Anda di halaman 1dari 9

TUGAS UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH SEMIOTIKA

Dosen Pengampu :

Dr. Muhizar Muchtar, M.A.

Oleh :

Sastra Gunawan Pane

PROGRAM STUDI PENCIPTAAN DAN PENGKAJIAN SENI

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2022
1. Apa yang anda ketahui tentang Semiotik dan apa manfaat mempelajarinya.
Jelaskan dengan baik dan beri contoh!

Secara etimologis, istilah semiotika berasal dari kata yunani Semeion yang berarti
tanda. Tanda itu sendiri didefinisikan sebagai suatu yang atas dasar konvensi sosial yang
terbangun sebelumnya dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain. Tanda pada awalnya
dimaknai sebagai suatu hal yang menunjuk pada adanya hal lain. Contohnya asap menandai
adanya api, sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di sudut
kota.

Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu yang mempelajari


sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Pada
dasarnya, analisis semiotika memang merupakan sebuah ikhtiar untuk merasakan sesuatu
yang aneh, sesuatu yang perlu dipertanyakan lebih lanjut ketika kita membaca teks atau
narasi/wacana tertentu. Analisisnya bersifat paradigmatic dalam arti berupaya menemukan
makna termasuk dari hal-hal yang tersembunyi di balik sebuah teks. Maka orang sering
mengatakan semiotika adalah upaya menemukan makna ‘berita di balik berita’.

Menurut Eco. Semiotik, menurut Eco (1976: 7), berkaitan dengan segala sesuatu yang
dapat dijadikan tanda, dan tanda sendiri merupakan segala sesuatu yang secara signifikan
dapat menggantikan sesuatu yang lain. Selanjutnya, meskipun tidak terlalu jelas dibahas, Eco
(1976: 16-17) menghubungkan signifikasi dengan inferensi, yaitu proses penarikan
kesimpulan, walaupun kedua hal tersebut tidak sama. Menurut Eco (1976: 17) signifikasi
berbeda dari inferensi karena signifikasi diakui secara kultural dan dikodekan secara
sistematis. Komunikasi adalah proses pengiriman isyarat (signal) dari sumber (source)
menuju sasaran (destination) (Eco 1976: 8).

(Sumber : Buku Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Penulisan Skripsi Mahasiswa Ilmu
Komunikasi Oleh Indiwan Seto Wahyu Wibowo)

2. Coba Anda jelaskan tentang komunikasi verbal dan Nonverbal yg selalu


menggunakan tanda(sign)

Komunikasi Verbal Komunikasi verbal (verbal communication) adalah bentuk


komunikasi yang disampaikan komunikator kepada komunikan dengan cara tertulis (written)
atau lisan (oral). Komunikasi verbal menempati porsi besar. Karena kenyataannya, ide-ide,
pemikiran atau keputusan, lebih mudah disampaikan secara verbal ketimbang nonverbal.
Dengan harapan, komunikan (baik pendengar maun pembaca) bisa lebih mudah memahami
pesan-pesan yang disampaikan, contoh : komunikasi verbal melalui lisan dapat dilakukan
dengan menggunakan media, contoh seseorang yang bercakap-cakap melalui telepon.
Sedangkan komunikasi verbal melalui tulisan dilakukan dengan secara tidak langsung antara
komunikator dengan komunikan. Proses penyampaian informasi dilakukan dengan
mengguna- kan berupa media surat, lukisan, gambar, grafik dan lain-lain.

Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau
lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2005). Bahasa dapat
didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-
simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas.

b. Komunikasi NonVerbal

Komunikasi nonverbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk


tanpa kata-kata. Dalam hidup nyata komunikasi nonverbal jauh lebih banyak dipakai daripada
komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi nonverbal ikut
terpakai. Karena itu, komunakasi nonverbal bersifat tetap dan selalu ada. Komunikasi
nonverbal lebih bersifat jujur mengungkapkan hal yang mau diungkapkan karena spontan.
Nonverbal juga bisa diartikan sebagai tindakan-tindakan manusia yang secara sengaja
dikirimkan dan diinterpretasikan seperti tujuannya dan memiliki potensi akan adanya umpan
balik (feed back) dari penerimanya.Dalam arti lain, setiap bentuk komunikasi tanpa
menggunakan lambang-lambang verbal seperti kata-kata, baik dalam bentuk percakapan
maupun tulisan. Komunikasi non verbal dapat berupa lambang-lambang seperti gesture,
warna, mimik wajah dll.

Komunikasi nonverbal (nonverbal communicarion) menempati porsi penting. Banyak


komunikasi verbal tidak efektif hanya karena komunikatornya tidak menggunakan
komunikasi nonverbal dengan baik dalam waktu bersamaan. Melalui komunikasi nonverbal,
orang bisa mengambil suatu kesimpulan mengenai suatu kesimpulan tentang berbagai macam
persaan orang, baik rasa senang, benci, cinta, kangen dan berbagai macam perasaan lainnya.
Kaitannya dengan dunia bisnis, komunikasi non verbal bisa membantu komunikator untuk
lebih memperkuat pesan yang disampaikan sekaligus memahami reaksi komunikan saat
menerima pesan.
Bentuk komunikasi nonverbal sendiri di antaranya adalah, bahasa isyarat, ekspresi
wajah, sandi, symbol-simbol, pakaian sergam, warna dan intonasi suara. Beberapa contoh
komunikasi nonverbal:

a. Sentuhan, Sentuhan dapat termasuk: bersalaman, menggenggam tangan, berciuman,


sentuhan di punggung, mengelus-elus, pukulan, dan lain-lain.

b. Gerakan Tubuh, Dalam komunikasi nonverbal, kinesik atau gerakan tubuh meliputi
kontak mata, ekspresi wajah, isyarat, dan sikap tubuh. Gerakan tubuh biasanya digunakan
untuk menggantikan suatu kata atau frase, misalnya mengangguk untuk mengatakan ya;
untuk mengilustrasikan atau menjelaskan sesuatu; menunjukkan perasaan.

c. Vokalik, Vokalik atau paralanguage adalah unsur nonverbal dalam suatu ucapan,
yaitu cara berbicara. Contohnya adalah nada bicara, nada suara, keras atau lemah- nya suara,
kecepatan berbicara, kualitas suara, intonasi, dan lainlain.

(Sumber : Jurnal Komunikasi Verbal Dan Nonverbal oleh Tri Indah Kusumawati)

3. Apa yg anda ketahui tentang desain Semiotika visual?

Semiotika visual atau visual semiotics adalah salah satu bidang studi yang secara
khusus mempelajari penyelidikan terhadap segala jenis makna yang disampaikan melalui
sarana indra pengelihatan/Visual senses. Dari pengertian tersebut sudah jelas bahwa
semiotika dapat mengkaji seni rupa. Namun seperti yang telah dikatakan sebelumnya,
semiotika memilki banyak mazhab/aliran. Karena itu seseorang yang akan menggunakan
semiotika untuk mengamati karya seni rupa harus terlebih dahulu menentukan semiotika apa
yang digunakan.

Semiotika Peirce, terutama dalam konsep trikotomi ikon-indeks-simbol telah sering


digunakan untuk menganalisis seni rupa dan desain. Ikon adalah tanda yang mengandung
kemiripan rupa/resemblance sebagaimana dapat dikenali oleh para pemakainya. Dalam ikon
hubungan antara representamen dan objeknya terwujud sebagai kesamaan dalam beberapa
kualitas. Sebelumnya kita telah membahas ini, tapi ada hal penting yang harus dimengerti
agar dapat lebih memahami tentang trikotomi itu.

Indeks adalah tanda yang memiliki keterkaitan fenomenal atau eksistensial diantara
representamen dan objek. Dalam indeks hubungan antara tanda dan objeknya bersifat
kongkret, aktual, dan biasanya memiliki suatu cara yang sekuensal atau kausal. Simbol yaitu
jenis tanda yang bersifat arbiter dan konvensional. Dengan kata lain, simbol adalah tanda
yang berhubungan dengan objeknya dan ditentukan oleh sebuah peraturan yang berlaku
umum, Budiman (2003, hlm. 32).

Sebuah tanda atau representamen adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili
sesuatu yang lain dalam beberapa hal atau kapasitas dan konteks tertentu. Sesuatu yang lain
itu dinamakan sebagai interpretan dari tanda yang pertama yang pada gilirannya mengacu
pada objek. Dengan demikian tanda atau representamen meiliki relasi triadic langsung
dengan interpretan dan objeknya.

Maka dari sudut pandang triadik/trikotomi tersebut, sebuah tanda tidak selalu hanya
mengandung salah satu dari ketiga unsur tersebut: ikon, indeks dan simbol, bisa jadi sebuah
tanda mengandung dua atau tiga aspek dari trikotomi itu. Berbeda dalam proses analisis,
ketiga tanda tersebut harus dibahas dengan cara yang lebih dinamis.

(Sumber: https://serupa.id/semiotika-pengertian-simbol-dan-tanda-tanda/ )

4. Siapa saja tokoh Semiotika itu? Apakah ada perbedaan konsep Pemikiran
diantara mereka?

A. Ferdinand de Saussure

Ferdinand de Saussure mengemukakan bahwa semiotika umumnya digunakan sebagai


alat mendefinisikan kategori dari tanda yang hanya bisa merepresentasikan sesuatu apabila si
pembaca tanda memiliki pengalaman atas representasinya. Menurut saussure suatu tanda bisa
dianggap sebagai tanda apabila di dalamnya terdapat penanda dan petanda. Model semiotika
Saussure adalah semiotika tentang segala sesuatu yang dapat diamati jika terdapat penanda
dan petanda. Saussure membagi empat konsep teoretis yaitu signifier dan signified, langue
dan parole, sinkronik dan diakronik, serta sintagmatik dan paradigmatik (Mudjiyanto & Nur,
2013). Hal yang tertangkap oleh pikiran kita yang ditulis atau apa yang dibaca merupakan
sebuah penanda (signifier) sedangkan petanda (signified) merupakan makna atau pesan yang
ada dipikiran kita tentang sesuatu yang kita tangkap. “Penanda dan petanda merupakan
kesatuan, seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
B. Charles Sander Peirce

Peirce (dalam Hoed, 2011: 20) salah satu tokoh utama dalam sejarah semiotika dan
sebagai penemu teori modern tentang tanda. Model Triadic Peirce (Representamen + objek +
interpretant = tanda). Model semiosis yang mewakili tiga tahap yaitu representamen
(“sesuatu”)→objek (“sesuatu di dalam kognisi manusia”)→ interpretant (“proses
penafsiran”). Peirce mengemukakan bahwa proses semiosis pada dasarnya tidak terbatas. Jadi
interpretant dapat berubah menjadi representamen baru yang kemudian berproses mengikuti
semiosis, secara tak terbatas. Dalam proses itu, representamen berada di dalam kognisi,
sedangkan kadar penafsiran makin lama menjadi makin tinggi.

Saussure menawarkan model dyadic, sedangkan Peirce dikenal dengan model triadic
atau konsep trikotomi. Representament adalah bentuk yang diterima oleh tanda atau berfungsi
sebagai tanda (Saussure menamakannya signifier). Representamen, bentuk yang diterima
oleh tanda atau berfungsi sebagai tanda (Saussure menamakannya signifier). Representamen
kadang diistilahkan juga menjadi sign. Interpretant, bukan penafsir tanda tetapi lebih merujuk
pada sesuatu yang lain berdasarkan kapasitasnya. Sesuatu yang dimaksud adalah
representamen mengacu objek berdasarkan kapasitasnya adalah interpretant (interpretasi)
berdasarkan cara kita memaknai suatu objek (sesuatu). Sesuatu dapat disebut representamen
(tanda) jika memenuhi dua syarat, yakni: dapat dipersepsi, baik dengan panca indera maupun
dengan pikiran/ perasaan; dan berfungsi sebagai tanda (mewakili sesuatu yang lain). Objek
adalah sesuatu yang dirujuk tanda. Dapat berupa materi yang tertangkap panca indera, bisa
juga bersifat mental atau imajiner. Interpretant adalah tanda yang ada dalam benak seseorang,
maka muncullah makna tentang sesuatu yang diwakilli oleh tanda tersebut, proses inilah yang
disebut proses semiosis.

C. Umberto Eco

Umberto Eco adalah semiotikawan yang berusaha meletakkan teori semiotika, sebagai
teori membaca tanda, melalui unit-unit kultural. Secara garis besar teorinya mengacu pada
sebuah proses yang disebut semiosis, yang mana itu adalah sesuatu yang dapat berpengaruh,
beraksi, dan digambarkan, dan itu semua adalah hasil dari kerjasama antara tanda, objeknya,
dan interpretannya. Teori itu sangat dipengaruhi oleh pemikiran Charles Sanders Peirce, yang
mana jika ditarik lebih jauh akan jatuh pada teori Kantian Legacy. Unit-unit kultural itu dapat
kita andaikan sebagai kategori-kategori Kant yang ada dalam pikiran sebagai alat untuk
melakukan interpretan. Namun, ada hal yang paling penting dari penemuan Umbertio Eco
dalam bidang semiotika adalah dia berhasil memisahkan semiotika signifikasi, sebagai
semiotika umum, dengan semiotika komunikasi melalui unit-unit kultural, walaupun landasan
acuan utamanya masih bersifat signifikasional yang bekerja pada medan semantik.

D. Roland Barthes

Roland Barthes sangat dikenal luas sebagai penulis yang menggunakan analisis
semiotik dan pengembang pemikiran pendahulunya seorang bapak semiologi atau semiotik
Ferdinand de Saussure. Tulisan-tulisannya dipublikasikan dalam sebuah majalah di Perancis
pada awal pertengahan abad silam memuat berbagai pesan, yang kemudian pesan-pesan itu
disebutnya sebagai mitos. Barthes membahas mitos lebih serius dan menuangkannya pada
bukunya yang diterbitkan oleh Noondy Press tahun 1972 berjudul Mythologies di bagian
Myth Today. Dalam konteks mitologi lama, mitos bertalian dengan sejarah dan bentukan
masyarakat pada masanya, tetapi Barthes memandangnya sebagai bentuk pesan atau tuturan
yang harus diyakini kebenarannya walau tidak dapat dibuktikan. Bagi Barthes, tuturan
mitologis bukan saja berbentuk tuturan oral melainkan dapat pula berbentuk tulisan,
fotografi, film, laporan ilmiah, olah raga, pertunjukan, bahkan iklan dan lukisan. Di tangan
Barthes semiotik digunakan secara luas dalam banyak bidang sebagai alat untuk berfikir
kritis.

Gagasan Barthes dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna


sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural
dan personal). Barthes dalam Sobur (2004:15) menyebutkan bahwa semiotika merupakan
suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda. Semiotika pada dasarnya hendak
mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai
berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu
hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda.

E. Jacques Derrida

Jacques Derrida, adalah seorang tokoh yang hadir untuk membaca kemungkinan lain
dari bangunan bahasa dalam sistem sosial. Derrida memandang ruang lain yang dapat diamati
dalam membincang bahasa, pada ekses-ekses komunikasi yang dapat saja terjadi dalam
proses komunikasi. Ia melirik kembali pemikiran Saussure tentang sifat konvensi tanda dalam
sistem sosial, dan mencoba membawanya pada sebuah konsep paling krusial dalam tema
filsafatnya, tentang metafisika kehadiran.

Derrida memandang adanya ketidakkonsistenan dalam hukum-hukum bahasa yang


kerap dipandang sebagai jembatan yang memertemukan antara realitas internal dan realitas
eksternal, antara objek dan interpretasi, antara fakta dan ide. Hanya melalui bahasa, maka
benda-benda dapat dikenali, dan alam sekitar bisa diberi makna. Bahasa jadinya selalu
dipandang sebagai cermin yang merepresentasikan realitas, secara sejajar dengan gagasan
yang muncul dalam benak. Kata ‘pohon’, merepresentasikan realitas pohon di alam eksternal,
kata ‘sepatu’, adalah ujaran yang diberikan kepada sejenis penutup kaki di dunia nyata, dan
sebagainya. Tetapi, sejauh apapun bahasa coba memberikan keterangan tentang dunia, bahasa
tetaplah tak dapat menjadi cermin realitas.

(Sumber :Ringkasan dari Materi Kuliah & Buku Semiotika)

5. Apa prinsip dasar dari teori semiotika pada ilmu komunikasi?

Teori semiotika pada ilmu komunikasi pada dasarnya dapat terjadi dalam berbagai
konteks kehidupan. Peristiwa komunikasi dapat berlangsung tidak saja dalam kehidupan
manusia, tetapi juga dalam kehidupan binatang, tumbuh-tumbuhan, dan alam. Ilmu
komunikasi juga merupakan ilmu pengetahuan sosial yang bersifat multidisipliner. Artinya
pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam ilmu komunikasi berasal dari, dan
menyangkut, berbagai disiplin (bidang keilmuan) lainnya, seperti linguistik, politik, sosiologi,
psikologi, antropologi, ekonomi, seni, dan sebagainya.

Secara etimologis atau istilah "komunikasi" (dari bahasa Inggris communication)


berasal dari communicatus dalam bahasa Latin yang artinya "berbagi" atau "menjadi milik
bersama". Komunikasi menurut Lexicographer (ahli kamus bahasa) , menunjuk pada suatu
upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai kebersamaan. Menurut Webster's New
Colleglate Dictionary edisi tahun 1977, komunikasi adalah suatu proses pertukaran informasi
di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda, atau tingkah laku.

Sejalan dengan perkembangan ilmu komunikasi sebagai ilmu pengetahuan sosial yang
multidisipliner, definisi-definisi yang diberikan para ahli pun semakin banyak dan beragam.
Masing-masing mempunyai penekanan arti, cakupan, dan konteksnya yang berbeda satu
dengan yang lainnya.
(Sumber : -Berdasarkan pemahaman sendiri dengan acuan beberapa karya ilmiah
dan buku)

Anda mungkin juga menyukai