Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dengan Dosen Pembimbing Huma Magridoni Koling, S.Pd, M.Pd
Oleh:
SYAFE’I
NIM. 20080066
1
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan
tak lupa pula saya ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah -Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Pancasila
yang membahas tentang “Pancasila Sebagai Etika”. Dan juga saya berterima kasih kepada ibu
Huma Magridomi Koling, S.pd, M.pd selaku dosen mata kuliah Pancasila di Universitas
Negeri Padang yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Adapun makalah Pancasila Sebagai Etika ini telah saya usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku dan referensi internet,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah membantu
saya dalam pembuatan makalah ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Peranan Pancasila Sebagai Etika di Indonesia, khususnya
bagi penulis. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.
Syafe’i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGATAR....................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang...................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah................................................................................. 6
C. Tujuan .................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 7
A. Pengertian etika.................................................................................... 7
B. Norma etik bersumberkan pancasila..................................................... 9
C. Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP......................................................................................... 19
A. Kesimpulan........................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam
hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai
yang menjadi sumber dari penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan
nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :
Norma moral : Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila
Norma hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan
waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa
rumusan masalah yang menarik untuk dikaji antara lain sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari etika
2. Norma etik bersumberkan Pancasila
3. Kode etik profesi
4. Pengalaman subjektif terhadap norma etik
C. Tujuan
1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.
2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan
Sila dalam Pancasila.
3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.
4. Untuk memberi gambaran secara tertulis tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.
BAB II
PANCASILA SEBAGAI ETIKA
A. Pengertian Etika
Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secara harfifah berarti adat
kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika di artikan sebagai ilmu
tantang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Pengertian etika bias bias beragam menurut para ahli, namun dapat di klasifikasikan ke
dalam 3 makna (sudarminta, 1997); makna etika yang pertama adalah sebagai sistem
nilai. Kata etika di sini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangaan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik buruknya prilaku manusia, baik
secara individu maupun social dalam suatu masyarakat. Makna ini misalnya di gunakan
dalam etik jawa, etik protestan, dan sebagainya. Makna yang kedua adalah kode etik,
yang mana merupakan kumpulan norma dan nilai moral yang wajib di perhatikan oleh
pemegang profesi tertentu.
Meurut bertens (2000), kata etika dapat di artikan sebanyak 3 jenis yang pertama
1. Etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok yan mengatur tingka lakunya. Hal ini biasa di
artikan sebagai sistem nilai yang befungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun staf social.
2. Etika di artikan sebagai kumpulan asas dan moral yaitu kode etik.
3. Etika berate ilmu tentang yang baik atau buruk.
Selain etika, di kenal juga dengan istilah etiket, yang berasal dari bahasa prancis,
etiquette, eika berarti moral namun etiket adalah sopan santun,dinyatakan bahwa
1. Etiket menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus di lakukan manusia,
sedangkan etika tidak terbatas pada cara di lakukannya sesuat perbuatan, etika
member norma pada perbuatan itu sendiri .
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedangkan etika tidak bergantung pada
hadir tidaknya orang lain.
3. Etiket bersifat relative, sedangkan etika bersifat absolute.
4. Etiket berarti memandang manusia hanya dari segi lahiriahnya, sedangkan etika
menyangkutkan manusia dari segi dalam.
a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan
suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan
oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris,
bukan filsafat.
b. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian
(preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan
mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika
umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan
prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah
kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.
c. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada
tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.
c. Etika teleology
Etika teleology adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tintakan. Etika teleology menganggap
nilai moral dari suatu tindakan di nilai berdasarkan pada jauh mana tindakan
tersebut mencapai tujuannya. Etika ini juga menganggap bahwa kebenaran dan
kesalahan suatu tindakan di nilai dari tujuan akhir yang di inginkan. Aliran-aliran
ini meliputi eudaemonisme, hedonism, dan utilitarianisme.
Nilai nilai yang tertuang dalam pancasila menjadi inspirasi sekaligus pegangan
hidup dlam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Namun demikian, nilai tidak
bersifat opersional dan belum konkret. Agar dapat bersifal operasional dan menjad
pedoman hidup, nilai di wujudkan ke dalam norma. Norma atau kaidah itulah yang
bersifat operasional dan menjadi pegangan atau panduan hidup dalam bersikap dan
berperilaku.
Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama pancasila adalah nilai ketuhanan.
Dimana yang menyangkut pada keyakinan dan kepercayaan yan di miliki oleh
bangsa ini. Agama merupakan salah satu sumber moralitas (sudaryanto 20017)
aspek etis yang tercermikan dari sila pertama pancasila adalah jaminan bagi
setiap penduduk untuk mengidentifikasi dirinya berdasarkan keyakian atau agama
tertentu. Setiap individuberhak menyatakan dirinya berdasar keyakinan yang ia
percayai.
Didalam sila ini menunjukan bahwa kedudukan manusia yang sederajat dan
bermartabat. Manusia di tempatkan di dalam kedudukan yang terhormat.
Kemanusiaan menyakut segala unsure yang melekat pada diri manusia sebagai
mahluk monopluralis (notonagono1980). Dan didalam nya melekat atribut adil
dan beradab yang mempertegas orientasi kemanusiaan berdasar pancasila. Dalam
hal ini pemerintah harus menjamin setiap usaha mamanusiaakan manusia dalam
kerangka mewujudkan sosok manusia yang adil dan beradab.
Persatuan Indonesia
Dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara, maka nilai nilai Pancasila harus
dijabarkan kedalam norma yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Ada dua norma dalam hidup bernegara, yakni norma
hukum dan norma moral atau etik (Kaelan, 2013). Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa nilai pancasila perlu diderivasikan kedalam norma hukum dan norma etik
bernegara. Pancasila menjadi sumber norma hukum adalah implikasi yuridis dari
pancasila dasar filsafat negara. Pancasila menjadi sumber norma etik adalah implikasi
etis dari pancasila dasar filsafat negara.
Dalam kaitannya dengan etika, maka nilai pancasila menjadi sumber norma
etik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Nilai
pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Dalam pengalaman sejarah
bernegara diindonesia, ketetapan MPR No. II/MPR/1978 Tentang penghayatan dan
pengalaman pancasila atau ekaprasetya pancakarsa dapat dipandang sebagai contoh
norma etik bernegara. Pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila berisis butir
butir pengalaman dari sila sila pancasila yang dimaksudkan sebagai pedoman untuk
dijadikan penuntun atau pegangan terhadap sikap dan tingkah lakubagi setiap manusia
indoensia dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Dalam
ketetapan tersebut dinyatakan pula bahwa P4 bukan merupakan tafsir pancasila dasar
negara. Tafsir pancasila dasar negara adalah sebagaimana termuat dalam UUD 1945
yang berisikan norma hukum. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa butir butir P4
merupakan norma etik dari pada sila sila pancasila..
Butir butir P4 yang merupakan norma etik bersumberkan pancasila, dewasa ini telah
menjadi pengalaman sejarah bangsa. Dikatakan demikian, oleh karena ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak berlaku lagi. Dicabutnya ketetapan MPR tersebut
berdasarkan pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat republik indonesia No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan
dan pengalaman pancasila (Ekaprasetya Pancakarya) dan penetapan tentang penegasan
kembali pancasila sebagai dasar negara.
Yang menarik adalah, meskipun P4 telah dicabut, sebagian publik masih menyatakan
persetujuan dengan apa yang termuat dalm P4 tersebut. P4 dianggap sebagai sesuatu yang
baik, tidak ada yang salah, memiliki tujuan yang baik dan justru penting digunakan untuk
membangun jati diri manusia indonesia. Secara substansi P4 lebih menitik beratkan pada
pembentukan moral dalam bersikap dan bertingkah laku warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara. P4 merupakan etika sosial dan politik bagi seluruh
bangsa indonesia (Achmad Fauzi, 2003). Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 adalah pedoman
yang dapat dijadikan penuntun dan pegangan terhadap sikap dan tingkah laku bagi setiap
manusia indoensia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (ketut Rindjin,
2010). Yuwono Sudarsana menilai tidak semua materi yang diberikan dalam penataran P4
terdahulu salah. Menurut pengamatannya, penataran P4 sebenarnya bertujuan baik, namun
dalam implementasinya terlalu kaku dan dipaksakan (Kompas, 1 september 2007).
Mengapa ketetapan MPR tentang P4 tersebut dicabut, dapat kita ketahui berdasarkan
konsideran ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 yang mengatakan bahwa materi muatan
dan pelaksanaan dari ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia No.
II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan bernegara. Uraian akan latar belakang pencabutan tersebut kiranya
belum cukup menjelaskan kepada banyak pihak. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjut
perihal mengapa ketetapan MPR No. II/MPR/1978 ini dicabut.
Kebutuhan akan norma etik disisi norma hukum diawal era reformasi akhirnya
disadari oleh penyelnggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan 2 ketapan
berkenaan denga ini, pertama yang khusus berkenaan dengan penyelenggaraan negara, yaitu
ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa.
Etika kehidupan berbangsa dapat dikatakan sebagai norma etik negara. Dalam
ketetapan nya tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan
yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai nilai luhur
budaya bangsa yang tercerminkan dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir,
bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.
Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan salah satu
sumber etika kehidupan berbangsa. Sumber etika berbangsa lainnya adalah ajaran agama.
Pancasila merupakan sumber etika kehidupan berbangsa karena didalam nya terkandung nilai
nilai luhur budaya indonesia. Ketut Rindjin (2010) mengatakan ketetapan tentang etika
kehidupan berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR Tahun 1978 tentang
P4.
2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan
dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang
Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan
local yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan
penelitian yang mendalam.
3. Sumber Politik
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma
dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundanganundangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu
suatu norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh
kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan
semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan
semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487). Pancasila sebagai sistem etika
merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-
undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan
praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi.
Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan
hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dimensi sarana
memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar
pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari instituisi-
institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai
pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas
tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai
orientasi situasi dan paham permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada
umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk).
2. Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Etika pancasila di perlukan meliputi 4 hal : Korupsi, Pelanggaran HAM, Dekadensi
Moral dan Perusakn Lingkungan.
3. Etika pancasila pada sumber historis nya di bagi menjadi tiga : Orde lama yang
merupakan etika yang masih berbentuk Philosofische Grondslag. Pada orde baru etika
pancasila disosialisasikan berbentuk penatran P4. Sedang kan pada masa reformasi
etika pancasila tenggelam pada etika berpolitik.
4. Etika Pancasila sumber Sosiologis merupakan sumber yang dimana mencari
penyelesaian masalah melaui mufakat atau musyawarah.
5. Etika Pancasila Sumber Politik Etika politik mengatur masalah perilaku politikus,
berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur
sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi
politik itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA