Anda di halaman 1dari 12

KONSERVASI DAN REVITALISASI BANGUNAN BERSEJARAH UNTUK

MENCIPTAKAN KOTA WISATA BANDUNG


(STUDI KASUS KAWASAN BRAGA)
Tini Kusmayati Dewi

Abstrak

Salah satu usaha pemerintah untuk menunjang aktivitas masyarakat di pusat-pusat


kota adalah mendirikan bangunan-bangunan penunjang yang kemudian berstatus aset
pemerintah daerah. Namun demikian, setelah selesai didirikan bangunan-bangunan
tersebut seringkali mangkrak dan tidak terawat sehingga malah menimbulkan kesan
kumuh di lokasi tersebut. Studi ini mengkaji kondisi demikian yang terjadi di Jalan
Braga, Bandung, Indonesia. Studi ini mengkaji pemanfaatan kembali Kawasan Braga
sebagai bagian dari ikon Kota Bandung terkait (1) arah pengembangan optimal; dan (2)
kelayakan pengembangan melalui observasi lapangan, kajian dokumen perencanaan,
serta wawancara dengan responden pemerintah Kota Bandung. Studi ini menemukan
bahwa arah pengembangan Kawasan Braga yang optimal adalah sebagai citra kawasan
yang masih terjaga dari sisi identitas, struktur kawasan serta maknanya.

Kata Kunci: Konservasi. Revitalisasi, Bangunan Bersejarah

Pendahuluan

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kaya akan sejarah dan budaya. Tentu tidak
sedikit bangunan bersejarah yang menyimpan cerita-cerita penting dan tersebar di seluruh
penjuru Indonesia. Bahkan hampir di setiap daerah mempunyai bangunan bersejarah
yang dijadikan sebagai identitas dari daerah tersebut. Bertolak belakang dengan
diketahuinya Indonesia yang kaya akan sejarah dan budaya, ternyata masih banyak
bangsa Indonesia yang tidak menyadari akan hal itu. Banyak sekali fenomena-fenomena
yang terjadi dan meninbulkan keprihatinan terutama dalam bidang arsitektur bangunan di
Indonesia. Seperti yang dikemukakan oleh Budihardjo (1985), ”bahwa arsitektur dan kota
di Indonesia saat ini banyak yang menderita sesak nafas”.
Bangunan-bangunan kuno bernilai sejarah dihancurkan dan ruang-ruang terbuka
disulap menjadi bangunan. padahal menghancurkan bangunan kuno bersejarah sama
halnya dengan menghapuskan salah satu cermin untuk mengenali sejarah dan tradisi
masa lalu. Dengan hilangnya bangunan kuno bersejarah, lenyaplah pula bagian sejarah
dari suatu tempat yang sebenarnya telah menciptakan suatu identitas tersendiri, sehingga
menimbulkan erosi identitas budaya (Sidharta dan Budhihardjo, 1989). Oleh karena itu,
konservasi bangunan bersejarah sangat dibutuhkan agar tetap bisa menjaga cagar budaya
yang sudah diwariskan oleh para pendahulu kita.

Konsep Konservasi dan Revitalisasi


Menurut Danisworo (1995): ”Konservasi adalah upaya untuk melestarikan,
melindungi serta memanfaatkan sumber daya suatu tempat, seperti gedung-gedung tua
yang memiliki arti sejarah atau budaya, kawasan dengan kepadatan pendudukan yang
ideal, cagar budaya, hutan lindung dan sebagainya”. Berarti, konservasi juga merupakan
upaya preservasi dengan tetap memanfaatkan kegunaan dari suatu seperti kegiataan
asalnya atau bagi kegiatan yang sama sekali baru sehingga dapat membiayai sendiri
kelangsungan eksistensinya.
Sementara itu, Piagam Burra menyatakan bahwa pengertian konservasi dapat
meliputi seluruh kegiatan pemeliharaan dan sesuai dengan situasi dan kondisi setempat.
Oleh karena itu, kegiatan konservasi dapat pula mencakupi ruang lingkup preservasi,
restorasi, rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi (Marquis-Kyle & Walker, 1996; Al-
vares,2006).
Tujuan dari konservasi adalah mewujudkan kelestarian seumber daya alam hayati
serta keseimbangan ekosistemnya, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan
kesejahteraan dan mutu kehidupan manusia. Dengan demikian, konservasi merupakan
upaya mengelola perubahan menuju pelestarian nilai dan warisan budaya yang lebih baik
dan bekesinambungan. Dengan kata lain bahwa dalam konsep konservasi terdapat alur
memperbaharui kembali (renew) , memanfaatkan kembali (reuse), mengurangi (reduce),
mendaur ulang kembali (recycle), dan menguangkan kembali (refund).
1.1 Jenis-jenis Konservasi
Menurut (Marquis-Kyle dan Walker, 1996; Al vares, 2006), konservasi dibagi
menjadi beberapa jenis, yaitu:
 Preservasi
Preservasi adalah mempertahankan (melestarikan) yang telah dibangun disuatu
tempat dalam keadaan aslinya tanpa ada perubahan dan mencegah penghancuran.
 Restorasi
Restorasi adalah pengembalian yang telah dibangun disuatu tempat ke kondisi
semula yang diketahui, dengan menghilangkan tambahan atau membangun kembali
komponen-komponen semula tanpa menggunakan bahan baru.
 Rekontruksi
Rekontruksi adalah membangun kembali suatu tempat sesuai mungkin dengan
kondisi semula yang diketahui dan diperbedakan dengan menggunakan bahan baru atau
lama.
 Adaptasi
Adaptasi adalah merubah suatu tempat sesuai dengan penggunaan yang dapat
digabungkan.
 Revitalisasi
Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk menumbuhkan
kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi ruang baru yang
tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya masyarakat.
Revitalisasi merupakan suatu upaya yang dapat menghidupkan kembali vitalitas
lama yang telah pudar. Termasuk upaya konservasi bangunan kuno dan bersejarah.
Peningkatan nilai-nilai estetis dan historis dari sebuah bangunan bersejarah sangat
penting untuk menarik kembali minat masyarakat untuk mengunjungi kawasan atau
bangunan tersebut sebagai bukti sejarah dan peradaban dari masa ke masa. Upaya
konservasi bangunan bersejarah dikatakan sangat penting. Selain untuk menjaga nilai
sejarah dari bangunan, dapat pula menjaga bangunan tersebut untuk bisa dipersembahkan
kepada generasi mendatang.
Secara umum revitalisasi mempunyai arti kegiatan pengembangan yang ditujukan
untuk menumbuhkan kembali nilai-nilai penting cagar budaya dengan penyesuaian fungsi
ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan nilai budaya
masyarakat. Revitalisasi lahir akibat adanya semacam kebutuhan untuk melestarikan
sumber daya alam yang diketahui mengalami degradasi mutu secara tajam. Dampak
degradasi tersebut menimbulkan kekhawatiran dan kalau tidak diantisipasi akan
membahayakan umat manusia, terutama berimbas pada kehidupan generasi mendatang.
Revitalisasi merupakan upaya perubahan atau pembangunan yang tidak dilakukan secara
drastis dan serta merta, merupakan perubahan secara alami yang terseleksi. Ada beberapa
nilai yang terkandung dalam konsep revitalisasi, yaitu menanam, melestarikan,
memanfaatkan, dan mempelajari.
Sebagaimana diketahui, kesinambungan masa-lampau masa-kini masa-depan,
yang mengejawantahkan dalam karya-karya arsitektur setempat, merupakan faktor kunci
dalam penimbuhan rasa harga diri, percaya diri, dan jati diri, atau identitas. Keberadaan
bangunan kuno yang mencerminkan kisah sejarah, tata cara hidup, budaya, dan
peradaban masyarakat, memberikan peluang bagi generasi penerus untuk menyentuh dan
menghayati perjuangan nenek moyangnya.
Bangunan yang menjadi obyek revitalisasi dipertahankan persis seperti keadaan
aslinya. Sasarannya pun lebih terbatas pada benda peninggalan arkeologis. Konsep yang
statis tersebut kemudian berkembang menjadi konsep revitalisasi yang bersifat dinamis,
dengan cakupan yang lebih luas pula. Sasarannya tidak terbatas pada obyek arkeologis
saja, melainkan meliputi karya arsitektur lingkungan atau kawasan dan bahkan kota
bersejarah. Konservasi lantas merupakan istilah yang menjadi payung dari segenap
kegiatan pelestarian lingkungan binaan, yang meliputi preservasi, restorasi, rehabilitasi,
rekonstruksi, adaptasi, dan revitalisasi.

Tolok Ukur atau Kriteria Konservasi dan Revitalisasi Bangunan Bersejarah

Ada beberapa tolok ukur dalam pelaksanaan konservasi bangunan bersejarah.


Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Lubis (1990), setiap negara memiliki kriteria yang
berbeda dalam menentukan obyek yang perlu dilestarikan, tergantung dari definisi yang
digunakan dan sifat obyek yang dipertimbangkan. Dari beberapa literatur yaitu Catanese
(1986), Pontoh (1992), Rypkema (dalam Tiesdel: 1992), kriteria yang menggambarkan
dasar-dasar pertimbangan atau tolok ukur mengapa suatu obyek perlu dilestarikan adalah
sebagai berikut:
Tolok ukur fisik-visual
 Estetika/arsitektonis, berkaitan dengan nilai estetis dan arsitektural,
meliputi bentuk, gaya, struktur, tata ruang, dan ornamen.
 Keselamatan, berkaitan dengan pemeliharaan struktur bangunan tua
agar tidak terjadi suatu yang membahayakan keselamatan penghuni
maupun masyarakat di lingkungan sekitar bangunan tua tersebut.
 Kejamakan/tipikal, berkaitan dengan obyek yang mewakili kelas dan
janis khusus, tipikal yang cukup berperan.
 Kelangkaan, berkaitan dengan obyek yang mewakili sisa dari
peninggalan terakhir gaya yang mewakili jamannya, yang tidak
dimiliki daerah lain.
 Keluarbiasaan/keistimewaan, suatu obyek observasi yang memiliki
bentuk paling menonjol, tinggi, dan besar. Keistimewaan memberi
tanda atau ciri suatu kawasan tertentu.
 Peranan sejarah, merupakan lingkungan kota atau bangunan yang
memiliki nilai historis suatu peristiwa yang mencatat peran ikatan
simbolis suatu rangkaian sejarah masa lalu dan perkembangan suatu
kota untuk dilestarikan dan dikembangkan.
 Penguat karakter kawasan, berkaitan dengan obyek yang
mempengaruhi kawasan-kawasan sekitar dan bermakna untuk
meningkatkan kualitas dan citra lingkungan.
Tolok ukur non fisik
 Ekonomi, dimana kondisi bangunan tua yang baik akan menjadi daya
tarik bagi para wisatawan dan investor untuk mengkembangkannya
sehingga dapat digali potensi ekonominya.
 Sosial dan budaya, dimana bangunan tua tersebut memiliki nilai
agama dan spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting
bagi masyarakat.
Pelaksanaan Konservasi dan Revitalisasi Bangunan Bersejarah

Pelaksanaan konservasi dan revitalisasi akan disesuaikan dengan kondisi


bangunan tua tersebut. Sebelum melakukan konservasi dan revitalisasi, sebaiknya
mengidentifikasi aspek pertimbangan pada bangunan tua tersebut. Aspek-aspek tersebut
kemudian diuraikan berdasarkan komponen yang akan diatur dalam konservasi. Setelah
itu dari komponen itu akan dirumuskan dasar pengaturannya dan menetapkan sasaran
yang akan dicapai dalam konservasi. Kegiatan pengaturan komponen juga dilakukan
sesuai kondisi bangunan tua tersebut. Pelaksanaan konservasi tersebut dibagi dalam
beberapa tingkat berdasarkan kondisi masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:

 Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara


komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada
karakter bangunan dan kondisinya masih baik.
 Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua yang
kondisinya sudah rusak sesuai bentuk asli.
 Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada bangunan tua yang
rusak dan tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai dengan kondisi asli.
Jika bentuk asli tidak teridentifikasi, dapat dilakukan penyesuaian dengan
bentuk-bentuk lain yang terdapat pada bangunan lain yang setipe.
 Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan
penambahan komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan,
terutama yang merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan
bentuk baru tidak merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan
bentuk yang telah ada.
Contoh studi kasus kawasan Jalan Braga :

Jika Yogya punya Malioboro, Surabaya memiliki Tunjungan, Kota Bandung


sebenarnya tidak kalah hebat karena punya Braga. Jalan yang membentang utara-
selatan di pusat kota itu sekaligus menjadi salah satu landmark dan kebanggaan warga
kotanya, karena sulit dicari tandingannya di daerah lain. Braga termasuk jalan paling
tua di Kota Bandung. Bangunan-bangunan pertokoan dan restoran yang terletak di
kiri kanan jalan tersebut merupakan bangunan tua yang umurnya hamper mendekati
seratus tahun. Bangunan-bangunan tersebut bukan hanya merupakan bukti masa
lalunya, pada zaman keemasan kolonial Belanda. Tetapi Braga sekaligus menjadi
sebuah museum terbuka yang menyimpan paling banyak langgam gaya arsitektur,
seperti klasik-romantik, art deco, Indo-Europeanen, neo klasik, gaya campuran
sampai gaya arsitektur modern bisa Anda jumpai di sepanjang jalan tersebut.

Fenomena Bangkitnya Kembali Kawasan Braga

Kawasan Braga di Bandung merupakan kawasan ekonomi dan perdagangan


yang sangat berpengaruh dalam pembentukan morfologi kota Bandung. Oleh karena
itu, keberadaan Braga sudah mencapai tahap spirit of place yang solid, dengan segala
kelebihan dan kekurangannya. Dari sisi visual, fisik dan kelancaran kegiatan, kondisi
di kawasan Braga sudah sangat mengkhawatirkan. Kemacetan yang diperparah
dengan banyaknya pedagang kaki lima menyebabkan spirit of place kawasan Braga
yang dulu merupakan kawasan berbelanja yang nyaman mulai terganggu. Serta
kondisi bangunan-bangunan khususnya bangunan kuno peninggalan kolonial yang
dalam kondisi mengkhawatirkan membuat nilai-nilai kelayakan visual mulai
menurun. Di sisi lain, dari segi ekonomi dan perdagangan, kawasan ini masih sangat
diandalkan oleh pemerintah kota Bandung. Oleh sebab itu, titik awal proses
konservasi dan revitalisasi yang diambil diawali dengan permasalahan : Bagaimana
menjadikan kembali kawasan Braga menjadi kawasan yang responsif terhadap
perkembangan kota, juga menaikkan nilai-nilai kelayakan visual yang terdapat di
dalamnya tetapi juga dapat mempertahankan sifatnya sebagai kawasan ekonomi dan
perdagangan.

Kesimpulan

Kawasan Braga sebagai lokus penelitian memiliki komponen citra kawasan yang
masih terjaga dari sisi Identitas, Struktur kawasan serta Maknanya. Berdasarkan uraian
diatas baik dari informasi yang digali maka di kawasan Braga menunjukkan fakta sebagai
berikut :

1. Sebagai kawasan yang terletak di pusat kota Bandung yang sebagian aktivitas
kawasannya ditinjau dari aspek fisik bangunan dan kawasan, sosial, budaya dan
perekonomian masih bertahan dengan citra kawasan yang adaptif dengan perkembangan
kotanya. Ciri-ciri yang tampak adalah adanya aktivitas para pelaku di kawasan tersebut
dengan style dan gaya terkini, begitu pula dengan bangunan-bangunan di kawasan ini
telah beradaptasi dengan fungsinya yang dibutuhkan oleh masyarakat kota sekarang.

2. Pada awalnya, proses konservasi yang dilakukan dimulai dengan melihat


permasalahan: Bagaimana menjadikan kembali kawasan Braga sebagai kawasan yang
responsif terhadap perkembangan kota, juga menaikkan nilai-nilai kelayakan visual yang
terdapat di dalamnya tetapi juga dapat mempertahankan sifatnya sebagai kawasan
ekonomi dan perdagangan.
3. Adanya beberapa fakta terjadinya proses kebertahanan kawasan dalam berbagai aspek,
terutama dari aspek fisik kawasan, Untuk pembenahan visual dan fisik, metode Context
and Contrast atau dengan pendekatan harmonis atau kontras lebih dapat digunakan.

Dokumentasi Kawasan Braga

Visualisasi Bangunan di kawasan Braga yang Masih Bertahan


Sumber : Dokumentasi Peneliti (2009)
Visualisasi Bangunan di kawasan Braga yang Berfungsi Kembali dengan Fungsi-
Fungsi Baru.
Sumber : Dokumentasi Peneliti (2009)
DAFTAR PUSTAKA

Alvares. 2006. Kegiatan Budaya. http://en.Wikipedia. Diunduh 17 April 2014

Antariksa, 2009. Makna Budaya dalam Konservasi Bangunan dan Kawasan.


http://antariksaarticle.blodspot.com. Diunduh 17 April 2014

Budihardjo, Eko. 1997. Arsitektur sebagai Warisan Budaya. Jakarta: Djambatan.


http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jppmr/article/view/2359. Diunduh 17
April 2014

Budihardjo, Eko. 1997. Tata Ruang Perkotaan. Bandung. Penerbit Alumni.

Kostof, S., 1991, The City Shaped: Urban Patterns and Meanings Through History,
Thames and Hudson, London.

Haryoto Kunto, 1986. Semerbak Bunga Di Bandung Raya, Bandung. PT. Granesia.

Mohammad Ali Topan, 2005, Memahami Metode Hermeneutik Dalam Studi Arsitektur
dan Kota, Jakarta, Trisakti.

Nurmala. 2003. panduan pelestarian bangunan tua di kawasan pecinan pasar baru
bandung. http://www.sappk.itb.ac.id/jpwk/wp-content/uploads/2014/01/VOL-14-
NO-3-4.pdf. Diunduh 17 April 2014

Ranchman, Maman. Konservasi Nilai dan Warisan


Budaya.http://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/ijc/article/view/2062. Diunduh 17
April 2014

Rahman, Arief, 2001. Evaluasi Perencanaan Konservasi Kawasan Kota Tua Jakarta Zona
Stasiun Kota, Thesis, Bidang Khusus Lingkungan dan Permukiman, Program
Pasca Sarjana, Bandung. Institut Teknologi Bandung.
Rahman, Arief, 2006. Konservasi Bangunan Tempo Dulu Yang Terbarukan di Kawasan
Kota Lama, Lembaga Penelitian, Jakarta, Universitas Gunadarma.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang cagar budaya

.http://indonesianheritagerailway.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=144%3Arevitalisasi-lawang-
sewu&catid=53&Itemid=143&lang=id

Zahnd, Markus, 1999. Perancangan Kota Secara Terpadu, Teori Perancangan Kota dan
Penerapannya, Semarang. Penerbit Kanisius, Soegijapranata University Press.

Anda mungkin juga menyukai