Anda di halaman 1dari 25

Masyarakat Melayu yang berada di Sumatera Utara di kota Medan di kenal dalam

sejarahnya dengan identitas Melayu Deli. Hubungan budaya Melayu dengan agama

Islam sangat kuat dan berpengaruh di dalam konteks pemerintahan kerajaan dan serta

pola hidup masyarakat disekitarnya.

Masjid Al-Mashun atau Masjid Raya yang berada di Medan Provinsi Sumatera

Utara ini adalah salah satu masjid peninggalan masa pemerintahan kerajaan Melayu

Deli. Sebagai Identitas budaya yang di kenal sebagai salah satu simbol kejayaan

kerajaan Kesultanan Deli pada masa pemerintahan Sultan Ma’mun Al- Rasyid

Perkasa Alamsyah 1873 M.

Pada masa itu perdagangan tembakau semakin maju dan kemakmuran

Kesultanan Deli pada puncaknya. Beliau mendirikan Istana Maimoon, Masjid

Raya dan Balai Kerapatan Tinggi serta fasilitas-fasilitas kepentingan umum

(Baiduri, masjid raya al ma’shun medan, tinjauan arsitektural dan ornamental, 2012).

Masjid Raya Medan tersebut begitu agung dan keindahannya memukau.

Ditinjau dari aspek pisik arsitektur bangunannya memiliki keunikan tersendiri. Siapa

yang melihatnya akan terpukau untuk ikut merasakan keindahannya. Terlepas

dari fungsi masjid dari konsep agama dan ibadah, salah satu unsur yang dapat

dijadikan sebagai nilai artistik serta terhubung dengan nilai tradisi diantaranya
adalah sejumlah ornamen-ornamen yang dianggap sebagai identitas baik kekuasaan

maupun ideologi dari salah satu khas budaya.

Hampir di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tertatah dengan ulir-ulir

sejumlah ornamen sebagai sebuah lambang kemegahan dan keindahan. Dibalik

ornamen-ornamen tersebut tentunya melekat makna yang terkandung dari unsur

pilosofis . Akan tetapi, benarkah ciri-ciri khas suku Melayu tersebut benar-benar

murni sebagai hak kepemilikkan suatu budaya yang tertatah dalam dekorasi masjid

Al-Mashun tersebut, atau masih terdapat pemiuhan akulturasi budaya sehingga

dapat diketahui bahwa adanya kontribusi lain atau kepentingan kedaulatan pada

masa itu sehingga melatar belakangi corak ornamennya.

Keterkaitan apapun yang ada didalamnya fakta pisik sebagai bentuk yang

berwujud memberikan nuansa tersendiri bagi siapa saja yang dapat menikmatinya

secara visual. Artinya jika kita tidak mementingkan kedudukan khasnya suatu suku

atau tradisi tertentu tidaklah sangat menjadi persoalan. Karena keindahan bersifat

subyektif. Siapa pun boleh menaruh tinggi rendah nya nilai yang tercipta dari

keberadaan bentuk keindahan yang di apresiasi.

Sangat berbeda pula jika kita melihat kedudukan ornamen tersebut bukan hanya

berfungsi sebagai dekorasi belaka, tetapi memikul sederetan ideologi yang di

bangun semenjak nenek moyang. Tentunya keterkaitan konsep budaya dengan

tatanan kehidupan merupakan sebuah citra luhur yang di usung dalam simbolsimbol

yang dilambangkan secara visualisasi atau berwujud gambaran atau bentuk.

Sehingga terkadang kedudukan simbol dapat menjadi paling utama.


Kenyataannya ornamen tersebut tidaklah di pandang sederhana seakan cukup hanya

sebagai pengisi ruang kosong agar media tampak menjadi lebih indah, akan tetapi

jauh dari itu struktur budaya dari suatu suku bahwa simbolsimbol tersebut

merupakan sebagai sebuah rumusan ideologi.

Dalam hal ini penulis melihat fenomena yang terkait bahwa ornamen yang

melekat di setiap sudut masjid Al-Mashun tersebut tentu membawa arti penting

seperti kandungan makna di balik bentuk-bentuk yang ada dengan memberikan

tujuan maksud tersendiri. Dilain pihak kontekstual sosial baik masyarakat suku

Melayu Deli sendiri maupun orang lain di luar suku Melayu memahami ornamen

masjid Al-Mashun tersebut sebagai sesuatu nilai yang berbeda.

Kehadiran ornamen di dalam budaya membentuk kedudukan yang bersifat

otoritas, hak kepemilikan hanya suatu suku saja. Citra luhur yang di anggap sebagai

nilai-nilai kebaikan, keagungan, keyakinan dan lain sebagainya yang digambarkan

melalui simbol-simbol atau lambang, sering dijadikan sebagai sebuah keakuan.

Ciri-ciri khas yang dapat dikenali karena adanya keakuan dan identitas tersebut,

lewat kehadiran ornamen-onamen maka akan ditemukan pemahaman bahwa suatu

suku menyatakan “kita bangga karena kita memiliki keluhuran“. Dalam catatan

diatas, penulis berasumsi bahwa ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-

Mashun Medan tersebut didirikan atas kepentingan pihak Kesultanan sendiri sebagai

Adikuasa dan bentuk ornamen di masjid Al-Mashun merupakan wajah kejayaan

Suku Melayu Deli. Kemudian fungsi lain sebagai nilai-nilai yang menyangkut

Keagungan Tuhan.
Kesimpulan sementara yang menjadi pertanyaan penulis atas dua hal, yang

pertama yakni terkaitnya ornamen-ornamen yang ada di masjid raya Al-Mashun

Medan tersebut berhubungan langsung dengan nilai-nilai kebudayaan yang dimiliki

oleh Sultan Ma’mun Al- Rasyid Perkasa Alamsyah sebagai suku melayu. Yang

kedua ornamen-ornamen itu sendiri justru aslinya berasal dari Negaranegara Islam

yang berbeda-beda. Sehingga muncul dugaan sementara penulis bahwa ornamen-

ornamen yang diletakkan di setiap bagian masjid justru mengutamakan hal-hal yang

berhubungan dengan religi.

Ornamen yang ada di setiap bahagian masjid Al-Mashun atau yang di kenal

dengan masjid raya Medan ini, memiliki nilai-nilai keindahan yang pantas

mendapatkan kualitas keagungan. Disamping corak dan gaya, ornamen tersebut

dipahami sebagai wujud bentuk untuk menandai penghargaan tertinggi buat Masjid

Al-Mashun.

Ornamen yang diketahui sebagai penghias dan pelengkap untuk memberikan

nilai keindahan pada sebuah media, dalam hal ini kajian seni rupa yang mengukur

unsur bentuk, media, tekstur, motif atau tipe, warna bahkan sampai pada tafsir

makna. Dibagian badan masjid Al-Mashun terdapat corak ornamen dengan berbagai

motif. Dengan pemahaman agama Islam yang benar bahwa setiap unsur yang

terdapat pada masjid di peroleh dari pertimbangan Islam. Jadi ornamen-ornamen

yang di buat tidak hanya memperhitungkan keindahan belaka, akan tetapi sarat

dengan nilai-nilai agama Islam, dan sebagai lambang pencitraan penguasa.


Sejarah menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid Al-Mashun telah

ditentukan oleh Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah sendiri. Pada masa itu

kesultanan tidak memiliki arsitek khusus dari Bangsa Melayu yang mampu

membangun sesuai dengan keinginan. Kesultanan harus meminta seorang arsitek

Belanda bernama T.H. Van Erp. Arsitek ini adalah seorang perwira Zeni

Angkatan Darat KNIL yang banyak mendesain bangunan-bangunan besar di

Jakarta.

Karakter merupakan kecenderungan sifat atau bentuk dalam pendekatan

kemiripan, kekhasan, kesamaan makna, individual. Dari pandangan umum ornamen

yang ada di setiap bagian Masjid Al-Mashun tentunya memperindah bangunan

masjid. Karakternya tentu menambah kekuatan nilai estetikanya sehingga didapati

nilai keindahan, kelembutan, keceriaan, kemewahandan kemegahan. Dari tampilan

karakter inilah dapat dianalisa kandungan makna apa yang dapat nantinya diketahui.
2.1.2 Masjid Al-Mashun Medan

Gambar 4, Masjid Al-Mashun Medan ( koleksi pribadi)

Berdirinya Istana Maimun (maimoon) pada tanggal 26 Agustus 1888, setelah

pusat Ibukota Kesultanan Deli kembali ke Medan. Istana Maimun ditempati pada

tanggal 18 Mei 1891 M. Kemudian Gedung Kerapatan Tinggi sebagai Mahkamah

Keadilan Pemerintahan Sultan didirikan pada tahun 1906 M.

Berikutnya didirikanlah Masjid Al-Mashun atau yang dikenal dengan masjid Raya

Medan pada tanggal 21 Agustus 1906 M sebagai masjid kerajaan.

Sebagaimana lazimnya bangunan istana kerajaan Islam semenjak dahulu selalu

dikaitkan dengan masjid. Istana Maimun merupakan bentuk kejayaan budaya

Melayu Deli yang beragama Islam, maka masjid didirikan dalam kawasan istana,

berjarak dari istana lebih kurang dua ratus meter, sebagai kepentingan ibadah

sekaligus sebagai identitas budaya.


Kembalinya pusat pemerintahan Deli dari Labuhan Deli ke Medan maka segala

fasilitas prasarana kesultanan dibangun. Yang memerintah kesultanan pada saat itu

adalah Sultan Ma’mun Al-Rasyid Perkasa Alamsyah (1873-1924).

Kerajaan Deli semakin maju pesat dalam perdagangan tembakau, pada saat inilah Deli

pada puncak kejayaannya.

Setelah berdiri Istana Maimun tanggal 26 Agustus 1888 M dan ditempati pada

tanggal 18 Mei 1891 M dan bangunan-bangunan fasilitas kesultanan lainnya,

setelahnya dibangun pulalah masjid megah dalam wilayah lingkungan istana.

Sebelum masjid dibangun terlebih dahulu dibangun kolam Raja yang berjarak lebih

kurang dua ratus meter dari istana Maimun dan lebih kurang lima puluh meter dari

masjid Al-Mashun. Letaknya sebelah utara dari masjid. Penggalian tanah kolam

diangkut untuk menjadi timbunan dasar tanah masjid yang berikutnya akan

dibangun. Strategis dari tiga bangunan yang fundamental ini menunjukkan adanya

nilai-nilai sejarah citra seorang bangsawan yang dapat membaur dengan

masyarakatnya serta menjunjung tinggi kedaulatan. Alasan tersebut melihat area

yang terpisah antara Istana Maimun, masjid Al-Mashun dan Kolam Raja. Strategis

setiap bangunan ini memiliki kepentingan fungsi yang berbeda. Istana Maimun

merupakan tempat pusat Pemerintahan Kesultanan sekaligus tempat tinggal Sultan

yang merupakan adanya ruang lingkup antara pejabat kerajaan, cukup pada wilayah

Pemerintah saja. Sedangkan kolam raja adalah tempat rileksasi Sultan beserta

keluarganya dan tamu kehormatan ketika mengadakan acara tertentu bahkan

menurut nara sumber sering juga Sultan mengadakan undangan kepada masyarakat
dan melaksanakannya diareal kolam tersebut. Sementara kedudukan masjid Al-

Mashun juga bukanlah bangunan yang hanya dikhususkan sebagai fasilitas

Kesultanan semata. Masjid dibangun justru memperkuat strategis hubungan

kesultanan dengan petinggi agama Islam dan masyarakat. Komunikasi ini dijalin

untuk membentuk interpensi masyarakat dengan Pemerintahan Kesultan terjalin

lebih dekat dan erat. Konsep ini dibentuk sebagai gambaran bahwa Sultan Ma’mun

Al-Rasyid Perkasa Alamsyah memiliki kedaulatan yang kuat, bersahabat, bijaksana

dan agamais.

T.H. Van Erp, salah seorang perwira Zeni Angkatan Darat KNIL adalah yang

merancang dan mengerjakan masjid Al-Mashun, setelah mengerjakan Istana

Maimun. Ketika itu belum ada perancang lokal yang mampu membuat

bangunanbangunan megah. Karena hubungan diplomatik dan dagang dengan

Belanda terjalin yang disebut sebagai “Politik Kontrak Panjang” (Lange Politiek

Contract), kemudahannya kesultanan harus mencari desainer dari belanda.

Selanjutnya prosesnya dikerjakan oleh JA Tingdeman, ketika itu Van Erp dipanggil

ke Jawa dari pemerintah Hindia Belanda untuk bergabung dalam proses restorasi

Candi Borobudur.

Pada tanggal 26 Agustus 1906 maka didirikanlah masjid Al-Mashun


Medan dan diresmikan pada hari Jumat tanggal 10 September 1990 M. Van Ronkel

dalam artikelnya di majalah NION menyebutkan Medan Kota Raja terkenal dengan

kekayaan dan keindahan masjidnya dengan judul “moskeen Van

Batavia”( Ratih, dari husny 1975, 2012:26)

MENARA
PINTU GERBANG

PERKUBURAN

TEMPAT WUDHU

U
MASJID AL-MASHUN

Gambar 6, denah area masjid Al-Mashun (sket ulang dari ratih:hal 40)

Pembiayaan pembangunan fasilitas kerajaan Deli ini diambil dari kas

perbendaharaan kerajaan (lanschapskas) dan tidak darimana pun. Tetapi catatan ada

menyebutkan sumbangan dana sepertiga diperoleh dari Tjong A Fie yang

berhubungan baik degan kesultanan. Wajar saja demikian karena Tjong A Fie

dipercayakan Sultan Untuk memenuhi mobiler petani tembakau serta kebutuhan

pangan yang diperkerjakan oleh sultan diwilayah Deli. Barang-barang tersebut

didatangkan dari cina. Tjong A fie juga membangun masjid Petisah, dan ada

beberapa masjid didaerah Spirok (Tapanuli Selatan) dan juga di Sumatera Barat.
Beliau adalah tokoh Cina perantauan, diangkat sebagai Kapten Cina oleh Kolonial

Belanda (Ratih,dari sinar, 2012:27). Tempat tinggal Tjong A Fie lebih kurang dua

kilo meter dari istana Maimun arah lintang barat.

Nama masjid Raya Al-Mashun diartikan sebagai masjid yang dipelihara Allah

SWT. Dalam rangka peresmiannya untuk pertama dilaksanakan shalat Jumat oleh

kesultanan Deli serta para pembesar-pembesar dari Langkat dan Negeri Serdang.

Masjid ini di kenal dengan Masjid Raya Medan. Sekarang persisnya antara jalan

sisingamangaraja, jalan masjid raya dan jalan mahkamah.

Keagungan masjid Al-Mashun ini menjadikan Sumatera Utara memiliki ikon

sebagai kota budaya Melayu Islam dan merupakan salah satu peninggalan budaya

yang masih hidup dan difungsikan (living monument).

DESKRIPSI ORNAMEN MASJID AL-MASHUN MEDAN

3.2.1 Gambaran umum

Sebelum memberikan data letak dan posisi ornamen, terlebih dahulu diuraikan

area serta keadaan masjid Al-Mashun secara umum. Masjid raya Medan terletak di

Kelurahan Aur Kecamatan Medan Baru Kotamadya Medan. Dari sebelah Barat

dibatasi dengan jalan Mahkamah, di sebelah Utara dibatasi oleh jalan Masjid Raya,

dan disebelah Selatan dibatasi jalan Sipiso-piso.


Area masjid dibatasi oleh pagar tembok dan besi dengan luas 13200 m 2 . Pintu

gerbang terdapat pada arah timur laut dengan memiliki dua ruangan. Dua ruangan

ini sekarang difungsikan sebagai kantor pemeliharaan dan pelestarian masjid Al-

Mashun.

Masjid sebagai titik sentral maka dapat dilihat bangunan utama dan bangunan

pendamping. Bangunan utama adalah masjid Al-Mashun sendiri sedangkan

bangunan pendamping diantaranya adalah tempat wudhu (tempat air bersuci

sebelum shalat), menara masjid (sebagai tempat pengeras suara bilal yang

mengomandangkan azan), serta area perkuburan pembesar Sultan dan pintu

gerbang.

3.2.2 Urutan perbagian Ornamen

Urutan perbagian ini melihat kapasitas ornamen dalam setiap bangunanbangunan

yang ada dalam pendeskripsian. Sebagaimana sebelumnya penulis mengurutkan

dalam dua kelompok yakni secara vertikal dan horizontal. Melihat masjid Al-

Mashun tentu kita harus melihat areanya secara keseluruhan yang meliputi di mulai

dari pintu gerbang, bangunan tempat wudhu, menara masjid, dan bangunan induk

masjid. Langkah-langkah seperti ini mempermudah untuk mendapatkan bagian-

perbagian ornamen dalam kelompok

tertentu.

Setelah memberikan kelompok, berikutnya dilakukan uraian yang berurut

sebagaimana penulis sebutkan diatas yakni secara vertikal dan horizontal.


Kelompok-kelompok ini berdasarkan jenis dan bentuknya dalam hubungan

pendekatan. Maksudnya hubungan pendekatan adalah tampilan atau wujud yang

hampir mirip atau sejenis dan seragam. Misalnya jenis dasar bentuk ornamen

tumbuhan, maka dikelompokkan pada bentuk-bentuk flora, demikian halnya juga

terhadap bentuk-bentuk yang lain seperti bentuk fauna, geometris, abstrak, dan

bentuk khayali.

Awal untuk memasuki area masjid Al-Mashun tentunya terlebih dahulu melalui

pintu gerbang. Pintu gerbang ini memiliki dua ruang kiri dan kanan, saat ini

difungsikan sebagai kantor pemeliharaan dan pelestarian masjid Al-Mashun.

Gambar 7, pintu gerbang masjid Al Mashun Medan (koleksi pribadi)

Pintu gerbang ini juga penghubung seluruh lingkaran pagar yang membatasi area

masjid Al-Mashun, dan memiliki beberapa pintu gerbang kecil lainnya sebagai akses

ke masjid.
Secara vertikal atau sudut pandang dilihat urutannya dengan cara dari atas

kebawah. Tidak ada pembakuan apabila melihat sesuatu objek harus dengan satu cara

yang dibenarkan. Penulis hanya berpendapat bahwa dengan cara melihat di mulai dari

atas kebawah akan mempermudah menjelaskannya kepada pembaca. Deskripsi

ornamen yang ada pada pintu gerbang yang pertama terletak pada bingkai atau bagian

atas (Cresting), yang melingkari berbentuk putik bunga sebagai hiasan pagar lantai

atas dengan empat sudut, setiap sudutnya berbentuk mahkota. Level berikutnya

berada di lantai bangunan kiri dan kanan, masih bagian dari pintu gerbang, persis

tepatnya atap ruangan yang terdapat dua ruang pintu gerbang yang berseberangan ,

juga sama persis bentuk ornamen yang terdapat pada level sebelumnya. Terbuat dari

batu semen dan menyatu pada bangunan.

Gambar 8, .sudut Cresting pada puncak pintu gerbang (koleksi pribadi)

Untuk bagian dalam atas lengit-langit pintu gerbang terdapat pola-pola dalam

kolom bercekung kedalam berbentuk empat segi. Setiap kolom berbentuk ornamen

berpusar pada delapan segi dengan memiliki ornamen kembar yang di chrossing atau

di silang masing-masing empat sudut dan empat sisi pinggir.


Gambar 11, ring kubah/ Crasting (koleksi pribadi).

Kemudian masih dalam rangkaian relief tepatnya persis ring bersudut di

bawah lingkaran pagar kubah, terdapat pola-pola sederhana berbentuk bidangbidang

kecil segi empat. Setiap bidang terdapat bermotif lingkaran, dan dibawahnya

terdapat pola-pola berbentuk gigi gergaji (saw tooth).


Gambar 16, komponen ornamen pada puncak manara masjid (koleksi pribadi)

Pada level berikutnya terus mengarah pada bagian kebawah, terdapat dua level

atau dua lantai berturut-turut, bentuk pagar sama dengan diatas sebelumnya, namun

pagar-pagar ini terbuat dari batu semen serta bagian ring-ring bawahnya dihiasi

relief gigi-gigi gergaji.


Gambar 17, komponen ornamen pada tengah manara masjid (koleksi pribadi)

Langkah seterusnya mengarah kebawah, persis di bawah jendela menara terdapat

ornamen bentuk bintang bersudut delapan dibatasi dengan bingkai segi empat

berjumlah empat buah. Diantara bentuk bintang di sela dengan relief segi tiga

bersisik pada masing-masing bidang sisi menara. Kemudian kolom berikutnya ada

di bawah setelah bintang bersudut delapan dan segi tiga bersisik, terdapat bidang

datar terdapat bentuk lingkaran dalam segi tiga mengapit bentuk ornamen swastika

dalam lingkaran. Jumlah lingkaran dalam segi tiga jumlahnya dua belas, dan swastika

ada empat buah.


Gambar 18, komponen ornamen pada tengah manara masjid (koleksi pribadi)

Sampai pada bangunan dibawahnya merupakan bangunan utama menara dari

lantai paling bawah dengan sisi empat sudut atau seperti kubus, lazimnya standart

bangunan umum. Diatas bangunan ini terdapat bingkai Cresting berpola flora yang

telah di deformatif bersejajar sebagai pagar puncak bangunan.

Gambar19, komponen ornamen pada gedung manara masjid (koleksi pribadi)


Selanjutnya mengarah tepat berhadapan dengan pintu gerbang, lebih kurang

berjarak 100 meter, terdapat bangunan yang paling utama di area masjid kerajaan

Deli tersebut, yaitu bangunan masjid Al-Mashun sendiri.

Gambar 20, masjid Al-mashun Medan (koleksi pribadi)

Masjid ini tegak berdiri ditengah-tengah area seluas 13200 m2 dibatasi dengan

pagar tembok dan besi. Bangunan ini merupakan sentral pisik atau bangunan yang

paling utama. Masjid ini memiliki tujuh pintu utama, sebelumnya mendapatkan tiga

pintu dari bangunan ruang yang berkubah. Bangunan berkubah ini berada di setiap

sudut bangunan utama masjid, hanya tiga yang memiliki anak tangga menuju

bangunan utama sedangkan yang satunya sebelah bagian lintang barat tidak ada anak

tangga karena persis letak area mihrab masjid yang tentunya adalah tempat imam

memimpin shalat.
Gambar 21, denah masjid Al-Mashun, warna kuning bangunan berkubah
sumber : ratih baiduri, masjid raya al-mashun Medan,41:2012

Arah struktur ornamen terlebih dahulu tentunya tertuju pada puncak bangunan

utama masjid, yakni terdapat pada bagin yang paling tertinggi. Pada bangunan utama

masjid yang paling tertinggi yaitu adalah kubah besar bangunan induk masjid

persisnya ditengah-tengah antara keempat kubah disisinya. Ornamen tinggi di

pagar sekitar kubah sama persis bentuknya dengan tipe yang berada di kubah

bangunan tempat wudhu yaitu bermotif gigi-gigi gergaji

(sow tooth).
STRUKTUR ORNAMEN MASJID AL-MASHUN

Struktur bentuk

Struktur bentuk atau telaah dari unsur-unsur yang membangun pisik seni

sehingga menemukan wujud pada latar belakang ide penciptaannya. Temuantemuan

para ahli tentang peninggalan sejarah yang berhubungan dengan seni klasik memang

membutuhkan kerja yang tidak mudah. Untuk mendapatkan penafsiran dan dugaan,

mereka harus mengaitkan berbagai teori sosial. Dengan demikian pendekatan

prakira bagaimana konsep ide diciptakan masa itu harus diselaraskan dengan

berbagai perhitungan dan pertimbangan yang ada kemudian harus dapat pengakuan

para pakar antropologi lainnya.

4.1.1 Bentuk

Bentuk (form) atau benda plastis menurut bahasa Indonesia kata “bentuk” yang

berarti bangun (shape), dalam pengertian seni rupa adalah wujud tampak sesuatu

materi atau pisik. Bentuk merupakan elemen rupa yang memiliki sifat countur atau

bentuk dasar permukaan pisik yang di sebut Raut. Dapat di lihat atau di sentuh secara

menyeluruh bahwa permukaan dari berbagai bentuk beraneka ragam. Dari yang

datar sampai pada yang berkeluk-keluk sangat rumit, inilah wujud sifat bentuk.

Bentuk juga terkait kepejalan atau volume materi yang di sebut gempal. Bentuk

memiliki ruang rongga yang di isi maupun tidak. Bersifat keras atau juga lunak,

bening maupun keruh, kesemuanya ini menjadi harus tampak


dipertimbangkan dalam melihat bentuk secara keseluruhan.

Letak ornamen masjid Al-Mashun terbagi dua lokasi. Letak ini juga menentukan

fungsi serta pengertian dari penyampaian makna yang terkandung di dalam

ornamen. Namun tidak semua ornamen menjadi berperan sebagai penyampai

maksud-maksud tertentu yang lebih spesifik. Tetapi dalam hal ini penulis harus

mengemukan dan menghubungkan atas keterkaitan terhadap analisa utama dalam

penulisan penelitian ini.

Dua lokasi tersebut adalah penempatan ornamen pada bidang letak yakni bagian

dalam (interior) dan bagian luar (eksterior). Dari setiap letak akan didapati fungsi

ornamen secara persentasi, apakah keindahan ornamen terjadi lebih sedikit atau

banyak, lebih rumit atau sederhana, tentunya semua ini dikehendaki sesuai dengan

kepentingan keindahan masjid Al-Mashun.


Gambar 56, ornamen primitif dari mesir kuno (net)

Ornamen tradisionil adalah ornamen masa awal kebudayaan atau peradaban

budaya bersama perkembangan awal tekhnologi menjadi bagian dari kehidupan

manusia. Hadirnya dunia ilmu pengetahuan berbarengan pula munculnya nilai-nilai

kehidupan tampak diperhitungkan, bukan saja kepentingan mempertahankan hidup

dan sosial, keTuhanan, atau kekuasaan, tetapi juga estetika sebagai bentuk citra rasa

manusia. Para pakar antropologi menghubungkan kehidupan sosial antara primitif

dengan tradisionil masih sangat kuat memiliki sistem tatanan kehidupan meski

masyarakat yang telah memeluk agama tidak meninggalkan pola paganisme nenek

moyangnya. Masuknya agama merupakan transisi ideologi dari primitif sampai

dengan tradisionil.
Gambar 57, ornamen tradisi suku batak Sumatera Utara (net)

Ornamen modern adalah corak dekorasi yang bermotifkan berbagai ragam yang tidak

ada hubungannya dengan corak ornamen baik primitif atau tradisionil.

Tetapi beberapa pakar seni rupa mengatakan apabila salah satu tipe atau corak

ornamen apakah primitif maupun tradisionil ketika diletakkan pada suatu bidang

yang tidak semestinya sebagaimana asal aslinya, maka ornamen ini masih saja di

sebut ornamen asli.


Gambar 58, ornamen modern (desain grafis), (net)

Selanjutnya ornamen-ornamen tersebut dikategorikan dalam kelompoknya


masing-masing seperti motif flora, motif fauna, motif manusia, motif alam benda,
motif imajinatif abstrak, motif kaligrafi dan motif geometrik.

Anda mungkin juga menyukai