Anda di halaman 1dari 13

HUBUNGAN HERMENEUTIKA DENGAN SIMBOL

Oleh : Tri Purna Jeri

A. Pengertian Hermeneutika sebagai Sistem Penafsiran (System of

Interpretation)

Hermeneutika secara etimologis diambil dari bahasa Yunani

hermeneuin yang artinya adalah menjelaskan. Kata hermeneuin diambil dari

nama Hermes, yang merupakan makhluk mitologi Yunani yang memiliki

peran sebagai perantara pesan Tuhan kepada manusia. Kata tersebut

kemudian diserap ke dalam bahasa Jerman Hermeneutik dan bahasa Inggris

Hermeneutis.1

Adapun secara terminologis, hermeneutika didefenisikan sebagai

sebuah istilah secara beragam dan bertingkat oleh Has Georg Gadamer dalam

artikelnya “Classical and Philoshophical Hermeneutics”. Kata tersebut dia

defenisikan dengan mengatakan : “Hermeneutika adalah seni praktis, takne

techne, yang digunakan dalam hal-hal seperti berceramah, menafsirkan

bahasa-bahasa lain, menerangkan dan menjelaskan teks. Dan sebagai dasar

dari semua kegiatan itu adalah seni memahami, sebuah seni khusus yang

dibutuhkan ketika makna teks itu tidak jelas 2

Sedangkan mengenai tingkatan defenisi hermeneutika dapat dilihat

dalam pemaparan Ben Vedder dalam bukunya Was ist Hermeneutik?3 Dalam

1
Shahiron Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an, (Yogyakarta:
Pesantren Nawasea Press, 2017), hal. 13
2
Hans Georg Gadamer, Classical and Philosophical Hermeneutics, (Theory, Culture and
Society), (London: SAGE, 2006), Vol. 23, hal. 29
3
Ben Vedder, Was It’s Hermeneutik?Em Wog von des Textdeurung zur Interpretation der
Wirkikckelt, dalam Syamsuddin, Hermeneutika dan Pengembangan... hal. 15

1
2

bukunya tersebut Vedder membedakan empat terma yang saling terkait

sebagai berikut :

1. Hermeneuse (act of interpreting, aktifitas atau praktek menafsirkan dan

karya tafsir) adalah penjelasan atau interpretasi sebuah teks, karya seni

atau perilaku seseorang.

Dari pengertian tersebut dapat diketahui bahwa istilah itu merujuk

pada aktivitas penafsiran terhadap obyek-obyek tertentu seperti teks,

simbol-simbol seni dan perilaku manusia. Jadi, istilah tersebut tidak

terkait dengan metode-metode, syarat-syarat dan hal-hal yang melandasi

penafsiran.

2. Hermeneutik (hermeneutika) menurut Vendder adalah tekhnik menguak

kesatuan makna teks. Istilah ini memiliki regulasi, aturan, metode,

strategi atau langkah penafsiran.

3. Philocophis Hermeneutik (Hermeneutika Filosofis). Hermeneutika

filosofis tidak lagi membicarakan metode penafsiran tertentu sebagai

obyek pembahasan. Hermeneutika filosofis, menurut Jung, lebih banyak

berbicara mengenai jalan masuk ke realitas dan kondisi-kondisi

penafsiran. Istilah ini mengarah pada kondisi-kondisi kemungkinan yang

dengannya seseorang dapat memahami dan menafsirkan sebuah teks,

simbol atau perilaku.

4. Hermeneutiche Philosophic (Filsafat Hermeneutis). Ia adalah bagian dari

pemikiran-pemikiran filsafat yang mencoba menjawab masalah dalam

kehidupan manusia dengan cara menafsirkan apa yang diterima oleh


3

kehidupan manusia dari sejarah dan tradisi. Manusia sendiri dipandang

sebagai makhluk hermeneutis, dalam arti makhluk yang harus memahami

dirinya jadi hermeneutika ini terkait dengan hal-hal seperti epistimologi,

ontologi, etika dan estetika.

B. Pengertian Simbol4

Simbol secara etimologis, simbol (symbol) berasal dari kata Yunani

“sym-ballein” yang berarti melemparkan bersama suatu (benda, perbuatan)

dikaitkan dengan suatu ide. Ada pula yang menyebutkan “symbolos”, yang

berarti tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.

Biasanya simbol terjadi berdasarkan metonimi (metonimy), yakni nama untuk

benda lain yang berasosiasi atau yang menjadi atributnya (misalnya Si kaca

mata untuk seseorang yang berkaca mata) dan metafora (metaphor), yaitu

pemakaian kata atau ungkapan lain untuk objek atau konsep lain berdasarkan

kias atau persamaan (misalnya kaki gunung, kaki meja, berdasarkan kias pada

kaki manusia). Semua simbol melibatkan tiga unsur : simbol itu sendiri, satu

rujukan atau lebih, dan hubungan antara simbol dengan rujukan. Ketiga hal

ini merupakan dasar bagi semua makna simbolik.

Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia karangan WHS

Poerwadarminta disebut, simbol atau lambang adalah semacam tanda,

lukisan, perkataan, lencana dan sebagainya, yang mengatakan sesuatu hal,

atau mengandung maksud tertentu. Misalnya, warna putih merupakan

lambang kesucian, lambang padi lambang kemakmuran, dan kopiah


4
Dita Amanda Putri, Tesis: Interpretasi Simbol-Simbol Komunikasi Yakuza dalam Novel
Yakuza Moon Karya Shoko Tendo (Analisis Hermeneutika Paul Ricoeur tentang Interpretasi
Yakuza), (Bandung: UNPAD, 2002), hal. 47
4

merupakan salah satu tanda pengenal bagi warga negara Republik Indonesia.

Simbol adalah bentuk yang menandai sesuatu yang lain di luar perwujudan

bentuk simbolik itu sendiri. Simbol yang tertuliskan sebagai bunga, misalnya

mengacu dan mengemban gambaran fakta yang disebut “bunga” sebagai

sesuatu yang ada di luar bentuk simbolik itu sendiri. Dalam kaitan ini Peirce

mengemukakan bahwa “A Symbol is a sign which refers to the object that is

denotes by virtue of a law, usually an association of general ideas, which

operates to cause the symbol to be interpreted as reffering to that object”.

Dengan demikian, dalam konsep Peirce simbol diartikan sebagai tanda yang

mengacu pada objek tertentu di luar tanda itu sendiri. Hubungan antara

simbol sebagai penanda dengan sesuatu yang ditandakan (petanda) sifatnya

konvensional. Berdasarkan konvensi itu pula masyarakat pemakainya

menafsirkan ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan

menafsirkan maknanya.

Dalam arti demikian, kata misalnya, merupakan salah satu bentuk

simbol karena hubungan kata dengan dunia acuannya ditentukan berdasarkan

kaidah kebahasaannya. Kaidah kebahasaan itu secara artifisial dinyatakan

ditentukan berdasarkan konvensi masyarakat pemakainya. Simbol tidak dapat

disikapi secara isolatif, terpisah dari hubungan asosiatifnya dengan simbol

lainnya. Walaupun demikian berbeda dengan bunyi, simbol telah memiliki

kesatuan bentuk dan makna. Berbeda pula dengan tanda (sign), simbol

merupakan kata atau sesuatu yang bisa dianalogikan sebagai kata yang telah

terkait dengan penafsiran pemakai, kaidah pemakaian sesuatu dengan Jenis


5

wacana dan kreasi pemberian makna sesuai dengan intensi pemakainya.

Simbol yang ada dalam dan berkaitan dengan ketiga butir tersebut bentuk

simbolik. Lain dari pada alegori-cerita yang dikisahkan dalam lambang-

lambang; merupakan metafora yang diperluas dan berkesinambungan, tempat

atau wadah objek-objek atau gagasan-gagasan yang diperlambangkan-maka

simbol terpengaruh oleh perasaan.

Pada dasarnya simbol dapat dibedakan menjadi tiga yaitu simbol

universal, berkaitan dengan arketipos, misalnya tidur sebagai lambang

kematian. Simbol kultural yang dilatarbelakangi oleh suatu kebudayaan

tertentu (misalnya keris dalam kebudayaan Jawa). Simbol individual yang

biasanya dapat ditafsirkan dalam konteks keseluruhan karya seorang

pengarang.

Dalam kaitan tanda dengan denotatum (objek), Peirce juga

menyebutkan ada tiga hal. Denotatum tidak selalu harus sesuatu yang

kongkret, dapat juga sesuatu yang abstrak. Denotatum dapat berupa sesuatu

yang ada, pernah ada, atau mungkin ada.

Peirce membedakan tiga macam tanda menurut sifat hubungan tanda

dengan denotatumnya, yaitu :

1. Ikon yaitu tanda yang ada sedemikian rupa sebagai kemungkinan, tanpa

tergantung pada adanya sebuah denotatum, tetapi dapat dikaitkan

dengannya atas dasar suatu persamaan yang secara potensial dimilikinya.

Secara sederhana, dapat dikatakan bahwa ikon adalah tanda yang


6

keberadaannya tidak bergantung kepada denotatumnya. Definisi ini

mengimplikasikan bahwa segala sesuatu merupakan ikon, karena semua

yang ada dalam kenyataan dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain.

Foto, patung-patung naturalis, yang mirip seperti aslinya dapat disebut

sebagai contoh ikon.

2. Indeks, yaitu sebuah tanda yang dalam hal corak tandanya tergantung

dari adanya sebuah denotatum. Dalam hal ini hubungan antara tanda dan

denotatumnya adalah bersebelahan. Secara sederhana, dapat disimpulkan

bahwa indeks adalah tanda yang keberadaannya bergantung kepada

denotatumnya. Kita dapat mengatakan bahwa tidak akan ada asap kalau

tidak ada api. Asap dapat dianggap sebagai tanda api sehingga dalam

kaitannya dengan api, asap ini dapat merupakan indeks, berupa jari yang

diacungkan, penunjuk arah angin, dan lain-lain.

3. Simbol adalah tanda yang hubungan antara tanda dan denotatumnya

ditentukan oleh suatu peraturan yang berlaku umum. Secara umum, yang

dimaksud dengan simbol adalah bahasa.5

C. Hubungan Hermeneutika dan Simbol

Hubungan hermeneutika dan simbol sangat erat kaitannya sebagaimana

kaitan antara hermeneutik dan bahasa. Ini sesuai dengan pernyataan Ricoeur

yang berpandangan bahwa hermeneutika merupakan suatu teori mengenai

aturan-aturan penafsiran terhadap suatu teks atau sekumpulan tanda maupun

simbol yang dipandangnya atau dikelompokkan sebagai teks juga. Ricoeur

5
Teguh Ratmanto, Pesan: Tinjauan Bahasa, Semiotika, dan Hermeneutika, Jurnal
Mediator, Vol.5, No. 1, 2004, hal. 32-33
7

menganggap bahwa tidak ada pengetahuan langsung tentang diri sendiri, oleh

sebab itu pengetahuan tentang diri sesungguhnya hanya diperoleh melalui

kegiatan penafsiran. Melalui kegiatan ini, setiap hal yang melekat pada diri

(yang bisa dianggap sebagai teks) harus dicari makna yang

sesungguhnya/objektif agar dapat diperoleh suatu kebenaran (pengetahuan)

yang hakiki tentang diri tersebut. Hermeneutika bertujuan untuk menggali

makna yang terdapat pada teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti

makna-makna yang tersembunyi ataupun yang belum diketahui dalam suatu

teks. Penggalian tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam

teks bukanlah merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal,

melainkan temporer dan multi interpretasi.6

Dengan demikian, tidak ada kebenaran mutlak dan tunggal dalam

masalah interpretasi atas teks karena interpretasi harus selalu kontekstual dan

tidak selalu harus tunggal. Dalam pengertian kontekstual, seorang interpreter

dituntut untuk menerapkan hermeneutika yang kritis agar selalu kontekstual.

Dalam konteks ini, barangkali interpreter perlu menyadari bahwa sebuah

pemahaman dan interpretasi teks pada dasarnya bersifat dinamis. Sementara

itu, dalam pengertian bahwa makna hasil dari interpretasi tidak selalu tunggal

mengandung pengertian bahwa suatu teks akan memiliki makna yang berbeda

ketika dihubungkan dengan konteks yang lainnya, sehingga akan membuat

pengkayaan interpretasi dan makna.7

6
Dita Amanda Putri, Op. Cit., hal. 37
7
Ibid
8

Hermeneutika bertujuan untuk menggali makna yang terdapat pada

teks dan simbol dengan cara menggali tanpa henti makna-makna yang

tersembunyi ataupun yang belum diketahui dalam suatu teks. Penggalian

tanpa henti harus dilakukan mengingat interpretasi dalam teks bukanlah

merupakan interpretasi yang bersifat mutlak dan tunggal, melainkan temporer

dan multi interpretasi. Dengan demikian, tidak ada kebenaran mutlak dan

tunggal dalam masalah interpretasi atas teks karena interpretasi harus selalu

kontekstual dan tidak selalu harus tunggal. Dalam pengertian kontekstual,

seorang interpreter dituntut untuk menerapkan hermeneutika yang kritis agar

selalu kontekstual. Dalam konteks ini, barangkali interpreter perlu menyadari

bahwa sebuah pemahaman dan interpretasi teks pada dasarnya bersifat

dinamis. Sementara itu, dalam pengertian bahwa makna hasil dari interpretasi

tidak selalu tunggal mengandung pengertian bahwa suatu teks akan memiliki

makna yang berbeda ketika dihubungkan dengan konteks yang lainnya,

sehingga akan membuat pengkayaan interpretasi dan makna.8

Hermeneutik dan interpretasi tidak pernah lepas dari simbol-simbol.

Salah satu simbol adalah bahasa. Di sini batasan pembahasannya terletak

pada usaha menafsirkan bahasa tulisan yang tertuang dalam kata-kata. Kata-

kata sebagai sebuah simbol memiliki makna dan intensi tertentu. Maka,

tujuan hermeneutik adalah menemukan misteri yang terdapat dalam sebuah

simbol (kata-kata) dengan cara membuka selubung daya-daya yang belum

diketahui dan tersembunyi di dalam simbol-simbol tersebut. Adanya simbol,

8
Ibid, hal. 38
9

mengundang kita untuk berpikir sehingga simbol itu sendiri menjadi kaya

akan makna dan kembali kepada maknanya yang asli. Hermeneutik membuka

makna yang sesungguhnya, sehingga dapat mengurangi keanekaan makna

dari simbol-simbol. Jadi, kekayaan sebuah simbol justru ditemukan dalam

maknanya yang sejati sehingga tidak menimbulkan multi-tafsir. 9

Sebuah kata adalah juga sebuah simbol, sebab kedua-duanya sama-

sama menghadirkan sesuatu yang lain. Setiap kata pada dasarnya bersifat

konvensional dan tidak membawa maknanya sendiri secara langsung bagi

pembaca atau pendengarnya. Lebih jauh lagi, orang yang berbicara

membentuk pola-pola makna secara tidak sadar dalam kata-kata yang

dikeluarkannya. Pola-pola makna ini secara luas memberikan gambaran

tentang konteks hidup dan sejarah orang tersebut. Sebuah kata mengandung

konotasi yang berbeda bergantung pada konteks pemakainya, misalnya kata

“pohon” akan mempunyai makna yang bermacam-macam bergantung pada

pembicaranya: apakah ia seorang penebang kayu, penyair, ekologist, petani

dan sebagainya. Bahkan meskipun benar juga bahwa makna dapat diturunkan

dari konteks yang terdapat dalam sebuah kalimat, namun konteks pun

bermacam-macam menurut zamannya. Karena itu, istilah-istilah memiliki

makna ganda. Dasarnya adalah tradisi dan kebudayaan setempat10

Bila hermeneutik didefinisikan sebagai interpretasi terhadap simbol-

simbol, kiranya terlalu sempit. Ricoeur memperluas definisi tersebut dengan

ajakan memberi “perhatian kepada teks”. Teks sebagai penghubung bahasa

9
Ibid, hal. 40
10
Ibid, hal. 41
10

isyarat dan simbol-simbol dapat membatasi ruang lingkup hermeneutik

karena budaya oral dapat dipersempit.11

Metode hermeneutika Paul Ricoeur terletak tentang bekerjanya

pemahaman dalam menafsiran teks. Secara antologis, pemahaman tidak lagi

dipandang sekedar cara mengetahui tapi hendaknya menjadi mengada (way of

being) dan cara berhubungan dengan “segala yang ada” (the beigns) dan

dengan “kemengada-an” (the being). Pengada dalam dunia filsafat adalah

semua hal yang memiliki hubungan sebab-akibat, artinya sesuatu yang dapat

mengadakan. Sedangkan mengada adalah sebuah kegiatan "berada" (exist),

kegiatan "mengada" ini sifatnya sangat personal atau pribadi, jadi setiap

individu memiliki interpretasinya sendiri mengenai sesuatu. Kemengadaan

dengan kata atau istilah lain adalah "keberadaan", jadi tidak hanya yang

terlihat oleh kasat mata saja tetapi juga makna dibalik suatu hal atau simbol-

simbol.

Berikut ini contoh interpretasi terhadap narasi teks novel Yakuza yang

memakai metode hermeneutika Paul Ricoeur,12

Narasi Teks Pengada Mengada Kemengadaan

Aku tahu apa - Dunia yakuza Dunia yakuza Potong jari

artinya itu di - Tangan kiri mempunyai menjadi salah

dunia yakuza. - Memotong jari aturan-aturan satu simbol dari

Mataku kelingking yang harus yakuza jika

11
Ibid, hal. 42
12
Ibid, hal. 146
11

berpindah ke dipatuhi oleh anggotanya

tangan kirinya. anggotanya, salah melakukan

Aku tahu kini satunya dengan kesalahan harus

dari mana darah cara memotong memotong

di perban itu jari. jarinya sebagai

berasal. Ia telah tanda

memotong jari permohonan

kelingkingnya. maaf

(Bab 7, hal. 163)

Menurut Ricoeur, prosedur interpretasi terhadap gagasan simbol ada

tiga langkah. Pertama, interpretasi dari simbol ke simbol. Kedua, pemberian

makna gagasan simbol. Ketiga, filosofisnya: berpikir dengan menggunakan

simbol-simbol sebagai titik tolaknya. Pada tahap yang pertama yaitu

pemahaman simbol yang hanya terbatas pada memahami simbol tersebut

(sepengetahuan interpreter). Selanjutnya adalah makna yang membentuk

simbol, ketika kita sudah memasuki atau membaca suatu karya sastra, maka

ada makna makna khusus yang kemudian membentuk simbol-simbol (tidak

hanya sejauh pemahaman kita sebelumnya). Sedangkan pemikiran simbolis

adalah sejauhmana suatu pemikiran itu menampilkan simbol-simbol, tidak

hanya pemahaman dari diri interpreter saja tetapi juga dari data-data dan nara

sumber yang terkait. Ketiga langkah tersebut berhubungan dengan langkah-


12

langkah interpretasi bahasa, yaitu semantik, reflektsif, dan eksistensial atau

ontologis.13

Ketika narasi teks di atas diberikan langkah-langkah untuk

menginterpretasikan simbol potong jari di atas, maka langkah pertama adalah

pemahaman simbol dari potong jari tersebut, pemahaman simbol potong jari

adalah potong jari merupakan suatu aturan kelompok Yakuza yang tidak

boleh dielakkan. Mereka menggunakan peraturan itu untuk kalangan mereka

sendiri. Kemudian langkah kedua, makna yang membentuk simbol potong

jari adalah Suka tidak suka, jika sudah memutuskan untuk menjadi bagian

dari yakuza harus mengikuti peraturan-peraturan yang ada di dalamnya.

Mereka harus dengan berani mengakui dan memotong jari mereka sendiri

untuk tanda kepatuhan atau kesetiaan mereka atau juga permintaan maaf

kepada pemimpin. Kemudian langkah ketiga adalah Pemikiran Simbolis dari

simbol potong jari kelingking yaitu Yubitsume atau tradisi potong jari yang

sudah ada sejak dulu sebagai peraturan saat melakukan kesalahan harus

dilakukan sebagai identitas dari yakuza. Permohonan maaf menurut yakuza

tidak hanya bisa diucapkan tapi juga dibuktikan dengan cara ekstrim seperti

memotong buku jari kelingking.

13
Ibid
13

DAFTAR PUSTAKA

Gadamer, Hans Georg. 2006. Classical and Philosophical Hermeneutics, Theory,

Cultureand Society. London: SAGE

Putri, Dita Amanda. 2002. Tesis: Interpretasi Simbol-Simbol Komunikasi Yakuza dalam

Novel Yakuza Moon Karya Shoko Tendo (Analisis Hermeneutika Paul Ricoeur

tentang Interpretasi Yakuza. Bandung: UNPAD

Syamsuddin, Sahiron. 2017. Hermeneutika dan Pengembangan Ulumul Qur’an.

Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press

Anda mungkin juga menyukai