Oleh:
Ema Ma’rifah Wahyuningtias (11160510000147)
Silvi Novitasari (11160510000067)
Sri Mulyati (11160510000072)
Kelas KP1 3B
i
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Rosda Karya, 2004), Hlm. 16
2
Ibid, Hlm. 12
3
Ibid, hlm. 18
2
a. Semiotika John Fiske
1. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis
tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda dalam
menghassilkan makna, dan cara-cara tanda-tanda tersebut berhubungan
dengan orang yang menggunakannya.
2. Kode-kode atau system dimana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini
meliputi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk memenuh
kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk mengeksploitasi saluran-
saluran komunikasi yang tersedia bagi pengiriman kode-kode tersebut.
3. Budaya tempat dimana kode-kode dan tanda-tanda beroprasi. Hal ini
bergantung pada penggunaan dari kode atau tanda tersebut untuk
eksistensi dan bentuknya sendiri.4
4
John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi (Ed. 3), Rajagrafindo, Depok, 2014, hal. 66-67
5
Ibid, hal. 67
3
b. Semiotika C.S Peirce
Tanda
Interpretant Objek
c. Semiotika Saussure
6
Ibid, hal. 69-70
7
Ibid, hal. 72
4
Tanda
Terdiri dari
Signifikasi
(fisik) (mental)8
8
Ibid, hal. 73
9
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna (Yogyakarta:
Jalasutra, 2003) Hal. 256
10
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Rosda Karya, 2004), Hlm. 110
5
satunya adalah televise. Dalam televise terdapat kode-kode, Kode-kode
televisi (television codes) adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske
atau yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia
pertelevisian.
6
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu
dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda merujuk pada seseorang yakni,
menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali
suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya dinamakan
interpretan dari tanda pertama. Tanda itu menunjuk sesuatu, yakni objeknya
(Fiske, 2004 : 63). Representasi merupakan kegunaan dari tanda.12
Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut : “proses
merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut
representasi”. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda
yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa,
dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik
(Wibowo, 2011 : 122).
Berlaku dalam bahasa, media dan komunikasi, representasi dapat
berwujud kata, gambar, sequence, cerita, dan sebagainya yang mewakili ide,
emosi, fakta dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra
yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa
dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal
balik. 13
Hal ini melalui fungsi tanda mewakili yang kita tahu dan
mempelajari realitas. Representasi merupakan bentuk konkret (penanda)
yang berasal dari konsep abstrak. Beberapa di antaranya dangkal atau tidak
kontroversial – sebagai contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam
film, karena hujan yang sebenarnya sulit ditangkap oleh mata kamera dan
sulit diproduksi.
Akan tetapi beberapa representasi merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan budaya dan politik – sebagai contoh : gender,
bangsa, usia, kelas, dan seterusnya. Karena representasi tidak terhindarkan
12
Ibid, hal. 68
13
Sumarno, 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
(Grasindo).
7
untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga beberapa tanda tertentu lebih
istimewa daripada yang lain, ini terkait dengan bagaimana konsep tersebut
direpresentasikan dalam media berita, film atau bahkan dalam percakapan
sehari-hari.14
14
Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.
Yogyakarta: Jalasutra
15
Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005) Hlm. 3
16
Ibid, hlm. 19
8
Komunikasi sebagai pesan dan penyiaran sebagai wahana merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat diputuskan, karena satu sama lain saling
berkesinambungan. Dalam konteks ini media massa sebagai bentuk dari alat
penyiaran memiliki kekuatan yang tergolong sangat besar untuk
mempengaruhi pola pikir para audiancenya bahkan ketika pola pikir
seseorang sudah terpengaruh oleh media, maka semakin lama pengaruh
tersebut akan semakin besar.
Dalam proses komunikasi massa yang mana komunikasi sebagai
penyiaran yang tergantung pada sisi objektif, reproduktif dan distribusi pada
media,17 menurut Morissan (2010) terdapat empat model proses komunikasi
massa, yakni; model transmisi, model ritual atau ekspresif, model publisitas,
dan model resepsi.
1. Model Transmisi
2. Model Ritual
3. Model Publisitas
17
Arifin, Anwar, Sistem Komunikasi Indonesiai. Bandung. Simbiosa Rekatama Media, 2011, hal. 73
9
4. Model Resepsi
18
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Massa McQuail (terj. Putri Iva-Ed. 6), Humanika: Jakarta,
2011, hal. 198
10
dahulu mengenai makna yang dihadirkan oleh symbol tersebut agar
terperolehnya kepuasan hakiki secara instrinsik bagi penerima maupun
pengirim pesan.
11
BAB III
KESIMPULAN
12
DAFTAR PUSTAKA
ii