan

Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan bangsa
Indonesia sejak dahulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling berhubungan.
Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa sekarang dan
semuanya bermuara pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa semua aktivitas manusia
pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang untuk mewujudkan masa depan
yang berbeda dengan masa yang sebelumnya. Sejarah perjuangan bangsa Indonesia berlalu
dengan melewati suatu proses waktu yang sangat panjang. Dalam proses waktu yang panjang itu
dapat dicatat kejadian-kejadian penting yang merupakan tonggak sejarah perjuangan.
Dan Dasar Negara merupakan alas atau fundamen yang menjadi pijakan dan mampu
memberikan kekuatan kepada berdirinya sebuah Negara. Negara Indonesia dibangun juga
berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu pancasila. Pancasila, dalam fungsinya
sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah hukum yang mengatur Negara Replubik
Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-unsurnya yakni pemerintah, wilayah, dan rakyat.
Pancasila dalam kedudukannya seperti inilah yang merupakan dasar pijakan penyelenggaraan
Negara dan seluruh kehidupan Negara Replubik Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

15
Sumber: http://sriwyunii.blogspot.co.id/2014/10/pancasila-dalam-kajian-sejarah-bangsa.html
https://www.slideshare.net/Damysaputra/makalah-pancasila-era-pra-kemerdekaan
https://www.kompasiana.com/rafiq06/5d8dd22e0d823059d5552b43/pancasila-di-era-pra-
kemerdekaan-dan-era-kemerdekaan
https://kumparan.com/berita-update/sejarah-pancasila-sebelum-kemerdekaan-yang-harus-
diketahui-1uqKPQGvnce
http://staffnew.uny.ac.id/upload/132314547/pendidikan/Materi+Pancasila+2.pdf

16

Anda mungkin juga menyukai