Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Komunikasi Simbolik


Komunikasi simbolik adalah suatu bentuk penyampain pesan yang
dilakukan melalui simbol yang telah disepakati atau secara konvensional.
Komunikasi verbal dan non verbal umumnya merupakan komunikasi simbolik.
Bentuk komunikasi verbal salah satunya adalah bahasa, kata-kata. Artinya
kata-kata yang digunakan ketika melakukan komunikasi verbal dapat bersifat
simbolik. Misalnya kata “putih” dapat mewakili “kebersihan”, “kesucian”,
“kepolosan”, dan “gelap” mewakili “kotor”, “ternoda”, “tercela”, dan makna
ini dapat terus berlanjut (Danesi, 2010:38). Sedangkan dalam komunikasi non
verbal, gesture tubuh, isyarat merupakan suatu komunikasi simbolik. Ketika
jari telunjuk dan jari tengah membentuk huruf “V” dapat mewakili
“perdamaian”. Gelengan kepala seseorang, dapat mewakili “ketidak setujuan”.

Komunikasi simbolik merupakan proses komunikasi manusia yang


membentuk suatu makna tertentu. Dalam berkomunikasi, terdapat pesan yang
ingin disampaikan dan pesan itulah yang diyakini mengandung sebuah makna.
Makna-makna yang terkandung dalam pesan tersebutlah yang melahirkan pola
pikir manusia terhadap suatu objek. Maka dari itu teori interkasi simbolik
merupakan teori yang berfokus pada pentingnya konsep diri (cara pikir)
individu dalam proses komunikasinya dengan individu lain.

Herbert Blumer terhadap teori tentang interaksi simbolik, yaitu teori tentang
pemanknaan (meaning), bahasa (language), dan pikiran (thought). Ia juga
menuturkan persepsinya terhadap teori interaksi simbolik sebagai berikut;

1. Komunikasi atau interaksi antar manusia menghasilkan sebuah makna.


2. Manusia mengembangkan makna berdasar pada interpretasi atau konsep diri.
3. Perilaku manusia didasari oleh interpretasi makna yang diterimanya dari orang
lain.

8
Cara berpikir manusia sering kali ditentukan oleh praktek bahasa. Maka
dari itu, perbedaan bahasa dapat mengakibatkan perbedaan cara berpikir
individu satu dengan yang lain. Misalnya, cara berpikir orang berbahasa Solo
berbeda dengan cara bepikir orang Malang. Dalam interaksionisme simbolik,
bahasa dianggap sebagai suatu pertukaran ide yang dikemas secara simbolik.
Suatu pesan terjadi karena adanya ide yang memprakarsai proses berpikir
secara matang (kompleks) agar pesan tersebut dapat menjangkau perhatian
komunikan.

Dalam perspektif komunikasi simbolik pemaknaan, proses berpikir, dan


bahasa saling barkaitan satu sama lain. Pemaknaan merujuk pada bahasa, pola
pikir merujuk pada bahasa, dan bahasa menentukan pola berpikir dan
pemaknaan. Meskipun realitanya pemaknaan suatu simbol dipengaruhi oleh
adanya konteks dan konstruksi sosial. Tetapi hal tersebut tidak menentukan
pemaknaan seseorang terhadap suatu simbol akan sama seperti pemaknaan
orang lain yang memiliki kesamaan bahasa. Interpretasi individu dalam
memaknai simbol didasari oleh preferensinya masing-masing. Maka artinya
setiap individu sering kali memodifikasi suatu simbol dalam proses
berpikirnya.

Dengan demikian komunikasi hakikatnya merupakan suatu interaksi


simbolik antara komunikator dengan komunikannya. Unsur pesan didasari
adanya simbol-simbol tertentu didalamnya. Simbol-simbol tersebut merupakan
wujud dari ide yang dituangkan dalam pesan. Sehingga untuk dapat memahami
suatu makna pesan, kita dituntut untuk dapat memaknai ide (simbol-simbol)
melalui cara pikir kita sendiri. Komunikasi merupakan interaksi simbolik yang
dilakukan dengan bahasa tertentu, dengan proses berpikir tertentu, dan juga
hasil pemaknaan tertentu pula, yang semuanya terkonstruksi secara sosial.

2.2 Pengertian Simbol (Tanda)


Tanda merupakan bentuk represntasi dari segala sesuatu berupa objek,
isyarat, warna, gesture tubuh, rumus matematika,dan lain-lain. Atau dapat
dikatakan suatu hal yang dapat ditangkap indera manusia, yang
mepresentasikan sesuatu yang lain selain dirinya. Contohnya, kata “hitam”

9
dikategorikan sebagai sebuah tanda, karena ia tak merepresentasikan bunyi h-i-
t-a-m yang membangunnya, melainkan sejenis warna dan sesuatu (hal) lainnya.

Bagaimana manusia mengindentifikasi makna pada suatu tanda akan


selalu dipengaruhi oleh unsur budaya. Artinya, proses seseorang dalam
memaknai suatu tanda melibatkan perasaan, pengalaman, pikiran yang
terkonstruksi oleh lingkungan (budaya). Salah satunya bentuk lampu bohlam
yang bersinar, dalam budaya kami (penulis) dimaknai sebagai sifat intelegensi.
Bagaimana tanda tadi mengekspresikan sesuatu yang “tercerahkan”,
“mencerahkan sesuatu”. Penggunaan bohlam bersinar berasal dari tradisi buku
komik yang menggambarkan pikiran dalam sebentuk balon.

Hal yang dirujuk oleh tanda, secara logis, disebut sebagai referen
(objek atau tanda). Referen terbagi menjadi dua jenis, yakni referen kongkrit
dan referen abstrak. Referen kongkrit merupakan sesuatu yang nyata yang ada
di dunia. Sedangkan referen abstrak merupakan sesuatu yang bersifat imajiner,
atau tidak dapat hanya dengan menunjukkan pada suatu benda. Dengan kata
lain, suatu tanda memungkinkan manusia untuk merujuk pada suatu objek dan
gagasan, meskipun ia (tanda) tidak hadir secara fisik hingga dapat dipersepsi
oleh indera manusia. Misalnya ketika mendengar kata kucing, secara langsung
citraan binatang yang dikatakan muncul di pikiran, walaupun saat itu
binatangnya sedang tidak ada di hadapan kita hingga dapat dipersepsi indera.

Citraann suatu tanda tersebut disebut dengan konsep. Konsep terbagi


menjadi tiga macam, yaitu, konsep dasar (protopikal), konsep superordinat, dan
konsep subordinat. Merujuk pada kata “kucing” menunjukkan pada konsep
dasar. Lalu lebih jauh kucing dijelaskan sebagai sejenis binatang berbulu,
seperti harimau, hal ini merujuk pada kosep superordinat. Lebih spesifik
kucing dijelaskan menjadi beberapa jenis seperti jenis kucing persia atau siam.
Jenis kucing tersebut dikategorikan sebagai konsep subordinat.

Atas dasar konsep-konsep tersebut, semiotika lebih jauh berupaya


membedah apa yang dikandung secara kultural dan personal. Budaya akan
memunculkan adanya perbedaan makna suatu tanda tersebut. Di Jawa, sapi

10
merupakan hewan ternak biasa yang nantinya akan dikonsumsi, sedangkan di
Bali, sapi dianggap sebagai hewan suci.

Melalui pemahasan diatas, dapat terlihat bahwa ada tiga dimensi tanda
yaitu:

1. Dimensi fisik, (urutan bunyi yang mendasari tanda)


2. Dimensi konsep, (interpretasi tanda)
3. Dimensi kultural (keberadaan tanda)

Maka, dapat di definisikan bagamaina tanda sebagai sesuatu yang


merepresentasikan sesuatu yang lain dalam kapasitas atau cara pandang
tertentu.

Berdasarkan klasifikasi/subyektif, tanda terdiri dari:

1. Leksikal (Ikon)
Merupakan bentuk tanda yang merepresentasikan sumber acuan secara
simulasi atau persamaan dapat ditangkap oleh indera manusia. Contoh ikon
yaitu, gambar, foto, kata-kata onomatopoeia (kata-kata yang mengekspresikan
bunyi/apa yang dimaksud), dan sebagainya.
2. Konteks
Tanda yang menghubungkan pada sumber acuan atau mengindikasikan sumber
acuan. Contohnya, jari yang menunjuk, kata keterangan (di sini, di sana, aku,
ia, kamu, dan seterusnya).
3. Simbol (Konvensi)
Tanda yang mewakili sumber acuan melalui kesepakatan atau persetujuan.
Contohnya kata putih mewakili “kebersihan”, simbol sosial seperti mawar
mewakili “cinta”, jari telunjuk dan tengah yang membentuk “V” mewakili
“perdamaian”.

Dalam upaya memaknai sebuah tanda, seseorang harus dapat sadar atau
mengenali (objek, isyarat, warna, ekspresi, rumus, dan lain sebagainya) sebagai
tanda sejak awal. Pengenalan tersebut disebut juga tanda memilki struktur.
Struktur tanda terdiri dari struktur sintagmatik dan struktur paragdimatik.

11
Berbagai hal yang dapat dianggap tanda jika ia memilki bentuk tertentu
(dapat diulang dan diprediksi) dan terkontruksi dengan cara tertentu (pola).

Lagu merupakan seni bunyian yang terorganisir antara intrumental alat musik
dengan teks verbal. Dalam bukunya (Pesan, Tanda, dan Makna, h.19) Marsel
Danesi, istilah teks mengandung hal-hal seperti percakapan, huruf, ujaran,
puisi, mite, novel, program televisi, lukisan, teori ilmiah, komposisi musik, dan
sebagainya. Ia juga menyebutkan, teks merupakan tanda tunggal yang berupa
beragam fenomena yang tidak ditafsirkan dalam rangka bagian konstituennya
melainkan secara keseluruhan (X=Y).

Simbol merupakan bagian dari tanda (sign). Simbol merujuk pada tanda
atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang (Herusatoto,
2000:10). Ia juga dikatakan sebagai bentuk yang menandai sesuatu yang lain
diluar perwujudan bentuk simbol itu sendiri. Simbol merupakan hasil konvensi.
Jenis simbol terbagi menjadi tiga yaitu, simbol simbol verbal (kata-kata/pesan
verbal), dan simbol non verbal (perilaku non verbal), serta objek hasil
kesepakatan bersama.

Menurut Berger (200a:85) simbol diklasifikasikan menjadi simbol


konvensional, simbol aksidental, dan simbol universal. Simbol konvensional
adalah bentuk kata-kata yang dipelajari oleh manusia yang keberadaannya
untuk (mengganti/menggantikan) sesuatu. Berlawanan dengan simbol
konvensional, simbol aksidental berasal dari pengalaman/sejarah kehidupan
seseorang, bersifat individu dan tertutup. Lalu simbol yang juga berasal dari
pengalaman, tetapi sifatnya terbuka (pengalaman semua orang) disebut sebagai
simbol universal. Pemaknaan sebuah simbol sering kali rumit/kompleks, hal ini
dikarenakan fakta bahwa logika dibalik simbolisasi seringkali tidak sama
dengan logika yang digunakan manusia dalam proses pemikiran sehari-harinya.
Bahasa merupakan sistem yang menciptakan struktur dan menspesifikan relasi
antar tanda sebagai tujuan membentuk pesan.

12
2.3 Lirik lagu Mengandung Simbol (Tanda)
Lirik lagu merupakan salah satu simbol verbal yang diciptakan oleh
manusia sebagai bentuk komunikasi. Lirik lagu terjadi melalui reaksi manusia
terhadap perasaan yang sedang dirasakannya. Faktor pendorong perasaan
muncul biasanya adalah fenomena sosial atau lingkungan. Manusia adalah
makhluk yang mengerti akan bagaimana cara ia harus merespon, terhadap
kondisi lingkungan fisiknya, serta terhadap simbol-simbol yang telah dibuatnya
sendiri (Rivers, 2003:28).

Manusia menggunakan simbol sebagai bentuk respon terhadap segala


hal yang dirasakan yang tidak dapat dilihat secara langsung, untuk kemudian
dimaknai dan diartikan hingga melahirkan suatu simbol yang memilki artian
sesuai apa yang ia ingin ungkapkan kepada lingkungannya. Maka dari itu lirik
lagu merupakan ujung tombak dari terbentuknya sebuah komunikasi lewat seni
musik.

Terdapat motif komunikasi dalam penulisan lirik lagu, yakni


menyampaikan pesan kepada pendengar lagu. Sebagaimana mestinya
keberhasilan komunikasi, ketika pesan komunikator dapat diterima dan
dipahami oleh komunikannya. Komunikator disini ialah pembuat karya seni
musik, sedangkan pendengar atau penikmat musik tersebut berperan sebagai
komunikan.

Danesi menyebutkan, suatu objek dapat ditemukan pesan dan


maknanya dengan melihat penandaannya. Penandaan merupakan bagamiana
cara pikir seseorang ketika menafsirkan suatu objek tertentu. Proses
pemaknaan terhadap sebuah pesan inilah yang menurut Danesi terbagi menjadi
dua cara yaitu, denotasi dan konotasi (Danesi,2004).

Adanya sebuah pesan dalam suatu objek tertentu mestinya diiringi


dengan keberadaan tanda-tanda (simbol) di dalamnya. Begitupun dalam
penulisan lirik lagu, pesan disampaikan dengan berbagai tanda (simbol) sosial
yang ada di masyarakat. Umunya karakter simbol ialah suatu tanda yang telah
disepakati bersama di dalam kehidupan bermasyarakat.

13
2.4 Semiotika
Semiotik berasal dari kata Yunani yaitu “semeion” yang berartikan
“tanda”. Tanda diyakini muncul karena adanya konvensi sosial yang telah
terjadi sebelumnya, dan juga dipergunakan sebagai pengganti sesuatu yang lain
(Eco, 1979:16 dalam Sobur, 2006:95). Dalam bukunya “Semiotik Dan
Dinamika Sosial Budaya”, Benny H. Hoed (2008) mengemukakan bahwa
semiotika adalah ilmu tentang tanda (sign) yang ada di kehidupan manusia.
Dalam kehidupan manusia tanda (sign) memilki sebuah makna tertetu, dengan
kata lain semiotika mencakup bagaimana memahami suatu makna yang ada
dalam sebuah tanda.

Semiotika menurut Ferdinan De Saussure adalah ilmu tentang tanda,


dimana tanda berada dalam konteks bahasa komunikasi manusia melalui tiga
unsur tahapan yaitu penanda (signifier), petanda (signified), dan signifikasi
(signification). Penanda (signifier) merupakan lambang dasar dari sebuah tanda
atau biasa disebut arti sebuah kata itu sendiri. Contohnya kata buku, baju, dan
sebagainya. Sedangkan penanda (signified) merupakan konsep makna dari
sebuah penanda, artinya suatu kata memilki gambaran makna yang luas.
Misalnya, buku merupakan lembaran kertas yang dijadikan satu berisi tulisan
maupun kosong. Namun tidak semuanya sebuah kata memilki makna tanda,
Ferdinand De Saussure berpendapat, bahwa makna suatu tanda bergantung
pada kesepakatan terhadap unsur penanda dan petanda dalam suatu sistem
(masayarakat).

tanda

terdiri dari

signifier signified signification realitas eksternal

(penanda) (petanda) atau makna

14
Gambar 1. Elemen-Elemen Makna dari Ferdinand De Saussure

(Sumber: Fiske, John, 2012:73. Pengantar Ilmu Komunikasi)

Saussure mengatakan bahwa, semiotika didasari oleh tingkah laku dan


perilaku manusia membawa makna, atau selama hal itu berfungsi sebagai
tanda, harus ada aturan (sistem) yang membedakan dan konvensi yang
menerima makna tersebut. Maka adanya tanda, dilatarbelakangi juga oleh
adanya sistem. Ilmu semiotika bukanlah kajian ilmu pasti atau objektif sebagai
kebenaran tunggal. Tetapi, melainkan terbentuk oleh hasil cara berpikir yang
beragam, terbuka bagi aneka interpretasi.

Secara wilayah metodologi semiotika berada pada ranah bidang yang


sama dengan ilmu komunikasi. Tetapi ilmu komunikasi lebih berfokus pada
bagaimana cara pesan ditransmisi (secara vokal, elektrik, dan lainnya) dengan
hukum-hukum sistematis dan psikologis yang mengatur proses informasi
tersebut. sedangkan semiotika lebih menekankan pada makna pesan dan cara
pesan disampaikan melalui tanda-tanda.

Terdapat persamaan semiotika dengan tahapan dalam proses


komunikasi, dimana semiotika berfokus pada memperhatikan teks. Model
linier. Pemahaman terhadap teks. Model linier ini mirip kaitannya dengan
receiver dalam memahami pesan komunikator. Dalam semiotika seorang
pembaca atau penerima memilki peranan yang aktif. Komunikasi adalah wujud
dari kehidupan sosial yang ada di masyarakat untuk kemudian memunculkan
simbol-simbol. Budaya merupakan faktor kuat lahirnya simbol-simbol
komunikasi masyarakat. Semiotika atau penerjemah simbol-simbol, melahirkan
tradisi pemikiran yang penting dalam teori komunikasi. Pemikiran semiotika
menjurus pada bagaimana simbol-simbol atau tanda-tanda mempresentasikan
benda, ide, keadaan, perasaan, situasi, serta kondisi diluar tanda itu sendiri.
Proses pemahaman terhadap suatu tanda tersebut sebagai bentuk untuk
mencapai sebuah makna demi menghindari kesalahpahaman artian.

Adanya tanda-tanda perantara, yaitu, partikur orkestra yamg merupakan


hasil catatan dari karya musik, merupakan jalan keluar bagi semiotikus musik

15
(Sobur, 2004, h. 144). Di era sekarang, partikur orkestra sering dikenal sebagai
lirik lagu. Dalam proses komunikasi, seniman musik memilki tujuan
menyampaikan pesan kepada pendengarnya lewat karya musiknya. Pesan
disampaikan lewat penulisan syair lagu (lirik lagu). Sebagaimana pesan
tersebut dibarengi dengan adanya tanda, yang kemudian membentuk sebuah
makna. “Dalam seni musik, pesan yang terkandung cukup beragam, mulai dari
pesan tentang cinta, kerinduan, hingga pesan yang berupa aspirasi tertentu
demi adanya perubahan”. (Semiotika Komunikasi, 2004:114)

2.5 Semiotika Roland Barthes


Roland Barthes menggambarkan ilmu semiotika berguna untuk
membongkar struktur makna yang tersembunyi dalam aktivitas sehari-hari
manusia. Semiotika menurut Roland Barthes menuruskan teori tantang tanda-
tanda oleh Saussure, tetapi ia juga menjelaskan ada perbedaan pendapat dengan
kajian semiotika Ferdinand De Saussure. Barthes menilai bahwa semiologi
memilki cangkupan yang lebih luas dari sekedar tanda sebagai bagian dari
suatu bahasa. Menurutnya, semiotika adalah tentang manusia memaknai suatu
hal (things). Memaknai berbeda kaitanya dengan mengkomunikasikan, tetapi
juga membentuk sistem terstruktuk dari sebuah tanda.

Semiotika versi Saussure mengatakan tanda membentuk makna sebatas


pada pola pikir seseorang berdasarkan konvensi masyarakat (linguistik),
Barthes menganggap bahwa tanda membentuk makna lebih luas dari sekedar
linguistik, manusia melibatkan pengalaman dan perasaan pribadi. Dalam
pemaknaan suatu tanda, Barthes mengembangkan teori tentang komponen
penanda (signifier) dan petanda (signified) yang awalnya hanya sebatas
menghasilkan makna denotatif (signification) saja. Tetapi juga bagaimana
tanda menghasilkan makna konotatif. Ia juga menambahkan komponen lain
dari penandaan yaitu “mitos” sebagai bentuk adanya masyarakat.

16
Tabel 2. Teori Tanda Roland Barthes

Signifier Signified
(Penanda) (petanda)

Denotative Sign (tanda denotatif)

Connotative Signifier (penanda Connotative Signified


konotatif)
(petanda konotatif)

Connotative sign (tanda konotatif)

Sumber : Paul cobley & Litzza Jansz, 1999. Introducting Semotics.


Penandaan merupakan proses yang terjadi di pikiran kita pada saat
menafsirkan ataupun menggunakan tanda. Maka dalam hal ini penandaan
adalah hubungan penggunaan tanda dengan menafsiran tanda secara
bersamaan. (X=Y). Terdapat dua cara mengembangkan tanda dalam penandaan
yang biasa dikenal sebagai denotasi dan konotasi. Denotasi merupakan bentuk
citraan mendasar dari suatu tanda. Contoh kata “kursi”, yang memilki citraan
mendasar sebagai “struktur tempat duduk manusia”. Sedangkan kata “kursi”
dapat dikembangkan menjadi serangkaian rujukan lainnya, seperti “kursi
jabatan” yang artinya “kedudukan seorang pejabat dalam kepemerintahan”.
Proses pengembangan ini yang disebut konotasi.

Dari peta tabel diatas, Barthes membagi signifier dan signified menjadi
dua makna tanda, denotatif dan konotatif. Tanda denotatif merupakan makna
tanda yang memilki sifat eksplisit, langsung, tegas. Makna denotatif terbentuk
oleh adanya konvensi sosial yang mengacu pada realitas (hubungan antara
penanda dan petanda pada realitas). Barthes menyebut tanda denotatif sama
dengan makna tertutup.

Kemudian tanda konotatif, merupakan makna tanda yang bersifat


implisit, tanda kontatif diklasifikasikan oleh Barthes sebagai tanda kedua yang

17
memilki makna kias (tersembunyi). Makna konotatif adalah bentuk pikiran,
perasaan manusia yang kemudian menjadi suatu nilai rasa tertentu. Maka
memicu kemungkinan muncul penafsiran-penafsiran baru.

Makna suatu tanda dalam teori semiotika milik Saussure hanya sampai
pada batas denotasi. Tambahan makna konotasi oleh Brathes memudahkan
“pembaca” teks memahami bentuk gaya bahasa kias maupun metafora, yang
tidak mungkin terjadi pada tahap pertama (denotatif). Metafora merupakan
penggunaan kata atau frasa yang merujuk pada pernyataan
kesamaan/kemiripan di antara dua hal, contoh : cinta adalah mawar.

Kajian tanda dalam ilmu semiotika versi Barthes, membagi jenis tanda
menjadi “sintagmatik” dan “paragdimagtik”. Struktur sintagmatik adalah
struktur suku kata atau makna tanda apa adanya. Sedangkan struktur
paradigmatik merupakan fitur semua jenis tanda, tidak hanya kata.
Paragdimatik berkaitan dengan sudut pandang seseorang dalam
menginterpretasikan tanda melalui pikiran,pengalaman, dan budaya.

Gambar 2. Konsep signifikasi dan mitos versi Roland Barthes.

Firs Order Second Order

Reality Sign Culture

Konotasi

Frm
Signifier
Denokasi

Signified
Content Mitos
Sumber: Nawiroh Vera. 2014. Semiotika
dalam Riset Komunikasi. Bogor: Ghalia
Indonesia, h.30

18
Menurut Barthes, ada satu lagi makna yang merupakan pengembangan
dari makna konotatif yaitu “mitos”. Arti “mitos” yang dimaksud oleh Barthes
bukan seperti pengartian dimasyarakat contohnya tahayul atau diluar nalar,
tetapi mitos diartikan sebagai suatu ungkapan pesan. Dalam bukunya yang
berjudul Mythologies, Barthes ia mengatakan bahwa mitos merupakan cara
penyampaian pesan dalam bentuk wicara bukan bahasa. Namun disisi lain,
menurutnya mitos bukan juga merupakan suatu gagasan, konsep, maupun
objek. Mitos merupakan bagian dari upaya apa yang harus dikatakan, tetapi
tidak disembunyikan ataupun sebuah pembohongan, serta penegasan,
melainkan penyamaran atau pembelokan terhadap pesan.

Ferdinand De Saussure, semiologi adalah ilmu yang mempelajari tentang


tanda dan penanda. Mitos kaitanya dengan semiologi merupakan bagaimana
suatu mitos atau bentuk ungkapan pesan yang membahas mengenai tanda.
Dalam menemukan mitos, terdapat tiga unsur tingkatan menurut Barthes yaitu
penanda (signifier), petanda (signified), dan tanda (sign).

Mitos temasuk dalam sistem semiologis tatanan kedua. Tanda pada


tingkatan pertama, menjadi penanda pada tingkatan kedua. Barthes tidak hanya
menganalisa tentang hubungan tingkat pertandaan, tetapi bagamaina konsep
ideologi. Mitos terdiri dari sistem linguistik atau bahasa objek dan metabahasa
(pengurai bahasa). Mitos merupakan bentuk realitas kedua setelah adanya
realitas pertama (sebenarnya). Artinya mitos dapat disebut sebagai suatu
representasi realitas (cerminan realitas) terhadap fakta atau peristiwa yang
sedang terjadi di masyarakat. Mitos akan sangat berpeluang memunculkan
penafsiran-penafsiran baru yang kemudian diterapkan dalam masyarakat
dijadikan sebagai suatu budaya.

Proses lahirnya ideologi menjadi suatu budaya baru tersebut


dianamakan sebagai representamen. Misalnya, “seorang pria memberi bunga
mawar kepada seorang wanita” (denotasi). Lalu pada tatanan kedua menjadi
(konotasi) ketika bunga mawar dianggap sebagai simbol kasih sayang (cinta),
“seorang pria jatuh cinta pada wanita itu”. Pada tatanan kedua berikutnya
makna (konotasi) akan di (denotasi)kan menjadi sebuah (mitos), “seseorang

19
yang cinta pada kekasihnya pasti akan memberinya mawar”. Maka, mitos dapat
dikatakan cerita suatu kebudayaan yang menjelaskan atau memahami aspek
realitas. Memilki tujuan menguatkan atau memberi kebenaran terhadap makna
tersirat dalam sebuah peristiwa.

2.6 Analisis Teks Dalam Perpektif Semiotika Roland Barthes


Teks adalah segala sesuatu yang dimaknai dalam bentuk tulisan di atas
kertas, suara di udara, gesture tubuh, hingga cara berpenampilan, dengan
demikian teks memilki implikasi tentang produksi mata. Teks berkaitan erat
dengan kehidupan sosial. Perilaku orang jawa tradisional yang menekankan
sopan santun kepada orang yang lebih tua merupakan sebuah teks, perilaku
atau gaya hidup. Fenomena tentang berbagai realitas sosial yang disampaikan
dalam format narasi atau gambar, juga merupakan sebuah teks. Sehingga
terdapat relasi antara sikap sosial dan sebuah teks.

Dalam introducing cultural dan media studies (Thwaites, David, dan


Mules 2009:112) teks dinyatakan sebagai kombinasi dari tanda. Tanda
berhubungan bersama membentuk teks. Tipe-tipe teks dapat berupa kalimat
yang dituliskan seseorang (puisi, lirik lagu, novel, dan sebagainya) ataupun
visualisasi wujud diri seseorang (fashion). Dalam sebuah kalimat, teks dibuat
memilki sejumlah pilihan. Kata-kata apa yang harus digunakan dan dianggap
sesuai dan pantas, kode dan strategi retorika apa yang digunakan (penyampaian
secara langsung atau tersirat, secara datar atau persuasif.

Teks tidak membuat yang nyata menjadi hadir, tetapi


mempresentasikan melalui kode dan tanda. Gagasan tentang teks selalu
menyiratkan audience atau selalu ada pembaca maupun penonton yang menjadi
tujuan teks. Peran pembaca maupun penonton biasanya akan terdiri lebih dari
satu individu.

Kajian teks dalam pesrpektif semiotika yakni memaknai suatu tanda-


tanda yang ada didalamnya. Seorang pencipta lagu menulis lirik lagunya
dengan berbagai tanda yang juga memilki makna yang luas. Penerapan
semiotika pada suatu teks tentu akan memudahkan pembaca dalam memaknai

20
isi pesan dalam lirik lagu. Penggunaan simbol-simbol (tanda) pada penulisan
lirik lagu, akan memunculkan makna pesan yang luas. Ketika satu individu
dihadapkan pada rangkain kata dalam lagu maka pemaknaannya akan
cenderung berbeda dengan seorang individu lainnya. Maka dapat dikatakan
jika manusialah yang memberikan makna pada kata-kata itu sendiri.

Teks dan konteks adalah suatu hal yang selalu harus bersamaan dalam
tujuan membentuk makna. Konteks merupakan aspek diluar bahasa, terbagi
menjadi dua bagian dalam tujuan interpretasi;

- Intratekstualitas, merupakan hubungan antar tanda dalam sebuah teks (beragam


tanda dalam sebuah teks).
- Intertekstualitas, merupakan hubungan antar teks.

Menurut Emberto Eco, makna dari sebuah tanda (sign vehicle) adalah
satuan budaya yang wujudkan oleh tanda-tanda lainnya, sehingga menunjukkan
akan ketidakgantungan pada wahana tanda yang sebelumnya (Sobur,
2006:255).

Merujuk pada teori semiotika Roland Barthes, pemaknaan suatu teks


memilki dua tingkatan, yang pertama relasi antara penanda dengan pertanda
membentuk realitas (makna denotasi), kemudian yang kedua dimana tanda
berhubungan dengan perasaan dan pengalaman individu akan membentuk
makna konotatif, serta pada tingkatan yang sama tanda mendenotasikan
konotatif menjadi mitos.

21
Berikut peta konsep menurut semiotika Roland Barthes jika digunakan
untuk menganalisis makna teks lirik lagu “Baertaut karya Nadin Amizah.

1. Signifier 2. Signified
(penanda): Lirik (petanda)
Lagu “Bertaut”
bahasa karya Nadin Amizah

3. Sign (tanda dontatif) II. SIGNIFIED


(penanda
I. SIGNIFIER (penanda konotatif) konotasi)

mitos

III. SIGN (tanda konotatif)

Gambar 3. Peta Tanda dalam Teori Semiotika Roland Barthes

22
2.7 Kerangka Berpikir

Lirik Lagu “Bertaut”


Lirik lagu Karya Nadin Amizah
mengandung
simbol
(tanda)

Semiotika Roland
Barthes

tahapan 1 tahapan 2 tahapan 2


Denotasi Konotasi Mitos

Pemaknaan
lagu “Bertaut”
karya Nadin
(judul)
(Amizah

Kesimpulan

Gambar 2.7. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir diatas merupakan gambaran peneliti dalam melakukan


proses penelitian. Tahap pertama, peneliti memilah teks dalam lirik lagu

23
“Bertaut”, kemudian pada tahap kedua peneliti melakukan analisis teks dengan
metode semiotika Roland Barthes, memaknai tanda menjadi makna denotasi,
konotasi, dan mitos, kemudian. pada tahap terakhir peneliti menarik
kesimpulan.

24

Anda mungkin juga menyukai