0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
7 tayangan8 halaman
Dokumen ini membahas tentang adaptasi bangunan cagar budaya dengan mengutip definisi adaptasi menurut undang-undang cagar budaya Indonesia. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa faktor adaptasi seperti infill perkotaan, revitalisasi, jentrifikasi, konservasi, preservasi, dan adaptive reuse. Selanjutnya diberikan contoh adaptasi dengan mengalihfungsikan gudang pabrik menjadi kafetaria dengan melakukan penyesuaian struktur.
Dokumen ini membahas tentang adaptasi bangunan cagar budaya dengan mengutip definisi adaptasi menurut undang-undang cagar budaya Indonesia. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa faktor adaptasi seperti infill perkotaan, revitalisasi, jentrifikasi, konservasi, preservasi, dan adaptive reuse. Selanjutnya diberikan contoh adaptasi dengan mengalihfungsikan gudang pabrik menjadi kafetaria dengan melakukan penyesuaian struktur.
Dokumen ini membahas tentang adaptasi bangunan cagar budaya dengan mengutip definisi adaptasi menurut undang-undang cagar budaya Indonesia. Dokumen ini juga menjelaskan beberapa faktor adaptasi seperti infill perkotaan, revitalisasi, jentrifikasi, konservasi, preservasi, dan adaptive reuse. Selanjutnya diberikan contoh adaptasi dengan mengalihfungsikan gudang pabrik menjadi kafetaria dengan melakukan penyesuaian struktur.
NIM : 051051 Adaptasi Bangunan Cagar Budaya Adaptasi yang dimaksud disini adalah adaptasi dalam pengertian pengembangan Bangunan Cagar Budaya. Sedangkan Bangunan Cagar Budaya diatur oleh Undang Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, dimana pengertian adaptasi didalam Undang-Undang tersebut adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting. Faktor Adaptasi Bangunan - Konsep Urban Infill, Infill Perkotaan didefinisikan sebagai perkembangan baru yang berlokasi di lahan kosong atau belum berkembang dalam suatu masyarakat yang ada, dan yang tertutup oleh jenis pembangunan lainnya. Istilah "infill perkotaan" itu sendiri menyiratkan bahwa tanah yang ada sebagian besar dibangun dengan maksud "mengisi" kekosongan. - Revitalisasi, Revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Skala revitalisasi ada tingkatan makro dan mikro. Proses revitalisasi sebuah kawasan mencakup perbaikan aspek fisik, aspek ekonomi dan aspek sosial. Pendekatan revitalisasi harus mampu mengenali dan memanfaatkan potensi lingkungan (sejarah, makna, keunikan lokasi dan citra tempat) (Danisworo, 2002). - Jentrifikasi, merupakan proses pembangunan wilayah yang kurang berkembang disertai dengan adanya perpindahan penduduk kelas menengah atas seperti pembangunan kawasan permukiman elit, kawasan pendidikan, atau kawasan perkantoran (CBD, Central Business District-red) di wilayah pinggir kota Faktor Adaptasi Bangunan - Konservasi dan Preservasi, konsep konservasi adalah semua kegiatan pelestarian sesuai dengan kesepakatan yang telah dirumuskan dalam piagam tersebut. Konservasi adalah konsep proses pengelolaan suatu tempat atau ruang atau obyek agar makna kultural yang terkandung. Pengertian ini sebenarnya perlu diperluas lebih spesifik yaitu pemeliharaan morfologi (bentuk fisik) dan fungsinya. Preservasi (dalam konteks yang luas) ialah kegiatan pemeliharaan bentukan fisik suatu temapt dalam kondisi eksisting dan memperlambat bentukan fisik tersebut dari proses kerusakan - Adaptive Reuse, adalah proses yang mengubah suatu item bekas atau tidak efektif ke item baru yang dapat digunakan untuk tujuan yang berbeda. - Transfer Development Right, Pengalihan Hak Pembangunan (TDR) adalah teknik zonasi digunakan untuk secara permanen melindungi lahan pertanian dan sumber daya alam dan budaya lainnya dengan mengarahkan pembangunan yang seharusnya terjadi pada lahan sumber daya tersebut ke daerahdaerah yang direncanakan untuk mengakomodasi pertumbuhan dan perkembangan. Contoh Adaptasi Bangunan Penerapan Metoda Adaptive Reuse pada Alih Fungsi Bangunan Gudang Pabrik Badjoe Menjadi Kafetaria Bangunan Kafetaria Dapoer-nya Paberik ini berada di tengah kawasan industri Paberik Badjoe, sebelum menjadi kafetaria, bangunan ini merupakan dua massa bangunan yang berfungsi sebagai gudang penyimpanan kain untuk bahan baku dari produksi pakaian pabrik PT. Delami, dan untuk proses produksi pakaian. Alih fungsi bangunan disebabkan karena adanya perpindahan aktivitas pabrik ke Purbalingga. Perpindahan itu dikarenakan tingginya nilai produksi di kota Bandung sehingga keuntungan tidak sebanding dengan harga produksi. Fungsi kafetaria dipilih karena tingginya minat masyarakat terhadap bidang kuliner dan maraknya tempat makan di Kota Bandung yang menggunakan tema dan desain yang cukup unik untuk menarik minat pengunjung.
Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Dilakukan beberapa penyesuaian pada struktur bangunan seperti pengecatan struktur baja, penggunaan kolom sebagai sarana utilitas, perubahan kolom komposit finishing cat putih menjadi bata ekspos, perubahan pada material penutup atap massif menjadi transparan. Penyesuaian ini dilakukan untuk menunjang kenyamanan kafetaria dan untuk memperindah visual dari bangunan Dapoer-nya Paberik.