Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Disusun Untuk
Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Pancasila
Dengan Dosen Pembimbing Huma Magridoni Koling, S.Pd, M.Pd

Oleh:
SYAFE’I
NIM. 20080066

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK PERTAMBANGAN


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2020

1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, dan
tak lupa pula saya ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat, hidayah -Nya kepada saya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah Pancasila
yang membahas tentang “Pancasila Sebagai Etika”. Dan juga saya berterima kasih kepada ibu
Huma Magridomi Koling, S.pd, M.pd selaku dosen mata kuliah Pancasila di Universitas
Negeri Padang yang telah memberikan tugas ini kepada saya.
Adapun makalah Pancasila Sebagai Etika ini telah saya usahakan semaksimal
mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku dan referensi internet,
sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya tidak lupa
menyampaikan bayak terima kasih kepada seluruh referensi-referensi yang telah membantu
saya dalam pembuatan makalah ini.
Saya sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita mengenai Peranan Pancasila Sebagai Etika di Indonesia, khususnya
bagi penulis. Saya juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, saya berharap adanya kritik, saran
dan usulan demi perbaikan makalah yang telah saya buat di masa yang akan datang,
mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya.
Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.
Wassalamu’alaikum Warrahmatullahi Wabarakatuh.

Muara Tiga, 8 Desember 2020


Penulis

Syafe’i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGATAR....................................................................................... 1
DAFTAR ISI .................................................................................................. 2
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 4
A. Latar Belakang...................................................................................... 5
B. Rumusan Masalah................................................................................. 6
C. Tujuan .................................................................................................. 6
BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 7

A. Pengertian etika.................................................................................... 7
B. Norma etik bersumberkan pancasila..................................................... 9
C. Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
................................................................................................... 16
BAB III PENUTUP......................................................................................... 19
A. Kesimpulan........................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Nilai norma dan moral adalah konsep-konsep yang saling terkait. Dalam
hubungannya dengan pancasila maka ketiganya akan memberikan pemahaman yang saling
melengkapi sebagai sistem etika.
Pancasila sebagai suatu sistem falsafat pada hakikatnya merupakan suatu sistem nilai
yang menjadi sumber dari penjabaran norma baik norma hukum, norma moral maupun norma
kenegaraan lainnya. Disamping itu, terkandung juga pemikiran-pemikiran yang bersifat kritis,
mendasar, rasional, sistematis dan komprehensif. Oleh karena itu, suatu pemikiran filsafat
adalah suatu nilai-nilai yang mendasar yang memberikan landasan bagi manusia dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Nilai-nilai tersebut dijabarkan dalam kehidupan yang bersifat praksis atau kehidupan
nyata dalam masyarakat, bangsa dan Negara maka diwujudkan dalam norma-norma yang
kemudian menjadi pedoman. Norma-norma itu meliputi :
Norma moral : Yang berkaitan dengan tingkah laku manusia yang dapat diukur dari
sudut baik dan buruk, sopan atau tidak sopan, susila atau tidak susila
Norma hukum : Sistem peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam suatu tempat dan
waktu tertentu dalam pengertian ini peraturan hukum. Dalam pengertian itulah Pancasila
berkedudukan sebagai sumber dari segala sumber hukum.
Dengan demikian, Pancasila pada hakikatnya bukan merupakan suatu pedoman yang
langsung bersifat normatif ataupun praksis melainkan merupakan suatu sistem nilai-nilai
etika yang merupakan sumber norma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, muncul beberapa
rumusan masalah yang menarik untuk dikaji antara lain sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari etika
2. Norma etik bersumberkan Pancasila
3. Kode etik profesi
4. Pengalaman subjektif terhadap norma etik

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa lebih memahami tentang materi Pancasila Sebagai Sistem Etika.
2. Untuk mendorong semangat mahasiswa agar memiliki etika yang sesuai dengan
Sila dalam Pancasila.
3. Untuk menambah wawasan mahasiswa tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.
4. Untuk memberi gambaran secara tertulis tentang Pancasila Sebagai Sistem Etika.
BAB II
PANCASILA SEBAGAI ETIKA

A. Pengertian Etika
Kata etika yang secara etimologis dari kata yunani ethos secara harfifah berarti adat
kebiasaan. Watak atau kelakuan manusia. Dalam KBBI, etika di artikan sebagai ilmu
tantang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
Pengertian etika bias bias beragam menurut para ahli, namun dapat di klasifikasikan ke
dalam 3 makna (sudarminta, 1997); makna etika yang pertama adalah sebagai sistem
nilai. Kata etika di sini berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi
pegangaan hidup atau sebagai pedoman penilaian baik buruknya prilaku manusia, baik
secara individu maupun social dalam suatu masyarakat. Makna ini misalnya di gunakan
dalam etik jawa, etik protestan, dan sebagainya. Makna yang kedua adalah kode etik,
yang mana merupakan kumpulan norma dan nilai moral yang wajib di perhatikan oleh
pemegang profesi tertentu.
Meurut bertens (2000), kata etika dapat di artikan sebanyak 3 jenis yang pertama
1. Etika berarti nilai-nilai dan norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi
seseorang atau suatu kelompok yan mengatur tingka lakunya. Hal ini biasa di
artikan sebagai sistem nilai yang befungsi dalam hidup manusia perorangan
maupun staf social.
2. Etika di artikan sebagai kumpulan asas dan moral yaitu kode etik.
3. Etika berate ilmu tentang yang baik atau buruk.

Selain etika, di kenal juga dengan istilah etiket, yang berasal dari bahasa prancis,
etiquette, eika berarti moral namun etiket adalah sopan santun,dinyatakan bahwa
1. Etiket menyangkut cara sesuatu perbuatan yang harus di lakukan manusia,
sedangkan etika tidak terbatas pada cara di lakukannya sesuat perbuatan, etika
member norma pada perbuatan itu sendiri .
2. Etiket hanya berlaku dalam pergaulan, sedangkan etika tidak bergantung pada
hadir tidaknya orang lain.
3. Etiket bersifat relative, sedangkan etika bersifat absolute.
4. Etiket berarti memandang manusia hanya dari segi lahiriahnya, sedangkan etika
menyangkutkan manusia dari segi dalam.

1. Macam-macam etika atau filsafat moral


Etika sebagai filsafat moral adalah salah satu cabang ilmu yang secara filsafat yang secara
khusus mengkaji prilaku manusia dari segi baik buruknya atau benar salahnya. Secara umum dapat
di bedakan dua cabang besar etika:
 Etika umum adalah etika yang menyajkan beberapa pengertian dasar dan pengaji
beberapa permasalahan pokok dalam filsafat moral.
 Etika khusus adalah etika yang membahas beberapa permasalahan moral dalam
bidang bidang khusus.

a. Etika deskriptif
Hanya melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas, misalnya adat kebiasaan
suatu kelompok, tanpa memberikan penilaian. Etika deskriptif memelajari moralitas
yang terdapat pada kebudayaan tertentu, dalam periode tertentu. Etika ini dijalankan
oleh ilmu-ilmu sosial: antropologi, sosiologi, psikologi, dll, jadi termasuk ilmu empiris,
bukan filsafat.
b. Etika normatif
Etika yang tidak hanya melukiskan, melainkan melakukan penilaian
(preskriptif: memerintahkan). Untuk itu ia mengadakan argumentasi, alasan-alasan
mengapa sesuatu dianggap baik atau buruk. Etika normatif dibagi menjadi dua, etika
umum yang memermasalahkan tema-tema umum, dan etika khusus yang menerapkan
prinsip-prinsip etis ke dalam wilayah manusia yang khusus, misalnya masalah
kedokteran, penelitian. Etika khusus disebut juga etika terapan.

c. Metaetika
Meta berati melampaui atau melebihi. Yang dibahas bukanlah moralitas secara
langsung, melainkan ucapan-ucapan kita di bidang moralitas. Metaetika bergerak pada
tataran bahasa, atau memelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis.

2. Aliran-aliran dalam filsafat moral


a. Etika keutamaan
kata lain adalah etika kebajikan berdefinisi teori yang mempelajari
keutamaan(virtue), keutamaan adalah suatu disposisi batin yang besifat tetap sebagai akibat
suatu latihan dan kebiasaan untuk berbuat baik. Keutamaan merupakan cirri-ciri keluhuran
watak yang secara moral pantas di ajukan kepada seiap orang dan di kejar olehnya. Etika
keutamaan meletakkan tekanan dan focus perhatiannya pada pribadi pelaku tindakandan
kualitas watak pribadi tersebut.
Aristoteles mengatakan arête di mana berbahasa yunani yang berarti keutamaan
,ada kaitannya dengan keunggulan (excellence)serta di pakai untuk menunjukan bahwa
seseorng bias melaksanakan fungsi pokok nya dengan baik.keutamaan moral adalah cirri-
ciri watak manusia yang secara umum di junjung tinggi dan di miliki seorang berkat
latihan atau pembiasaan berbuat baik. Beberapa watak yang terkandung dalam nilai
keutamaan di antaranya adalah baik hati, kasatria, belas kasih, terus terang, bersahabat,
murah hati, bernalar, percaya diri, penguasaaan diri, sadar, suka bekerja sama, berani,
santun, jujur, terampil, adil, setia, bersahaja, disiplin, mandiri, bijak sana, peduli dan
toleran.
b. Etika deontology
Etika deontology adalah teori yang membicarakan kewajiban moral sebagai hal
yang benar dan bukan membicarakan tujuan atau akibat dari etika deontology dalam
member tekanan dan focus perhatiannya pada prinsip-prinsip yang mendasari
tindakan, dan mengajarkan bahwa sebuah tindakan itu benar kalau tindakan tersebut
selaras dengan prinsip kewajiban yang relevan untuknya
Kata deon berasal dari yunani yang artinya berkewajiban yang merupakan inti
dari teori ini dan mengasumsi bahwa orang orang bertindak secara moral bila
mengikuti aturan yang benar atau baik imperatif kategoris merupakan perintah
yang tidak bersyarat dan mutlak dimana di simbolkan dengan perkataan „‟bertindak
secara moral‟‟ dimana perkataan itu tidak mengandung perintah(command) tetapi
secara moral yang dating dari diri sendiri, tidak bersyarat, bersifat mutlak, dan
merupakan realisasi dari rasio (budi) praksis (zubaidi).

c. Etika teleology
Etika teleology adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tintakan. Etika teleology menganggap
nilai moral dari suatu tindakan di nilai berdasarkan pada jauh mana tindakan
tersebut mencapai tujuannya. Etika ini juga menganggap bahwa kebenaran dan
kesalahan suatu tindakan di nilai dari tujuan akhir yang di inginkan. Aliran-aliran
ini meliputi eudaemonisme, hedonism, dan utilitarianisme.

B. Norma etik bersumberkan pancasila


Sunoto (1982) memberikan pengertian etika pancasila sebagai filsafat moral atau
filsafat kesusilaan yang berdasar atas kepribadian, ideologi, jiwa dan pandangan hidup
berbangsa Indonesia. Etika pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila
pancasila untuk mengatur prilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Di dalam etika pancasila mengandung nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk prilaku manusia di
Indonesia dalam semua aspek pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan
atau etika kebajikan, meskipun corak keduanya mainstream yang lain. Namun menurut
notonagono, etika keutamaan lebih dominan karena etika pancasila cerminan dalam
empat tabit saleh atau kebajikan, yaitu kebijakan, kesederhanaan, keteguhan, dan
keadilan. Pancasila sebagai dassar filsafat tercantum dalam undang 1945 di dalam
pembukaan memiliki implikasi etis, yakni sebagai sumber norma etik, yang bersumber
dari pemikiran mendalam terhadap nilai dasar pancasila.

1. Nilai pancasila sebagai sumber norma etik

Nilai nilai yang tertuang dalam pancasila menjadi inspirasi sekaligus pegangan
hidup dlam mewujudkan harapan dan cita-cita bangsa. Namun demikian, nilai tidak
bersifat opersional dan belum konkret. Agar dapat bersifal operasional dan menjad
pedoman hidup, nilai di wujudkan ke dalam norma. Norma atau kaidah itulah yang
bersifat operasional dan menjadi pegangan atau panduan hidup dalam bersikap dan
berperilaku.

 Ketuhanan yang maha esa

Nilai dasar yang tertuang dalam sila pertama pancasila adalah nilai ketuhanan.
Dimana yang menyangkut pada keyakinan dan kepercayaan yan di miliki oleh
bangsa ini. Agama merupakan salah satu sumber moralitas (sudaryanto 20017)
aspek etis yang tercermikan dari sila pertama pancasila adalah jaminan bagi
setiap penduduk untuk mengidentifikasi dirinya berdasarkan keyakian atau agama
tertentu. Setiap individuberhak menyatakan dirinya berdasar keyakinan yang ia
percayai.

 Kemanusiaan yang adil dan beradap

Didalam sila ini menunjukan bahwa kedudukan manusia yang sederajat dan
bermartabat. Manusia di tempatkan di dalam kedudukan yang terhormat.
Kemanusiaan menyakut segala unsure yang melekat pada diri manusia sebagai
mahluk monopluralis (notonagono1980). Dan didalam nya melekat atribut adil
dan beradab yang mempertegas orientasi kemanusiaan berdasar pancasila. Dalam
hal ini pemerintah harus menjamin setiap usaha mamanusiaakan manusia dalam
kerangka mewujudkan sosok manusia yang adil dan beradab.

 Persatuan Indonesia

Persatuan mengikat selruh perbedaan yang niscaya dalam bangsa ini.


Persatuan juga merupakan modalitas utama dalam mengintegrasikan seluruh
kepentingan di bawah paying kebangsaaan. Pemerintah dan rakyat harus secara
sadar menjaga dan memelihara kohesivitas yang melekatkan entitas bangsa ini
dalam satu bingkai kebangsaan.

 Kerakyatan yang di pimpin oleh kebijaksanaan dan permusyawaratan

Menepatkan masyarakat sebagai nilai universal yang melengkapi sila


sebelumnya. Nilai kerakyatan menegaskan bahwa orientasi sesungguhnya dari
keberadaan bangsa ini harus bermuara pada kepentingan rakyat. Rakyat adalah
kekuatan terbesar yang menentukan harapan dan cita-cita bangsa. Pemerintah
harus mengupayakan optimalisasi potensi kekuatan rakyat sebagai penompang
keberlangsungan bangsa. Dan pemerintah harus menginsyafi kenyataan bahwa
rakyat adalah subjek dan bukan objek. Konsekuensi perlakuan rakyat sebagai ojek
oleh pemerintah bias di pandang tidak etis (sudaryanto2017).

 Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia


Sila kelima ini memuat nilai keadilan social yang ditujukan bagi
seluruh bangsa indonesia. Keadilan sosial menjamin pemerataan.

2. Etika Pancasila dalam Ketetapan MPR RI No.II/MPR/1978

Dalam kedudukan sebagai dasar filsafat negara, maka nilai nilai Pancasila harus
dijabarkan kedalam norma yang menjadi pedoman dalam penyelenggaraan bernegara,
berbangsa, dan bermasyarakat. Ada dua norma dalam hidup bernegara, yakni norma
hukum dan norma moral atau etik (Kaelan, 2013). Oleh karena itu, dapat dinyatakan
bahwa nilai pancasila perlu diderivasikan kedalam norma hukum dan norma etik
bernegara. Pancasila menjadi sumber norma hukum adalah implikasi yuridis dari
pancasila dasar filsafat negara. Pancasila menjadi sumber norma etik adalah implikasi
etis dari pancasila dasar filsafat negara.

Dalam kaitannya dengan etika, maka nilai pancasila menjadi sumber norma
etik bernegara. Nilai pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Nilai
pancasila terjabarkan kedalam norma etik bernegara. Dalam pengalaman sejarah
bernegara diindonesia, ketetapan MPR No. II/MPR/1978 Tentang penghayatan dan
pengalaman pancasila atau ekaprasetya pancakarsa dapat dipandang sebagai contoh
norma etik bernegara. Pedoman penghayatan dan pengalaman pancasila berisis butir
butir pengalaman dari sila sila pancasila yang dimaksudkan sebagai pedoman untuk
dijadikan penuntun atau pegangan terhadap sikap dan tingkah lakubagi setiap manusia
indoensia dalam kehidupan bernegara, berbangsa, dan bermasyarakat. Dalam
ketetapan tersebut dinyatakan pula bahwa P4 bukan merupakan tafsir pancasila dasar
negara. Tafsir pancasila dasar negara adalah sebagaimana termuat dalam UUD 1945
yang berisikan norma hukum. Oleh karena itu, dapat dinyatakan bahwa butir butir P4
merupakan norma etik dari pada sila sila pancasila..

Butir Butir norma sila pancasila :

1. Ketuhanan Yang Maha Esa


1) Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketakwaan terhadap Tuhan
Yang Maha Esa
2) Manusia Indonesia percaya dan takwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai
dengan agama dan kepercayaannya masing-masing yang adil dan beradab.
3) Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara pemeluk
agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda terhadap Tuhan Yang
Maha Esa.
4) Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa
5) Agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa adalah masalah
yang menyangkut hubungan pribadi manusia dengan Tuhan Yang Maha Esa.
6) Mengembangkan sikap saling menghormati kebebasan menjalankan
ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing.
7) Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
1) Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2) Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama,
kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.
3) Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia
4) Mengembangkan sika saling tenggang rasa dan tea selira
5) Mengembangkan sika tidak semena-mena terhadap orang lain
6) Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan
7) Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
8) Berani membela kebenaran dan keadilan
9) Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia
10) Mengembangkan sikap hormat menghoarmati dan bekerjasama
dengan bangsa lain.
3. Persatuan Indonesia
1) Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dan negara sebagai kepentingan bersama
diatas kepentingan pribadi dan golongan.
2) Sanggup dan rela berkorban untuk kepentinga negara dan bangsa
apabila diperlukan
3) Mengembangkan rasa cinta kepada tanah air dan bangsa
4) Mengembangkan rasa kebanggaan berkebangsaan dan bertanah air Indonesia
5) Memelihara ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
6) Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika
7) Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan
1) Sebagai warga negara dan warga masyarakat, setiap manusia
Indonesia mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama
2) Tidak boleh memaksakan kehendak kepada orang lain
3) Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk
kepentingan bersama
4) Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat kekeluargaan
5) Menghormati dan menjunjung tinggi setiap keputusan yang dicapai sebagai
hasil musyawarah
6) Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan
melaksanakan hasil keputusan musyawarah
7) Di dalam musyawarah diutamakan kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan
8) Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani
yang luhur
9) Keputusan yang diambil harus dapat dipertanggungjawabkan secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan
martabat manusia, nilai-nilai kebenaran dan keadilan mengutamakan
persatuan dan kesatuan demi kepentingan bersama
10) Memberikan kepercayaan kepada wakil-wakil yang dipercayai
untuk melaksanakan permusyawaratan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
1) Mengembangkan perbuatan yang luhr, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan
2) Mengembangkan sikap adil terhadap sesama
3) Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban
4) Menghormati hak orang lain
5) Suka memberi pertolongan kepada orang lain agar dapat berdiri sendiri
6) Tidak menggunakan hak milik untuk usaha-usaha yang bersifat
pemerasan terhadap orang lain
7) Tidak menggunakan hak milik untuk hal-hal yang bersifat pemborosan dan
gaya hidup mewah.
8) Tidak menggunakan hak milik untuk bertentangan dengan atau
merugikan kepentingan umum
9) Suka bekerja keras
10) Suka menghargai hasil karya orang lain yang bermanfaat bagi kemajuan dan
kesejahteraan bersama
11) Suka melakukan kegiatan dalam rangka mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.

Butir butir P4 yang merupakan norma etik bersumberkan pancasila, dewasa ini telah
menjadi pengalaman sejarah bangsa. Dikatakan demikian, oleh karena ketetapan MPR RI No.
II/MPR/1978 telah dicabut dan tidak berlaku lagi. Dicabutnya ketetapan MPR tersebut
berdasarkan pada ketetapan MPR No.XVIII/MPR/1998 tentang pencabutan ketetapan majelis
permusyawaratan rakyat republik indonesia No. II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan
dan pengalaman pancasila (Ekaprasetya Pancakarya) dan penetapan tentang penegasan
kembali pancasila sebagai dasar negara.

Ada beberapa implikasi yang timbul setelah ditiadakannya ketetapan tersebut.


Misalnya, dalam pelajaran PPKn 1994, butir butir pancasila dalam P4 tidak lagi menjadi
materi pokok. Dalam pelajaran PKn 2006, butir butir P4 secara ekspelisit juga tidak tampak.
Dampak lainnya adalah dihapuskannya BP7 (Badan Pembinaan Pendidikan Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila) sebagai lembaga negara yang selama masa orde
baru bertugas mengelola dan menyelenggarakan program penataran P4, melalui keputusan
presiden No. 27 Tahun 1999 tentang pencabutan keputusan presiden No. 10 Tahun 1979
tentang Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan
Pancasila.

Yang menarik adalah, meskipun P4 telah dicabut, sebagian publik masih menyatakan
persetujuan dengan apa yang termuat dalm P4 tersebut. P4 dianggap sebagai sesuatu yang
baik, tidak ada yang salah, memiliki tujuan yang baik dan justru penting digunakan untuk
membangun jati diri manusia indonesia. Secara substansi P4 lebih menitik beratkan pada
pembentukan moral dalam bersikap dan bertingkah laku warga negara dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa, bernegara. P4 merupakan etika sosial dan politik bagi seluruh
bangsa indonesia (Achmad Fauzi, 2003). Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 adalah pedoman
yang dapat dijadikan penuntun dan pegangan terhadap sikap dan tingkah laku bagi setiap
manusia indoensia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara (ketut Rindjin,
2010). Yuwono Sudarsana menilai tidak semua materi yang diberikan dalam penataran P4
terdahulu salah. Menurut pengamatannya, penataran P4 sebenarnya bertujuan baik, namun
dalam implementasinya terlalu kaku dan dipaksakan (Kompas, 1 september 2007).

Mengapa ketetapan MPR tentang P4 tersebut dicabut, dapat kita ketahui berdasarkan
konsideran ketetapan MPR No. XVIII/MPR/1998 yang mengatakan bahwa materi muatan
dan pelaksanaan dari ketetapan majelis permusyawaratan rakyat republik indonesia No.
II/MPR/1978 tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila tidak sesuai dengan
perkembangan kehidupan bernegara. Uraian akan latar belakang pencabutan tersebut kiranya
belum cukup menjelaskan kepada banyak pihak. Oleh karena itu, perlu penelitian lanjut
perihal mengapa ketetapan MPR No. II/MPR/1978 ini dicabut.

3. Etika Pancasila dalam Ketetapan MPR RI No. V/MPR/2001

Kebutuhan akan norma etik disisi norma hukum diawal era reformasi akhirnya
disadari oleh penyelnggara negara. Majelis Permusyawaratan Rakyat menetapkan 2 ketapan
berkenaan denga ini, pertama yang khusus berkenaan dengan penyelenggaraan negara, yaitu
ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme. Kedua, yang bersifat lebih umum, yaitu ketetapan MPR No.
VI/MPR/2001 tentang etika kehidupan berbangsa.

Etika kehidupan berbangsa dapat dikatakan sebagai norma etik negara. Dalam
ketetapan nya tersebut dinyatakan bahwa etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan
yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal dan nilai nilai luhur
budaya bangsa yang tercerminkan dalam pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir,
bersikap, dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa pancasila merupakan salah satu
sumber etika kehidupan berbangsa. Sumber etika berbangsa lainnya adalah ajaran agama.
Pancasila merupakan sumber etika kehidupan berbangsa karena didalam nya terkandung nilai
nilai luhur budaya indonesia. Ketut Rindjin (2010) mengatakan ketetapan tentang etika
kehidupan berbangsa dapat dipandang sebagai pengganti ketetapan MPR Tahun 1978 tentang
P4.

Adapun Bidang kehidupan yang sangat perlu adanya etika :

a. Etika Sosial Dan Budaya


Etika ini bertolak belakang dari rasa kemanusiaan yang mendalam dengan
menampilkan kembali skkap jujur, saling peduli, saling memahami, saling
menghargai, saling mencintai, dan saling tolong menolong di antara sesama manusia
dan warga bangsa.
Sejalan dengan itu, perlu menumbuhkan kembali budaya malu, yakni malu
berbuat kesalahan dan semua yang bertentangan dengan moral agama dan nilai nilai
luhur budaya bangsa. Untuk itu juga perlu ditumbuhkembangkan kembali budaya
ketauladanan yang harus diwujudkan dalam perilaku para pemimpin baik formal
maupun in formal pada setiap lapisan masyarakat.
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan dan mengembangkan kembali
kehidupan berbangsa yang berbudaya tinggi dengan mengunggah, menghargai dang
mengembangkan budaya nasional yang bersumber dari budaya daerah agar mampu
melakukan adaptasi, dan ingteraksi dengan bangsa lain tindakan proaksi sejalan
dengan tuntutan globalisasi. Untuk itu, diperlukan penghayatan dan pengamalan
agama yang benar, kemampuan adaptasi, ketahanan, dan kreativitas budaya dari
masyarakat.
b. Etika Politik dan Pemerintahan
Etika ini dimaksudkan untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih, efisien,
efektif serta menumbuhkan suasana politik yang demokratis yang dicirikan
keterbukaan, rasa tanggung jawab, tanggap akan aprisiasi rakyat, menghargai
perbedaan, jujur dalam persaingan, kesediaan untuk menerima pendapat yang lebih
benar, serta menjunjung tinggi hak asasi manusia dan keseimbangan hak dan
kewajiban dan kehidupan bernegara.
Masalah potensial yang dapat menyebabkan permusuhan dan pertentangan
haruslah diselesaikan secara musyawarah dengan penuh kearifan dan kebijaksaan
sesuai nilai nilai luhur agama dan budaya, dengan tetao menjunjung tinggi pernbedaan
sebagai sesuatu yang manusiawi dan alamiah.
Etika Politik dan pemerintahan diharapkan mampu menciptakan suasana
harmonis antar kekuatan sosial politik atau kelompok kepentingan untuk mencapai
sebesar besarnya kemajuan bangsa dan negara dengan mendahulukan kepentingan
bersama melenihi kepentingan pribadi atau golongan.
Etika ini diwujudkan dalam bentuk sikap yang jujur, bertata krama dalam perilaku
politik yang toleran, berpura pura, tidak arogan, jauh dari sikap munafik serta tidak
melakukan kebohongan publik, tidak manipulatif dan berbagai tindakan yang tidak
terpuji lainnya.
c. Etika ekonomi dan bisnis
Etika dimaksudkan agar prinsip dan perilaku ekonomi, baik oleh
pribadi,institusi, maupun pengambilan keputusan dalam bidang ekonomi dapat
melahirkan kondisi dan realitas ekonomi yang bercirikan persaingan
yang jujur, berkeadilan, mendorong berkembangnya etos kerja ekonomi,
daya tahan ekonomi dan kemampuan saing, dan terciptanya suasana
kondusif untuk pemberdayaan ekonomi yang berpihak kepaeda rakyat
kecil melalui kebijakan yang berkesinambungan.
d. Etika Penegakan Hukum Yang Berkeadilan
Etika ini dimaksudkan untuk menumbuhkan kesadaran bahwa
tertib sosial, ketenangan dan keteraturan hidup bersama hanya dapat
diwujudkan dengan ketaatan terhadap hukum dan seluruh peraturan
yang ada. Etika ini meniscayakan penegakan hukum secara adil,
perlakuan yang sama dan tidak diskriminatif terhadap setiap
warganegara dihadapan hukum, dan menghindarkan penggunaan
hukum secara salah sebagai alat kekuasaan dan bentuk-bentuk
manipulasi hukum lainnya.
e. Etika Keilmuan
Etika keilmuan dimaksudkan untuk menjunjung tinggi nilai-nilai
kemanusiaan,ilmu pengetahuan dan teknologi agar warga bangsa mamu
menjaga harkat dan martabatnya,berpijak kepada kebenaran untuk
mencapai kemaslahatan dan kemajuan sesuai dengan nilai-nilai agama
dan budaya. Etika ini diwujudkan secara ribadi maupun kolektif dalam
karsa,cita dan karya, yang tercermin dalam perilaku
kreatif,inovatif,inventif,dan komunikatif dalam kegiatan
membaca,belajar,meneliti,menulis,berkarya,serta menciptakan iklim
kondunsif bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
f. Etika Lingkungan
Etika lingkungan menegaskan pentingnya kesadaran
menghargai dan melestarikan lingkungan hidup serta penataan tata
ruang secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.

C. Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila


sebagai Sistem Etika
1. Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih
berbentuk sebagai Philosofische Grondslag atau Weltanschauung.
Artinya, nilai-nilai Pancasila belum ditegaskan ke dalam sistem etika,
tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan hidup masyarakat.
Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai kemandirian
bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari
(berdiri di atas kaki sendiri).
Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika
disosialisasikan melalui penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam
wadah BP-7. Ada banyak butir Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila
Pancasila sebagai hasil temuan dari para peneliti BP-7. Untuk
memudahkan pemahaman tentang butir-butir sila Pancasila dapat dilihat
pada tabel berikut (Soeprapto, 1993: 53--55).
Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam
dalam hiruk-pikuk perebutan kekuasaan yang menjurus kepada
pelanggaraan etika politik. Salah satu bentuk pelanggaran etika politik
adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara negara di legislatif,
eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau
kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan
penyelenggara negara.

2. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan
dalam kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang
Minangkabau dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh
pembuluh, bulat kata oleh mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan
local yang bertebaran di bumi Indonesia ini sehingga memerlukan
penelitian yang mendalam.
3. Sumber Politik
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma
dasar (Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan
perundanganundangan di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu
suatu norma yang berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh
kekuatannya dari suatu norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan
semakin abstrak sifatnya, dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan
semakin konkrit norma tersebut (Kaelan, 2011: 487). Pancasila sebagai sistem etika
merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang sifatnya abstrak, sedangkan perundang-
undangan merupakan norma yang ada di bawahnya bersifat konkrit.
Etika politik mengatur masalah perilaku politikus, berhubungan juga dengan
praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur sosial, politik, ekonomi.
Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan
hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dimensi sarana
memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar
pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari instituisi-
institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai
pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas rasionalitas
tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku mempunyai
orientasi situasi dan paham permasalahan (Haryatmoko, 2003: 25 – 28).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika, pada
umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk).
2. Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila untuk
mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia.
Etika pancasila di perlukan meliputi 4 hal : Korupsi, Pelanggaran HAM, Dekadensi
Moral dan Perusakn Lingkungan.
3. Etika pancasila pada sumber historis nya di bagi menjadi tiga : Orde lama yang
merupakan etika yang masih berbentuk Philosofische Grondslag. Pada orde baru etika
pancasila disosialisasikan berbentuk penatran P4. Sedang kan pada masa reformasi
etika pancasila tenggelam pada etika berpolitik.
4. Etika Pancasila sumber Sosiologis merupakan sumber yang dimana mencari
penyelesaian masalah melaui mufakat atau musyawarah.
5. Etika Pancasila Sumber Politik Etika politik mengatur masalah perilaku politikus,
berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur
sosial, politik, ekonomi. Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi
politik itu sendiri.
DAFTAR PUSTAKA

Winarno.2016.Paradigma Baru Pendidikan Pancasila.Jakarta:Bumi Medika

Anda mungkin juga menyukai