PENDAHULUAN
2
BAB II
KAJIAN TEORI
I. PENGERTIAN KONSERVASI
Konsep konservasi pertama kali dikemukakan oleh Theodore Roosevelt pada tahun
1902. Konservasi berasal dari kata “conservation”, bersumber dari kata con (together) dan
servare (to keep, to save) yang dapat diartikan sebagai upaya memelihara milik kita (to
keep, to save what we have), dan menggunakan milik tersebut secara bijak (wise use).
Konservasi dimaknai sebagai tindakan untuk melakukan perlindungan atau
pengawetan; sebuah kegiatan untuk melestarikan sesuatu dari kerusakan,
kehancuran, kehilangan, dan sebagainya (Margareta, et al. 2010). Lazimnya, konservasi
dimaknai sebagai tindakan perlindungan dan pengawetan alam. Persoalan yang dikaji
umumnya adalah biologi dan lingkungan. Salah satu fokus kegiatan konservasi adalah
melestarikan bumi atau alam semesta dari kerusakan atau kehancuran akibat ulah manusia.
Namun dalam perkembangannya, makna konservasi juga dimaknai sebagai pelestarian
warisan kebudayaan (cultural heritage).
3
siapa. Warisan yang disebut dalam definisi Richmond dan Alison tersebut, tidak hanya
menyangkut hal fisik, tetapi juga kebudayaan.
Dari berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian konservasi tidak
hanya menyangkut masalah perawatan, pelestarian, dan perlindungan alam, tetapi juga
menyentuh persoalan pelestarian warisan kebudayaan dan peradaban umat manusia.
Konservasi juga dapat dipandang dari segi ekonomi dan ekologi. Konservasi dari segi
ekonomi berarti mencoba memanfaatkan sumber daya alam untuk masa sekarang. Dari segi
ekologi, konservasi merupakan pemanfaatan sumber daya alam untuk sekarang dan masa
yang akan datang. Dalam konteks yang lebih luas, konservasi tidak hanya diartikan secara
sempit sebagai menjaga atau memelihara lingkungan alam (pengertian konservasi fisik),
tetapi juga bagaimana nilai-nilai dan hasil budaya dirawat, dipelihara, dijunjung tinggi, dan
dikembangkan demi kesempurnaan hidup manusia.
5
tua tersebut. Pelaksanaan konservasi tersebut dibagi dalam beberapa tingkat
berdasarkan kondisi masing-masing komponen pada bangunan, yaitu:
Mempertahankan dan memelihara, yaitu mempertahankan dan memelihara
komponen yang diatur pada bangunan tua yang sangat berpengaruh pada karakter
bangunan dan kondisinya masih baik.
Memperbaiki, yaitu memperbaiki komponen pada bangunan tua yang kondisinya
sudah rusak sesuai bentuk asli.
Mengganti, yaitu mengganti variabel yang diatur pada bangunan tua yang rusak dan
tidak bisa diperbaiki lagi dengan bentuk sesuai dengan kondisi asli. Jika bentuk asli
tidak teridentifikasi, dapat dilakukan penyesuaian dengan bentuk-bentuk lain yang
terdapat pada bangunan lain yang setipe.
Menambah dengan penyesuaian terhadap bentuk asli, yaitu melakukan penambahan
komponen yang boleh dilakukan jika dilakukan pengembangan, terutama yang
merupakan penyesuaian terhadap fungsi, dengan batasan bentuk baru tidak
merusak karakter asli bangunan dan dibuat sesuai dengan bentuk yang telah ada.
6
Ciri-ciri bangunan ini adalah atap-atap tritisan, veranda dan jendela- jendela krepyak•
Bangunan modern kolonial (abad XX) Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Art Deco
dan Art Nouveau.
3. Bangunan masyarakat China.
Ciri-ciri bangunan ini adalah berupa shop houses bergaya Cina Selatan, terletak di
sekitar core inti wilayah utama suatu daerah. Contohnya: bangunan klenteng yang
ada di Petak 9 di daerah Glodok.
4. Bangunan masyarakat pribumi.
Ciri-ciri bangunan ini adalah berada di luar benteng, berupa rumah panggung namun
ada juga yang langsung menyentuh lantai, menggunakan bahan-bahan alami. Saat
ini bangunan dengan tipologi sudah banyak yang punah.
5. Bangunan modern Indonesia.
Ciri-ciri bangunan ini adalah bergaya Internasional Style. Contohnya: Gedung BNI 46
yang berada di dekat Stasiun Kota
8
b. Golongan II : lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, telah mengalami
perubahan namun masih memiliki beberapa unsur keaslian.
c. Golongan III: lingkungan yang hanya memenuhi 3 kriteria, yang telah banyak
perubahan dan kurang mempunyai keaslian.
9
i. Perubahan bangunan dapat dilakukan dengan tetap mempertahankan pola
tampak muka, arsitektur utama dan bentuk atap bangunan
ii. Detail ornament dan bahan bangunan disesuaikan dengan arsitektur
bangunan disekitarnya dalam keserasian lingkungan
iii. Penambahan bangunan di dalam perpetakan atau persil hanya dapat
dilakukan di belakang bangunan cagar budaya yang harus sesuai dengan
arsitektur bangunan cagar budaya dalam keserasian lingkungan
iv. Fungsi bangunan dapat diubah sesuai dengan rencana kota.
10
BAB III
PEMBAHASAN
11
Kawasan Fatahillah berubah menjadi sebuah sarana rekreasi bagi banyak
orang. Bangunan-bangunan tua terus mengalami perbaikan dari sisi fisik, untuk
diangkat kembali kevitalannya guna menjadi sarana rekreasi kota lama di pusat
Ibukota Jakarta. Segala sisi terus mengalami perbaikan, baik dari area plaza yang
dihias dengan lampu-lampu jalan agar dapat juga difungsikan pada malam hari,
perbaikan perkerasan, perbaikan dan perawatan fisik bangunan, dan peningkatan
fasilitas penunjang kegiatan didalamya.
Arsitektur museum Fatahillah bergaya arsitektur Neo-Klasik dengan cat
berwarna kuning tanah, kusen pintu dan jendela yang terbuat dari kayu jati berwarna
hijau tua, selain itu pada bagian atap terdapatpenunjuk arah mata angin yang
mencirikan bangunan-bangunan era kolonial. Jenis ornament yang ada pada
bangunan merupakan gaya klasik Kolonial Belanda yang sesuai dengan zamannya
dimasa itu.Museum ini memiliki luas lebih dari 1.300 meter persegi dengan bentuk
persegi panjang. Pekarangan terdiri dari susunan konblok yang berfungsi sebagai
plaza berkumpul. Sebelumnya Plaza Fatahillah memiliki cukup banyak vegetasi
pepohonan rindang namun saat ini plaza Fatahillah terasa begitu gersang dan panas
dengan minimnya penghijauan. Pilar-pilar tinggi menghiasi dan menandakan letak
pintu masuk pada museum Fatahillah, yang mana menjadi gerbang utama untuk
masuk kedalam museum. Pilar berwarna putih dan bergaya arsitektur kolonial.
Bangunan masih memiliki bentuk bangunan yang sama dengan bentuk
bangunan aslinya. Hanya saja masih diperlukan perawatan terhadap beberapa unsur
bangunan yang rusak dimakan usia tetapi tetap memepertahankan bentuk aslinya.
Perbedaan hanya terdapat pada fungsi bangunan yang tadinya berfungsi sebagai
balai kota Batavia dan sekarang berubah fungsi menjadi Museum Batavia.
Djakarta Lloyd didirikan di Tegal pada tanggal 18 Agustus 1950 oleh beberapa
anggota TNI Angkatan Laut yang bercita-cita mendirikan suatu perusahaan
pelayaran samudera.Pada awalnya Djakarta Lloyd memiliki 2 kapal uap yaitu SS
13
Jakarta Raya dan SS Djatinegara. Kini Djakarta Lloyd melayani jalur samudera dan
antar pulau dalam negeri dan memiliki 14 kapal. Pada tahun 1961 berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 108 tahun 1961 status Perusahaan berubah menjadi
Perusahaan Negara dengan nama PN Djakarta Lloyd. Di era 1990an, PT Djakarta
Lloyd tidak lagi mendominasi jalur angkutan laut di dalam negeri (Djakartalloyd).
4. Dasaad Musin
Gedung Dasaad Musin dibangun pada tahun 1857. Gedung yang berlokasi di
jalan kunir kawasan Fatahillah ini dulunya adalah kantor miliki Agus Dasaad Musin,
konglomerat pada jaman itu. Beliau memiliki usaha dibidang perkapalan. Usahanya
ditutup saat era Orde Baru berkuasa. Kondisi gedung ini sudah banyak yang
mengalami kerusakan diantaranya atap yang roboh dan dinding yang
keropos. (Huzer Apriansyah, 2011).
Gedung ini akan direstorasi dimana akan dikembalian ke dalam bentuk
aslinya dan difungsikan sebagai ruang publik nantinya. Rencananya bangunan
berlantai 3 itu akan dibuat kafe pada lantai satu dan perkantoran di lantai 2 dan 3.
Adapun kesulitan dalam mencari data karena kepemilikan yang bergati-ganti
diamana tahun 1946-1958 untuk kepemilikan atas nama Dassaad Mussin Concern
dan sekarang kepemilikan ada di tangan Wahidin Saleh. Saat ini Gedung Dasaad
Musin Concern yang sekarang dalam proses restorasi.
14
5. Kantor Jasindo
Gedung Jasindo ini terletak di Jalan Taman Fatahillah No. 2 Kelurahan
Pinangsia, Kecamatan Taman Sari, Kota Jakarta Barat, Provinsi DKI Jakarta.Gedung
Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-Maatschappij
(WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang dibangun
pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-
Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.
Gedung ini sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo),
namun sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah
mengkhawatirkan. Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung
dikosongkan oleh PT Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar.
Sebagian lagi digunakan untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan.
Kondisi ini menyebabkan bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat
memprihatinkan karena dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada
pemeliharaan dan perbaikan (issuu, 2013).
Gedung Jasindo adalah bangunan bekas gedung NV West-Java Handel-
Maatschappij (WEVA) atau Kantoorgeouwen West-Java Handel-Maatschappij, yang
15
dibangun pada tahun 1912. Desain bangunan ini dilakukan oleh NV Architecten-
Ingenieursbureau Hulswit en Fermont te Weltevreden en Ed. Cupers te Amsterdam.
Gedung ini sekarang dimiliki oleh PT Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo), namun
sudah tidak dipergunakan lagi lantaran kondisi gedung sudah mengkhawatirkan.
Pada bagian atapnya mengalami pelapukan. Setelah gedung dikosongkan oleh PT
Jasindo, gedung tersebut dimanfaatkan untuk hiburan biliar. Sebagian lagi digunakan
untuk berjualan pakaian, rokok, dan minuman ringan. Kondisi ini menyebabkan
bangunan tersebut semakin tidak terurus dan sangat memprihatinkan karena
dibiarkan terbengkelai oleh PT Jasindo tanpa ada pemeliharaan dan perbaikan.
6. Kantor Pos
Gedung tua yang terletak di JI. Pos No.2, Jakarta Pusat, dibangun sekitar
pertengahan abad ke-19. Peruntukkannya sebagai Kantor Pos dan dikenal dengan
sebutan gedung PTT (Pos Telegraf dan Telepon). Gedung ini mengalami beberapa
kali perubahan nama. Awalnya bernama “Gedung PTT Pasar Baru”, mulai dikenal
sejak zaman penjajahan sampai sekitar tahun 1940-an. Pada masa revolusi fisik
berubah menjadi “Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru”, berganti lagi menjadi “Kantor
Pos Kawat Pasar Baru”, Sejak tahun 1963 menjadi “Gedung Pos Ibukota” disingkat
GPI atau disebut juga “Kantor Pos Ibukota Jakarta Raya”.
Bangunan ini dirancang oleh Ir. R. Baumgartner yang bekerja sebagai arsitek
pada Bouw Kundig Bureau pada departemen Van BOW. Secara fisik bentuk
bangunan gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru menunjukkan arsitektur Belanda
dengan relung serta kaca-kaca berkembang yang menghiasi bagian depan gedung,
bentuknya serupa dengan bangunan stasiun Kereta Api Jakarta Kota(Jakarta.go.id).
16
Bangunan ini dirancang oleh Ir. R. Baumgartner yang bekerja sebagai arsitek
pada Bouw Kundig Bureau pada departemen Van BOW. Gedung yang sejak awal
memang dirancang sewbagai kantor pos ini dibangun pada tahun 1928. Bangunan
didominasi adanya lubang-lubang jendela vertikal mengimbangi bangunan yang
“horizontal” melebar. Ketinggian langit-langit yang relatif tinggi memungkinkan
penghawaan alamiah sehingga mendukung kenyamanan bangunan.Secara fisik
bentuk bangunan gedung Kantor Pos dan Giro Pasar Baru menunjukkan arsitektur
Belanda dengan relung serta kaca-kaca berkembang yang menghiasi bagian depan
gedung, bentuknya mirip bangunan stasiun Kereta Api Jakarta Kota. Atap terbuat dari
seng dengan tiang-tiang besi pipih sebagai penyangga.
17
Eropa Empire. Ciri khas gaya arsitektur ini pada umumnya bagian atas depan
berbentuk segitiga yang menggambarkan Crown atau Mahkota Raja, sedang bagian
teras depan ditopang tiang pilar atau Doric (doria). Tiang-tiang pilar seperti ini juga
dijumpai pada bangunan dari jaman Mesir Kuno sebagai simbol atau penggambaran
dari pasukan tentara yang mendukung kekuatan dan kokohnya kerajaan. Gedung
museum Seni Rupa dan Keramik dirancang oleh Jhr. W H.F.H. Raders. Berikut gaya
arsitektur Eropa yang diaplikasikan pada bangunan Museum Seni Rupa dan
Keramik.
8. Museum Wayang
Gedung yang telah dipugar berkali – kali mulai dari gereja. Lalu fungsi
selanjutnya adalah sebagai tempat dengan tujuan penelitian dalam bidang seni dan
ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang-bidang ilmu biologi, fisika, arkeologi,
kesusastraan, etnologi dan sejarah.
Kemudian dijadikan museum dengan nama “de oude Bataviasche Museum “
atau museum Batavia Lama yang pembukaannya dilakukan oleh Gubernur Jenderal
18
Hindia Belanda terakhir, Jonkheer Meester Aldius Warmoldu Lambertus Tjarda van
Starkenborg Stachouwer, pada 22 Desember 1939.
(sumber : http://asosiasimuseumindonesia.org/23-profil-museum/dki-jakarta/24-
museum-wayang.html)
19
bergaya kolonial (Jessup, 1985). Pada kawasan Kota Lama terbagi menjadi 3 segmen,
antara lain : Segmen jalan Rajawali dikenal sebagai daerah pertempuran Jembatan
Merah, segmen jalan Kembang Jepun yang dikenal sebagai daerah pecinan dan
segmen jalan KH. Mas Mansyur yang dikenal sebagai Kampung Arab. Semuanya itu
menjadi satu district yang disebut Kota Lama atau Kota Tua.
21
Berdasarkan hasil analisis Putra, R.D.W (2016) tentang "Identifikasi
Kelestarian Kawasan Kota Lama Melalui Proteksi Bangunan Cagar Budaya Oleh
Pemerintah Kota Surabaya" disimpulkan bahwa, Pertama, karakter kawasan penelitian
Kota Lama Surabaya dibagi menjadi 3 segmen yaitu : jalan Rajawali sebagai daerah
pertempuran 10 November, jalan Kembang Jepun sebagai kawasan Pecinan dengan
perpaduan antara bangunan kolonial dengan elemen dan struktur Tionghoa, dan jalan
KH. Mas Mansyur sebagai kawasan Kolonial Kampung Arab, setiap segmen tersebut
memiliki ciri khas yang kuat dari segi facade bangunan. Segmen Jalan Rajawali
memiliki nilai historis perjuangan 10 November yang tinggi, karena bentuk, keunikan,
estetika bangunan yang sangat dijaga karena pusat Pemerintahan Belanda pada saat
itu terdapat di Jalan Rajawali / yang terkenal sebagai Jalan Jembatan Merah, Bangunan
yang menonjol yaitu Gedung Internacio, Gedung Cerutu, Hotel Ibis, dan PTPN.
Beberapa bangunan yang terdapat di ketiga segmen tersebut merupakan
bangunan cagar budaya peninggalan dari perkembangan kota Surabaya, Pemerintahan
Kota Surabaya melalui Dinas Pariwisata dan Cagar Budaya Kota Surabaya
mengeluarkan sebuah Perda yang mengatur bahwa bangunan Cagar Budaya tidak
dapat dirubah bentuk tampilan asli muka bangunan. Namun guna bangunan tersebut
dapat dialih fungsikan / pengunaan bangunan tanpa merubah bentuk muka bangunan,
misalnya bangunan berubah fungsi menjadi bank, PTPN, museum dan perkantoran.
Namun yang perlu ditekankan adalah Pemerintah Kota Surabaya mengawasi dengan
ketat keberadaan bangunan Cagar Budaya di Kawasan Kota Lama.
Upaya konservasi direkomendasi yang telah dilakukan oleh Pemerintah Kota
Surabaya berdasarkan penelitian ini adalah : Kota Surabaya sudah memiliki perda yang
mengatur keutuhan bangunan cagar budaya, pemerintah melalui Dinas Pertamanan
melakukan penataan vegetasi berupa pohon dengan kerapatan rendah dengan jarak
yang seragam serta tinggi pagar yang tidak menutupi visualisasi facade bangunan
sehingga wisatawan dan masyarakat dapat menikmati megahnya saksi sejarah dan
bangunan yang ada pada jaman kolonial Belanda. Pemerintah Kota Surabaya melalui
Perda memberikan rekomendasi untuk memproteksi tipikal bangunan lama melalui
adaptasi bangunan baru sesuai ciri khas kawasan sebagai sebuah kawasan
peninggalan masa kolonial Belanda, dari perda ini dapat menjaga bangunan kolonial
tetap asli namun dengan interior yang mampu meningkatkan kualitas bangunan dan
kawasan Kota Lama. Pemerintah Kota Surabaya merancang citra kota lama melalui
pemberian papan-papan informasi pada bangunan kuno di Kota Lama beserta
sejarahnya sehingga dapat mempertegas bahwa bangunan ini tetap asli dikonservasi
tanpa merubah bentuk tampilan bangunan sejak awal dibangun pada era Kolonial
Belanda.
22
III. UPAYA KONSERVASI KAWASAN JALAN BRAGA, BANDUNG
Bandung memang tidak memiliki kompleks kota tua seperti di Jakarta atau
Semarang. Namun mengingat usia kota Bandung yang juga relatif muda dibandingkan
dengan Jakarta atau Semarang misalnya, maka tak heran bila peninggalan-peninggalan
tua berupa bangunan di Bandung tak banyak yang berumur lebih dari satu abad. Dari
jumlah yang sedikit ini, sebagian besar tampaknya kurang terurus, dalam keadaan
kosong dan tampak kumuh. Sangat disayangkan bila penelantaran seperti ini dibiarkan
berlangsung terus sehingga secara perlahan gedung-gedung itu rusak dimakan waktu,
dan tentunya memunculkan alasan-alasan untuk kemudian merubuhkannya sekalian,
seperti yang sudah sering terjadi.
Pada peringatan HUT KAA ke 60, Walikota Bandung, Ridwan Kamil
berkeinginan untuk mempromosikan Kota Bandung dengan menonjolkan beberapa
lokasi Kota Tua Bandung yang tersebar diberbagai daerah, salah satunya adalah
kawasan Jalan Braga, Bandung
Jalan Braga sebagai salah satu tujuan wisata di Kota Bandung tampaknya
semakin populer belakangan ini, sebagai salah satu kawasan Kota Tua. Jalan yang
cukup populer di Kota Bandung ini dijuluki Paris Van Java.
Jalan Braga sebelum abad ke-20 hanyalah jalanan becek dan berlumpur
yang sering dilalui oleh pedati pengangkut kopi dari koffie pakhuis (di lokasi Balaikota
sekarang) yang menuju Grote Postweg (Jalan Asia-Afrika sekarang). Itulah sebabnya di
masa lalu Jalan Braga dikenali dengan nama karrenweg atau pedatiweg. Menjelang
berakhirnya abad ke-19, Jalan Braga mengalami berbagai perkembangan seiring
dengan pembangunan Kota Bandung secara umum.
Memasuki dekade pertama abad ke-20, kawasan Braga perlahan menjadi
semacam pusat perbelanjaan bagi warga Eropa yang tinggal di sekitar Bandung,
terutama para Preangerplanters yang biasanya berdatangan ke Bandung setelah
seminggu penuh mengelola perkebunan mereka di luar kota Bandung. Para pekebun
yang datang ini ada yang dari Jatinangor, Sumedang, Pangalengan, Ciwidey,
Rajamandala, dan berbagai kawasan perkebunan lainnya yang tersebar di Priangan.
Mereka sengaja datang untuk berbelanja, bersantai dan menghibur diri dengan
berbagai fasilitas yang tersedia di Bandung saat itu.
Permasalahan pelestarian bangunan cagar budaya adalah membangun
keseimbangan yang beradab antara investasi yang berdimensi ekonomi dan konservasi
yang berdimensi budaya, hal tersebut dikatakan oleh David B. Soediono (Soediono-
2015). Atas dasar itulah, proyek restorasi bangunan toko de Vries di kota Bandung
dilaksanakan, dan menjadi contoh bagaimana upaya pelestarian terhadap cagar budaya
23
di kota Bandung. Prestasi ini kemudian menjadikan sang Arsitek, David B. Soediono,
mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesai (IAI Awards) tahun 2015.
Di kawasan heritage jalan Braga yang panjangnya sekitar 700 itu terdapat 120
bangunan, 45% diantaranya sudah tidak difungsikan karena rusak dimakan usia. Hanya
sebanyak 55% bangunan di Braga yang sampai saat ini terlihat masih dapat difungsikan
sebagai rumah makan, kantor, bank, toko mebel, dan tempat hiburan malam.
Pemugaran gedung Kawasan jalan Braga diera tahun 1970-1990 telah menghilang
bentuk asli bangunan, suana khas kota tua dan suasana kemegahan bangunan Art
Deco di jalan Braga masa Lalu sudah lenyap. Perlu usaha mengembalikan fasade toko
yang telah berubah ke model aslinya seperti gaya Art Deco. Dengan begitu, nuansa
klasik Braga secara visual akan kembali muncul
24
Vitalitas kawasan heritage jalan Braga menurun akibat perubahan fungsi dan aktifitas
serta kinerja ekonomi kawasan yang rendah. Kondisi tersebut mengakibatkan
rendahnya kemampuan perawatan dan pemeliharaan terhadap gedung gedung di
kawasan heritage ini, dan pada akhirnya semakin lama semakin rusak dimakan usia.
Kondisi demikian cenderung menimbulkan dampak penurunan kualitas kawasan dan
akan menjadi beban kinerja dan dinamika perkotaan. Untuk itu perlu diupayakan
menumbuhkan dan mengembangkan aktifitas ekonomi kawasan. Aktifitas ekonomi
merupakan upaya pemberdayaan, perawatan dan penguatan karakter kawasan agar
dapat berlangsung dengan baik. Hal ini berarti dpt menghidupkan kembali aktifitas /
kegiatan yang pernah ada atau secara lebih kompleks adalah menstrukturkan kembali
aktifitas ekonomi kawasan jalan Braga melalui proses adaptasi konstruksi fisik
bangunan/kawasan kota dengan kebutuhan fungsi sekarang. Menghidupkan kembali
vitalitas yang pernah ada untuk menciptakan kehidupan baru yang produktif serta
mampu memberikan kontribusi positif pada kehidupan sosial budaya, terutama
kehidupan ekonomi kawasan kota (Martokusumo-2008). Revitalisasi kawasan jalan
Braga merupakan usaha meningkatkan vitalitas kawasan kota melalui peningkatan
kualitas lingkungan dengan mempertimbang kan aspek sosial budaya dan
karakteristik/kekhususan kawasan heritage. Memanfaatkan sumber daya kawasan jalan
Braga untuk kepentingan masa kini dengan bijaksana sehingga menjamin kelestarian
dan keberadaannya untuk generasi berikutnya dimasa mendatang.
Permasalahan pelestarian bangunan cagar budaya adalah membangun
keseimbangan yang beradab antara investasi yang berdimensi ekonomi dan konservasi
yang berdimensi budaya, hal tersebut dikatakan oleh David B. Soediono (Soediono-
2015). Atas dasar itulah, proyek restorasi bangunan toko de Vries di kota Bandung
dilaksanakan, dan menjadi contoh bagaimana upaya pelestarian terhadap cagar budaya
di kota Bandung. Prestasi ini kemudian menjadikan sang Arsitek, David B. Soediono,
mendapat penghargaan dari Ikatan Arsitek Indonesai (IAI Awards) tahun 2015.
Di kawasan heritage jalan Braga yang panjangnya sekitar 700 itu terdapat
120 bangunan, 45% diantaranya sudah tidak difungsikan karena rusak dimakan usia.
Hanya sebanyak 55% bangunan di Braga yang sampai saat ini terlihat masih dapat
difungsikan sebagai rumah makan, kantor, bank, toko mebel, dan tempat hiburan
malam. Pemugaran gedung Kawasan jalan Braga diera tahun 1970-1990 telah
menghilang bentuk asli bangunan, suana khas kota tua dan suasana kemegahan
bangunan Art Deco di jalan Braga masa Lalu sudah lenyap. Perlu usaha
mengembalikan fasade toko yang telah berubah ke model aslinya seperti gaya Art
Deco. Dengan begitu, nuansa klasik Braga secara visual akan kembali muncul.
25
Potensi kawasan heritage jalan Braga mempunyai peluang besar menjadi
‘shopping street’ eksklusif serta menjadi tujuan wisata seperti kawasan‘shopping street’
yang terletak di kawasan heritage kota kota Eropa.
Pemugaran yang telah mengakibatkan hilangnya bentuk asli bangunan Art
Deco, sehingga harus dibangun kembali seperti sedia kala.
Menumbuhkan dan mengembangkan aktifitas ekonomi kawasan jalan Braga
merupakan upaya pemberdayaan, perawatan dan penguatan karakter kawasan agar
dapat berlangsung dengan baik.
Menghidupkan kembali vitalitas yang pernah ada untuk menciptakan
kehidupan baru yang produktif serta mampu memberikan kontribusi positif pada
kehidupan sosial budaya, terutama kehidupan ekonomi kawasan kota.
Revitalisasi dapat menghidupkan kembali aktifitas / kegiatan yang pernah ada atau
secara lebih kompleks adalah menstrukturkan kembali aktifitas ekonomi kawasan jalan
Braga melalui proses adaptasi konstruksi fisik bangunan/ kawasan kota dengan
kebutuhan fungsi sekarang.
Memanfaatkan sumber daya kawasan jalan Braga untuk kepentingan masa
kini dengan bijaksana sehingga menjamin kelestarian dan keberadaannya untuk
generasi berikutnya dimasa mendatang.
Menyelenggarakan berbagai “Festival” sebagai cara meningkatkan aktivitas kawasan
Braga
27
Gambar 15 : Kondisi Bangunan Stadthuys Malaka, Malaysia
sumber : Busono, Tjahjani.
28
benteng menjadi sebuah hotel memberika Kota Singapura sebuah Landmark, yang kemudian
lebih dikenal sebagai The Fullerton Singapore. Peninggalan kebudayaan yang kental dalam
arsitekturnya memperlihatkan kemapanan dan keseuaian bangunan ini sebagai sebuah hotel
megah yang berbintang enam. Fullerton Singapore memiliki asset yang tak ternilai yaitu
lokasi. Lokasi prima dari Fullerton Singapore di jantung Distrik Civic, sepadan dengan
kekayaan sejarah Singapura. Selain lokasi tersebut mengandung nilai sejarah yang tak ternilai,
yang mampu menonjolkan Fullerton Singapore sebagai sebuah titik pusat aktivitas komersial
pada hari-hari kerja di Singapura. Terletak di muka Raffles Place, distrik bisnis dan finansial
yang terkenal, Fullerton Singapore sendiri tampak apik dengan kedekatannya pada pusat-
pusat budaya seperti Teater Victoria, Concert Hall, Teater Esplanade di Teluk dan museum-
museum seni lainnya. Dari bangunan inipun seorang dapat menikmati pemandangan ke arah
Boat Quay, salah satu pusat aktivitas hiburan malam hari di Singapura. Lokasinya paralel
dengan stasiun bawah tanah Raffles Place Mass Rapid Transit (MRT) dalam jarak berjalan
kaki. Pencapaian dengan kendaraan pun mudah baik dengan kendaraan pribadi dari Nicol
Highway atau taksi dari Sungai Singapura. Di masa yang akan datang, Fullerton Singapore
akan mempunyai nilai tambah dengan perluasan dan penambahan area waterfront dengan
kehadiran The Merlion Park dan Waterboat House yang akan dibangun pada sisi Sungai
Singapura serta pengembangan reklamasi pantai di Collyer Quay di gerbang pusat kota baru.
Parsel watefront ini akan menawarkan lebih banyak lagi pusat-pusat perbelanjaan dan
pemandangan menakjubkan ke arah Teluk Marina. Interior Fullerton Singapore
Pemandangan yang indah dihasilkan oleh ke-400 kamar dan suitenya. Masing-masing
suasana dan interior tiap kamar hampir selalu berbeda dengan keistimewaannya masing-
masing. Beberapa kamar memiliki pemandangan matahari terbit ke arah atrium, lainnya
memiliki balkon-balkon yang menghadap ke panorama kota ataupun ke promenade Teluk
Marina. Fullerton Singapore juga menampilkan keunikan akomodasi nilai sejarah yang
dimilikinya. Ruang-ruangnya menampilkan karakter yang sangat khas dan menonjol dengan
kehadiran motif-motif klasik atau detail-detail tertentu. Fasilitas yang dimilikinya pun
menyuguhkan ciri khas tersendiri. Antara lain The Straits Club, yang tampak seperti ‘hotel
dalam hotel’. Suasana itu dilahirkankan dari pelayanan yang menampilkan keeksklusifan
tersendiri. Berbagai panganan dan minuman ditawarkan di café-café dan loungenya
sepanjang siang dan malam. Selain itu kehadiran perpustakaan privat (private library) dan
bar menambah atmosfir ‘ambience’ dan privasi sebuah Klub pribadi. Pada saat renovasi
interior bangunan, pemiliknya menginginkan penampilan bangunan tersebut mencerminkan
“New Asia”, yang merupakan konsep yang sedang dicanangkan oleh Dewan Pariwisata
29
Singapura masa itu. Andrew Moore dari Konsultan Hirsch Bedner menyatakan bahwa
dibutuhkan waktu yang cukup lama untuk menerjemahkan konsep dan ide tersebut ke dalam
perancangan yang kontemporer dan progresif dengan mengurangi penekanan berlebihan
pada peninggalan kolonialnya. Pemilihan warna-warna champagne dipadukan dengan coklat
dan merah marun pada fabrik menghasilkan suasana hangat namun apik diterapkan pada
ruang-ruang publik. Warna-warna ini dipilih untuk menyeimbangkan penggunaan batu alam
yang merupakan material interior kolom-kolom internal yang begitu besar dan menonjol.
Batu-batu alam tersebut merupakan material dasar kolom-kolom bangunan yang diimpor
langsung dari Cina. Sementara pada material metal atau logam, pilihan warnanya bercorak
dari warna tembaga (bronze) dan pada kusenkusen jendela diberikan penonjolan frame dari
marmer (diambil dari Jaune Duroi Marble) dengan warna-warna asli.
30
Gambar 17 : Interior Fullerton Hotel, Singapura
sumber : Busono, Tjahjani.
31
BAB IV
KESIMPULAN
I. KESIMPULAN
a. Upaya konservasi adalah tindakan yang menunjukan upaya untuk memlihara dan
menggunakan milik secara bijak. konservasi juga dapat diartikan sebagai tindakan
untuk melakukan perlindungan sesuatu dari kerusakan.
b. Upaya konservasi penting untuk dilakukan untuk menjada nilai sejarah
perkembangan sebuah kota
c. Sebuah bangunan atau kawasan dapat dikonservasi apabila memenuhi syarat
sebagai berikut :
Estetika/arsitektonis,
Keselamatan,
Kejamakan/tipikal
Kelangkaan
Keluarbiasaan/keistimewaan
Peranan sejarah,
Penguat karakter kawasan,
Ekonomi,
Sosial dan budaya, dimana bangunan tua tersebut memiliki nilai agama dan
spiritual, memiliki nilai budaya dan tradisi yang penting bagi masyarakat.
d. Beberapa kota di Indonesia yang memiliki kawasan konservasi adalah Kota Jakarta,
Surabaya dan Bandung
e. Upaya konservasi di Indonesia belum maksimal terlihat dari pemanfaatan bangunan
cagar budaya dan pemeliharaan bangunan dan kawasan yang cukup optimal
f. perlu penambahan street furnitture yang memadai dalam kawasan konservasi di
Indonesia
g. Contoh bangunan konservasi di Malaysia adalah Stadhuys Malaka yang juga upaya
konservasinya belum optimal
h. Contoh bangunan konservasi di Singapura adalah Gedung Fullerton Hotel
32
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
33