Anda di halaman 1dari 16

TUGAS MATA KULIAH

Analisis Semiotika Tugu Muda Sebagai Ikon Kota Semarang

Tim Dosen :
Dr.Ir. Atik Suprapti, MT
Dr. Eko Punto

Oleh :
Kristiani Budi Lestari
21020117410001

PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK ARSITEKTUR


UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2017
0
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Arsitektur dapat dipahami sebagai sebuah tulisan oleh masyarakat
yang mengamati sebuah objek melalui tampilan visual dengan berbagai cara.
Dalam mengerti sbeuah karya arsiktektur membutuhkan sebuah media yang
dapat digunakan sebagai alat komunikasi dalam mengartikan makna yang
terkandung dalam sebuah karya arsitektur. Melalui ilmu semiotika, arsitektur
dapat dipandang secara lebih kompleks lewat komunikasi dalam bentuk
tulisan. Semiotika dalam arsitektur merupakan bahasa simbol yang memberi
informasi kepada pengamat lewat bentuk-bentuk tertentu. Pemaknaan
sebuag objek tidak hanya terbatas pada bentuknya saja tetapi diharapkan
mampu mengartikan hal yang lebih dalam yang dapat diidentifikasi melalui
sebuah peneltian dan mampu dimengerti oleh pengguna bangunan.
Sebuah kota pasti memiliki sebuah simbol yang menunjukan ciri khas
atau nilai sejarah perkembangan yang terkait dengan kota tersebut. bentuk
dari simbol sebuah kota dapat bermacam-macam, dapat berupa patung,
tugu,jembatan,dll. Kota Semarang memiliki sebuah simbol kota yaitu Tugu
Muda. Tugu Muda dibangun sebagai monumen peringatan yang banyak
merekam peristiwa penting selama pertempuran lima hari di Semarang. Tugu
Muda memiliki makna penting menjadi saksi bisu gugurnya pejuang pemuda
Semarang di dalam perjuangan melawan tentara Jepang.
Tugu Muda merupakan karya arsitektur yang memiliki makna penting
dalam sejarah Kota Semarang. Selain sebagai identitas kota Semarang, Tugu
Muda dibangun dengan simbol-simbol tertentu yang dapat diidentifikasikan
sebagai penanda (sign) bahwa Kota Semarang dapat berdiri dan berkembang
atas perjuangan pahlawan terdahulu.

1.2. RUMUSAN MASALAH


Sebagai identitas Kota Semarang, Tugu Muda memiliki banyak nilai sejarah
dan nilai budaya yang berkaitan dengan perkembangan Kota Semarang. Untuk itu
perlu dikaji lebih dalam bagaimana kondisi Tugu Muda dari masa ke masa dan
simbol apa saja yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut perlu dikaji supaya
tidak menjadi hal yang dilupakan begitu saja namun mengakar dalam kehidupan
masyarakat Kota Semarang.
1
1.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan untuk melihat perkembangan Tugu Muda dari masa
ke masa dan nilai-nilai apa saja yang terkandung di dalam Monumen Tugu Muda
sebagai karya aristektur.

1.4. MANFAAT PENELITIAN


Penelitian ini diharapkan memberi manfaat teridentifikasikannya nilai dan
makna Monumen Tugu Muda Semarang sebagai icon atau simbol perkembangan
Kota Semarang.

1.5. LINGKUP DAN BATASAN PENELITIAN


Penelitian ini mempunyai lingkup dan batasan secara spasial dan
substansial, lingkup spasial dibatasi Monumen Tugu Muda Semarang dan lingkup
substansial kajian nilai-nilai dan makna simbol Tugu Muda Semarang.

2
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1. PENGERTIAN SEMIOTIKA SECARA UMUM


Istilah semiotika pertama kali diperkenalkan dalam dunia filsafat pada
akhir abad ke-17 oleh John Lock. Tokoh yang pertama kali mempelajari
semiotika adalah Charles Sanders Pierce (1839-1914), kemudian Pierce
disebut juga sebagai perintis ilmu semiotika akan tetapi pemikirannya baru
dikenal lebi luas sekitar tahun 1930. Semiotika berasal dari bahasa Yunani
semeion yang berarti tanda. Tanda-tanda tersebut menyampaikan suatu
informasi sehingga bersifat komunikatif, mampu menggantikan suatu yang
lain (stand for something else) yang dapat dipikirkan atau dibayangkan
(Broadbent, 1980). Semiotika mencakup bidang-bidang yang cukup luas
antara lain manusia, binatang, dan benda-benda.
Dalam perkembangannya, menurut Aart Van Zoest (1978) muncul tiga
aliran dalam semiotika, yaitu :
1. Aliran Semiotika Komunikatif
Aliran ini digunakan oleh orang-orang yang mempelajari tanda sebagai
bahan dari suatu proses komunikasi. Yang dianggap sebagai tanda
adalah tanda yang dipakai oleh pengirim dan diterima oleh penerima
dengan arti yang sama (kesamaan pengertian). Tanda dapat ditangkap
secara denotatif dan konotatif. Denotatif berarti arti atau makna langsung
dari sebuah tanda yang telah disepakati bersama atau sudah menjadi
pengertian yang sama. Sedangkan konotatif adalah arti kedua atau yang
tersirat diluar makna yang pertama.
2. Aliran Semiotika Konotatif
Aliran ini mempelahari arti/makna tanda yang konotatif. Semiotika
konotatif ini banyak diterapkan pada bidang kesusastraan dan arsitektur.
3. Aliran Semiotika Ekspansif
Aliran ini sebenarnya merupakan pengembangan lebih lanjut dari
semiotika konotatif. Dalam semiotika ekspansif arti atau makna tanda
telah diambil alih sepenuhnya oleh pengertian yang diberikan. Aliran ini
seolah akan mengambil alih peran filosofi.

3
Menurut Jacques Havet (1978), pembentukan suatu tanda (semeion)
adalah akibat hubungan yang kuat antara signifier (pemberi tanda) dan
signified (arti yang dimaksudkan/semainomenon). Berdasarkan dasarnya
(ground), Zoest (1978) membagi tanda-tanda menjadi tiga jenis, yaitu :

1. Qualisign
Merupakan tanda yang menjadi tanda berdasarkan siftnya. Misalnya sifat
warna merah yang menyolok dimanfaatkan dalam pembuatan tanda
larangan dalam lalu lintas.
2. Sinsign
Kata sin berasal dari kata singular (tunggal). Sinsign adalah tanda yang
menjadi tanda berdasarkan kejadian, bentuk atau rupa yang khas dan
orisinil. Misalnya kita dapat mengenal seseorang dari suaranya yang
khas. Bangunan tradisional etnis juga dapat mengandung sinsign karena
bentuk dan penampilannya yang unik dan khas.
3. Legisign
Kata legi berasal dari kata lex atau hukum. Legisign adalah suatu tanda
yang menjadi tanda karena suatu keberaturan tertentu. Jenis tanda ini
banyak digunakan dalam arsitektur, misalnya sistem struktur bangunan.
Peirce, membedakan tiga jenis tanda yaitu ikon (icon), indeks (index,
indice) dan simbol/lambang (symbol).
1. Ikon
Merupakan tanda yang menyerupai obyek (benda) yang diwakilinya atau
tanda yang menggunakan kesamaan ciri-ciri yang dimaksudkan. Misalnya
kesamaan peta dengan wilayah geografis yang digambarkan, foto dengan
orang yang difoto, dan lain-lain. Sifat-sifat dari ikon adalah sebagai
berikut:
- Sesuatu yang pasti (contoh : segitiga, segi empat)
- Persis sama dengan yang diwakili (contoh : lukisan naturalis, foto)
- Berhubungan dengan realitas (contoh : huruf, angka)
- Memperlihatkan atau menggambarkan sesuatu (contoh : peta, foto)
Contoh dalam arsitektur, toko yang menjual mobil didesain menyerupai
mobil sebagai ikon.
2. Indeks
Adalah tanda yang sifatnya tergantung pada keberadaan suatu
denotatum (penanda). Tanda ini memiliki kaitan sebab-akibat dengan apa
yang diwakilinya. Misal asap dan api, tidak akan ada asap kalau tidak ada
api, maka asap adalah indeks. Indeks sebagai tanda akan kehilangan ciri
bila bendanya disingkirkan, namun akan tetap punya arti walaupun tak
4
ada pengamat. Contoh dalam bidang arsitektur adalah panah yang
menunjukkan arah atau sirkulasi, pintu kaca menyatakan dirinya sendiri
dan apa yang ada di belakangnya.
3. Simbol/lambang
Adalah tanda dimana hubungan antara tanda dengan denotatum
ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum atau kesepakatan
bersama atau konvensi. Tanda bahasa dan matematika merupakan
contoh simbol. Simbol juga dapat menggambarkan suatu ide abstrak
dimana tidak ada kemiripan antara bentuk, tanda dan arti. Misalnya
Garuda Pancasila umumnya hanya dikenal di Indonesia. Makna simbol itu
akan hilang bila tidak dapat dipahami oleh masyarakat yang latar
belakangnya berbeda. Contoh simbol dalam arsitektur adalah bentuk
lengkung dalam kubah masjid sebagai simbol dari bangunan masjid.
Tanda biasanya berfungsi dalam hubungannya dengan tanda-tanda
yang lain. Ilmu yang mempelajari hubungan-hubungan ini disebut semiotika
sintaksi. Ilmu ini biasanya bertujuan untuk mencari peraturan-peraturan yang
menjadi dasar kesamaan berfungsinya tanda-tanda tersebut. Penyelidikan
yang diarahkan untuk mempelajari hubungan antara tanda, denotatum, serta
interpreternya disebut semiotika semantik. Sedang penyelidikan yang
diarahkan untuk mempelajari hubungan antara tanda dan reaksi penerima
disebut semiotika pragmatis.
2.2. SEMIOTIKA DALAM ARSITEKTUR
Di dalam aristektur, semiotika mulai diperkenalkan pada suatu debat
arsitektur di Italia tahun 1950, ketika para arsitek mulai mempertanyakan
tentang International Style. Sekitar akhir tahun 1960-an di Perancis, Jerman
dan Inggris semiotika didiskusikan untuk membentuk kembali pengertian
aristektur dan dijadikan alat normatif dalam menyerang teori fungsionalisme
yang berlebihan.
Pada tahun 1970-an mulai banyak semiotika arsitektural telah menjadi
isu populer di kalangan teorikus arsitektur, bahkan muncul istilah baru
arsemiotika (archsemiotics) sebagai istilah khusus dalam arsitektur. Para
tokoh-tokohnya antara lain Geoffrey Broadbent dan Richard Bunt (Inggris),
Thomas Llorens dan Charles Jenks (AS), M. Kiemley dan A. Moless (Jerman).
Sistem tanda dalam arsitektur meliputu banyak aspek seperti benuk fisik,
bagian-bagiannya, ukuran, proporsi, jarak antar bagian, bahan, warna dan

5
sebagainya. Sebagai suatu sistem tanda semuanya dapat diinterpretasikan
(mempunyai arti dan nilai) dan memancing reaksi tertentu (pragmatis). Semua
benda arsitektural secara umum merupakan wahana tanda yang memberikan
informasi mengenai fungsi dari benda tersebut.

6
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. SEJARAH BERDIRINYA TUGU MUDA SEMARANG


Tugu Muda berlokasi di Jalan Protokoler Kota Semarang dan
merupakan titik pertemuan antara Jalan Pemuda, Jalan Imam Bonjol, Jalan
Dr.Soetomo dan Jalan Pandanaran. Monumen Tugu Muda diresmikan oleh
Presiden Soekarno pada tanggal 20 Mei 1953. Monumen Tugu Muda
dibangun dalam rangka untuk mengenang peristiwa Pertempuran Lima Hari
di Semarang yaitu pada tanggal 15-19 Oktober 1945. Pertempuran ini adalah
perlawanan rakyat Indonesia terhadap Jepang pada masa transisi.
Pertempuran dipicu dengan kaburnya tawanan Jepang pada 14 Oktober
1945. Pemuda-pemuda dari rumah sakit mendapat instruksi untuk mencegat
dan memeriksa mobil Jepang yang lewat di depan RS Purusara (Sekarang
RSUP Dr.Kariadi). . Mereka menyita sedan milik Kempetai (Satuan polisi
militer Jepang) dan merampas senjata. Sore harinya, para pemuda ikut aktif
mencari tentara Jepang dan kemudian menjebloskannya ke Penjara Bulu
(sekarang LP Wanita Bulu, Kota Semarang). Sekitar pukul 18.00 WIB,
pasukan Jepang bersenjata lengkap melancarkan serangan mendadak
sekaligus melucuti delapan anggota polisi istimewa yang waktu itu sedang
menjaga sumber air minum bagi warga Semarang yakni Reservoir Siranda di
Candilama. Kedelapan anggota polisi istimewa itu disiksa dan dibawa ke
markas Kidobutai di Jatingaleh. Sore itu juga tersiar kabar tentara Jepang
menebarkan racun ke dalam reservoir itu. Rakyat pun menjadi gelisah.
Sebagai kepala RS Purusara Dokter Kariadi berniat memastikan kabar
tersebut. Selepas maghrib, ada telepon dari pimpinan Rumah Sakit Purusara,
yang memberitahukan agar dr. Kariadi, Kepala Laboratorium Purusara segera
memeriksa Reservoir Siranda karena berita Jepang menebarkan racun itu.
Dokter Kariadi kemudian dengan cepat memutuskan harus segera pergi ke
sana. Suasana sangat berbahaya karena tentara Jepang telah melakukan
serangan di beberapa tempat termasuk di jalan menuju ke Reservoir Siranda.
Istri Dr. Kariadi, drg. Soenarti mencoba mencegah suaminya pergi, namun

7
gagal. Ternyata dalam perjalanan menuju Reservoir Siranda itu, mobil yang
ditumpangi dr. Kariadi dicegat tentara Jepang di Jalan Pandanaran. Bersama
tentara pelajar yang mensopiri mobil yang ditumpanginya, dr. Kariadi
ditembak secara keji. Ia sempat dibawa ke rumah sakit sekitar pukul 23.30
WIB. Ketika tiba di kamar bedah, keadaan dr. Kariadi sudah sangat gawat.
Nyawa dokter muda itu tidak dapat diselamatkan. Ia gugur dalam usia 40
tahun satu bulan.
Pada 28 Oktober 1945, Gubernur Jateng Mr Wongsonegoro
meletakkan batu pertama pembangunan monumen ini di dekat alun-alun.
Namun karena pada November 1945 meletus perang melawan sekutu dan
Jepang, proyek ini terbengkalai. Kemudian tahun 1949, Badan Koordinasi
Pemuda Indonesia (BKPI) memprakarsai pembangunannya kembali. Namun
upaya ini pun gagal karena kesulitan dalam hal pendanaan.
Pembangunan baru berjalan lancar ketika pada 1951 Wali Kota
Semarang Hadi Soebeno Sosro Werdoyo membentuk panitia Tugumuda.
Lokasi pun dipindah dari alun-alun ke lokasi sekarang. Desain tugu dikerjakan
oleh Salim, sedangkan relief pada bagian bawah digarap seniman Hendro.
Batu-batu didatangkan dari Kaliurang dan Pakem Yogyakarta. Tanggal 10
November 1951 diletakkan batu pertama oleh Gubernur Jateng Boediono dan
pada tanggal 1953 bertepatan dengan Hari Kebangkitan nasional Tugu Muda
diresmikan oleh Presiden Soekarno.

Gambar : Presiden Soekarno Saat Peresmian Monumen


Tugu Muda
Sumber : majalahkreatif.wordpress.com

8
Gambar : Lokasi Tugu Muda Semarang
3.2. MAKNA SIMBOL TUGU MUDA SEMARANG
Sumber : googlemaps.com
Tugu Muda adalah sebuah monumen berbentuk tiang besar yang
tingginya 53 meter, berdiri kokoh di Jalan Pemuda, Kota Semarang, Jawa
Tengah (Jateng). Tugu Muda berada di tengah Wilhelmina Plein atau
lapangan Wilhelmina di depan Gedung Lawang Sewu. Tugu Muda berbentuk
seperti lilin yang mengandung makna semangat juang para pejuang untuk
mempertahankan kemerdekaan RI tidak akan pernah padam. Bentuk Tugu muda
merupakan tugu yang berpenampang segi lima. Terdiri dari 3 (tiga) bagian yaitu
landasan, badan dan kepala. Pada sisi landasan tugu terdapat relief. Keseluruhan
tugu dibuat dari batu. Untuk memperkuat kesan tugunya, dibuat kolam hias dan
taman pada sekeliling tugu.
Di sekeliling Monumen Tugu Muda dibangun sebuah taman yang
mengelilingi Tugu Muda. Di taman ini di beri beberapa ornamen supaya tugu
muda dapat dijadikann sebagai taman kota, antara lain ada air mancur,
lampu-lampu warna putih dan kuning yang akan menambah kesan anggun di
malam hari. Pada taman terdapat pohon cemara, duplikasi senjata bambu
runcing yang tegak berdiri berjajar sebanyak 5 (lima) buah yang
menggambarkan Pertempuran lima hari di Semarang dengan bersenjatakan
bambu runcing.
Pada bagian kaki tugu terdapat relief dengan lima buah sangga
pilar,yang kecuali dipergunakan untuk menggambarkan berbagai macam
relief,juga dimaksudkan sebagai lambang Pancasila. Pada tiap-tiap sangga
terdapat hiasan-hiasan yang berbeda satu dengan yang lain yaitu:
Relief Hongerodeem
Menggambarkan kehidupan rakyat Indonesia pada zaman penjajahan
Belanda dan Jepang yang sangat tertindas dan banyak yang menderita

9
kelaparan,hingga hongerodeem atau penyakit busung lapar merajalela di
kalangan masyarakat.
Relief Pertempuran
Menggambarkan betapa besar gelora semangat serta keberanian para
pemuda Semarang dalam mempertahankan kemerdekaan negara dan
bangsanya
Relief Penyerangan
Melambangkan perlawanan rakyat Indonesia terhadap pihak penjajahan
untuk melepaskan diri dari belenggu penjajahan.
Relief Korban
Menggambarakan bahwa dalam Pertempuran Lima Hari di
Semarang,banyak rakyat yang menjadi korban.
Relief Kemenangan
Menggambarkan hasil jerih payah dan pengorbanan yang telah
membasahi bumi kota Semarang.
Relief tersbut dikerjakan oleh para seniman di Sanggar Pelukis Rakyat yang
dikomandoi oleh Hendra Gunawan.

Gambar : Relief Pada Kaki Tugu Muda


Sumber : geopakcer.tumbl.com

Gambar : Relief 1 -Hongerodeem


Sumber : geopakcer.tumbl.com

Gambar : Relief 2 - Pertempuran 10


Sumber : geopakcer.tumbl.com
Gambar : Relief 3 - Penyerangan
Sumber : geopakcer.tumbl.com

Gambar : Relief 4 Korban


Sumber : geopakcer.tumbl.com

Gambar : Relief 5 Kemenangan


Sumber : geopakcer.tumbl.com

11
3.3. Gambar : 5 TUGU
PERKEMBANGAN Bambu MUDA
RuncingSEMARANG
Melambangkan Pertempuran
Tugu Muda sempat Selama 5 Hari dibeberapa
mengalami Semarang penambahan, terutama pada
kolam dan taman. KiniSumber : geopakcer.tumbl.com
kawasan Tugu Muda ditetapkan sebagai kawasan
cagar budaya. Penetapan itu berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun
2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah 2011-2031. Di kawasan ini
terdapat bangunan bersejarah seperti Gedung Lawangsewu, Wisma
Perdamaian, Gereja Katedral, Museum Mandala Bhakti, dan bangunan Pasar
Bulu.

Gambar : Lawang Sewu Tahun 1950


Sumber : jejakkolonial.com

12
Gambar : Lawang Sewu saat ini
Sumber : www.wikiwand.com

13
BAB IV

PENUTUP

4.1. KESIMPULAN
1. Tugu Muda merupakan monumen yang berada di Kota Semarang yang
memiliki makna sebagai monumen peringatan perjuangan para pahlawan
mengusir penjajah
2. Tugu Muda mengandung nilai-nilai historik perjuangan pemuda Semarang
memperjuangkan kemerdekaan
3. Dilihat dari bentuknya, Tugu Muda berbentuk lilin yang melambangkan
semangat para pejuang yang tidak pernah padam
4. Di kaki tugumuda diukir 5 relief yang melambangkan Pancasila, dan juga
menceritakan tentang perjuangan para pahlawan memperjuangkan
kemerdekaan RI
5. Tugu Muda merupakan karya sejarah sebagai bangunan cagar budaya
yang memerlukan pemeliharaan yang baik

4.2. SARAN
1. Pemeliharaan Tugu Muda sebagai identitas Kota Semarang perlu
dilakukan, apalagi fungsi taman di sekitar Tugu Muda yang juga
merupakan ruang terbuka publik dan rentan terhadap pengrusakan oleh
ulah manusia
2. Perlu diadakan pengkajian lebih lanjut mengenai pemanfaatan taman di
sekitar Tugu Muda sebagai ruang publik khususnya di bagian tempat
parkir

14
DAFTAR PUSTAKA

Dharma, Agus. Semiotika Dalam Arsitektur. Jakarta, Universitas Gunadarma


(dalam situs : staffsite.gunadarma.ac.id)
Barthes Roland. Elements of Semiology. New York, Hill and Wang, 1985.
Broadbent, Geoffrey. Signs, Symbol, and Architecture. New York, John Willey &
Sons, 1980.
Havet, Jackues (ed). Main Trends of Research in Social and Human Science.
New York, Mouton Publisher Unesco, 1978.
Hawkes, Terence. New Accents Structuralism and Semiotics. London, Methuen
&Co Ltd., 1978.
Hendraningsih (et al.). Peran, Kesan, dan Pesan Bentuk-bentuk Arsitektur.
Jakarta, Djambatan, 1985.
Jenks, Charles. The Language of Post-Modern Architecture. London, Academy
Editions, 1977.
Lawson, Bryan. How Designer Think. London, The Architecture Press, 1980.
Mangunwijaya, Y.B. Wastu Citra. Jakarta, Gramedia, 1988.
Zoest, Aart Van. Semiotika, Pemakaiannya, Isinya dan Apa yang Dikerjakan
Dengannya (terjemahan). Bandung, Unpad, 1978
Handinoto.2010. Arsitektur Kolonial dan Kota-kota di Jawa pada Masa Kolonial.
Yogyakarta : Penerbit Graha Ilmu. (dalam artikel : Lawang Sewu, Adikarya
Arsitektur Kolonial. 7 April 2017)
Web :
Geopackr.tumblr.com
Wikipedia.com Sejarah Tugu Muda Semarang

15

Anda mungkin juga menyukai