Anda di halaman 1dari 15

Memahami Semiotika John Fiske dan Komunikasi Sebagai

Penyiaran dalam Model Ritual


Makalah Ini diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teori
Komunikasi Massa
Dosen Pengampu : Armawati Arbi

Oleh:
Ema Ma’rifah Wahyuningtias (11160510000147)
Silvi Novitasari (11160510000067)
Sri Mulyati (11160510000072)

Kelas KP1 3B

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN AJARAN 2017
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................ i


BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
PEMBAHASAN ..................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Semiotika ................................................................................ 2
2.2 Memahami Semiotika............................................................................... 5
2.3 Komunikasi Sebagai Penyiaran dalam Model Ritual ............................... 8
BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. ii

i
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam kehidupan, komunikasi menjadi bagian penting yang tidak
bisa dilepaskan. Komunikasi seolah-olah telah mendarah daging bagi
kehidupan manusia. Dalam komunikasi selalu adanya sebuah makna yang
pasti terkandung dalam komunikasi tersebut. Akan tetapi, komunikasi tidak
sepenuhnya dapat dimaknai dan dipahami dengan sebenarnya sebelum
menelisik pada makna sebenarnya sebab acapkali komunikasi menggunakan
beberapa tanda-tanda atau symbol-simbol dalam penyampaian komunikasi
tersebut.

Dalam berkomunikasi khususnya komunikasi massa yang


memerlukan media sebagai perantaranya, terdapat tanda-tanda atau symbol
sebagai objek pembantu dari proses penyampaian komunikasi tersebut.
Sehingga diperlukan kajian-kajian atau cara untuk memahami tanda yang
tersimpan makna di dalamnya. Salah satunya adalah dengan semiotika, di
mana semiotika adalah kajian mengenai bagaimana memahami tanda. Untuk
itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai semiotika, cara memahami
dan keterkaitannya dengan komunikasi massa.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu semiotika?
2. Bagaimana cara memahami semiotika? (Menurut John Fiske)
3. Apa itu komunikasi sebagai penyiaran dalam model ritual?

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Semiotika


Kata “semiotika” berasal dari bahasa Yunani, semion yang berarti
tanda (Sudjiman dan Van Zoest; 1996) atau seme yang berarti penafsir tanda
(Cobley dan Jansz; 1999)1. Tanda pada awalnya dimaknai sebagai sesuatu
hal yang menunjuk adanya hal lain. Contohnya asap menandai adanya api,
sirene mobil yang keras meraung-raung menandai adanya kebakaran di
sudut kota.
Secara terminologis, semiotika dapat diidentifikasikan sebagai ilmu
yang mempelajari objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan
sebagai tanda (Wibowo, 2011 : 5).
Maka, semiotika dapat diartikan sebagai suatu ilmu atau kajian
mengenai tanda. Tujuannya adalah untuk menunjukan bagaimana
terbentuknya tanda-tanda beserta kaedah-kaedah yang mengaturnya2.
Semiotika menaruh perhatian pada apa yang dapat dinyatakan sebagai tanda.
Sebuah tanda adalah semua hal yang dapat diambil sebagai penanda yang
mempunyai arti penting untuk menggantikan sesuatu yang lain. Sesuatu
yang lain tersebut tidak perlu selalu ada, atau tanda itu secara nyata ada di
suatu tempat pada waktu tertentu (Berger, 2000a:11)3
Ini berarti mempelajari semiotika sama dengan mempelajari tentang
berbagai macam tanda. Seperti, Cara kita berpakaian, apa yang kita makan,
dan cara kita bersosialisasi sebetulnya juga mengomunikasikan hal-hal
mengenai diri kita, dan dengan begitu, dapat kita pelajari sebagai tanda.

1
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Rosda Karya, 2004), Hlm. 16
2
Ibid, Hlm. 12
3
Ibid, hlm. 18

2
a. Semiotika John Fiske

Pusat dari konsentrasi semiotika ini dalah tanda, dimana semiotika


ini merupakan kajian mengenai tanda dan cara tanda-tanda tersebut bekerja.
semiotika memiliki tiga wilayah kajian;

1. Tanda itu sendiri. Wilayah ini meliputi kajian mengenai berbagai jenis
tanda yang berbeda, cara-cara berbeda dari tanda-tanda dalam
menghassilkan makna, dan cara-cara tanda-tanda tersebut berhubungan
dengan orang yang menggunakannya.
2. Kode-kode atau system dimana tanda-tanda diorganisasi. Kajian ini
meliputi bagaimana beragam kode telah dikembangkan untuk memenuh
kebutuhan masyarakat atau budaya, atau untuk mengeksploitasi saluran-
saluran komunikasi yang tersedia bagi pengiriman kode-kode tersebut.
3. Budaya tempat dimana kode-kode dan tanda-tanda beroprasi. Hal ini
bergantung pada penggunaan dari kode atau tanda tersebut untuk
eksistensi dan bentuknya sendiri.4

Fokus utama semiotika adalah teks, sehingga penerima teks atau


tanda tersebut lebih sering disebut dengan istilah pembaca (leader). Istilah
tersebut menunjukan derajat aktifitas yang lebih besar dan juga membaca
adalah sesuatu yang kita pelajari untuk melakukannya; jadi hal tersebut
ditentukan oleh pengalaman budaya dari pembaca. Sehingga pembaca
membantu untuk menciptakan makna dari teks atau tanda dengan membawa
pengalaman, sikap, dan emosi yang dimiliki kedalam makna tersebut. 5

Selain John Fiske adapun tokoh-tokoh lain yang menjelaskan


tentang makna atau pun tanda, dan masing-masing sama terfokus pada
elemen-elemen yang ada di dalamnya, seperti tanda, acuan dari tanda, dan
pengguna tanda.

4
John Fiske, Pengantar Ilmu Komunikasi (Ed. 3), Rajagrafindo, Depok, 2014, hal. 66-67
5
Ibid, hal. 67

3
b. Semiotika C.S Peirce

Peirce yang biasanya dianggap sebagai pendiri semiotik Amerika,


menjelaskan modelnya seperti gambar di bawah ini:

Tanda

Interpretant Objek

Sebuah tanda adalah sesuatu yang bagi seseorang mewakili sesuatu


di dalam beberapa hal atau kapasitas tertentu. Pada gambar di atas
menjelaskan bahwa masing-masing tanda dapat dipahami dengan
keterkaitannya dengan yang lain. Sebuah tanda mengacu pada sesuatu di
luar dirinya (Objek), dan dipahami oleh seseorang yaitu bahwa tanda
memiliki efek di dalam benak pengguna (Interpretasi). Menurut Peirce yang
paling menentukan adalah efek tanda yang merupakan sebuah konsep
mental yang diproduksi oleh tanda dan pengalaman dari pengguna terhadap
objek.6

c. Semiotika Saussure

Tokoh lainnya adalah seorang ahli bahasa dari Swiss Ferdinand de


Saussure. Fokus utamanya adalah bagaimana tanda-tanda (yang dalam
konteks Saussure adalah kata-kata) terkait dengan tanda-tanda lain, bukan
bagaimana tanda-tanda terkait dengan apa yang disebut Peirce sebagai
objek.7

Menurut Saussure tanda adalah sebuah objek fisik yang memiliki


makna; atau sebuah tanda yang terdiri dari penanda (Signifier) dan petanda
(Signifed). Adapun pendeskripsiannya adalah seperti pada gambar di bawah
ini:

6
Ibid, hal. 69-70
7
Ibid, hal. 72

4
Tanda

Terdiri dari

Signifikasi

Signifer + Signifed Makna/Realitas eksternal

(fisik) (mental)8

2.2 Memahami Semiotika


Semiotika disini yaitu keterampilan pembaca dalam membaca suatu
tanda dalam kegiatan berkomunikasi, spesifiknya yaitu membaca tanda atau
makna dari media, sebagai bentuk alat dari penyiaran dalam berkomunikasi.
Pusat perhatian semiotika pada kajian komunikasi adalah menggali
apa yang tersembunyi di balik bahasa. Terobosan penting dalam semiotika
adalah digunakannya linguistik sebagai model untuk diterapkan pada
fenomena lain di luar bahasa. Saussure mendefinisikan semiotika sebagai
“ilmu yang mengkaji tentang tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial”9.

Media pada dasarnya mencakup pencarian pesan dan makna-makna


dalam materinya, karena sesungguhnya semiotika merupakan proses
komunikasi, dan intinya adalah mencari makna. Dengan kata lain,
mempelajari media adalah mempelajari makna dari mana asalnya, seperti
apa, seberapa jauh tujuannya, bagaimana ia memasuki materi media, dan
bagaimana ia berkaitan dengan pemikiran kita sendiri10.

Salah satu bentuk pemahaman media adalah dengan semiotika.


Banyak tanda-tanda yang disediakan oleh media di mana penerima atau
penonton harus memberikan penanfsiran tentang apa yang dilihatnya. Salah

8
Ibid, hal. 73
9
Yasraf Amir Piliang, Hipersemiotika: Tafsir Cultural Studies Atas Matinya Makna (Yogyakarta:
Jalasutra, 2003) Hal. 256
10
Alex Sobur, Semiotika Komunikasi (Bandung: Rosda Karya, 2004), Hlm. 110

5
satunya adalah televise. Dalam televise terdapat kode-kode, Kode-kode
televisi (television codes) adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske
atau yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia
pertelevisian.

Menurut Fiske, kode-kode yang muncul atau yang digunakan dalam


acara televisi tersebut saling berhubungan sehingga terbentuk sebuah
makna. Menurut teori ini pula, sebuah realitas tidak muncul begitu saja
melalui kode-kode yang timbul, namun juga diolah melalui penginderaan
serat referensi yang telah dimiliki oleh pemirsa televisi, sehingga sebuah
kode akan dipersepsikan secara berbeda oleh orang yang berbeda juga.

Dalam kode-kode televisi yang diungkapkan dalam teori John Fiske,


bahwa peristiwa yang ditayangkan dalam dunia televisi telah di en-kode
oleh kode-kode sosial yang terbagi dalam tiga level sebagai berikut : 11

1. Level realitas (Reality)


Kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah appearance
(penampilan), dress (kostum), make-up (riasan), environment
(lingkungan), behavior (kelakuan), speech (cara berbicara), gesture
(gerakan) dan expression (ekspresi).
2. Level representasi (Representation)
Kode-kode sosial yang termasuk di dalamnya adalah kode
teknis, yang melingkupi camera (kamera), lighting (pencahayaan),
editing (perevisian), music (musik) dan sound (suara). Serta kode
representasi konvensional yang terdiri dari narative (naratif), conflict
(konflik), character (karakter), action (aksi), dialogue (percakapan),
setting (layar) dan casting (pemilihan pemain).
3. Level ideologi (Ideology)
Kode sosial yang termasuk didalamnya adalah individualism
(individualisme), feminism (feminisme), race (ras), class (kelas),
materialism (materialisme), capitalism (kapitalisme) dan lain-lain.
11
Fiske, 1987. Television Culture ((Terjemahan). London : Routledge. Hal. 67

6
Semiotika adalah suatu ilmu atau metode analisis untuk mengkaji
tanda. Tanda adalah sesuatu yang dikaitkan pada seseorang untuk sesuatu
dalam beberapa hal atau kapasitas. Tanda merujuk pada seseorang yakni,
menciptakan di benak orang tersebut suatu tanda yang setara atau barangkali
suatu tanda yang lebih berkembang. Tanda yang diciptakannya dinamakan
interpretan dari tanda pertama. Tanda itu menunjuk sesuatu, yakni objeknya
(Fiske, 2004 : 63). Representasi merupakan kegunaan dari tanda.12
Marcel Danesi mendefinisikannya sebagai berikut : “proses
merekam ide, pengetahuan atau pesan dalam beberapa cara fisik disebut
representasi”. Ini dapat didefinisikan lebih tepat sebagai kegunaan dari tanda
yaitu untuk menyambungkan, melukiskan, meniru sesuatu yang dirasa,
dimengerti, diimajinasikan atau dirasakan dalam beberapa bentuk fisik
(Wibowo, 2011 : 122).
Berlaku dalam bahasa, media dan komunikasi, representasi dapat
berwujud kata, gambar, sequence, cerita, dan sebagainya yang mewakili ide,
emosi, fakta dan sebagainya. Representasi bergantung pada tanda dan citra
yang sudah ada dan dipahami secara kultural, dalam pembelajaran bahasa
dan penandaan yang bermacam-macam atau sistem tekstual secara timbal
balik. 13
Hal ini melalui fungsi tanda mewakili yang kita tahu dan
mempelajari realitas. Representasi merupakan bentuk konkret (penanda)
yang berasal dari konsep abstrak. Beberapa di antaranya dangkal atau tidak
kontroversial – sebagai contoh, bagaimana hujan direpresentasikan dalam
film, karena hujan yang sebenarnya sulit ditangkap oleh mata kamera dan
sulit diproduksi.
Akan tetapi beberapa representasi merupakan hal yang sangat
penting dalam kehidupan budaya dan politik – sebagai contoh : gender,
bangsa, usia, kelas, dan seterusnya. Karena representasi tidak terhindarkan

12
Ibid, hal. 68
13
Sumarno, 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana Indonesia
(Grasindo).

7
untuk terlibat dalam proses seleksi sehingga beberapa tanda tertentu lebih
istimewa daripada yang lain, ini terkait dengan bagaimana konsep tersebut
direpresentasikan dalam media berita, film atau bahkan dalam percakapan
sehari-hari.14

2.3 Komunikasi Sebagai Penyiaran dalam Model Ritual


Sebelum kita membahas mengenai komunikasi sebagai penyiaran,
alangkah baiknya kita kaji terlebih dahulu apa itu komunikasi dan apa itu
penyiaran.
a. Pengertian Komunikasi
Secara singkat komunikasi yaitu proses pertukaran informasi,
biasanya melalui sistem simbol yang berlaku umum, dengan kualitas
bervariasi. Komunikasi pula memungkinkan kita berinteraksi (bergaul)
dengan orang lain. Tanpa komunikasi kita tidak akan mungkin berbagi
pengetahuan atau pengalaman dengan orang lain15.
b. Penyiaran
Penyiaran pada hakekatnya adalah salah satu keterampilan dasar
manusia ketika berada pada posisi tidak mampu untuk menciptakan dan
menggunakan pesan secara efektif untuk berkomunikasi. Penyiaran dalam
konteks ini adalah alat untuk mendongkrak kapasitas dan efektifitas
komunikasi massa16.
Komunikasi sebagai penyiaran merupakan penyampaian suatu
informasi atau pesan dengan menggunakan penyiaran sebagai alat untuk
mengkomunikasikannya kepada khalayak atau massa. Dalam hal ini bentuk
alat penyiaran tersebut yaitu media, baik media cetak (koran, majalah, dll)
maupun media virtual (dunia maya).

14
Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling Komprehensif.
Yogyakarta: Jalasutra
15
Muhamad Mufid, Komunikasi dan Regulasi Penyiaran (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2005) Hlm. 3
16
Ibid, hlm. 19

8
Komunikasi sebagai pesan dan penyiaran sebagai wahana merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat diputuskan, karena satu sama lain saling
berkesinambungan. Dalam konteks ini media massa sebagai bentuk dari alat
penyiaran memiliki kekuatan yang tergolong sangat besar untuk
mempengaruhi pola pikir para audiancenya bahkan ketika pola pikir
seseorang sudah terpengaruh oleh media, maka semakin lama pengaruh
tersebut akan semakin besar.
Dalam proses komunikasi massa yang mana komunikasi sebagai
penyiaran yang tergantung pada sisi objektif, reproduktif dan distribusi pada
media,17 menurut Morissan (2010) terdapat empat model proses komunikasi
massa, yakni; model transmisi, model ritual atau ekspresif, model publisitas,
dan model resepsi.
1. Model Transmisi

Seperti yang telah diteliti oleh Westley dan MacLean,


komunikasi melibatkan interpolasi atau pengalihan pola pikir. Model
ini mengungkapkan bahwa komunikasi massa adalah proses
pengaturan sendiri yang diarahkan oleh kepentingan dan permintaan
pemirsa juga respon apemirsa atas apa yang ditawarkan oleh media.

2. Model Ritual

Menurut Carey, komunikasi terkait dengan keinginan berbagi,


partisipasi, asosiasi, persahabatan dan keyakinan umum. Selain itu,
komunikasi ritual disebut juga sebagai komunikasi ekspresif sebab
penekanannya adalah pada kepuasan hakiki dari pengirim atau
penerima pesan.

3. Model Publisitas

Komunikasi sebagai pertunjukan dan atensi, di mana pada


model ini pemirsa hanya sebagai penonton belaka, bukan menjadi
partisipan dariproses komunikasi atau penerima informasi.

17
Arifin, Anwar, Sistem Komunikasi Indonesiai. Bandung. Simbiosa Rekatama Media, 2011, hal. 73

9
4. Model Resepsi

Model ini lebih dikaitkan dengan esensi atau untuk


menemukan asal dan konstruksi dari arti pesan yang selalu terbuka
dan memiliki banyak arti dan diinterpretasikan menurut konteks dan
budaya penerimanya. 18

Pada pembahasan kali ini, akan lebih ditekankan kepada model


ritual dan juga bagaimana keterkaitannya dengan pembahasan sebelumnya.
Model ritual yang juga dikenal sebagai model komunikasi ekspresif sebab
menekankan pada kepuasan bagi pengirim atau penerima pesan.
Komunikasi ekspresif terkadang membutuhkan elemen pertunjukkan
(performance) untuk dapat terjadinya proses komunikasi.

Komunikasi ini hanya terjadi jika terdapat kesamaan pemahaman


dan emosi di antara para anggotanya. Pesan komunikasi ritual ini biasanya
tersembunyi atau memiliki arti ganda, tergantung pada simbol-simbol yang
biasanya ditunjukkan dan disediakan oleh kebudayaan masyarakat sebab
komunikasi ritual ini tidak dibatasi waktu dan cenderung sulit berubah.

Komunikasi ritual kerap digunakan dalam kampanye komunikasi


terencana, misalnya dalam bidang politik atau iklan yang menggunakan
symbol-simbol tertentu. Model ini memiliki peran untuk menyatukan dan
memobilisasi sentimen dan tindakan. Sebagai contoh biasanya model ini
dapat ditemui pada lingkungan kesenian, ceramah keagamaan, atau pun
pertunjukan kesenian daerah tertentu uang ditayangkan di televise, di mana
peran atau tujuannya adalah untuk menyatukan penganut agama atau
penonton yang berasal dari daerah bersangkutan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, komunikasi model ritual ini


memerlukan atau memiliki symbol-simbol tertentu yang digunakan dalam
menampilkan komunikasi ini. Sehingga dibutuhkan pemahaman terlebih

18
Dennis Mc. Quail, Teori Komunikasi Massa McQuail (terj. Putri Iva-Ed. 6), Humanika: Jakarta,
2011, hal. 198

10
dahulu mengenai makna yang dihadirkan oleh symbol tersebut agar
terperolehnya kepuasan hakiki secara instrinsik bagi penerima maupun
pengirim pesan.

Sebelumnya telah dibahas mengenai semiotika, atau ilmu tentang


bagaimana memahami sebuah tanda. Dalam model komunikasi ritual,
semiotika sangat diperlukan, untuk memberikan atau menemukan makna-
makna yang terkandung dalam komunikasi model ritual ini.

11
BAB III
KESIMPULAN

Dari pemaparan di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan sebagai


berikut:

Semiotika adalah kajian atau ilmu yang mempelajari tentang tanda.


Dari mulai tanda itu sendiri, bagaimana kegunaannya, atau pun bagaimana
tanda tersebut digunakan.
Salah satu bentuk penggunaan semiotika adalah pemahaman media.
Banyak tanda-tanda yang disediakan oleh media di mana penerima atau
penonton harus memberikan penanfsiran tentang apa yang dilihatnya. Salah
satunya adalah televise. Dalam televise terdapat kode-kode, Kode-kode
televisi (television codes) adalah teori yang dikemukakan oleh John Fiske
atau yang biasa disebut kode-kode yang digunakan dalam dunia
pertelevisian.
Dalam proses komunikasi massa yang mana komunikasi sebagai
penyiaran yang tergantung pada sisi objektif, reproduktif dan distribusi pada
media. terdapat empat model proses komunikasi massa, yakni; model
transmisi, model ritual atau ekspresif, model publisitas, dan model resepsi.

12
DAFTAR PUSTAKA

Mufid, M. (2005). Komunikasi dan regulasi penyiaran. jakarta: KENCANA


Prenada Media Group.

Piliang, Y. A. (2003). Hipersemiotika:Tafsir cultural studies atas matinya makna.


yogyakarta: jalasutra.

sobur, A. (2004). semiotika komunikasi. bandung: Rosda Karya.

Arifin, Anwar. 2011. Sistem Komunikasi Indonesiai. Bandung. Simbiosa


Rekatama Media.
Fiske, John. 2007. Cultural and Communication Studies Sebuah Pengantar Paling
Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
_________. 1987. Television Culture. London : Routledge.
John Fiske. 2014 , Pengantar Ilmu Komunikasi (Ed. 3), Rajagrafindo, Depok.
Sumarno, 1996. Dasar-dasar Apresiasi Film. Jakarta : PT. Gramedia Widiasarana
Indonesia (Grasindo).

ii

Anda mungkin juga menyukai