ETIKA
Disusun untuk memenuhi tugas
DISUSUN
2020
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT dzat yang
Maha Sempurna, pencipta dan penguasa segalanya. Karena hanya dengan ridho-
Nya saya dapat menyelesaikan tugas ini sesuai dengan apa yang diharapkan yaitu
tentang “PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA”. Dengan harapan semoga
tugas ini bisa memperluas pengetahuan para mahasiswa, berguna dan ada
manfaatnya bagi kita semua. Amiin.
Tak lupa pula saya sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak
yang turut berpartisipasi dalam proses penyusunan tugas ini, karena saya sadar
sebagai makhluk sosial penulis tidak bisa berbuat banyak tanpa ada interaksi
dengan orang lain dan tanpa adanya bimbingan, serta rahmat dan karunia dari –
Nya.
Akhirnya walaupun saya telah berusaha dengan secermat mungkin, namun
sebagai manusia biasa yang tak mungkin luput dari salah dan lupa. Untuk itu saya
mengharapkan koreksi dan sarannya semoga kita selalu berada dalam lindungan-
Nya.
Bandar Lampung, 16 Mei 2020
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL
KATA PENGANTAR........................................................................................................
BAB I...................................................................................................................................
PENDAHULUAN...............................................................................................................
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................
1.2 Rumuasan Masalah....................................................................................................
1.3 Tujuan Masalah..........................................................................................................
BAB II.................................................................................................................................
PEMBAHASAN..................................................................................................................
a. Pengertian Etika.......................................................................................................
1. Etika Filosofis......................................................................................................
2. Etika Teologis......................................................................................................
b. Pancasila Sebagai Sistem Etika................................................................................
c. Pemahaman konsep dan teori dari etika...................................................................
1. Teori Konsekuensialis..........................................................................................
2. Teori Non Konsekuensialis..................................................................................
d. Pengertian Nilai, Moral, dan Norma........................................................................
1. Nilai.....................................................................................................................
2. Norma..................................................................................................................
3. Moral....................................................................................................................
e. Nilai-nilai yang terkandung dalam pancasila sebagai Sistem Etika..............................
f. Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praktis........................................................
1. Nilai Dasar...........................................................................................................
2. Nilai Instrumental.................................................................................................
3. Nilai Praksis.........................................................................................................
BAB III................................................................................................................................
PENUTUP...........................................................................................................................
3.1 Kesimpulan................................................................................................................
3.2 Saran........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila adalah suatu kesatuan yang majemuk tunggal, setiap sila tidak
dapat berdiri sendiri terlepas dari sila lainnya, diantara sila satu dan lainnya tidak
saling bertentangan. Inti dan isi Pancasila adalah manusia monopluralis yang
memiliki unsur-unsur susunan kodrat (jasmani –rohani), sifat kodrat (individu-
makhluk sosial), kedudukan kodrat sebagai pribadi berdiri sendiri, yaitu makhluk
Tuhan Yang Maha Esa. Pancasila merupakan penjelmaan hakekat manusia
monopluralis sebagai kesatuan
PEMBAHASAN
a. Pengertian Etika
Etika secara etimologi diambil dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan") adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana cabang
utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai
standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan konsep
seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. St. John of Damascus (abad
ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
1. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat dikatakan sebagai etika yang berasal
dari kegiatan berfilsafat atau berpikir, yang dilakukan oleh manusia. Karena itu,
etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat etika lahir dari filsafat. Etika termasuk
dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari filsafat.
Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus bertanya juga
mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat etika:
2. Etika Teologis
Ada dua hal yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama,
etika teologis bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat
memiliki etika teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan
bagian dari etika secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang
terdapat dalam etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika
secara umum.
Secara umum, etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik
tolak dari presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria
pembeda antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen,
misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari presuposisi-
presuposisi tentang Allah atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan bersumber
dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu, etika teologis
disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika
teologis Kristen memiliki objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu
tingkah laku manusia. Akan tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit
berbeda, yaitu mencari apa yang seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik
atau buruk, sesuai dengan kehendak Allah.
Setiap agama dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa
yang diyakini dan menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara
agama yang satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam
merumuskan etika teologisnya.
Dapat kita ketahui bahwa dalam pembahasan ini tentang pancasila sebagai
etika. Etika merupakan kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas
bagaimana manusia bersikap terhadap apa yang ada ) dan dibagi mejadi
kelompok. Etika merupakan pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran
dan pandangan-pandangan moral. Etika juga ilmu yang membahas tentang
bagaimana dan mengapa kita harus belajar tentang etika dan mengikuti ajaran
moral. Etika pun dibagi menjadi 2 kelompok etika umum dan khusus. Etika
khusus ini terbagi dua yaitu terdari etika individual dan etika social. Etika politik
adalah cabang bagian dari etika social dengan demikian membahas kewajiban dan
norma-norma dalam kehidupan politik, yaitu bagaimana seseorang dalam suatu
masyarakat kenegaraan ( yang menganut system politik tertentu) berhubungan
secara politik dengan orang atau kelompok masyarakat lain. Dalam melaksanakan
hubungan politik itu seseorang harus mengetahui dan memahami norma-norma
dan kewajiban-kewajiban yang harus dipatuhi.Dan pancasila memegang peranan
dalam perwujudan sebuah sistem etika yang baik di negara ini. Disetiap saat dan
dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk beretika disetiap tingkah laku kita.
Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian yang adil dan beadab” tidak dapat
dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam membangun etika bangsa ini sangat
berandil besar, Setiap sila pada dasarnya merupakan azas dan fungsi sendiri-
sendiri, namun secara keseluruhan merupakan suatu kesatuan.
Dari asal usul kata, etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” yang berarti
adat istiadat/kebiasaan yang baik. Perkembangan etika yaitu study tentang
kebiasaan manusia berdasarkan kesepakatan menurut ruang dan waktu yang
berbeda yang menggambarkan perangai manusia dalam kehidupan pada
umumnya. Dan etika mempunyai arti yang berbeda dilihat dari sudut pandang
pengguna yang berbeda dari istilah itu.
Bagi ahli falsafah, etika adalah ilmu atau kajian formal tentang moralitas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah nilai mengenai benar dan
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Menurut Maryani Ludigdo (2001), etika adalah seperangkat nilai atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik yang haru dilakukan maupun
ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok atau segolongan masyarakat atau
profesi. Dalam mengkaji masalah, etika terdiri dari 2 teori :
1. Teori Konsekuensialis
Kelompok teori yang konsekuensialis yang menilai baik buruknya perilaku
mausia atau benar tidaknya sebagai manusia berdasarkan konsekuensi atau
akibatnya. Yakni dilihat dari apakah perbuatan atau tindakan itu secara
keseluruhan membawa akibat baik lebih banyak daripada akibat buruknya atau
sebaliknya. Teori ini mendasarkan diri atas suatu keyakinan bahwa hidup manusia
secara kodrati mengarah pada suatu tujuan. Yang termasuk kedalam kelompok
konsekuensalis dan teleologis adalah teoori egoisme, eudaimonisme, dan
utilarisme. Sesuai dari kata konsekuen yaitu etika tersebut sesuai dengan apa yang
dikatakannya dan diperbuatnya.
1. Nilai
Nilai adalah kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda untuk
memuaskan manusia. Sifat dari suatu benda yang menyebabkan menarik minat
seseorang atau kelompok. Nilai bersumber pada budi yang berfungsi mendorong
dan mengarahkan (motivator) sikap dan perilaku manusia. Nilai sebagai suatu
sistem merupakan salah satu wujud kebudayaan di samping sistem sosial dan
karya.
2. Norma
Norma adalah perwujudan martabat manusia sebagai mahluk budaya, moral,
religi, dan sosial. Norma merupakan suatu kesadaran dan sikap luhur yang
dikehendaki oleh tata nilai untuk dipatuhi. Oleh karena itu norma dalam
perwujudannya norma agama, norma filsafat, norma kesusilaan, norma hukum
dan norma sosial. Norma memiliki kekuatan untuk dipatuhi karena adanya sanksi.
Norma-norma yang terdapat dalam masyarakat antara lain :
a. Norma agama adalah ketentuan hidup masyarakat yang bersumber pada agama.
b. Norma kesusilaan adalah ketentuan hidup yang bersumber pada hati nurani,
mora atau filsafat hidup.
d. Norma sosial adalah ketentuan hidup yang berlaku dalam hubungan antara
manusia dalam masyarakat.
3. Moral
Pengertian moral berasal dari kata mos (mores) yang sinonim dengan kesusilaan,
kelakuan. Moral adalah ajaran tentang hal yang baik dan buruk, yang menyangkut
tingkah laku dan perbuatan manusia.
Moral dalam perwujudannya dapat berupa peraturan dan atau prinsip-prinsip yang
benar, baik terpuji dan mulia. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhadap
nilai dan norma yang mengikat kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
Nilai yang pertama adalah Ketuhanan. Secara hirarkis nilai ini bisa
dikatakan sebagai nilai yang tertinggi karena menyangkut nilai yang bersifat
mutlak. Seluruh nilai kebaikan diturunkan dari nilai ini. Suatu perbuatan dikatakan
baik apabila tidak bertentangan dengan nilai, kaedah dan hukum Tuhan.
Pandangan demikian secara empiris bisa dibuktikan bahwa setiap perbuatan yang
melanggar nilai, kaedah dan hukum Tuhan, baik itu kaitannya dengan hubungan
antara manusia maupun alam pasti akan berdampak buruk. Misalnya pelanggaran
akan kaedah Tuhan tentang menjalin hubungan kasih sayang antar sesama akan
menghasilkan konflik dan permusuhan. Pelanggaran kaedah Tuhan untuk
melestarikan alam akan menghasilkan bencana alam, dan lain-lain.
Nilai yang kedua adalah Kemanusiaan. Suatu perbuatan dikatakan baik
apabila sesuai dengan nilai-nilaiKemanusiaan. Prinsip pokok dalam nilai
KemanusiaanPancasila adalah keadilan dan keadaban. Keadilanmensyaratkan
keseimbangan antara lahir dan batin, jasmani dan rohani, individu dan sosial,
makhluk bebas mandiri dan makhluk Tuhan yang terikat hukum-hukum Tuhan.
Keadaban mengindikasikan keunggulan manusia dibanding dengan makhluk lain,
yaitu hewan, tumbuhan, dan benda tak hidup. Karena itu perbuatan itu dikatakan
baik apabila sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan yang didasarkan pada konsep
keadilan dan keadaban.
Nilai yang ketiga adalah Persatuan. Suatu perbuatan dikatakan baik apabila
dapat memperkuat persatuan dan kesatuan. Sikap egois dan menang sendiri
merupakan perbuatan buruk, demikian pula sikap yang memecah belah persatuan.
Sangat mungkin seseorang seakan-akan mendasarkan perbuatannya atas nama
agama (sila ke-1), namun apabila perbuatan tersebut dapat memecah persatuan
dan kesatuan maka menurut pandangan etika Pancasila bukan merupakan
perbuatan baik.
Nilai yang keempat adalah Kerakyatan. Dalam kaitan dengan kerakyatan
ini terkandung nilai lain yang sangat penting yaitu nilai hikmat/kebijaksanaan dan
permusyawaratan. Kata hikmat/kebijaksanaan berorientasi pada tindakan yang
mengandung nilai kebaikan tertinggi. Atas nama mencari kebaikan, pandangan
minoritas belum tentu kalah dibanding mayoritas. Pelajaran yang sangat baik
misalnya peristiwa penghapusan tujuh kata dalam sila pertama Piagam Jakarta.
Sebagian besar anggota PPKI menyetujui tujuh kata tersebut, namun
memperhatikan kelompok yang sedikit (dari wilayah Timur) yang secara
argumentatif dan realistis bisa diterima, maka pandangan minoritas
“dimenangkan” atas pandangan mayoritas. Dengan demikian, perbuatan belum
tentu baik apabila disetujui/bermanfaat untuk orang banyak, namun perbuatan itu
baik jika atas dasar musyawarah yang didasarkan pada konsep
hikmah/kebijaksanaan.
Nilai yang kelima adalah Keadilan. Apabila dalam sila kedua disebutkan
kata adil, maka kata tersebut lebih dilihat dalam konteks manusia selaku individu.
Adapun nilai keadilan pada sila kelima lebih diarahkan pada konteks sosial. Suatu
perbuatan dikatakan baik apabila sesuai dengan prinsip keadilan masyarakat
banyak. Menurut Kohlberg (1995: 37), keadilan merupakan kebajikan utama bagi
setiap pribadi dan masyarakat. Keadilan mengandaikan sesama sebagai partner
yang bebas dan sama derajatnya dengan orang lain.
Menilik nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila dapat
menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat
mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Apabila dalam kajian aksiologi
dikatakan bahwa keberadaan nilai mendahului fakta, maka nilai-nilai Pancasila
merupakan nilai-nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang
harus diwujudkan dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai tersebut dalam istilah
Notonagoro merupakan nilai yang bersifat abstrak umum dan universal, yaitu nilai
yang melingkupi realitas kemanusiaan di manapun, kapanpun dan merupakan
dasar bagi setiap tindakan dan munculnya nilai-nilai yang lain. Sebagai contoh,
nilai Ketuhanan akan menghasilkan nilai spiritualitas, ketaatan, dan toleransi.
Nilai Kemanusiaan, menghasilkan nilai kesusilaan, tolong menolong,
penghargaan, penghormatan, kerjasama, dan lain-lain. Nilai Persatuan
menghasilkan nilai cinta tanah air, pengorbanan dan lain-lain. Nilai Kerakyatan
menghasilkan nilai menghargai perbedaan, kesetaraan, dan lain-lain Nilai
Keadilan menghasilkan nilai kepedulian, kesejajaran ekonomi, kemajuan bersama
dan lain-lain.
1. Nilai Dasar
Meskipun nilai bersifat abstrak dan tidak dapat diamati oleh panca indra manusia,
namun dalam kenyataannya nilai berhubungan dengan tingkah laku manusia.
Setiap meiliki nilai dasar yaitu berupa hakikat, esensi, intisari atau makna yang
dalam dari nilai-nilai tersebut. Nilai dasar bersifat universal karena karena
menyangkut kenyataan obyek dari segala sesuatu. Contohnya tentang hakikat
Tuhan, manusia serta mahkluk hidup lainnya.Apabila nilai dasar itu berkaitan
dengan hakikat Tuhan maka nilai dasar itu bersifat mutlak karena Tuhan adalah
kausa prima (penyebab pertama). Nilai dasar yang berkaitan dengan hakikat
manusia maka nilai-nilai itu harus bersumber pada hakikat kemanusiaan yang
dijabarkan dalam norma hukum yang diistilahkan dengan hak dasar (hak asasi
manusia). Dan apabila nilai dasar itu berdasarkan kepada hakikat suatu benda
(kuatutas,aksi, ruang dan waktu) maka nilai dasar itu juga dapat disebut sebagai
norma yang direalisasikan dalam kehidupan yang praksis. Nilai Dasar yang
menjadi sumber etika bagi bangsa Indonesia adalah nilai-nilai yang terkandung
dalam Pancasila.
2. Nilai Instrumental
Nilai instrumental adalah nilai yang menjadi pedoman pelaksanaan dari nilai
dasar. Nilai dasar belum dapat bermakna sepenuhnya apabila belum memiliki
formulasi serta parameter atau ukuran yang jelas dan konkrit. Apabila nilai
instrumental itu berkaitan dengan tingkah laku manusia dalam kehidupan sehari-
hari makan itu akan menjadi norma moral. Namun apabila nilai instrumental itu
berkaitan dengan suatu organisasi atau Negara, maka nilai instrumental itu
merupakan suatu arahan, kebijakan, atau strategi yangbersumber pada nilai dasar
sehingga dapat juga dikatakan bahwa nilai instrumental itu merupakan suatu
eksplisitasi dari nilai dasar. Dalam kehidupan ketatanegaraan Republik Indonesia,
nilai-nilai instrumental dapat ditemukan dalam pasal-pasal undang-undang dasar
yang merupakan penjabaran Pancasila.
3. Nilai Praksis
Nilai praksis merupakan penjabaran lebih lanjut dari nilai instrumental dalam
kehidupan yang lebih nyata dengan demikian nilai praksis merupakan
pelaksanaan secara nyata dari nilai-nilai dasar dan nilai-nilai instrumental.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Etika adalah kelompok filsafat praktis (filsafat yang membahas bagaimana
manusia bersikap terhadap apa yang ada) dan dibagi menjadi dua kelompok.
Pancasila memegang peranan dalam perwujudan sebuah sistem etika yang
baik di negara ini. Disetiap saat dan dimana saja kita berada kita diwajibkan untuk
beretika disetiap tingkah laku kita. Seperti tercantum di sila ke dua “ kemanusian
yang adil dan beadab” tidak dapat dipungkiri bahwa kehadiran pancasila dalam
membangun etika bangsa ini sangat berandil besar.
3.2 Saran
Di dalam pembuatan makalah ini pasti masih ada kesalahan-kesalahan disana-sini.
Perlunya bimbingan dan pembelajaran yang lebih mengenai pembuatan makalah
ini. Semua kritik atau saran yang bersifat membangun pasti akan kami terima
demi kelangsungan pembuatan makalah dimasa-masa mendatang.
DAFTAR PUSTAKA
http://septianludy.blogspot.co.id/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika_8.html
http://sinarmentari4u.blogspot.co.id/2011/07/makalah-pancasila-sebagai-sistem-
etika.html
http://123789adt.blogspot.co.id/2016/09/makalah-pancasila-sebagai-sistem-
etika.html
https://nadhifwalisongo.blogspot.co.id/2017/06/makalah-pancasila-sebagai-
sistem-etika.html
http://sintadevi597.blogspot.co.id/2016/03/makalah-pancasila-sebagai-sistem-
etika.html
http://budisma1.blogspot.com/2011/07/pancasila-sebagai-sistem-etika.html