Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Pancasila


Dosen Pengampu : Dr. Ahmad Samawi, MHum

Risal Fadhil Rahardiansyah

PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS NEGERI MALANG

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya sehingga kelompok saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pancasila sebagai Sistem Etika tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk memenuhi tugas dari dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
Saya ucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ahmad Samawi, MHum selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Pancasila yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan pada bidang Pendidikan Pancasila. Saya ucapkan terima kasih juga
kepada semua pihak yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga kita dapat
menyelesaikan tugas ini.
Kami menyadari bahwa makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Maka dari itu, kami meminta kritik dan saran diharapkan demi kesempurnaan makalah ini.
Dan kami berharap semoga para pembaca dapat menambah pengetahuan dari maklah yang
kami buat.

Malang, 13 November 2021

Penyusun

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
BAB I.....................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..................................................................................................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah........................................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................................1
PEMBAHASAN....................................................................................................................................2
2.1 Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika....................................................................2
2.2. Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika.....................................3
2.2.1 Alasan Pancasila sebagai Sistem Etika...........................................................................3
2.2.2 Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika..........................................6
2.3 Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika..................................................................8
2.3.1 Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika......................................................................8
2.3.2 Esensi Pancasila sebagai sistem etika............................................................................9
BAB III................................................................................................................................................10
PENUTUP............................................................................................................................................10
3.1 KESIMPULAN....................................................................................................................10
3.2 SARAN................................................................................................................................10
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................................11

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pancasila memiliki peran - peran yang sangat penting bagi masyarakat berbangsa dan
bernegara di Indonesia. Peran Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila sebagai cita – cita
bangsa, Pancasila sebagai pedoman atau landasan hidup bagi bangsa Indonesia, dan Pancasila
sebagai jiwa bangsa Indonesia. Pancasila sebagai sistem etika tujuannya untuk
mengembangkan dimensi moral pada setiap individu sehingga dapat mewujudkan sikap yang
baik dalam berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.

Menurut Aristoteles, pengertian etika menjadi dua yaitu Terminius Technikus dan
Manner and Custom. Terminius Technikus merupaka etika yang dipelajari sebagai ilmu
pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia. Sedangkan
Manner and Custom merupakan suatu pembahasan etika yang berhubungan atau berkaitan
dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat dalan kodrat manusia atau in herent in
human nature yang sangat terkait denag arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku atau
perbuatan manusia.

Etika Pancasila adalah cabang yang terkandung dalam sila Pancasila digunakan untuk
mengatur kehidupan masyarakat berbangsa, dan bernegara di Indonesia. Dalam etika
Pancasila dikemukakan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Bagaimana Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika?
1.2.2 Apa Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika?
1.2.3 Apa Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika?

1.3 Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika.
1.3.2 Untuk mengetahui Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem
Etika.
1.3.3 Untuk mengetahui Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Etika merupakan ilmu tentang kesusilaan dan perilaku manusia yang
berhubungan dengan orang lain sesuai prinsip dan aturan tentang tingkah laku yang
benar. Secara etimologis, kata etika berasal dari bahasa Yunani yaitu "Ethikos" yang
artinya berasal dari suatu kebiasaan. Etika berkaitan dengan nilai yang baik maupun
buruk perilaku manusia, dan kebiasaan seseorang melakukan hal yang baik. Etika
meliputi norma-norma yang berasal dari nurani setiap manusia untuk kebaikan
bersama dimana norma tersebut akan menjadi pedoman atau aturan manusia dalam
bertingkah laku.

Pancasila sebagai sistem etika berasal dari nilai- nilai yang terkandung dalam
kelima sila di Pancasila mulai dari ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan,
dan keadilan. Pada nilai ketuhanan menciptakan nilai spiritual dan taat beribadah
untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, serta toleransi kepada yang berbeda
keyakinan. Pada nilai kemanusiaan menciptakan kerjasama dan tolong menolong
kepada orang lain. Pada nilai persatuan menciptakan sikap solidaritas dan cinta tanah
air. Pada sila kerakyatan menciptakan nilai untuk menghargai setiap perbedaan
karena Indonesia yang sangat beragam. Sedangkan pada nilai keadilan menciptakan
sikap peduli terhadap sesama. Nilai- nilai yang terkandung dalam Pancasila
merupakan cita- cita bangsa Indonesia, sehingga bangsa Indonesia harus
mewujudkan dalam kehidupan sehari- hari. Etika pancasila akan membetuk
kepribadian dengan nilai dan kebiasaan yang akan tumbuh dalam masyarakat.

Dalam etika terdapat tiga aliran yaitu :

1. Aliran Deontologi yang menjelaskan tentang perilaku yang baik atau buruk dan
sesuai atau tidak dengan kewajiban yang harus dilakukan.

2. Aliran Teleologi yang menjelaskankan bahwa berdasarkan tujuan atau akibat


perbuatan dapat mengetahui baik ataupun buruknya perilaku.

2
3. Aliran Keutamaan yang menjelaskan dalam diri seseorang terdapat pengembangan
kualitas moral.

Pancasila sangatlah penting sebagai sistem etika karena dapat menjadi aturan
untuk semua bangsa Indonesia sesuai dengan nilai- nilai Pancasila sehingga terwujud
cita-cita bangsa, dan memberikan kenyamanan serta kesejahteraan bersama. Namun
saat ini masih banyak sekali pelanggaran atau kejahatan yang tidak sesuai dengan
nilai- nilai Pancasila seperti pejabat yang korupsi, pelanggaran HAM, dll.

2.2. Alasan dan Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika
2.2.1 Alasan Pancasila sebagai Sistem Etika

Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila
untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai ketuhanan,
kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai tersebut membentuk
perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.
Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika
kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan teleologis
termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan karena etika Pancasila
tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan, kesederhanaan, keteguhan, dan
keadilan. Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh
kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal – rasa – kehendak
yang berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan memelihara
nilai-nilai hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius. Kesederhaaan artinya
membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal kenikmatan. Keteguhan
artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam menghindari penderitaan.
Keadilan artinya memberikan sebagai rasa wajib kepada diri sendiri dan manusia lain,
serta terhadap Tuhan terkait dengan segala sesuatu yang telah menjadi haknya (Mudhofir,
2009: 386).

Etika Pancasila tidak memposisikan secara berbeda atau bertentangan dengan


aliran-aliran besar. Etika yang mendasarkan pada kewajiban, tujuan Tindakan dan

3
pengembangan karakter moral namun justru merangkum dari aliran-aliran besar tersebut.
Etika Pancasila adalah etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai
Pancasila, yaitu nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Kerakyatan dan Keadilan. Jadi
mengapa Pancasila menjadi sistem Etika? Dikarenakan nilai-nilai Pancasila meskipun
merupakan kristalisasi nilai yang hidup dalam realitas sosial, keagamaan, maupun adat
kebudayaan bangsa Indonesia, namun sebenarnya nilai-nilai Pancasila juga bersifat
universal dapat diterima oleh siapapun dan kapanpun.

Pancasila sebagai sistem etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur
sistem penyelenggaraan negara. Anda dapat bayangkan apabila dalam penyelenggaraan
kehidupan bernegara tidak ada sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi
para penyelenggara negara, niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa
Pancasila sebagai sistem etika itu diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara
di Indonesia, meliputi hal-hal sebagai berikut:

1. Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda


sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak
mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang
melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah.
Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-nilai
Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan. Contoh-contoh dekadensi
moral, antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan tanpa batas, rendahnya rasa
hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran, tawuran di kalangan para pelajar.
Kesemuanya itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai moral dalam kehidupan bangsa
Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika diperlukan kehadirannya
sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter di sekolah-sekolah.
2. Korupsi akan semakin merajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki
rambu-rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak
dapat membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk
(good and bad). Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria
baik (good) dan buruk (bad). Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan
bahwa baik dan buruk merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu
eksis dalam kehidupan manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan
buruk selalu muncul. Ketika seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk

4
melakukan tindakan buruk (korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja.
Oleh karena itu, simpulan Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan
keburukan” (Bahm, 1998: 58).
3. Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran pajak.
Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan pajak
dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila sebagai
sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar memenuhi
kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang tinggi maka
program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan dapat dijalankan dengan
sumber penerimaan dari sektor perpajakan. Berikut ini diperlihatkan gambar tentang
iklan layanan masyarakat tentang pendidikan yang dibiayai dengan pajak.
4. Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di Indonesia
ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak lain. Kasus-
kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti penganiayaan
terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim oleh pihak-
pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan lain-
lain. Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai-nilai
Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping
diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika
ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat Undang-Undang No. 39
Tahun 1999 tentang HAM).
5. Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan manusia,
seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang, global
warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut menunjukkan
bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika belum mendapat
tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa ini cenderung
memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang sendiri, keuntungan
sesaat, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari perbuatannya. Contoh yang
paling jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga menimbulkan kabut asap. Oleh
karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu diterapkan ke dalam peraturan
perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku pembakaran hutan, baik
pribadi maupun perusahaan yang terlibat. Selain itu, penggiat lingkungan dalam

5
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara juga perlu mendapat
penghargaan. Lingkungan hidup yang nyaman melahirkan generasi muda yang sehat
dan bersih sehingga kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara menjadi
lebih bermakna

2.2.2 Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika

Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam


penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

Pertama, pada zaman Orde Lama, Pancasila diterapkan sebagai ideologi liberal
yang kenyataannya tidak dapat menjamin stabilitas pemerintahan. Pemilu dalam masa
ini diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak partai politik,
tetapi dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI), Partai
Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama (PNU), dan Partai
Komunis Indonesia (PKI). Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde
Lama mengikuti sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru
bahwa pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu liberal karena
pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung
otoriter.

Kedua, pada zaman Orde Baru sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk
penataran P-4. Pada zaman Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia
seutuhnya sebagai cerminan manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai
dengan nilai-nilai Pancasila. Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde
Baru, artinya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara
kodrati bersifat monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan
makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi
memiliki emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan
tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup. Manusia sebagai
makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin maju dan sejahtera.
Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama dengan orang lain, baik
langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara selaras, serasi, dan seimbang

6
(Martodihardjo, 1993: 171). Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-
pluralis yang terdiri atas susunan kodrat: jiwa dan raga; Kedudukan kodrat: makhluk
Tuhan dan makhluk berdiri sendiri; sifat kodrat: makhluk sosial dan makhluk
individual. Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan
merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat persoalan,
pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila. (Notonagoro dalam Asdi, 2003: 17-
18).

Namun pada era Orde Baru ini Pancasila tidak berada dan memihak pada kekuatan
rakyat melainkan kepemimpinan berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno.
Sehingga terjadi berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam
konstitusi yang berakibat pada ke-otoriteran presiden Soekarno yang menjadi presiden
seumur hidup dan membuat politik konfrontasi, dan menggabungkan nasionalisme,
agama, dan komunis yang ternyata tidak cocok dalam kehidupan Negara Indonesia.
Hal ini dibuktikan dengan kemerosotan moral Sebagian masyarakat yang sudah tidak
mengimplementasikan nilai-nilai Pancasila dan berusaha untuk menggantikan
Pancasila dengan ideologi lain serta terjadi masalah -masalah yang memprihatinkan
seperti kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang semakin merosot.

Ketiga, sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia
demokrasi. Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa
dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan, serta
machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian Effendi,
Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan Simposium Nasional
Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan Pembangunan
Nasional (2006: xiv) mengatakan sebagai berikut: “Bahwa moral bangsa semakin hari
semakin merosot dan semakin hanyut dalam arus konsumerisme, hedonisme,
eksklusivisme, dan ketamakan karena bangsa Indonesia tidak mengembangkan
blueprint yang berakar pada sila Ketuhanan Yang Maha Esa”.

Eksistensi Pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang


substansinya belum mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung
dengan baik karena Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana
mestinya. Banyak masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami

7
makna sesungguhnya pada masa reformasi Pancasila sebagai reinterpretasi yaitu
Pancasila harus selalu diinterpretasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman
yang berarti dalam menginterpretasikan nya harus relevan dan kontekstual dan harus
sinkron atau sesuai dengan kenyataan pada zaman saat ini agar Pancasila sebagai
sistem etika tetap berjalan sesuai dengann butir butir yang dikandungnya.

2.3 Tantangan dan Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika


2.3.1 Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika

Sejak terjadinya krisis multidimensi, muncul ancaman yang serius terhadap


persatuan dan kesatuan bangsa dan terjadinya kemunduran dalam pelaksanaan etika
politik, yang melatarbelakangi munculnya TAP MPR No. VI Tahun 2001 tentang
etika kehidupan berbangsa. Krisis multi dimensi mengakibatkan terjadinya konflik
sosial yang berkepanjangan , demonstrasi  di mana-mana, munculnya keinginan rakyat
untuk integrasi bangsa, dan lain-lain. Hal ini akibat dari menurunnya sikap sopan
santun dan budi luhur dalam pergaulan sosial, menurunnya tingkat kejujuran dan
amanah dalam kehidupan berbangsa.

Pertama, Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama
berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam
penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut
tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat
musyawarah untuk mufakat.

Kedua, Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru
terkait dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan
penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan sosial karena
nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok
tertentu.

8
Ketiga, Tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa
eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya,
munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan
kebebasan berdemokrasi.

2.3.2 Esensi Pancasila sebagai sistem etika


Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:

1. Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa Tuhan
sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga negara harus
didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma agama.

2. Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia yang
mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan actus homini,
yaitu tindakan manusia yang biasa.

3. Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai warga
bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan individu atau
kelompok.

4. Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat. Artinya,
menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.

5. Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan perwujudan
dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata (deontologis) atau
menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih menonjolkan keutamaan
(virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan itu sendiri.

9
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Perlunya Pancasila sebagai sistem etika dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara bertujuan untuk :

a. Memberikan landasan etik moral bagi seluruh komponen bangsa dan menjalankan
kehidupan kebangsaan dalam berbagai aspek.
b. Menentukan pokok-pokok etika kehidupan berbangsa, bernegara, dan bermasyarakat.
c. Menjadi kerangka acuan dalam mengevaluasi pelaksaan nilai-nilai etika dan moral
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

3.2 SARAN
Menyadari bahwa kami masih jauh dari kata sempurna, untuk ke depannya kami
sebagai penulis akan berusaha untuk membuat makalah dengan lebih baik lagi.
Demikianlah makalah ini kami buat, semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan
pembaca sekalian. Kami mohon maaf jika ada kesalahan ejaan dalam penulisan kata dan
kalimat yang kurang jelas, kurang dimengerti dan lugas. Dan kami juga mengharapkan
saran dan kritik dari pembaca sekalian demi kesempurnaan makalah ini

10
11
DAFTAR PUSTAKA

Anneke Sato: Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai sistem Etika serta Pancasila dan Ideologi
Nasional (annekesato2330.blogspot.com)

Dinamika Pancasila Era Orde Lama, Orde Baru, & Reformasi - Pustaka Pemikir

https://www.dosenpendidikan.co.id/etika-adalah/

https://www.maxmanroe.com/vid/umum/pengertian-etika.html

https://ummaspul.e-journal.id/Edupsycouns/article/view/1327

http://septianludy.blogspot.com/2014/07/pancasila-sebagai-sistem-etika-part-
2.html#:~:text=Nilai%20dasar%20yang%20menjadi%20sumber,nilai%20yang
%20terkandung%20dalam%20Pancasila.&text=Dalam%20kajian%20etika%20dikenal
%20tiga,yaitu%20deontologi%2C%20teleologi%20dan%20keutamaan

11

Anda mungkin juga menyukai