Anda di halaman 1dari 38

perpustakaan.uns.ac.

id

digilib.uns.ac.id

BAB II
TINJAUAN LITERATUR
I.

Pengertian Revitalisasi
Pada dasarnya dapat dikatakan bahwa revitalisasi adalah upaya untuk memvitalkan
kembali suatu kawasan atau bagian kota yang dulunya pernah vital/hidup, akan tetapi
kemudian mengalami kemunduran/degradasi. Untuk itu, revitalisasi dapat dikatakan
sebagai salah satu pendekatan dalam meningkatkan vitalitas suatu kawasan kota yang
bisa berupa:
1) penataan kembali pemanfaatan lahan dan bangunan;
2) renovasi kawasan maupun bangunan-bangunan yang ada, sehingga dapat
ditingkatkan dan dikembangkan nilai ekonomis dan sosialnya;
3) rehabilitasi kualitas lingkungan hidup; dan
4) peningkatan intensitas pemanfaatan lahan dan bangunannya.
Keberhasilan pendekatan revitalisasi dalam suatu kawasan dipengaruhi oleh aspek
sosial dan karakteristik kawasan yang merupakan image atau citra suatu kawasan,
bukan pada ide atau konsep yang diterapkan tanpa penyesuaian dengan lingkungan
kawasan tersebut. Pendekatan revitalisasi berdasarkan tingkat, sifat dan skala
perubahan

yang

terjadi

di

dalam

kawasan

dapat

dilakukan

dengan

preservasi/konservasi, rehabilitasi dan pembangunan kembali (redevelopment).


Seperti dikatakan Danisworo (2000), hilangnya vitalitas awal dalam suatu kawasan
historis budaya umumnya ditandai dengan kurang terkendalinya perkembangan dan
pembangunan kawasan, sehingga mengakibatkan terjadinya kehancuran kawasan, baik
secara self destruction maupun creative destruction.
Potensi aset budaya tersebut memiliki nilai kesejarahan, dan menjadi suatu rangkaian
pusaka (heritage) yang perlu dilestarikan bahkan potensial untuk dikembangkan secara
positif, berkesinambungan serta dapat dijadikan pijakan (Ernawi 2009:1). Revitalisasi
harus dipandang sebagai sebuah objek budaya dengan segala aspek yang
melingkupinya, dan perlu dipadukan dengan permasalahan sosial, ekologi dan
arsitektural yang sudah tertata di kawasan atau lingkungan bersejarah tersebut. Hanya
saja, langkah yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana mengakomodasikan
permasalahan sosial, ekologi serta aspek terkait lainnya melalui sebuah kegiatan
commit to user
pelestarian.
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 12

perpustakaan.uns.ac.id

I.1

digilib.uns.ac.id

Fungsi Revitalisasi
Revitalisasi yang dianggap sebagai upaya pemitalan kembali suatu kawasan
mempunyai beragam fungsi, antara lain :

Meningkatkan kemampuan kawasan baik secara fisik, ekonomi dan sosial


budaya.

Membuat suatu kawasan menjadi penting kembali.

Meningkatkan fisik kawasan (sarana dan prasarana)

Meningkatkan

stabilitas

lingkungan,

pertumbuhan

perekonomian

masyarakat, pelestarian dan pengenalan budaya.

Memberikan kehidupan baru yang produktif yang akan mampu


memberikan kontribusi positif pada kehidupan sosial-budaya, dan
ekonomi.

I.2

Meningkatkan nilai sejarah suatu tempat.

Revitalisasi dan Rancang Kota


Gejala penurunan kualitas fisik dapat dengan mudah diamati pada kawasan
kota bersejarah/tua, karena sebagai bagian dari perjalanan sejarah (pusat kegiatan
perekonomian dan sosial budaya), kawasan kota tersebut umumnya berada
dalam tekanan pembangunan (Serageldin et al, 2000).
Proses revitalisasi sebuah kawasan atau bagian kota mencakup perbaikan
aspek fisik dan aspek ekonomi dari bangunan maupun ruang kota. Revitalisasi
fisik merupakan strategi jangka pendek yang dimaksudkan untuk mendorong
terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Revitalisasi fisik
diyakini dapat meningkatkan kondisi fisik (termasuk juga ruang-ruang publik)
kota, namun tidak untuk jangka panjang. Untuk itu, tetap diperlukan perbaikan
dan peningkatan aktivitas ekonomi (economic revitalization) yang merujuk
kepada aspek sosial-budaya serta aspek lingkungan (environmental objectives).
Hal tersebut mutlak diperlukan karena melalui pemanfaatan yang produktif,
diharapkan akan terbentuklah sebuah mekanisme perawatan dan kontrol yang
langgeng terhadap keberadaan fasilitas dan infrastruktur kota.

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 13

perpustakaan.uns.ac.id

I.3

digilib.uns.ac.id

Tahapan Revitalisasi
Sebagai sebuah kegiatan yang sangat kompleks, revitalisasi terjadi melalui
beberapa tahapan dan membutuhkan kurun waktu tertentu serta meliputi hal-hal
sebagai berikut:
1) Intervensi fisik mengawali kegiatan fisik revitalisasi dan dilakukan secara
bertahap, meliputi perbaikan dan peningkatan kualitas dan kondisi fisik
bangunan, tata hijau, sistem penghubung, sistem tanda/reklame dan ruang
terbuka kawasan (urban realm). Mengingat citra kawasan sangat erat
kaitannya dengan kondisi visual kawasan, khususnya dalam menarik
kegiatan dan pengunjung, intervensi fisik ini perlu dilakukan. Isu
lingkungan (environmental sustainability) pun menjadi penting, sehingga
intervensi fisik pun sudah semestinya memperhatikan konteks lingkungan.
Perencanaan fisik tetap harus dilandasi pemikiran jangka panjang.
2) Rehabilitasi ekonomi, Revitalisasi yang diawali dengan proses peremajaan
artefak urban harus mendukung proses rehabilitasi kegiatan ekonomi.
Perbaikan fisik kawasan yang bersifat jangka pendek, diharapkan bisa
mengakomodasi kegiatan ekonomi informal dan formal (local economic
development), sehingga mampu memberikan nilai tambah bagi kawasan
kota (P. Hall/U. Pfeiffer, 2001). Dalam konteks revitalisasi perlu
dikembangkan fungsi campuran yang bisa mendorong terjadinya aktivitas
ekonomi dan sosial (vitalitas baru).
3) Revitalisasi sosial/institusional. Keberhasilan revitalisasi sebuah kawasan
akan terukur bila mampu menciptakan lingkungan yang menarik
(interesting), jadi bukan sekedar membuat beautiful place. Maksudnya,
kegiatan tersebut harus berdampak positif serta dapat meningkatkan
dinamika dan kehidupan sosial masyarakat/warga (public realms). Sudah
menjadi sebuah tuntutan yang logis, bahwa kegiatan perancangan dan
pembangunan kota untuk menciptakan lingkungan sosial yang berjati diri
(place making) dan hal ini pun selanjutnya perlu didukung oleh suatu
pengembangan institusi yang baik.

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 14

perpustakaan.uns.ac.id

I.4

digilib.uns.ac.id

Relevansi dengan Obyek Perancangan


Revitalisasi merupakan upaya untuk menghidupkan atau memvitalkan
kembali kawasan Braga. Kenapa Braga harus direvitalisasi, karena Braga pernah
berjaya pada periode 1920-1940an, setelah itu perkembangan di kawasan Braga
kurang terkendali, sehingga terjadinya kehancuran kawasan, baik secara self
destruction maupun creative destruction. Penataan kembali, renovasi kawasan,
rehabilitasi lingkungan dan peningkatan dan pemanfaatan lahan menjadi
pendekatan dalam proses revitalisasi kawasan Braga. Aspek sosial dan
karakteristik kawasan yang merupakan image atau citra kawasan Braga menjadi
pengaruh keberhasilan pendekatan revitalisasi. Potensi aset budaya dapat
menjadi suatu rangkaian pusaka (heritage) yang perlu dilestarikan bahkan
potesial untuk dikembangkan.
Revitalisai fisik kawasan Braga dapat menjadi strategi jangka pendek untuk
mendorong terjadinya peningkatan kegiatan ekonomi jangka panjang. Dengan
pemanfaatan kawasan yang produktif, diharapkan akan tebentuknya sebuah
mekasnisme perawatan dan kontrol terhadap keberadaan fasilitas dan
infrasturktur kawasan Braga. Intervensi fisik kawasan Braga, rehabilitasi
ekonomi baru dan revitalisasi sosial menjadi tahapan perencanaan revitalisasi
kawasan.

II.

Pengertian Konservasi
Konservasi adalah sebuah proses yang bertujuan memperpanjang umur warisan
budaya bersejarah, dengan cara memelihara dan melindungi keotentikan dan
maknanya dari gangguan dan kerusakan, agar dapat dipergunakan pada saat sekarang
maupun massa yang akan datang, baik dengan menghidupkan kembali fungsi lama
dengan memperkenalkan fungsi baru yang dibutuhkan. (Hartono, Harastoeti Dibyo,
2011)
Senada dengan penjelasan tersebut, Siahaan (2007) cari sumber nya menyatakan
bahwa pelestarian atau konservasi adalah kegiatan perawatan, pemugaran, dan
pemeliharaan bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan
bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode
yang dikehendaki. Perlindungan dan pelestarian bangunan gedung dan lingkungnnya
to user termasuk perawatan dan pemugaran,
meliputi kegiatan penetapan dancommit
pemanfaatan

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 15

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

serta kegiatan pengawasannya yang dilakukan dengan mengikuti kaidah pelestarian


serta memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Di Indonesia sendiri pelestarian atau konservasi telah menjadi isu penting dan
mendorong disusunnya Piagam Pelestarian Pusaka Indonesia (2003). Pada piagam ini
ditekankan bahwa pusaka Indonesia, termasuk didalamnya pusaka budaya, sangat
penting sebagai landasan dan modal awal bagi pembangunan masyarakat Indonesia di
masa depan. Karena itu harus dilestarikan untuk diteruskan kepada generasi
selanjutnya dan perlu ditingkatkan nilainya untuk membentuk pusaka masa datang
bagi generasi selanjutnya.

II.1 Tindakan-Tindakan Konservasi


Dalam upaya melakukan konservasi terhadap kawasan/ bangunan cagar
budaya, maka ada tindakan-tindakan khusus yang harus dilakukan dalam setiap
penanganannya, antara lain :
1.

Preservasi menurut Wiryomartono (2002) yaitu usaha dan upaya


mencegah artifak dan atau situs dari segala kemungkinan kerusakan dan
pemusnahan, baik secara teknis oleh tangan manusia maupun secara
alami oleh polusi, proses penuaan bahan, kelembaban, dll. Danisworo dan
Tardiyana (1999) mengatakan preservasi yaitu sebuah pendekatan
konservasi dengan mempertahankan bentuk asli bangunan dan setiap ada
perubahan diupayakan untuk mengembalikan bangunan ke bentuk
aslinya.

2.

Rehabilitasi yaitu mengembalikan bahan eksisting sebuah tempat pada


keadaan semula sebagaimana yang diketahui dengan menghilangkan
tambahan atau dengan meniru kembali komponen eksisting tanpa
menggunakan material baru (Burra Charter, 1999).

3.

Rekonstruksi yaitu mengembalikan sebuah tempat pada keadaan semula


sebagaimana yang diketahui dan dibedakan dari restorasi dengan
menggunakan material baru sebagai bahan (Burra Charter, 1999).

4.

Konservasi yaitu kegiatan perawatan, pemugaran, dan pemeliharaan


bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan
bangunan tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan
commit
to user(Siahaan, 2007)
menurut periode yang
dikehendaki

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 16

perpustakaan.uns.ac.id

5.

digilib.uns.ac.id

Revitalisasi yaitu upaya dan daya menghidupkan kembali lingkungan,


kawasan dan bangunan dengan penataan fisik, baik terhadap bangunanbangunan maupun infrastrukturnya, agar bisa memberikan nilai tambah
pada kegiatan ekonomi, sosial, kebudayaan dan permukiman secara
umum. artifak bersejarah di dalam revitalisasi perkotaan akan menjadi
komponen penting yang merangsang pertumbuhan interaksi kegiatan
sosial, dudaya dan ekonomi (Wiryomartono, 2002).

II.2 Latar Belakang Konservasi Cagar Budaya


Danisworo (1999) mengatakan bahwa hal yang melatar belakangi pentingnya
memelihara aset kota dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Identitas dan Sense of Place
Peningkatan sejarah adalah satu-satunya hal yang secara fisik
menghubungkan kita dengan masa lalu, menghubungkan kita dengan suatu
tempat tertentu, serta membedakan kita dengan orang lain. Ia merupakan
bagian dari identitas kita. Saat ini kita hidup dalam era komunikasi global,
dengan teknologi yang berubah cepat dan budaya yang semakin seragam.
Sedapat mungkin kita, kita memelihara warisan budaya yang unik sehingga
memiliki identitas diri dan sense of place yang membuat kita berbeda dari
orang lain.
2. Nilai Sejarah
Dalam perjalanan sejarah bangsa, terdapat peristiwa-peristiwa yang
penting untuk dikenang, dihormati, dan dipahami oleh masyarakat.
Memelihara lingkungan dan bangunan yang bernilai historis menunjukkan
penghormatan kita pada masa lalu, yang merupakan eksistensi kita pada
masa sekarang.
3. Nilai Arsitektural
Pada mulanya, salah satu alasan memelihara lingkungan dan bangunan
bersejarah adalah karena nilai intrinsiknya sebagai karya seni. Ia dapat
berupa hasil pencapaian artistik yang tinggi, contoh yang mewakili
langgam/mazhab seni tertentu, atau sebagai tengaran (landmark).
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 17

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

4. Manfaat Ekonomis
Bangunan yang telah ada sering kali memiliki keunggulan ekonomis
tertentu. Selain lokasi yang umumnya strategis didalam kota, banyak
bangunan lama berada dalam kondisi yang masih baik. Bukti empiris
menunjukkan bahwa bahwa pemanfaatan bangunan yang sudah ada sering
kali lebih murah dari pada membuat bangunan baru.
5. Pariwisata dan Rekreasi
Manusia selalu tertarik pada tempat yang unik dan bersejarah. Kekhasan
atau nilai sejarah suatu tempat yang terbukti mampu menjadi daya tarik yang
mendatangkan wisatawan ke tempat tersebut. Mengunjungi tempat
bersejarah dan memahami bagaimana masayarakat pada masa lampau hidup,
merupakan kegiatan yang selain menyenangkan juga mendidik.
6. Sumber Inspirasi
Banyak tempat dan bangunan bersejarah yang berhubungan dengan rasa
patriotisme, gerakan sosial, serta orang dan peristiwa penting di masa lalu
tempat-tempat tersebut memiliki daya asosiatif yang mampu memuaskan
emosi manusia.
7. Pendidikan
Lingkungan, bangunan dan artefak bersejarah melengkapi dokumen
tertulis tentang masa lampau. Melalui ruang dan benda tiga dimensi sebagai
laboratorium, orang dapat belajar dan memahami kehidupan dan kurun
waktu yang menyangkut peristiwa, masyarakat atau individu tertentu serta
menghormati lingkungan alam. Sebagai laboratorium pembelajaran tempat
yang direvitalisasi dapat berfungsi sebagai katalis yang membantu proses
transformasi budaya seperti yang sekarang sedang terjadi di Indonesia.

II.3 Pemugaran Bangunan Cagar Budaya


Ada penanganan khusus yang perlu diperhatikan dalam pemugaran bangunan
cagar budaya sehingga arahan konservasi terhadap objek tersebut dapat tercapai
dengan baik. Beberapa sumber dan peraturan telah memuat tentang teknik dan
standar pemugaran berdasarkan penggolongan masing-masing bangunan antara
lain:
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 18

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Menurut Perda Kota Bandung no. 19 Tahun 2009 dan Perda DKI Jakarta no. 9
tahun 1999 penggolongan bangunan cagar budaya kedalam tiga bagian yaitu :
bangunan cagar budaya golongan A, golongan B dan golongan C. Adapun
ketentuan penanganan untuk masing-masing bangunan antara lain:
a) Bangunan golongan A (utama), ketentuan pemugarannya adalah:

bangunan dilarang dibongkar atau diubah

apabila kondisi fisik buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak
harus dibangun kembali sama seperti semula sesuai dengan aslinya

pemeliharaan dan perawatan bangunan harus menggunakan bahan


yang sama/ sejenis atau memiliki karakter yang sama, dengan
mempertahankan detail ornamen bangunan yang telah ada

dalam

upaya

revitalisasi

dimungkinkan

adanya

penyesuaian/

perubahan fungsi sesuai rencana kota yang berlaku tanpa mengubah


bentuk bangunan aslinya

di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan


adanya bangunan tambahan yang menjadi kesatuan yang utuh dengan
bangunan utama, dengan ketentuan penambahan bangunan hanya
dapat dilakukan di belakang atau di samping bangunan cagar budaya
dalam keserasian lingkungan.

b) Bangunan golongan B (madya), ketentuan pemugarannya adalah:

bangunan dilarang dibongkar secara sengaja, dan apabila kondisi fisik


buruk, roboh, terbakar atau tidak layak tegak harus dibangun kembali
sama seperti semula sesuai dengan aslinya

perubahan bangunan harus dilakukan tanpa mengubah karakter


bangunan serta dengan mempertahankan detail dan ornamen bangunan
yang penting

dalam upaya rehabilitasi dan revitalisasi dimungkinkan perubahan


fungsi dan tata ruang dalam asalkan tidak mengubah karakter struktur
utama bangunan

di dalam persil atau lahan bangunan cagar budaya dimungkinkan


adanya bangunan tambahan yang menjadi kesatuan yang utuh dengan
bangunan utama
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 19

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

c) Bangunan golongan C (pratama), ketentuan pemugarannya adalah:

perubahan bangunan dapat dengan tetap mempertahankan karakter


utama bangunan

detail ornamen dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur


bangunan di sekitarnya dalam keserasian lingkungan

penambahan bangunan dalam perpetakan atau persil dapat dilakukan


dibelakang atau di samping bangunan cagar budaya dalam keserasian
bangunan

fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota

II.4 Relevansi dengan Obyek Perancangan


Berdasarkan teori revitalisasi yang telah di jelaskan, intervensi fisik kawasan
Braga harus dikonservasi sebagai warisan budaya sejarah kota Bandung, dengan
menghidupkan kembali fungsi dan memperkenalkan fungsi kekinian atau
kebaharuan yang dibutuhkan oleh kawasan Braga. Mengembalikan keandalan
bangunan atau kawasan sesuai dengan aslinya atau dengan keadaan menurut
periode yang dikehendaki, dalam kasus perencaan kawasan Braga yaitu
mengembalikan kawasan Braga seperti periode 1920-1940-an.

III. Pedestrian Mall


III.1 Pedestrian
Menurut John Fruin ( 1979 ), berjalan kaki merupakan alat untuk pergerakan
internal kota, satu satunya alat untuk memenuhi kebutuhan interaksi tatap
muka yang ada didalam aktivitas komersial dan kultural di lingkungan
kehidupan kota. Berjalan kaki merupakan alat penghubung antara moda moda
angkutan yang lain.Menurut Amos Rapoport ( 1977 ), dilihat dari kecepatannya
moda jalan kaki memiliki kelebihan yakni kecepatan rendah sehingga
menguntungkan karena dapat mengamati lingkungan sekitar dan mengamati
objek secara detail serta mudah menyadari lingkungan sekitarnya Menurut
Giovany Gideon ( 1977 ), berjalan kaki merupakan sarana transportasi yang
menghubungkan an-tara fungsi kawasan satu dengan yang lain terutama kawasan
perdagangan, kawasan budaya, dan kawasan permukiman, dengan berjalan kaki
commit
user
menjadikan suatu kota menjadi
lebihtomanusiawi.
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 20

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Dengan demikian jalur pedestrian merupakan sebuah sarana untuk melakukan


kegiatan, terutama untuk melakukan aktivitas di kawasan perdagangan dimana
pejalan kaki memerlukan ruang yang cukup untuk dapat melihat-lihat, sebelum
menentukan untuk memasuki salah satu pertokoan di kawasan perdagangan
tersebut. Namun disadari pula bahwa moda ini memiliki keterbatasan juga,
karena kurang dapat untuk melakukan perjalanan jarak jauh, peka terhadap
gangguan alam, serta hambatan yang diakibatkan oleh lalu lintas kendaraan.
Namun jalur pedestrian dalam konteks perkotaan biasanya dimaksudkan
sebagai ruang khusus untuk pejalan kaki yang berfungsi sebagai sarana
pencapaian yang dapat melindungi pejalan kaki dari bahaya yang datang dari
kendaraan bermotor. Di Indonesia lebih dikenal sebagai trotoar, yang berarti
jalur jalan kecil selebar 1,5 sampai 2 meter atau lebih memanjang sepanjang
jalan umum.

III.2 Konsep Pedestrian Mall


Konsep pedestrianisasi pada dasarnya merupakan upaya pembangunan kota
yang berfungsi mengembalikan citra manusia, dan menjadikan kota lebih
manusiawi. Dari sudut tata ruang, pedestrianisasi mempunyai arti dapat
menjangkau tujuan-tujuan yang mencakup aspek sosial, ekonomis dan fisik pada
kawasan pusat kota, sehingga pedestrian kota tidak terbatas pada trotoar dan
jalan setapak tetapi juga merupakan bagian ruang terbuka yang mempunyai
fungsi rekreatif, bisnis, ekonomi dan area komunikasi. Dengan cara ini
diharapkan dapat menciptakan kawasan atau lingkungan jalur pejalan kaki yang
dapat dipergunakan untuk berbagai aktifitas, seperti: berjalan-jalan, untuk tempat
berkumpul/berkomunikasi, untuk tempat beristirahat, dan untuk tempat
melakukan kegiatan berbelanja, yang lebih dikenal dengan istilah pedestrian
mall.

III.3 Jenis Kawasan Khusus Pejalan Kaki


a. enclosed mall yang merupakan kawasan khusus pejalan kaki yang tertutup
(beratap) untuk melindungi pejalan dari cuaca.
b. transit mall atau transit way, yaitu tipe pedestrian mall yang dibangun
commit tokendaraan
user
dengan mengalihkan lalu-lintas
dari suatu ruas jalan dan hanya
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 21

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

angkutan umum saja yang boleh melalui jalan tersebut. Dalam hal ini trotoar
bagi pejalan diperlebar, parkir di badan jalan dilarang dan jalan tersebut
didesain untuk menciptakan kesan unik pada kawasan pusat kota.
c. semi mall, yaitu tipe pedestrian mall yang dibuat dengan mengurangi parkir
pada badan jalan dan arus lalu lintas yang melalui jalan. Semi mall biasanya
berlokasi pada jalan utama di sekitar pusat kota. Pada tempat berjalan
terdapat tanaman, tempat duduk, penerangan jalan serta elemen estetis
lainnya. Semi mall sering diterapkan pada kota-kota besar yang mengalami
kesulitan menutup total jalan-jalan di daerah pusat kota dari kendaraan.
d. full mall, yaitu tipe pedestrian mall yang diciptakan dengan cara menutup
jalan yang tadinya digunakan untuk kendaraan kemudian mengubahnya
menjadi kawasan khusus pejalan dengan menambahkan trotoar, perabot
jalan, pepohonan, air mancur dan sebagainya. Tipe pedestrian mall ini
mempunyai karakteristik tertentu dan membantu dalam membangun citra
pusat kota.

III.4 Fasilitas Sarana Ruang Pejalan Kaki


Yang termasuk dalam sarana ruang pejalan kaki adalah drainase, jalur hijau,
lampu penerangan, tempat duduk, pagar pengaman, tempat sampah, marka dan
perambuan, papan informasi (signage), halte/shelterbis dan lapak tunggu, serta
telepon umum.
Persyaratan teknis penyediaan sarana ruang pejalan kaki diatur dalam
Keputusan Menteri Perhubungan tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan: KM 65 Tahun 1993.
IV.4.1 Drainase
Drainase terletak berdampingan atau dibawah dari ruang pejalan
kaki. Drainase berfungsi sebagai penampung dan jalur aliran air pada
ruang pejalan kaki.
Keberadaan drainase akan dapat mencegah terjadinya banjir dan
genangangenangan air pada saat hujan. Dimensi minimal adalah lebar
50 centimeter dan tinggi 50 centimeter.
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 22

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

IV.4.2 Jalur hijau


Jalur hijau diletakan pada jalur amenitas dengan lebar 150 centimeter
dan bahan yang digunakan adalah tanaman peneduh.
IV.4.3 Lampu Penerangan
Lampu penerangan diletakkan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10
meter dengan tinggi maksimal 4 meter, dan bahan yang digunakan
adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal & beton cetak.
IV.4.4 Tempat Duduk
Tempat duduk diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 10
meter dengan lebar 40-50 centimeter, panjang 150 centimeter dan bahan
yang digunakan adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal
dan beton cetak.
IV.4.5 Pagar pengaman
Pagar pengaman diletakan pada jalur amenitas. Pada titik tertentu
yang berbahaya dan memerlukan perlindungan dengan tinggi 90
centimeter, dan bahan yang digunakan adalah metal/beton yang tahan
terhadap cuaca, kerusakan, dan murah pemeliharaannya.
IV.4.6 Tempat Sampah
Tempat sampah diletakan pada jalur amenitas. Terletak setiap 20
meter dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang digunakan
adalah bahan dengan durabilitas tinggi seperti metal dan beton cetak.
IV.4.7 Marka, Perambuan, Papan Informasi (Signage)
Marka dan perambuan, papan informasi (signage) diletakan pada
jalur amenitas, pada titik interaksi sosial, pada jalur dengan arus
pedestrian padat, dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang
digunakan terbuat dari bahan yang memiliki durabilitas tinggi, dan tidak
menimbulkan efek silau.
IV.4.8 Halte/Shelter Bus dan Lapak Tunggu
Halte/shelter bus dan lapak tunggu diletakan pada jalur amenitas.
Shelter harus diletakan pada setiap radius 300 meter atau pada titik
potensial kawasan, dengan besaran sesuai kebutuhan, dan bahan yang
digunakan adalah bahan yang memiliki durabilitas tinggi seperti metal.
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 23

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

IV.4.9 Telepon Umum


Telepon umum diletakan pada jalur amenitas. Terletak pada setiap
radius 300 meter atau pada titik potensial kawasan, dengan besaran
sesuai kebutuhan dan bahan yang digunakan adalah bahan yang
memiliki durabilitas tinggi seperti metal.

III.5 Persyaratan dan Penyediaan Prasarana dan Sarana Ruang Pejalan Kaki
Syarat-syarat pemenuhan faktor keselamatan, keseimbangan dan kenyamanan
Keseimbangan, keselamatan dan kenyamanan dalam perencanaan pedestrian
yang baik dapat tercipta dengan memperhatikan banyak hal dan persyaratan.
Persyaratan persyaratan tersebut didasari dari pemikiran bahwa ukuran dasar
ruang tiga dimensi (panjang,lebar,tinggi) mengacu kepada ukuran tubuh manusia
dewasa, peralatan yang digunakan dan ruang yang dibutuhkan untuk mewadahi
pergerakan penggunanya (sumber : www.google.co.id- Review Kepmen 468
tentang Persyaratan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan )
Seperti dibawah ini terdapat persyaratan persyaratan standart yang
digunakan untuk perencanaan pedestrian baik untuk pengguna normal dan
terutama bagi penyandang cacat.
Ukuran. Lebar minimum jalur pedestrian adalah 136 cm untuk jalur satu
arah dan 180 cm untuk jalur dua arah. Dan bagi penyandang cacat jalur
pedestrian harus bebas dari pohon tiang, rambu rambu dan benda benda
pelengkap jalan yang menghalang.
Permukaan. Permukaan jalan harus stabil, kuat, tahan cuaca bertekstur
halus dan tidak licin. Apabila harus terjadi gundukan tingginya tidak lebih
dari 1,25 cm. Bila menggunakan karpet maka ujungnya harus kencang dan
mempunyai trim yang permanen.
Kemiringan. Terutama bagi penyandang cacat kemiringan maksimum 7
derajat dan.
Area istirahat. Pada setiap 9 m disarankan terdapat pemberhentian untuk
istirahat.
Pencahayaan. Berkisar antara 50-150 lux tergantung pada intensitas
pemakaian, tingkat bahaya dan kebutuhan keamanan.
commit to user
Drainase. Dibuat tegak lurus dengan arah jalur dengan kedalaman
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 24

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

maksimal 1,5 cm mudah dibersihkan dan perletakan lubang di jauhkan dari


tepi ramp.
Tepi pengaman (bagi penyandang cacat). Disiapkan bagi penghentian roda
kendaraan dan tongkat tuna netra kearah area yang berbahaya. Tepi
pengaman di buat setinggi minimum 10 cm dan lebar 15 cm sepanjang
jalur pedestrian.

III.6 Standar Penyediaan Pelayanan Ruang Pejalan Kaki


Tingkat pelayanan jaringan pejalan kaki pada pedoman ini bersifat teknis dan
umum, dan dapat disesuaikan dengan kondisi lingkungan yang ada. Standar
penyediaan ini dapat dikembangkan dan dimanfaatkan sesuai dengan tipologi
ruang pejalan kaki dengan memperhatikan aktifitas dan kultur lingkungan
sekitar.
Tingkat pelayanan (level of service/LOS) pejalan kaki:
IV.6.1 LOS A
Jalur

pejalan

kaki

seluas

>5,6

m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki <16


pedestrian/menit/meter. Pada ruang pejalan
kaki dengan LOS A orang dapat berjalan
dengan

bebas,

para

pejalan

kaki

dapat

menentukan arah berjalan dengan bebas,

Gambar 2.1.
Level Of Service A

dengan kecepatan yang relatif cepat tanpa

Sumber : Pedestrian Ways

menimbulkan gangguan antar sesama pejalan

dalam Perancangan Kota,


Niniek Anggraeni

kaki.
IV.6.2

LOS B
Jalur pejalan kaki seluas 5,6 m2/pedestrian,
besar

arus

pejalan

kaki

>16-23

pedestrian/menit/meter. Pada LOS B, ruang


pejalan kaki masih nyaman untuk dilewati
dengan kecepatan yang cepat. Keberadaan

Gambar 2.2.
Level Of Service B

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 25

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

pejalan kaki yang lainnya sudah mulai

Sumber : Pedestrian Ways

berpengaruh pada arus pedestrian, tetapi para

dalam Perancangan Kota,

pejalan kaki masih dapat berjalan dengan

Niniek Anggraeni

nyaman tanpa mengganggu pejalan kaki


lainnya.
IV.6.3 LOS C
Jalur

pejalan

kaki

seluas

>2,23,7

m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >23-33


pedestrian/menit/meter. Pada LOS C, ruang
pejalan kaki masih memiliki kapasitas normal,
para pejalan kaki dapat bergerak dengan arus
yang searah secara normal walaupun pada arah

Gambar 2.3.
Level Of Service C

yang berlawanan akan terjadi persinggungan

Sumber : Pedestrian Ways

kecil. Arus pejalan kaki berjalan dengan

dalam Perancangan Kota,

normal

tetapi

relatif

lambat

karena

Niniek Anggraeni

keterbatasan ruang antar pejalan kaki.

IV.6.4 LOS D
Jalur

pejalan

kaki

seluas

>1,12,2

m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >33-49


pedestrian/menit/meter. Pada LOS D, ruang
pejalan kaki mulai terbatas, untuk berjalan
dengan arus normal harus sering berganti
posisi

dan

merubah

kecepatan.

Arus

Gambar 2.4.
Level Of Service D

berlawanan pejalan kaki memiliki potensi

Sumber : Pedestrian Ways

untuk dapat menimbulkan konflik. LOS D

dalam Perancangan Kota,

masih menghasilkan arus ambang nyaman

Niniek Anggraeni

untuk pejalan kaki tetapi berpotensi timbulnya


persinggungan dan interaksi antar pejalan kaki.

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 26

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

IV.6.5 LOS E
Jalur

pejalan

kaki

seluas

>0,751,4

m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki >49-75


pedestrian/menit/meter. Pada LOS E, setiap
pejalan kaki akan memiliki kecepatan yang
sama, karena banyaknya pejalan kaki yang ada.
Berbalik arah, atau berhenti akan memberikan

Gambar 2.5.
Level Of Service E

dampak pada arus secara langsung. Pergerakan

Sumber : Pedestrian Ways

akan relatif lambat dan tidak teratur. Keadaan

dalam Perancangan Kota,

ini mulai tidak nyaman untuk dilalui tetapi


masih

merupakan

ambang

bawah

Niniek Anggraeni

dari

kapasitas rencana ruang pejalan kaki.


IV.6.6 LOS F
Jalur

pejalan

kaki

seluas

<0,75

m2/pedestrian, besar arus pejalan kaki beragam


pedestrian/menit/meter.

Pada

LOS

F,

kecepatan arus pejalan kaki sangat lambat dan


terbatas. Akan sering terjadi konflik dengan pa
ataupun berlawanan. Untuk berbalik mungkin

Gambar 2.6.
Level Of Service F

dilakukan. Karakter ruang p berjalan sangat

Sumber : Pedestrian Ways

pelan dan mengantri. pelayanan yang sudah


tidak nyaman dan sudah tida ruang pejalan

dalam Perancangan Kota,


Niniek Anggraeni

kaki.

III.7 Faktor Faktor Yang Mempengaruhi Pembentuk Jalur Pedestrian Dalam


Lingkungan Kota
Jalur pedestrian harus memiliki rasa aman dan nyaman terhadap pejalan kaki,
keamanan disini dapat berupa batasan-batasan dengan jalan yang berupa
peninggian trotoar, menggunakan pagar pohon, dan menggunakan street
furniture. Selain merasa aman, mereka juga harus merasa nyaman dimana jalur
pedestrian harus bersifat rekreatif karena hal tersebut sangat menunjang
kenyaman pejalan kaki saat menggunakan jalur pedestrian sebagai jalur mereka.
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 27

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a) Safety ( keamanan )
Salah satu penyebab banyaknya tingkat kecelakaan yang terjadi pada
pejalan kaki di jalur pedestrian adalah akibat pencampuran fungsi jalur
pedestrian dengan aktivitas yang lain. Elemen-elemen yang perlu
diperhatikan dalam perencanaan keamanan pedestrian adalah :
Desain jalan dan jalur pedestrian
Desain jalan untuk pejalan kaki harus nyaman dan aman serta memiliki
daya tarik agar orang merasa betah melaluinya.
Kecepatan dan kepadatan
Keamanan pejalan kaki salah satunya agar terhindar dari kecelakaan
lalu lintas. Pada jalan yang memiliki kecepatan dan kepadatan lalu lintas
yang tinggi harus memiliki barrier pada jalur pedestrian. Barrier ini
dapat berupa pepohonan, pot bunga, dan adanya jarak antara jalur
pedestrian dengan jalan raya.
Pemilihan perencanaan jalur pedestrian yang berkesinambungan
Hal ini berhubungan dengan perencanaan kawasan yang mampu
menyatukan elemen-elemen yang ada disekitarnya menjadi satu
kesatuan.
Kondisi musim
Akibat sering berubahnya musim maka jalur pedestrian harusnya
mampu mengantisipasinya dengan memperhitungkan faktor alam yang
mampu mempengaruhi aktivitasaktivitas orang yang melewatinya.
Waktu
Jalur pedestrian digunakan untuk berjalan kaki baik siang maupum
malam hari. Untuk itu perlu adanya pemikiran untuk mengolah jalur
pedestrian agar aktivitas yang berhubungan dengan waktu dapat
berjalan lancar dengan tersedianya fasilitas yang membuat nyaman
orang yang melaluinya.
b) Comfort ( Kenyamanan )
Kenyamanan merupakan segala sesuatu yang memperlihatkan dirinya
sesuai dan harmonis dengan penggunaan suatu ruang. Jalur pedestrian
memiliki peran penting dalam pembentukan arsitektur kota. Kondisi jalur
commit to user
pedestrian
yang
mengutamakan
kenyamanan,
tentunya
juga
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 28

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

mempertimbangkan aspek manusiawi.


Faktor-faktor yang mempengaruhi kenyamanan :
Sirkulasi :
Kenyamanan dapat berkurang akibat sirkulasi yang kurang baik,
misalnya kurangnya kejelasan sirkulasi, penggunaan funsi ruang
sirkulasi yang berbeda ( misal trotoar dijadikan tempat berjualan ), tidak
jelasnya pembagian ruang antara sirkulasi pejalan kaki dan sirkulasi
kendaraan. Untuk hal tersebut, hendaknya diadakan pembagian sirkulasi
antara manusia dan kendaraan.
Gaya alam dan iklim
Radiasi matahari dapat mengurangi kenyamanan terutama pada daerah
tropis khususnya di siang hari. Curah hujan sering menimbulkan
gangguan terhadap aktivitas manusia di luar. Maka diperlukan adanya
peneduh.
Keamanan
Keamanan yang ditujukan bagi pejalan kaki baik dari unsur kejahatan
maupun faktor lain.
Kebersihan
Segala sesuatu yang bersih akan menambah daya tarik, juga akan
menambah kenyamanan pejalan kaki karena bebas dari kotoran sampah
dan bau-bauan yang tidak menyenangkan. Untuk memenuhi hal tersebut
kiranya perlu ditempatkan dan disediakan bak sampah.
Keindahan
Kenyamanan disini mencakup masalah kepuasan batin dan panca indera
sehingga rasa nyaman dapat diperoleh. Sulit untuk menilai suatu
keindahan, setiap orang memiliki persepsi yang berbeda terhadap
sesuatu yang dikatakan indah.

III.8 Elemen Material Jalur Pedestrian


Dalam perencanaan elemen-elemen jalur pedestrian diperlukan pendekatan
secara optimal terhadap lokasi dimana jalur pedestrian tersebut berada.
Disamping pertimbangan tersebut, yang terpenting dalam perencanaan elemen
commit to user
jalur pedestrian adalah mengenai komposisi, warna, bentuk, ukuran serta tekstur.
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 29

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Elemen pada suatu jalur pedestrian dapat dibedakan menjadi 2, yaitu : elemen
jalur pedestrian sendiri ( material dari jalur pedestrian ), dan elemen pendukung
pada jalur pedestrian ( lampu penerang, vegetasi, tempat sampah, telepon umum,
halte, tanda petunjuk dan lainnya ). Elemen-elemen material yang umumnya
digunakan pada jalur pedestrian adalah paving ( beton ), bata atau batu.
a) Paving atau beton
Paving beton dibuat dengan variasi
bentuk, tekstur, warna, dan variasi bentuk
yang memiliki kelebihan terlihat seperti
batu

bata,

serta

pemasangan

dan

pemeliharaannya mudah. Paving beton ini


dapat digunakan diberbagai tempat karena

Gambar 2.7. Paving Block


Sumber :
http://pavingblockbandung.pdmja.com

kekuatannya, jalan yang terpasang paving


atau beton dapat dilewati mobil, sepeda
motor, bus dan kendaraan lain. Bentuk
dapat dibuat untuk pola jalur pedestrian agar
tidak terlihat monoton dan memberikan
Gambar 2.8.Paving Block
Sumber : http://gambarproperti.com

suasana yang berbeda.


b) Batu
Batu merupakan salah satu material
yang paling tahan lama, memiliki daya
tahan

yang

kuat

dan

mudah

dalam

pemeliharaannya. Batu granit adalah salah


satu yang sering digunakan pada jalur
pedestrian yang membutuhkan keindahan.

Gambar 2.9.Lantai Granit


Sumber : http://3.bp.blogspot.com/

c) Bata
Bahan material ini merupakan bahan
yang mudah pemeliharaannya, serta mudah
pula didapat. Bata memiliki tekstur dan
dapat menyerap air dan panas dengan cepat
tetapi mudah retak.
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

Gambar 2.10.Batu Bata


Sumber :
http://202.67.224.140/pdimage/91/2
720791_btu.jpg

BAB II - 30

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

III.9 Relevansi dengan Obyek Perancangan


Tahapan revitalisasi dalam bentuk intervensi fisik yaitu dengan menerapkan
konsep pedestrian mall sebagai fungsi kebaharuan kawasan untuk menambah
nilai kualitas, seperti kualitas fasilitas pejalan kaki dan kuantitas fasilitas
kawasan, seperti lahan parkir dan lain-lain.

IV. Arsitektur Art Deco


IV.1 Sejarah Art Deco
Art Deco adalah gaya hias yang lahir setelah Perang Dunia I dan berakhir
sebelum Perang Dunia II yang banyak diterapkan dalam berbagai bidang,
misalnya eksterior, interior, mebel, patung, poster, pakaian, perhiasan dan lainlain. Dalam perjalanannya Art Deco dipengaruhi oleh berbagai macam aliran
modern, antara lain Kubisme, Futurisme dan Konstruktivisme serta juga
mengambil ide-ide desain kuno misalnya dari Mesir, Siria dan Persia. Seniman
Art Deco banyak bereksperimen dengan memakai teknik baru dan material baru,
misalnya metal, kaca, bakelit serta plastik dan menggabungkannya dengan
penemuan-penemuan baru saat itu, lampu misalnya, karya-karya mereka
memakai warna-warna yang kuat serta bentuk-bentuk abstrak dan geometris
misalnya bentuk tangga, segitiga dan lingkaran terbuka, tetapi mereka kadang
masih menggunakan motif-motif tumbuhan dan figur, tetapi motif-motif tersebut
cenderung mempunyai bentuk yang geometris. Komposisi elemen-elemennya
mayoritas dalam format yang sederhana.
IV.2 Ciri-Ciri
Ciri arsitektur dengan gaya art deco:
1. Dominasi bentuk murni seperti bulat, kotak-kotak, oval, segitiga atau
bentuk geometris lainnya

Gambar 2.11.Kotak, lingkaran, Segitiga


Sumber:

http://www.astudioarchitect.com/2010/10/gayacommit to user
art-deco-untuk-bangunan.html#ixzz31Qewq3IU

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 31

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

2. Garis yang rapih, stabil, tajam, manis, mengkilap dan hiperbola, hal ini
dibuktikan dari beberapa penggunaan material yang sangat mengkilap
seperti krom, batu perhiasan yang dipoles , dll.

Gambar 2.12.Ornamen Batarakala


dengan cat emas mengkilap
Sumber:Dokumentasi Pribadi (2014)

Gambar 2.13.Ke stabilan bentuk


lingkaran dan kesan hiperbola
Sumber:https://senirupasmasa.files.wordpr
ess.com/

3. Menggunakan warna-warna gelap dan metalik sebagai aksen.

Gambar 2.14.Warna-warna Art Deco


Sumber : http://www.californiapaints.com/find-color/colorcollections/20th-century-colors-of-america/art-deco--artmoderne-colors.aspx

IV.3 Art Deco di Bandung


Seni bergaya art deco dikenal di Indonesia, khususnya bangunan-bangunan
peninggalan zaman kolonial. Bandung termasuk salah satu kota yang terkenal
banyak meninggalkan jejak bangun art deco. Merunut pada sejarahnya, masa
kejayaan arsitektur art deco di Bandung mulai dikenal publik pada tahun 1920an. Mulanya, pada 1915, Gubernur Jenderal J.P. de Graaf van Limburg Stirum
ingin memindahkan ibu kota Hindia Belanda dari Batavia ke Bandung.
commit to user
Alasannya, Bandung dianggap lebih nyaman untuk ditinggali, apalagi sejak H.F.
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 32

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Tillema, seorang ahli kesehatan memaparkan makalah tentang buruknya sanitasi


di kota-kota pantai. Ia juga menyebutkan kelembapan yang tinggi serta suhu
yang panas di kota-kota tersebut tidak cocok bagi warga Eropa.
Maka, Belanda-pun mendatangkan banyak arsitek andal dari negaranya untuk
membangun dan menata Bandung. Mula-mula mereka membangun pusat militer
yang

dikonsentrasikan

di

pusat

Kota

Bandung

dan

Cimahi.

Pada

perkembangangan selanjutnya, mulailah dibangun pusat pemerintahan yang


ditandai dengan pendirian Gedung Sate pada (1920) dan selesai empat tahun
kemudian. Arsitek-arsitek yang berkarya di Bandung terpengaruh dengan gaya
arsitektur yang tengah populer di Eropa saat itu, yakni gaya art deco. Istilah ini
sebetulnya baru dikenal di dunia arsitektur pada tahun 1966, saat digelar
pameran bertema "Les Annes" di Paris. Gaya art deco diidentikkan dengan ragam
bangunan yang menyertakan dekorasi khusus. Jadi, karya bangunan lahir terlebih
dahulu, baru ada penamaan istilah.
Karya Arsitektur langgam Art Deco di Bandung terlihat tiga macam
mainstream; yaitu yang penuh dengan inovasi seni dekoratif, antara lain diwakili
oleh Gereja Katedral St. Petrus (1922), Gereja Bethel (1925), Hotel Preanger
(1929), Vila Isola (1932), dirancang oleh CP Wolff Schoemaker. Yang kedua,
yaitu yang memanfaatkan dekorasi florel; jumlah bangunan seperti ini saat ini
paling besar di Bandung. Yang ketiga yang mengutamakan fasade streamline,
yaitu Hotel Homann (1931), Bank Pembangunan Daerah, Villa Tiga Warna dan
Vila Dago Thee dirancang oleh A.F. Albers antara tahun 1931 s.d 1938
Munculnya pendapat Ornament is a crime menguatkan gaya arsitektur yang
menjadi semakin sederhana. Ornamen yang hanya berbentuk kotak, zigzag,
segitiga, menjadi lebih banyak terlihat pada arsitektur modern. Arsitektur
modern yang lebih terbuka dengan perpaduan berbagai bentuk maupun gaya
disebut art deco.(TrendRumah.com)
Perkembangan Art Deco akhir di Indonesia mengacu pada kedinamisan dan
bentuk plastis yang kelenturan fasadenya merupakan pengejawantahan dari
kemoderenan teknologi arsitektural. Contoh fasade yang dinamis salah satunya
adalah fasade hotel Savoy Homann Bandung yang dirancang oleh A.F. Aalbers.
Lengkungan yang ditampilkan itu merupakan ekspresi gerak, teknologi
commit
to user sering menjuluki lengkungan itu
modern dan rasa optimisme.
Orang-orang
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 33

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dengan Ocean Liner Style hal ini mengacu pada bentuk kapal pesiar yang pada
saat itu merupakan karya manusia yang patut dibanggakan, jadi bentukan kapal,
bentuk lengkung dijadikan sebagai ekspresi kemoderenan.

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 34

IV.4 Contoh Bangunan Art Deco di Bandung

Foto

Profil

Keterangan

Hotel Savoy Homann

Dekorasi garis lurus yang tumbuh dari struktur horizontal dan vertikal

Arsitek : A.F. Aalbers

beton, dikenal dengan streamline deco.

Tahun : 1880

Pola ramping horizontal pada balkon yang fungsional tanpa ornamen


berlebihan menunjukkan keindahan terpancar dari fungsi sesuai
dengan prinsip arsitektur modern. Di bagian lobi, terdapat pula

Gambar 2.15.Hotel Savoy Homann


Sumber : Dokumentasi Pribadi(2014)

ornamen tambahan berupa ukiran dan relief yang mencerminkan ciri


khas Indonesia.

Gambar 2.16.Hotel Preanger


Sumber : Dokumentasi Pribadi(2014)

Hotel Preanger

Komposisi massa gedung bertingkat-tingkat dengan pola asimetris,

Arsitek

CPW. Schoemaker,

dilengkapi menara pada bagian tengah yang dibuat tidak terlalu

Ir. Soekarno

tinggi, tetapi sangat kaya dengan unsur dekoratif. Menara ini menjadi

:1889

pusat perhatian yang sangat menarik dengan banyaknya ornamen

Tahun :

berpola geometris, zig-zag, abstrak, dan berlapis-lapis pada bagian


puncak dan sisi-sisinya. Pola zig-zag bersiku dan bentuk geometris
lainnya yang diduga diadopsi dari budaya suku Maya dan Inca Indian
diterapkan juga untuk desain kaca patri.

BAB II - 35
revitalisasi kawasan Braga

Bank Jawa Barat

Bentuk kurva linier yang dinamis dan dilengkapi dengan menara

Arsitek : CPW. Schoemaker

seperti yang ada di Hotel Homann. Pola horizontal ramping yang

Tahun : 1915

berlapis-lapis pada bukaan atas terlihat lugas tanpa banyak unsur


dekoratif lainnya.

Gambar 2.17.Bank Jawa Barat


Sumber : Dokumentasi Pribadi(2014)

Gedung Landmark

Di kedua bangunan tersebut tampak ornamen Batara Kala yang

Arsitek :

CPW. Schoemaker

diambil dari sebuah candi Hindu di Bali.

Tahun :

1922

Gambar 2.18.Gedung Landmark


Sumber : Dokumentasi Pribadi(2014)

New Majestic

Arsitek :

CPW. Schoemaker

Tahun :

1925

Gambar 2.19.New Majestic


Sumber : Dokumentasi Pribadi(2014)

BAB II - 36
revitalisasi kawasan Braga

Vila Tiga Warna


Arsitek :

A.F. Aalbers

Gambar 2.20.Vila Tiga Warna


Sumber : Dokumentasi Pribadi(2014)

Vila Isola
Arsitek

Desain konsep dasar bangunan diinspirasi dari bentuk candi Hindu


CPW. Schoemaker

dan didominasi dinding lengkung. Bentuknya serbasimetris dan


dibuat banyak jendela untuk melihat pemandangan. Jendela ke arah
selatan menyuguhkan pemandangan Kota Bandung, sedangkan ke

Gambar 2.21.Vila Isola


Sumber
:https://senirupasmasa.files.wordpress.c
om/

arah utara menampakkan keindahan Gunung Tangkubanparahu.

IV. 5. Relevansi dengan Obyek Perancangan


Perencanaan revitalisasi kawasan Braga tidak akan lepas dari proses konservasi bangunan-bangunan Braga. Perencaan konservasi
kawasan harus melihat kepada sejarah bangunan tersebut, sehingga perencanaan konservasi bangunan tidak akan melenceng jauh
dari sejarah bangunan tersebut.Fungsi kebaharuan dalam revitalisasi kawasan Braga juga menyesuaikan tampilan fisik umum
kawasan Braga, sehingga fungsi kebaharuan yang direncanakan sesuai dengan perencanaan revitalisasi kawasan Braga. Dari sejarah
pembangunan kawasan Braga, langgam Arsitektur Art-Deco yang mendominasi pembangunan bangunan di kawasan Braga. Maka
tampilan kawasan dan bangunan yang direncanakan adalah tampilan dari langgam Art Deco.
BAB II - 37
revitalisasi kawasan Braga

perpustakaan.uns.ac.id

V.

digilib.uns.ac.id

Kota Pusaka
Pusaka menurut Piagam Pelestarian dan Pengelolaan Pusaka Indonesia Tahun 2003
meliputi pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana.

Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa.

Pusaka budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa dari lebih
500 (lima ratus) suku bangsa di tanah air Indonesia, secara sendiri-sendiri,
sebagai kesatuan bangsa Indonesia dan dalam interaksinya dengan budaya lain
sepanjang sejarah keberadaannya. Pusaka budaya mencakup pusaka berwujud
(tangible) dan pusaka tidak berwujud (intangible).

Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan pusaka budaya dalam kesatuan
ruang dan waktu.
Kota Pusaka adalah kota yang memiliki kekentalan sejarah yang bernilai dan

memiliki pusaka alam, pusaka budaya berwujud dan pusaka budaya tidak berwujud,
serta rajutan berbagai pusaka tersebut secara utuh sebagai aset pusaka dalam
wilayah/kota atau bagian dari wilayah/kota yang hidup, berkembang, dan dikelola
secara efektif.

V.1 Maksud dan Tujuan

Maksud
Mewujudkan reformasi di bidang perencanaan dari tataran perencanaan
RTRW ke arah aksi implementasi konkrit yang berbasis kekuatan ruang
kota dengan nilai-nilai pusaka di dalamnya sebagai tema utama.
Mendorong diakuinya Kota Pusaka Indonesia sebagai Kota Pusaka Dunia
oleh UNESCO.

Tujuan
Terwujudnya ruang kota yang aman, nyaman, produktif, dan
berkelanjutan berbasis rencana tata ruang, bercirikan nilai-nilai pusaka,
melalui transformasi upaya-upaya pelestarian menuju sustainable urban
(heritage) development dengan dukungan dan pengelolaan yang handal
serta penyediaan infrastruktur yang tepat menuju Kota Pusaka Dunia.
Program Penataan dan Pelestarian kota Pusaka (P3KP) diprioritaskan
kepada kota/kabupaten anggota Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI)
commit to user
mengingat kota/kabupaten tersebutsekurang-kurangnya telah memiliki

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 38

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

komitmen dan kepedulian dalam melindungi kekayaan pusaka alam,


budaya, dan saujana yang dimilikinya.
Di dalam jaringan inilah, para anggota JKPI secara bersama-sama
berupaya mencari jalan dan langkah-langkah nyata dalam mendayaupayakan kekayaan pusaka bangsa menjadi aset yang bernilai jual tinggi,
baik dimata bangsa Indonesia maupun di mata bangsa-bangsa lain di dunia.
Tujuan didirikannya jaringan ini adalah untuk menjaga kelestarian benda
cagar budaya peninggalan sejarah di Indonesia dan memiliki peran penting
didalam melindungi, menata dan melestarikan aset-aset pusaka Indonesia.
JKPI diprakarsai oleh 4 kota, dan kemudian dideklarasi oleh 12 kota di
Indonesia yang secara otomatis menjadi embrio JKPI pada tanggal 25
Oktober 2008 di Kota Surakarta. 12 kota tersebut adalah Ternate,
Pekalongan, Pangkal Pinang, Pontianak, Yogyakarta, Medan, Ambon,
Denpasar, Surabaya, Palembang, Blitar dan Surakarta.
Saat ini, ketua JKPI dipimpin oleh Ir. H. Amran Nur, Walikota
Sawahlunto dan telah beranggotakan 48 Kota/Kabupaten.

V.2 Profil Kota Pusaka


Melalui tahap pengumpulan proposal final, terdapat 26 kota/kabupaten yang
telah

menunjukkan

keseriusan

dan

menyatakan

komitmennya

untuk

berpartisipasi di dalam P3KP. Dari jumlah tersebut, Tim Evalutor proposal


mengelompokan hasilnya ke dalam 3 kelompok yang disesuaikan dengan tingkat
pemahaman pusaka, kelengkapan dan kedalaman substansi proposal, kesiapan
dan keseriusan daerah di dalam melaksanakan program P3KP (yang telah dan
akan dilaksanakan), dan kompetensi SDM daerah terkait. Setiap kelompok akan
mendapatkan "treatment" atau tindak lanjut yang berbeda-beda sesuai
pengkategoriannya.
Kelompok tersebut yaitu :
a) Kota dan kabupaten kelompok A yang telah memiliki kesiapan dan
pengalaman dalam pengelolaan kawasan pusaka. Pada kelompok ini
akan diberikan fasilitasi penyusunan Rencana Manajemen Kota Pusaka
(Heritage City Management Plan), fasilitasi awal dukungan pemangku
commit kampanye
to user publik.
kepentingan, dan fasilitasi
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 39

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

b) Kota dan kabupaten kelompok B yang sudah memiliki identifikasi


kawasan pusaka namun pengelolaannya masih terbatas. Pada kelompok
ini akan diberikan pendampingan capacity building tingkat lanjut agar
pada tahun berikutnya siap menerima fasilitasi penyusunan Rencana
Manajemen Kota Pusaka (Heritage City Management Plan).
c) Kota dan kabupaten kelompok C yang masih pada tahap persiapan.
Pada kelompok ini akan diberikan pendampingan capacity building
tingkat dasar dan kemudian dipersiapkan untuk memperoleh fasilitasi
kapasitas bangunan tingkat lanjutan.

V.3 Relevansi Dengan Obyek Perancangan


Perencanaan revitalisasi kawasan Braga dapat menjadi obyek percontohan ke
arah kawasan pusaka kota Bandung. Sehingga keberlangsungan kegiatan Braga
dapat dijaga secara berkelanjutan dan mejadi ruang dalam kota yang aman,
nyaman dan produktif. Kawasan Braga termasuk kedalam kelompok kota atau
kawasan kelompok B yang sudah memiliki identifikasi kawasan pusaka namun
pengelolaanya masih terbatas, sehingga dalam perencanaan kawasan Braga harus
disertakan program jangka pendek, jangka panjang dan pengelolaan yang
langsung di pantai oleh pemerintah dan elemen-elemen terkait lainnya.

VI. Ekonomi Kreatif


Konsep Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru
yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of
knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam
kegiatan ekonominya, sedangkan industri kreatif adalah Industri yang berasal dari
pemanfaatan kreativitas, keterampilan serta bakat individu untuk menciptakan
kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan memberdayakan
daya kreasi dan daya cipta individu tersebut (Departemen Perdagangan, 2009).
Menurut definisi Howkins, Ekonomi Kreatif adalah kegiatan ekonomi dimana input
dan outputnya adalah Gagasan, hanya dengan modal gagasan, seseorang yang kreatif
dapat memperoleh penghasilan yang sangat layak.
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 40

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

VI.1 Ekonomi Kreatif di Kota Bandung


Kota Bandung merupakan kota kreatif dengan potensi sumber daya manusia
kreatif terbesar. Dalam sebuah pertemuan di Yokohama, Ridwan Kamil (arsitek/
urban planer, URBANE) menyatakan bahwa dengan segala potensi yang
dimilikinya, kota Bandung telah mendapatkan penghargaan dan menjadi bagian
dari jaringan pengembangan kota kreatif yang menghubungkan beberapa kota
semisal Bangkok, Singapura, Kuala Lumpur, Manila, Hanoi, Hong Kong, Taipei,
London, Auckland, Istambul, Bogota dan Glasgow. Sampai tiga tahun ke depan,
kota Bandung akan menjadi proyek percontohan pengembangan kota kreatif seAsia Pasifik, maka diciptakan slogan Bandung Creative City guna mendukung
misi tersebut.
Munculnya ruang-ruang pertemuan dan kegiatan yang mengakomodasi
berbagai macam pemikiran dan gagasan-gagasan kreatif, selama ini lebih banyak
digagas secara mandiri oleh inisiatif individu atau kelompok.
Perkembangan ekonomi kreatif di kota Bandung menunjukan peningkatan
yang cukup memuaskan. Berdasarkan hasil angket survey perkembangan
ekonomi kreatif kota Bandung 2011 oleh Gustaff H. Iskandar , S.sn. dari
Common Room Networks Foundation, kegiatan bisnis ekonomi kreatif
didominasi oleh subsektor fesyen di susul oleh subsektor kuliner, rekaman musik
dan distribusi, percetakan, kerajinan tekstil, seni rupa, barang antik dan desain
pakaian.
2%
4%

4%

Ekonomi Kreatif
2%

7%
20%

Bagan 2.1.

61%

Fesyen
Kuliner
Rekaman Musik
Percetakan
seni rupa
barang antik
desain pakaian

Persentasi Ekraf Di Bandung tahun 2011


Sumber: Resume Kegiatan Focus Group Discussion,
Gustaff H. Iskandar, S.Sn.

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 41

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

a) Subsektor Fesyen
Industri kreatif fashion sudah menjadi icon kota Bandung. Kekuatan
utama industri kreatif adalah desain, keragaman bahan baku, kekhususan
merek, dan keunikan produk. Keberhasilan creative fashion di Bandung
tidak

terlepas

dari

keberadaan

industri

tekstil

dan

keunikan

pendistribusiannya yaitu FO dan Distro.

Gambar 2.22. Bandung Fashion Week


2013
Sumber:https://terbitonline.files.wordpress
.com/2013/10/lifestyle1.png

Gambar 2.23.Distro Clothing


Sumber:http://bandung.panduanwisata.
id/files/2012/04/firebolt-clothing3.jpg

b) Subsektor Seni
Perkembangan industri keratif lainnya seperti industri fashion dan
musik mendorong pertumbuhan industri seni rupa di Bandung. Industri
kreatif di Bandung juga didukung oleh kalangan perguruan tinggi. Salah
satu contoh akomodasi perguruan tinggi terhadap industri kreatif di
bidang seni di Bandung adalah pagelaran pasar seni yang diselenggarakan
oleh ITB.

Gambar 2.24.Salah Satu Pameran Seni Rupa


di ITB
Sumber:
http://www.galerisemarang.com/imgcontent/onapp-tempo.jpg

Gambar 2.25.Industri Seni Rupa di


Braga
Sumber: Dokumentasi Pribadi
(2014)

c) Subsektor Musik
Musisi yang lahir di kota Bandung diantaranya Trio Bimbo, Royke B
Jantiko dan Eko Jantiko, Yuti Launda, Marvelin Yohana Sentosa dan
Nicky Astria. Sedangkan untuk group band asal Bandung yang terkenal
diantaranya Peterpan, Gigi, Cokla dan Potret.
commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 42

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 2.26.Taman Musik di Bandung


Sumber:
https://alzyress.files.wordpress.com/2014/08/201405-18-14-14-36.jpg

VI.2 Relevansi dengan Obyek Perancangan


Konsep ekonomi kreatif terapkan karena melihat potensi ekonomi kreatif
yang sedang berkembang di kota Bandung, sehingga di harapkan perkembangan
ekonomi kawasan Braga menjadi lebih hidup. Berdasarkan sejarah Braga yang
cukup terkenal akan kawasan yang mewah dengan gaya fesyen yang ekslusif,
maka gambaran tersebut coba di hardirkan kembali dengan mengedepankan
ekonomi kreatif di bidang fesyen, ditunjang dengan perkembangan bidang
fesyen di Bandung termasuk bidang yang berkembang dengan pesat. Sektor
musik, seni, budaya dan desain akan menghidupkan dan memberikan variasi
perekonomian Braga yang telah lama redup. Kalangan anak muda akan mengisi
kawasan ini dengan ide-ide kreatif. Kalangan elite akan menikmati hasil karya
anak muda dan bahkan dapat berinvestasi dalam ide-ide kreatif mereka. Di
dukung dengan nilai sejarah Braga yang dikenal hingga mancanegara, apalagi
kota Bandung juga dikenal sebagai kota tujuan wisata dan belanja, sehingga
koridor Braga dengan ekonomi kreatifnya dapat berkembang dengan mudah dan
menjadi tujuan wisata kota Bandung.

VII. Preseden
VII.1 Burlington Arcade, London
Burlington Arcade merupakan sebuah galeri belanja dan pusat perbelanjaan
modern pertama di Eropa yang dibuka pada tahun 1819 yang sampai saat ini
masih dikenal sebagai sejarah dan karya agung dalam ilmu bangunan (historic
and architectural masterpiece). Burlington Arcade terbentang dari Bond Street,
Piccadilly sampai Burlington Garden, London. Burlington Arcade merupakan
commit to user
prototype sukses untuk shopping arcade dengan judul The First of Europes
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 43

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Grand Arcade dan masuk dalam London most exclusive district. Dengan
tampilan klasik, menggunakan hiasan dan dekorasi patung-patung, kolom-kolom
iconic sebagai penopang dinding membuat Burlington Arcade tampil eksklusif.

Gambar 2.27. Enterance Burlington


Arcade
Sumber: http://www.bowlofchalk.net/

Gambar 2.28. Interior Burlington Arcade


Sumber: http://www.standard.co.uk/

Uraian secara Arsitektural


Burlington Arcade merupakan shopping arcade terpanjang di
London. Karena lorongnya

yang panjang itulah maka untuk

menghindari kebosanan dibuat variasi pada ketinggian dan lebar


lorongnya. Juga variasi pada panjang rangkaian lengkung atapnya.
Langit-langit seperti tenda dengan kaca rooflight dengan variasi tinggi
yang menghasilkan ritme atau gerak mengombak.
Variasi juga dihadirkan pada penataan took-toko di kedua sisi lorong
dengan pola sebagai berikut;
d-aba-c-aba-c-aba-d
keterangan:
a
b
c
d

= double shop
= single shop
= inter shop
= 1 single shop + 1 double shop

Yang masing-masing mempunyai spesifikasi yang berbeda-beda.


Masing-masing toko pada Burlington Arcade terdiri dari tiga lantai,
yaitu; basement, lantai dasar ( untuk took/ display barang dagangan),
dan lantai 1 ( untuk rumah tinggal) ditambah dengan loteng kecil di atas
skylight yang mengatapi arcade/ lorong.
Dari tahun 1819 dua ujung jalan sebagai akses masuk didesain
commit to user
dengan tiga buah lengkungan.
Pada tahun 1937 akses dari ujung selatan

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 44

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

dibangun kembali dengan konsep yang lebih sederhana. Satu yang


penting, bahwa desain arcade yang asli masih dipertahankan, yaitu
sudut-sudut miring untuk menyangga setiap akses masuk.

VII.2 New Tenjin Underground Shopping Arcade


Shopping Arcade bawah tanah ini merupakan sebuah icon di kota Fukuota, di
pulau Kyushu, Jepang yang terkenal dengan komitmen pemerintah dan warganya
untuk menjadikan Fukuota City sebagai kota yang berwawasan lingkungan.

Gambaran Umum
Kawasan Tenjin adalah salah satu pusat belanja, bisnis, dan hiburan di
kota Fukuota, salah satu koslopolitan di Jepang. Setiap akhir pecan,
kawasan ini dibanjiri kaum muda yang datang dari segala penjuru
Kyushu, salah satu pulau Jepang. Sehingga banyak terdapat department
store dan pusat perbelanjaan di sini, salah satu yang menjadi icon adalah
New Tenjin Underground Shopping Arcade.
New Tenjin Underground Shopping Arcade mulai dikembangkan sejak
tahun 2005 oleh pengembang swasta sebagi pusat perbelanjaan dan gaya
hidup bawah tanah. Tenjin Underground sendiri sudah ada sejak tahun
1976, namun karena dilatarbelakangi kemacetan lalu lintas yang kian
parah, pihak swasta pun mengembangkan New Tenjin Underground
menjadi pusat gaya hidup yang mempesona.

Gambar 2.29. Interior New Tenjin


Sumber: http://i1.daumcdn.net/

Gambar 2.30. Interior New Tenjin


Sumber:
http://imageshack.com/f/703/101603r.jpg

Sarana dan Prasarana


New Tenjin Underground Shopping Arcade ini dilengkapi degan akses
commit to user
transportasi yang nyaman. Karena lorong-lorong bawah tanah yang

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 45

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

diciptakan sebagai pusat perbelanjaan dan pusat mode dunia ini


terkoneksi dengan 20 gedung perkantoran, pusat perbelanjaan di atasnya,
dan stasiun subway.
Di kawasan bawah tanah, tersedia kurang lebih 150-an toko yang
menjual busana, sepatu, buku, pakaian tradisional Jepang, kafe dan
restoran. Busana yang dijualpun masuk dalam mode muthakhir, seperti
yang dijual toko-toko busana di Paris, New York, dan Tokyo.
Dari seluruh Jepang, Fukuota dikenal dengan Hakata bi jin atau
beautiful women, kota dengan banyak perempuan cantik, maka tak heran
jika jumlah departmrnt store yang terkoneksi dengan Underground
Shopping Arcade seperti Inter Media Stasion (IMS), Tenjin Core,
Iwataya, Vivre, dan Mitsukoshi, banyak menjual pakaian perempuan
dengan mode mutakhir di lantai bawah.

Suasana yang dihadirkan


Meskipun

Jepang menonjol

dnegan

budayanya,

namun

arus

modernisasi berkembang pesat di sini, khususnya di New Tenjin


Underground Shopping Arcade. Diantaranya terlihat dari music jazz yang
mengalun hampir di setiap toko yang ada dan perilaku perempuan Jepang
modis ala Barat yang mengikuti perkembangan dunia tersebar di berbagai
sudut shopping arcade.
Pusat gaya hidup di bawah tanah ini member kenyamanan kepada
pengunjung. Mereka tidak khawatir tersengat matahari atau tersiram air
hujan. Pengunjung dengan mudah menjangkau toko-toko di sini karena
terkoneksi dengan stasiun subway dan kereta api, serta bus umum.

VII.3 Bugis Junction, Singapura


Bugis Junction adalah nama sebuah mall di Singapura yang mengambil
tempat di antara himpitan bangunan tua yang telah direnovasi. Jauh sebelum
tahun 50-an, daerah ini memang menjadi tujuan para pelaut Bugis yang
berdagang dengan para penduduk Singapura. Kampung Bugis atau yang disebut
Bugis Village demikian tempat ini dijuluki. Di antara kurun waktu tahun 50-an
hingga 80-an sempat menjadi tempat hiburan malam yang berciri khas adanya
commit to user
keberadaan waria.
revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 46

perpustakaan.uns.ac.id

digilib.uns.ac.id

Gambar 2.31. Interior Bugis Junction


Sumber: http://www.yoursingapore.com/

Gambar 2.32. Susana Bugis Junction


Sumber:http://mediacdn.tripadvisor.com/

Saat ini kawasan tersebut dikembangkan menjadi mall yang berdiri dalam
beberapa ruas jalan yang menyerupai gang yang dihimpit bangunan kuno yang
sebelumnya merupakan rumah tinggal menjadi retail shop. Tempat ini
merupakan tempat belanja berpendingin dengan penutup kaca pertama di
Singapura. Jadi meski di bawah siraman panas matahari, pengunjung yang
berjalan-jalan di Parco Bugis Junction masih tetap merasakan keteduhan dan
kesejukan.
Di pusat perbelanjaan ini, para pengunjung bias mengunjungi berbagai toko
yang menjual segala macam barang elektroik sampai pakaian, hingga pernakpernik aksesoris. Apalagi untuk mereka yang menyukai aneka pakaian berlabel
khusus, misalnya bagi para pengoleksi aneka produk bertemakan Astro Boy
sampai Superman, bias melengkapi koleksinya di tempat ini.
Sebagai tempat hiburan, Parco Bugis Junction juga memiliki bioskop
Cineplex. Sedangkan untuk anak-anak, terdesia di water boom. Air mancur yang
keluar secara tiba-tiba dari bawah tanah ini sangat disukai oleh kebanyakan
anak-anak karena mereka bias bermain dan menebak air dari celah mana yang
akan keluar.

commit to user

revitalisasi kawasan Braga

BAB II - 47

VII.4 Perbandingan Preseden


Tabel. 2.1. TabelPerbandinganPreseden

No

Keberadaannya terhadap
jalan
Burlington Arcade Shopping arcade yang
dibangun pada suatu lahan
hak milik pribadi

Langgam/ Tema/ Tampilan


Kawasan
Tampilan klasik, menggunakan
hiasan dan dekorasi patungpatung, kolom-kolom iconic
sebagai penopang dinding
membuat Burlington Arcade
tampil eksklusif

New Tenjin
Underground
Shopping Arcade

Dipakai langgam modern dan


mendunia dengan adanya retail
produk terkenal dari Negaranegara maju dunia.

Bugis Juction

Shooping Arcade

Shopping arcade yang


dibangun di bawah badan
jalan (underground).
Lalulintas kendaraan berada
di atas shopping arcade.
Mengambil seluruh badan
jalan sebagai site dari
shopping arcade secara
permanen

Pencampuran gaya arsitektur


yang manis antara revitalisasi
bangunan kuno di sepanjang jalan
sebagai retail shop dan arsitektur
modern pada atap transparan

Komoditi dan Setting Ruang


Jual
Komoditi beragam, dari fashion,
alat music sampai caf. Penataan
barisan retail shop dengan pola
tertentu sehingga menghindari
kebosanan pengunjung dan
menghasilkan ritme atau gerak
mengombak
Komoditi didominasi fashion
modern dengan setting ruang
jual berderet secara linier di
sepanjang lorong.
Komoditi yang ditawarkan
beragam layaknya pusat
perbelanjaan modern. Setting
jual pertokoan sebagai retail
shop di sepanjang jalan dan
Gerobak di tengah sirkulasi
linier (jalan) kawasan.

Dominasi Material
Penutup Arcade
Metrial beton
permanent, kaca
patri, kolom ionic,
kaca rooflight, dll

Beton rigid frame


yang terintegrasi
dengan system
transportasi kota di
bawah tanah.
Penutup atap
transparan dari bahan
kaca dan
polycarbonate.
Ditopang dengan
struktur baja yang
diintegrasikan dengan
bangunan kuno di
sepanjang kawasan
sebagai penopang
bebannya.
Sumber: Analisispenulis

BAB II - 48
revitalisasi kawasan Braga

VII.5 Relevansi Dengan Obyek Perancangan


Dari berbagai obyek yang dijadikan preseden. Dapat diambil beberapa bagain yang dapat dijadikan acuan perencanaan kawasan,
seperti, tampilan kawasan pada Burlington Arcade London. Pedestrian bawah tanah Tenzin Fukuoka Jepang. Di amati dan dijadikan
acuan perencanaan kawasan.

BAB II - 49
revitalisasi kawasan Braga

Anda mungkin juga menyukai