Anda di halaman 1dari 8

REVITALISASI GEDUNG MONOD DIEPHUIS & CO SEBAGAI SALAH

SATU UPAYA PELESTARIAN BANGUNAN CAGAR BUDAYA


Risma Ika Sari1), Dra. B. Tyas Susanti, M.A, PHd (2),

(1) Mahasiswa Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Katolik
Soegijapranata Semarang
(2) Dosen Program Studi Arsitektur, Fakultas Arsitektur dan Desain, Universitas Katolik

Soegijapranata Semarang

ABSTRAK

Dalam menghadapi perkembangan dan pembangunan di Kawasan Kota Lama Semarang,


kegiatan konservasi atau pelestarian bangunan sangat dibutuhkan adanya. Gencarnya pembangunan
yang dilakukan di Kawasan Kota Lama Semarang membuat bangunan cagar budaya yang terdapat di
dalamnya terancam keberadaanya. Gedung Monod Diephuis & CO merupakan salah satu contoh
bangunan cagar budaya yang sudah dilakukan proses revitalisasi. Proses revitalisasi terhadap
bangunan bersejarah yang sudah dikonservasikan akan memberikan nyawa baru yang membuat
bangunan cagar budaya tersebut masa hidupnya dapat diperpanjang dengan fungsi yang baru
sehingga bangunan tersebut tidak terdegradasi karena tidak memiliki fungsi yang baru dan malah
terabaikan pasca di konservasikan.

Kata-kunci : Gedung Monod Diephuis & Co , cagar budaya, revitalisasi, konservasi

I. PENDAHULUAN yang baru, dan malah terabaikan pasca


1.1 Latar Belakang dikonservasikan.
Dalam menghadapi perkembangan dan
pembangunan di Kawasan Kota Lama
Semarang, kegiatan konservasi atau 1.2 Perumusan Masalah
pelestarian bangunan sangat dibutuhkan Gedung Monod Diephuis & Co merupakan
adanya. Gencarnya pembangunan yang salah satu bangunan cagar budaya yang sudah
dilakukan di Kawasan Kota Lama Semarang dikonservasikan dan dialihfungsikan menjadi
membuat bangunan cagar budaya yang gedung yang digunakan untuk
terdapat di dalamnya terancam keberadaanya. menyelenggarakan kegiatan seni dan
Gedung Monod Diephuis & CO merupakan kebudayaan. Sehingga penelitian ini dilakukan
salah satu contoh bangunan cagar budaya untuk mengetahui bagaimana pendekatan
yang sudah dilakukan proses konservasi. konservasi yang dilakukan di Gedung Monod
Untuk dapat menghadapi realisasi Diephuis & CO dan upaya revitalisainya.
pembangunan yang ada di Kawasan Kota Berdasarkan latar belakang dari
Lama Semarang perlu diadakan kajian permasalahan tersebut dapat dirumuskan
pendekatan konservasi yang sudah dilakukan sebagai berikut :
terhadap bangunan cagar budaya di kawasan 1. Bagaimana tindakan konservasi yang
tersebut, dan upaya yang dilakukan terkait sudah dilakukan terhadap Gedung Monod
dengan alihfungsi bangunan. Diephuis & CO?
Proses revitalisasi terhadap bangunan 2. Bagaimana keadaan fisik Gedung Monod
bersejarah yang sudah dikonservasikan akan Diephuis & CO setelah dilakukan proses
memberikan nyawa baru pada bangunan yang konservasi?
membuat bangunan cagar budaya tersebut
3. Bagaimana pemanfaatan Gedung Monod
masa hidupnya dapat diperpanjang dengan
Diephuis & Co setelah dilakukan proses
fungsi yang baru, sehingga bangunan tersebut
revitalisasi?
tidak terdegradasi, karena tidak memiliki fungsi

SEMINAR ARSITEKTUR 1
1.3 Tujuan Pembahasan b. Pemugaran (Restoration), yaitu proses
Tujuan dari penulisan seminar ini adalah : mengembalikan bangunan cagar budaya
1. Untuk mengetahui proses revitalisasi dari semirip mungkin seperti kondisi awal
Gedung Monod Diephuis & CO. bangunan tersebut dibangun.
2. Untuk mengetahui pemanfaatan dari c. Penguatan (Consolidation), yaitu usaha
Gedung Monod Diephuis & CO setelah untuk mempertahankan bentuk bangunan
dilakukan proses revitalisasi. cagar budaya dengan melakukan
penguatan tambahan pada struktur
3. Untuk mengetahui pengaruh yang
bangunan tersebut.
ditimbulkan dari proses alih fungsi Gedung
d. Penataan Ulang (Reconstritution), yaitu
Monod Diephuis & CO terhadap Kawasan
Kota Lama Semarang. pembangunan kembali bangunan cagar
II. TINJAUAN PUSTAKA budaya yang telah runtuh akibat bencana
2.1 Bangunan Cagar Budaya
alam, rusak akibat terbengkalai atau
Bernard M Fielden (1994) dalam buku yang
ditulisnya mengatakan bahwa bangunan keharusan pindah lokasi, dengan
bersejarah merupakan simbol identitas budaya menggunakan bahan bangunan yang
dan merupakan bagian dari kekayaan budaya. tersisa dengan penambahan bahan
Dan mempunyai nilai-nilai arsitektural, estetika,
sejarah, arkeologi, ekonomi, sosial, politik dan bangunan baru dan menajdikan bangunan
sebagai simbol. Sejarah di suatu lingkungan tersebut layak fungsi dan memenuhi
atau suatu kota dapat ditelusuri dari bangunan persyaratan teknis bangunan gedung.
sejarah yang merupakan tempat terjadinya
peristiwa penting di daerah tersebut. Sehingga e. Pemakaian baru (Adaptive re-use), yaitu
suatu bangunan bersejarah sangat berkaitan pembangunan kembali bangunan cagar
terhadap lingkunganya. budaya yang dimasukan fungsi baru. Hal ini
merupakan cara yang paling efektif untuk
Di dalam dunia pelestarian internasional yang
menyelamatkan bangunan. Adaptive re-use
dipelopori negara Inggris melalui gerakan
serng juga disebut dengan revitalisasi.
Conservation Movement sebagai reaksi atas
Modern Movement pada awal abad ke 19. f. Pembangunan Ulang (Reconstruction),
Bernard Fielden dalam bukunya yang berjudul yaitu proses membangun ulang bangunan
Conservation Historic Building merinci cagar budaya yang sudah rusak terlalu
pekerjaan pelestarian meliputi pekerjaan parah yang kemudian dihancurkan. Proses
konservasi, preservasi, restorasi, rehabilitasi, rekonstruksi dilakukan diatas struktur
rekonstruksi reproduksi, konsolidasi dan aslinya dan berdasarkan data-data, arsip-
revitalisasi. arsip, dan dokumentasi dari bangunan
tersebut.
2.2 Konservasi Bangunan Cagar Budaya
2.2.1 Konservasi g. Pembuatan Kembaran (Replication),
Konservasi merupakan kegiatan yang yaitu membangun ulang bangunan cagar
bertujuan untuk memelihara suatu bangunan budaya dengan menggunakan konstruksi
dan Kawasan guna mempertahankan keaslian baru.
bangunan tersebut. Secara khusus, konservasi 2.2.3 Aspek Konservasi
mencakup tentang pencegahan meluasanya Konservasi tidak hanya mengahdirkan
kelapukan dan kerusakan melalui pengendalian sesuatu yang menarik dari bangunan cagar
eksternal dan internal. budaya tetapi mampu menghadirkan semangat
Mengutip dari buku karya Fitch (1992), dari aura yang ditimbulkan terhadap lingkungan
konservasi bangunan cagar budaya terbagi dari bangunan tersebut.
kedalam tujuh tingkatan yaitu : Konservasi bertujuan untuk tetap memelihara
lingkungan dan sumber daya lingkungan
dengan cara mengembangkan beberapa
a. Pengawetan (Preservation), yaitu
aspeknya untuk memberi peluang pada
mempertahankan bangunan seperti kondisi
kehidupan modern. Hal ini bertujuan untuk
awalnya.
menjaga kesinambungan perubahan dengan

SEMINAR ARSITEKTUR 2
adanya modernisasi. Konsep konservasi Reversibility :
modern bukan hanya mengawetkan sebuah Dalam Burra Charter Art.1.10, 1979, Appleton
bangunan bersejarah tetapi juga untuk Charter Art.D, 1983 menekankan bahwa semua
memberikan informasi untuk merevitalisasi tindakan intervensi kepada bangunan
bangunan bersejarah. bersejarah haruslah mengacu pada
2.2.3 Proses Konservasi kemungkinan perkembangan yang luas di masa
Berikut adalah tahapan-tahapan dari proses depan atau tindakan perbaikan atas masalah-
konservasi : masalah yang belum terlihat dimana keaslian
 Tahap I, Inventarisasi dan Database: proses sumber dapat saja terganggu.
pengumpulan data-data mengenai bangunan, Legibility (Kejelasan) :
termasuk proses dokumentasi, pengumpulan Seperti yang tertulis dalam Venice Charter
sejarah, penelitian material-material, serta Art.12, 1965, Burra Charter Art.19-3, 1979
penggambaran ulang bangunan. menegaskan bahwa “semua tindakan
 Tahap II, Registrasi dan Sertifikasi : proses penggantian baru atas elemen yang hilang
pendaftaran bangunan ke pemerintahan pada bangunan bersejarah haruslah dibedakan
untuk mendapatkan surat keputusan akan dengan aslinya untuk menghindari tindakan
dilakukanya proses konservasi . pemalsuan atas bukti sejarah”.
 Tahap III, Perencanaan dan Perancangan : 2.3 Revitalisasi
Proses perancangan dan perencanaan mulai 2.3.1 Pengertian Revitalisasi
ditentukan proses konservasi apa yang akan Revitalisasi merupakan upaya untuk
diterapkan terhadap bangunan yang akan menghidupkan kembali suatu bangunan yang
dikonservasikan. dulunya pernag hidup, akan tetapi mengalami
 Tahap IV, Implementasi : Proses penerapan kemunduran atau bahkan mengalami kematian
perencanaan dan perancangan yang sudah fungsi bangunan. Revitalisasi bangunan Monod
ditentukan pada tahap ke tiga. Diephuis & Co adalah salah satu upaya untuk
menghidupkan kembali bangunan tersebut
 Tahap V, Evaluasi dan Pengawasan : Proses
dengan menerapkan fungsi baru dalam
pengawasan jalanya kegiatan konservasi
penataan arsitektural aslinya untuk
agar berjalan sesuai dengan rencana dan
meningkatkan nilai ekonomi, sosial, pariwisata,
aturan-aturan yang berlaku.
dan budaya. Revitalisasi bangunan Monod
2.2.4 Sasaran Konservasi Diephuis & Co memiliki makna memberikan
Rekomendasi tindakan konservasi telah kondisi bangunan yang terawat, mengandung
dijabarkan dalam beberapa ruang lingkup untuk nilai sejarah, indah dan terfungsikan secara
mencapai standar yang mengacu pada kriteria optimal.
yang sudah dirumuskan antara lain :
2.3.2 Tahapan – tahapan Revitalisasi
Minimum Intervention : 1. Perlindungan
Seperti yang terdapat dalam Burra Charter a. Perlindungan hukum dan penetapan
Art.3, 1973, New Zealand Charter Art.4.iii, 1992 sebagai bangunan cagar budaya.
menekankan bahwa ”tindakan konservasi
b. Perlindungan secara fisik.
adalah suatu tindakan intervensi kepada
2. Pengembangan atau Pelestarian
bangunan bersejarah pada tataran otentitas
bangunan”. Oleh sebab itu, segala tindakan Dalam perlakuan konservasi diperlakukan
intervensi dengan alasan penelitian dan langkah-langkah seperti observasi,
tindakan teknis sejak awal harus harus pengumpulan masalah, identifikasi, diagnosis,
diusahakan seminimal mungkin. perlakuan atau tindakan konservasi, dan
Minimal Loss of Fabric : supervise. Siklus kegiatan seperti itu harus
dilakukan secara berkesinambungan dan
Dalam Deschambault Declaration Art. V.C,
berkelanjutan.
1982, New Zealand Charter Art.4ii, 1992
3. Pemanfaatan
menekankan bahwa “semua tindakan
konservasi haruslah memperhatikan Pemanfaatan adalah salah satu tahapan
kehilangan bahan bangunan asli seminimal untuk memberikan nilai benefit bagi pemilik
mungkin”. bangunan cagar budaya dan masyarakat

SEMINAR ARSITEKTUR 3
termasuk penghuni, pemakai dan pengguna data yang didapat dengan tujuan agar
kota lama. kekurangan data dapat segera diketahui dan
III. METODOLOGI PENELITIAN analisis ini berlangsung menerus sampai tahap
3.1 Lokasi Penelitian pengumpulan data selesai.
Gedung Monod Diephuis & Co terletak pada IV. ANALISA DAN DATA
Kawasan Kota Lama Semarang, tepatnya pada 4.1 Sejarah Gedung Monod Diephuis & CO
Jalan Kepodang no 11-13. Penelitian ini mengambil subjek penelitian
bangunan Gedung Monod Diephuis & CO yang
terletak di Jalan Kepodang no 11-13,
Purwodinatan, Kecamatan Semarang Tengah,
Kota Semarang, Jawa Tengah. Gedung Monod
Diephuis & Co didirikan oleh CLF Monod de
Froideville pada tahun 1882 dulunya
merupakan kantor broker gula milik pengusaha
Lokasi gd monodhuis
kaya Oei Tiong Ham. Pada tahun 2016 Gedung
Monod Diephuis & Co mulai dikonservasikan
oleh Badan Pengelola Kawasan Kota Lama
Gambar 1 Peta Kawasan Kota Lama Semarang (BP2KL) Semarang yang bekerja sama dengan
Balai Konservasi Borobudur. Fokus penelitian
3.2 Teknik Pengumpulan Data yang penulis lakukan akan membahas tentang
Data yang digunakan dalam proses penelitian revitalisasi dari Gedung Monodhuis & CO
ini mengggunakan data primer dan sekunder. setelah dilakukan kegiatan konservasi sebagai
Pengambilan data primer dilakukan dengan salah satu upaya pelestarian bangunan cagar
cara melakukan observasi dan pengamatan budaya di Kota Semarang.
secara langsung ke Gedung Monod Diephuis &
CO dengan agenda pendataan lapangan,
mendokumentasikan objek yang ada secara
langsung. Selain itu, data primer didapatkan
juga dari wawancara kepada pengurus Gedung
tersebut, orang-orang disekitar bangunan
gedung tersebut yang memiliki pengetahuan
akan objek penelitian yang akan menunjang
data-datanya.
Data sekunder didapatkan dengan cara
melakukan studi literatur mengenai topik terkait Gambar 2 Gd. Monodhuis
revitalisasi melalui jurnal, thesis, karya ilmiah
(Sumber : Pengelola Gd Monodhuis)
dan buku bacaan. Kemudian data sekunder
didapatkan juga dari data-data yang terkait 4.2 Data Survey Gedung Monod DIephuis &
mengenai objek penelitian. Data sekunder CO
berguna untuk menunjang data primer. Gedung Monod Diephuis merupakan
bangunan yang menerapkan arsitektur kolonial
3.3 Metode Analisis Data
(indische) dengan pengaruh gaya arsitektur
Analisa data yang digunakan dalam penelitian
modern de stijl. Gedung ini memiliki dua lantai
ini adalah analisis deskriptif interaktif, analisis
dengan atap datar dan jendela segi empat
ini digunakan untuk memperoleh gambaran
memanjang vertical yang disusun berjajar.
tentang upaya pelestarian dari bangunan cagar
Menurut penelitian dari Balai Konservasi
budaya, sehingga hasil yang didapat dapat
Borobudur, Gedung Monod Diephuis & CO ini
digunakan sebagai pedoman untuk
dibangun sama sekali tidak menggunakan
pengembangan kajian berikutnya. Dalam
semen sebagai perekat batu bata, melainkan
melakukan analisis deskriptif , penulis
menggunakan material pasir, bata merah dan
melakukan pengumpulan data dan mengkaji
kapur sebagai penggati semen.

SEMINAR ARSITEKTUR 4
bangunan ini sangat memprihatinkan. Terdapat
banyak tembok yang terkelupas dan rontok.
Kemudian oleh tim konservasi tembok tersbut
ditambal menggunakan material yang serupa
dengan material asli pada saat gedung ini
dibangun, tidak menggunakan semen
melainkan menggunakan acian pasir, tanah
merah dan kapur. Kemudian sebagai proses
finishing tembok dilakukan pengecatan
menggunakan cat yang breathable terhadap
dinding. Sebelumnya pengeceta dilakukan
dengan menggunakan cat merk Archpaiting,
namun karena harganya yang tidak terjangkau,
tim konservator membuat racikan cat sendiri
Gambar 3 Denah Lantai 1 yang kualitasnya serupa dan ketika
(Sumber : Pengelola Gd Monodhuis th 2016) diaplikasikan ke dinding, dinding tersebut dapat
bernafas.

Gambar 5 Dinding Sebelum Di Konservasi

(Sumber : Dokumen Pribadi Pengelola)


Gambar 4 Denah Lantai 2

(Sumber : Pengelola Gd Monodhuis th 2016)

4.2.1 Pondasi
Struktur pondasi yang digunakan pada
Gedung Monodhuis adalah pondasi lajur batu
kali sebagai penopang dinding. Penggunaan
pondasi lajur pada dinding massif akan
memperkuat dan memperkokoh bangunan
tersebut sehingga dapat bertahan lama.
Penerapan penggunaan pondasi lajur dengan
material batu kali, memiliki keunikan tersendiri,
pondasi lajur tersbut diteruskan sehingga Gambar 6 Lapisan Terakhir Dinding
menyatu dengan struktur dinding. Hal ini
dimaksudkan agar terjadi perkuatan struktur (Sumber : Dokumen Pribadi)
pada bangunan kolonial pada saat itu. Lapisan terakhir dinding merupakan dinding
4.2.2 Dinding asli sebelum dilakukan proses finishing dengan
Struktur dinding yang digunakan pada menggunakan cat.Pada bangunan Monodhuis
Gedung Monod Diephuis & CO menggunakan ini disisakan beberapa dinding yang dibiarkan
dinding pemikul beban (bearing wall) yang solid, dengan lapisan terakhir dinding untuk
tebal, massif dan terbuat dari batu bata.Tebal menunjukkan perbedaan pada saat sebelum
dinding pada gedung ini adalah 30cm. Sebelum dan sesudah dikonservasikan. Terlihat pada
dikonservasi, kondisi dinding yang ada pada lapisan terakhir dinding, warna cat Gedung

SEMINAR ARSITEKTUR 5
monodhuis sebelumnya adalah hijau, merah
dan kuning. Kemudian pada saat dilakukan
proses konservasi, warna catnya diganti
dengan warna putih agar bangunan tersebut
terlihat bersih dan rapi.

Gambar 9 Proses Pembersihan Lantai

(Sumber : Pengelola Gedung Monodhuis)

Gambar 7 Dinding yang Sudah Di Konservasikan

(Sumber : Dokumen Pribadi)


4.2.3 Lantai
Penggunaan penutup lantai yang diterapkan
pada Gedung Monodhuis adalah jenis tegel
berukuran 20x20 warna hijau tantara dan merah
Gambar 10 Lantai Sesudah Dikonservasikan
bata yang dipasang dengan pola tertentu. Pada
bagian belakang Gedung Monodhuis awalnya (Sumber : Dokumen Pribadi)
menggunakan penutup lantai marmer, akan 4.2.4 Jendela
tetapi setelah lama tidak digunakan, lantai Didalam Gedung Monodhuis ini jendela dan
marmer yang ada dicuri oleh masyarakat sekitar ventilasi yang terpasang dibuat lebar agar
sehingga sekarang hanya tinggal plesteranya udara yang mengalir di dalam Gedung dapat
saja. berjalan dengan baik. Penggunaan kaca patri
pada jendela berfungsi sebagai elemen estetis
sekaligus agar cahaya dapat masuk kedalam
gedung. Beberapa kaca patri yang terdapat
pada gedung ini pecah, sehingga pada saat
dikonservasikan, kaca patri tersebut diganti
dengan kaca yang menyerupai aslinya namun
dengan motif yang berbeda.

Gambar 8 Lantai Sebelum Dikonservasikan

(Sumber : Pengelola Gedung Monodhuis)

Pada saat awal pembersihan, kondisi lantai


yang terdapat pada Gedung Monodhuis sangat
kotor, debu yang menempel pada lantai gedung
tebalnya mencapai 1,5 centimeter. Proses
pembersihan dilakukan berulang-ulang agar
lantai dapat bersih kembali.

SEMINAR ARSITEKTUR 6
SEMINAR ARSITEKTUR 7
SEMINAR ARSITEKTUR 8

Anda mungkin juga menyukai