Anda di halaman 1dari 16

Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Tataran Sintaksis Dan Semantik

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga makalah ini
dapat tersusun hingga selesai .Tidak lupa kami juga mengucapkan banyak terimakasih atas
bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik materi
maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk ke depannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi
makalah agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, Kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 1 April 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pemerolehan bahasa adalah proses yang berlangsung di dalam otak kanak-
kanak ketika dia memperoleh bahasa pertamanya atau bahasa ibunya. Pemerolehan
bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa
berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu
seorangkanakkanakmempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa
pertamanya.
Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan
pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua (Chaer, 2003:167). Hal ini perlu
ditekankan, karena pemerolehan memiliki karakteristik yang berbeda dengan
pembelajaran.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses pemerolehan bahasa pertama pada tataran sintaksis?
2. Bagaimana proses pemerolehan bahasa pertama pada tataran semantik?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Tataran Sintaksis


Dalam bidang sintaksis, anak memulai berbahasa dengan mengucapkan satu
kata. Kata ini, bagi anak sebenarnya adalah kalimat penuh, tetapi karena dia belum
dapat mengatakan lebih dari satu kata, dia hanya mengambil satu kata dari seluruh
kalimat itu. Yang menjadi pertanyaannya adalah kata yang mana dia pilih?
Seandainya anak tersebut bernama Dodi, dan pesan yang disampaikannya adalah
Dodi mau bubuk, dia akan memilih di (untuk dodi), mau (untuk mau), buk (untuk
bubuk)? Kita pasti akan menerka bahwa dia akan memilih buk. Mengapa? Dalam pola
pikir yang masih sederhana pun tampaknya anak sudah mempunyai pengetahuan
tetntang informasi lama dengan informasi baru kepada pendengarnya. Kalimat yang
diucapkan untuk memberikan informasi baru kepada pendengarnya. Pada tiga kata
pada kalimat Dodi mau bubuk, yang baru adalah kata bubuk. Karena itulah anak
memilih kata buk, dan bukan di, atau mau. Dengan singkat dapat dikatakan bahwa
dalam ujaran yang dinamakan Ujaran Satu Kata (USK), anak tidak sembarangan
memilih kata yang dia akan katakan sebagai informasi baru.
Dalam bentuk sintaksisnya, USK sangat sederhana karena memang hanya
terdiri dari satu kata saja, bahkan untuk bahasa seperti bahasa indonesia hanya
sebagian saja dari kata yang diucapkan. Namun dalam segi semantik, USK adalah
kompleks karena satu kata ini bisa memiliki lebih dari satu makna. Anak yang
mengatakan /bi/ untuk mobil bisa bermaksud mengatakan:
a) Ma, itu mobil
b) Ma, ayo kita ke mobil
c) Aku minta (mainan) mobil
Ujaran satu kata yang mempunyai berbagai makna ini dinamakan ujaran
holofrastik. Ciri lain dari USK adalah bahwa kata-kata yang dipakai hanyalah kata-
kata dari kategori sintaktik utama (content word), yakni, nomina, verba, adjektiva, dan
mungkin juga ada verbia. Tidak ada fungsi form, to, dari atau ke. Disamping itu, kata-
katanya selalu kategori sini dan kini.
Sekitar umur 2;0 anak mulai mengeluarkan Ujaran Dua Kata (UDK). Anak
mulai dengan dua kata yang diselingi jeda sehingga seolah-olah dua kata itu terpisah.
Untuk mengatakan lampu menyala, anak bukan mengatakan /lampunala/ “Lampu
nyala” tetapi /lampu// nala/ “Lampu nyala” dengan jeda di antara lampu dan nyala.
Jeda ini makin lama makin pendek sehingga menjadi ujaran yang normal.
Dengan adanya dua kata dalam UDK maka orang dewasa dapat lebih bisa
menerka apa yang dimaksud oleh anak karena cakupan makna lebih terbatas. Kalau
kita mendengar anak mengatakan /lampunala/ seperti contoh diatas, kita akan
mendengar /lampu/ atau /nala/ saja. Jadi, berbeda dengan USK, UDK sintaksisnya
lebih kompleks (karena adanya dua kata) tetapi semantiknya makin lebih jelas.ciri lain
UDK adalah bahwa kedua kata ini adalah kata-kata dari kategori utama: nomina,
verba, adjektiva, atau bahkan adverbia. Belum ada kata fungsi seperti di, yang, dan,
dsb. Karena wujud ujaran yang seperti bahasa tilgram ini maka UDK sering juga
disebut ujaran telegrafik.
Pada UDK ini juga belum ditemukan afiks macam apapun. Untuk bahasa
Inggris, misalnya, belum ada infleksi –s untuk jamak atau kala kini : belum ada –ing
untuk kala progresif, dsb. Untuk bahasa Indonesia, anak belum memakai prefiks men-
atau surfisk –kan, -i, atau –an.

Berikut adalah beberapa cotoh ujaran yang dikeluarkan anak umur 1;8
(Dardjowidjojo, 2000:146).

a) /liat tuputupu/ “Ayo lihat kupu-kupu”


b) /etsa nani/ “Echa mau nyanyi”
c) /eyang tsini/ “Eyang, ke sini”

Contoh-contoh diatas telah tampak bahwa dalam UDK anak ternyata sudah
menguasai hubungan kasus. Pada contoh (a), misalnya anak telah menguasai
hubungan kasus antara perbuatan dengan objek. Pada (b) kita temukan hubungan
kasus pelaku-perbuatan, dan seterusnya.
Hal seperti ini merupakan gejala yang universal. Pada sekitar umur 2;0 anak
telah menguasai hubungan kasus-kasus dan operasi-operasi berikut (Brown 1973
dalam Aitchison 1998:20)
Pelaku-perbuatan : Echa nyanyi.
Pelaku-objek : Echa Roti.
Perbuatan-objek : Maem krupuk.
Perbuatan-lokasi : Pergi kamar.
Pemilik-dimiliki : Sarung Eyang
Objek-lokasi : Mama Kursi
Meskipun pada UDK semantiknya semakin jelas, makna yang dimaksud anak
masih harus diterka sesuai dengan konteksnya. Kalimat “Echa roti” belum tentu
berarti Echa meminta roti. Bisa juga yang dimaksud adalah lain, misalnya, Echa mau
mengambil roti.
Pada tahap ini anak juga sudah dapat menyatakan bentuk negatif. Pada anak
anak indonesia, proses mentalnya agak lebih rumit karena dalam bahasa indonesia
terdapat bentuk negatif : bukan, belum, dan tidak. Pemerolehan bentuk negatif bukan
secara dini mungkin dipengaruhi oleh konsep sini dan kini yang membuat nomina
lebih dominan daripada kategori yang lain sehingga kata bukan merupakan negasi
antara dua nomina. Munculnya bentuk negasi ini mula-mula sebagai respon terhadap
pertanyaan. Perhatikan percakapan anatara Echa dan Eyang Kakungnya :
EK : Ini ikan, ya, Cha?
EC : Utan.

Kemudian muncul negasi belum yang tampaknya juga berkaitan dengan konsep sini dan kini
karena verba adalah kategori kedua setelah nomina. Kata negatif ndak atau enggak juga
muncul hampir bersamaan dengan belum karena alasan yang sama.

Setelah UDK tidak ada ujaran tiga yang merupakan tahap khusus. Pada umumnya, pada saat
anak mulai memakai UDK, dia juga memakai USK, setelah beberapa lama memakai UDK
dia juga mulai mengeluarkan ujaran yang tiga kata atau bahkan lebih. Jadi, antara satu jumlah
kata dengan jumlah kata lain bukan merupakan tahap yang terputus.

Berikut ini ada beberapa teori tentang pemerolehan sintaksis yaitu:

Teori bahasa Pivot

Kajian mengenai pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak dimulai oleh Brane (1963), Bellugi
(1964), Brown dan Fraser (1964), dan Miler dan Ervin. Menurutnya ucapan dua kata kanak-
kanak terdiri dari dua jenis kata menurut posisi dan frekuensi munculnya kata-kata itu dalam
kalimat. Kedua jenis kata ini kemudian dikenal dengan nama kelas pivot dan kelas terbuka.
Berdasarkan kedua jenis kata ini lahirlah teori yang disebut teori tata bahasa pivot.

Teori hubungan Tata bahasa nurani

Tata bahasa generatif transformasi dari Chomsky (1957-1965) sangat terasa pengaruhnya
dalam pengkajian perkembangan sintaksis kanak-kanak. Menurut chomsky hubungan-
hubungan tata bahasa tertentu seperti “ subject – of, predicate – of, dan direct object – of”
adalah bersifat universal dan dimiliki oleh semua bahasa yang ada di dunia ini.

Berdasarkan teori Chomsky tersebut, Mc. Neil (1970) menyatakan pengetahuan kanak-kanak
mengenai hubungan-hubungan tatabahasa universal ini bersifat “nurani”. Maka itu akan
langsung mempengaruhi pemerolehan sintaksis kanak-kanak sejak tahap awalnya. Jadi,
pemerolehan sintaksis ditentukan oleh hubungan-hubungan tatabahasa universal ini.

Teori hubungan tata bahasa dan informasi situasi

Sehubungan dengan teori hubungan tata bahasa nurani, Bloom (1970) mengatakan bahwa
hubungan hubungan tata bahasa tanpa merujuk pada informasi situasi (konteks) belumlah
mencukupi untuk menganalisis ucapan atau bahasa kanak-kanak.

Teori kumulatif kompleks

Teori ini dikemukakan oleh Brown (1973) berdasarkan data yang dikumpulkannya. Menurut
Brown, urutan pemerolehan sintaksis oleh kanak-kanak ditentukan oleh kumulatif kompleks
semantik morfem dan kumulatif kompleks tata bahasa yang sedang diperoleh. Jadi, sama
sekali tidak ditentukan oleh frekuensi munculnya morfem atau kata-kata itu dalam ucapan
orang dewasa. Dari tia orang kanak-kanak (berusia dua tahun) yang sedang memperoleh
bahasa inggris yang diteliti Brown ternyata morfem yang pertama kali dikuasai adalah
progressive-ing dari kata kerja, padahal bentuk ini tidak sering muncul dalam ucapan-ucapan
orang dewasa.
Setelah progressive-ing baru muncul kata depan in, kemudian on, dan diikuti oleh bentuk
jamak, ’s. Sedangkan artikel The dan a yang lebih sering muncul dalam ucapan-ucapan orang
dewasa baru muncul pada tahap ke 8. urutan perkembangan sintaksis yang dilaporkan oleh
Brown hampir sama dengan urutan perkembangan hubungan-hubungan sintaksis yang
dilaporkan oleh sejumlah pakar lain (simanjuntak 1987).

Teori pendekatan semantik

Teori pendekatan semantik ini menurut Greenfield dan Smith (1976) pertama kali
diperkenalkan oleh Bloom. Dalam hal ini Bloom (1970) mengintegrasikan pengetahuan
semantik dalam pengkajian perkembangan sintaksis ini berdasarkan teori generatif
transformsinya, Chomsky (1965).

Salah satu teori bahasa yang didasarkan pada komponen semantik diperkenalkan oleh
Fillmore (1968)yang dikenal dengan nama tata bahasa kasus (case grammar). Teori ini telah
digunakan oleh Bowerman dan Brown (1973) sebagai dasar untuk menganalisis data-data
perkembangan bahasa.

Pemerolehan Bahasa Pertama Pada Tataran Semantik

Perkembangan pemerolehan semantik ini melalui empat tahap.

Tahap Penyempitan makna

Tahap ini berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun. Pada tahap ini, kanak-
kanak menganggap satu benda tertentu yang dicakup oleh satu makna menjadi nama dari
benda tersebut. Yang disebut [meah] hanyalah kucing yang dipelihara di rumah. Begitu juga
dengan [guk-guk] hanyalah anjing yang ada di rumahnya saja.

Tahap generalisasi
Tahap ini berlangsung antara usia satu setengah tahun sampai dua tahun setengah. Kanak-
kanak mul;ai menggeneralisasikan makna sebuah kata secara berlebihan. Yang dimaksud
dengan anjing atau kucing adalah semua binatang yang berkaki empat, termasuk kambing
dan kerbau.

Tahap medan semantik

Tahap ini berlangsung antara usia dua tahun setengah sampai usia lima tahun. Kanak-kanak
mulai mengelompokkan kata-kata yang berkaitan ke dalam satu medan semantik. Prosesnya
bermula saat makna kata-kata yang digeneralisasikan berlebihan semakin sedikit setelah dia
memperoleh kata-kata baru untuk generalisasi dikuasai kanak-kanak. Misalnya, kalau
awalnya anjing untuk menyebut semua binatang berkaki empat, setelah dia mengenal kata
kuda, kambing, dan harimau, maka dia dapat menetapkan kata anjing hanya berlaku untuk
anjing saja.

Tahap generalisasi

Setelah kanak-kanak berusia lima tahun dia memasuki tahap generalisasi. Dia mulai mampu
mengenal benda-benda yang sama dari sudut persepsi. Pengenalan ini akan semakin
sempurna seiring pertambahan usia. Mereka bisa mengenal yang dimaksud hewan. Mereka
bisa menyebut bahwa anjing, kucing, harimau itu hewan. Begitu juga kendaraan. Mereka
mengenal ada sepeda, motor, mobil, kereta api, yang semuanya disebut kendaraan. Lalu
sepeda, perahu, pesawat terbang, juga kendaraan. Generalisasinya semakin luas. Untuk
hewan, nanti mereka akan mengenal ayam, kambing, sapi, kerbau, adalah hewan ternak.

Banyak teori pemerolehan semantik yang dikembangkan dalam mengkaji pemerolehan


bahasa anak. Diantaranya Teori Fitur Semantik, Hubungan Gramatikal, Generalisasi, dan
Primitif Universal.

Fitur Semantik
Dalam teori ini diyakini kanak-kanak memperoleh makna suatu kata dengan cara menguasai
fitur-fitur semantik kata itu satu demi satu sampai semua fitur semantik itu dikuasai, seperti
halnya pada orang dewasa. (Chaer, 2003).

Contoh pemerolehan semantik ini, menurut Clark, pada mulanya kanak-kanak berbahasa
Inggris menyebut semua binatang berkaki empat doggie atau kitty, atau apa saja karena
mulanya kanak-kanak itu hanya menguasai beberapa fitur semantik. Yakni [+human],
[+animal}, dan [+four legged]. Seiring perkembangan usianya fitur-fitur semantik lain juga
dikuasai sehingga pada umur tertentu kanak-kanak itu dapat membedakan dogie dan kitty.

Simanjuntak meneliti tiga kanak-kanak Malaysia, R, S, dan E. R, menyebut apel ddengan


bunyi [apoi}, buah magga, jeruk, peer dan buah-buah lainnya disebut juga [apoi]. Pada S,
ditemui dia menyebut lembu dengan [bo], dan kata itu digunakannya juga untuk menyebut
kuda, kerbau, singa, dan harimau. Begitu juga binatang berkaki empat lainnya. Sementara
pada E, ditemui dia mengucapkan [kico] untuk cecak. Dan kata ini pun digunakan untuk
menyebut binatang lain seperti buaya, biawak, ular, dan binatang melata lainnya.

Kondisi ini dialami anak-anak dalam proses pemerolehan bahasa. Pengenalan berdasarkan
fitur-fitur ini mengacu pada bentuk, ukuran, bunyi, rasa, dan gerak dan hal lain dari kata-kata
baru.

Menurut Clark (1977) proses pemerolehan ini dicontohkannya dalam pemerolehan kata apel
oleh anak-anak. Fitur semantik yang terbentuk pada kata apel [+kecil] dan [+bundar]. Fitur
semantik berdasarkan ukuran dan bentuk ini digunakan juga untuk menyebut benda-benda
lain yang serupa sebagai apel. Misalnya tombol pintu, bola karet, mangga. Tetapi pada
perkembangan berikutnya dia akan mengetahui bahwa benda itu berbeda. Ada apel, ada
tombol pintu, ada bola karet.

Untuk fitur yang mengacu bentuk, kanak-kanak awalnya menerima konsep buah rambutan
karena bentuknya ditumbuhi rambutan. Jagung pun disebutnya rambutan. Begitu juga buah
durian yang dipenuhi duri. Makanya ketika bertemu nangka ataupun cempedak, dia
menyebutnya durian juga.

Begitu juga untuk fitur yang mengacu pada bunyi. Kata guguk digunakan untuk menyebut
anjing. Itu juga digunakan untuk menyebut sapi, kambing. Tetapi pada perkembangannya dia
akan membedakannya berdasarkan bunyi. Ada yang disebutnya cecak, karena bunyinya ce-
cak, ce-cak. Atau tokek untuk menyebut binatang tokek karena bunyinya to-kek, to-kek. Dan
meong untuk kucing. Jadi fitur-fitur semantik yang terbentuk akan terbedakan berdasarkan
bunyi. Maka selain anjing, ada binatang lain yang dikenalnya yakni sapi, kucing, dan
kambing. Binatang ini mengeluarkan bunyi yang berbeda-beda.

Untuk fitur yang mengacu rasa, misalnya ditemukan pada kata susu. Awalnya fitur yang
terbentuk pada minuman adalah sama. Tidak ada beda antara susu, teh, air putih, maupun
obat sirup. Tapi berdasarkan rasa, nanti fitur yang terbentuk akan membedakan antara susu,
teh, kopi, dan obat sirup.

Begitupun fitur yang mengacu gerak. Binatang yang geraknya menjalar disebutnya ular.
Kalau bergerak ke atas naik, ke bawah turun. Ke samping kiri atau kanan. Maju atau mundur,
dengan kode gerakan tangan. Juga mendekat, atau menjauh. Berlari, dengan menirukan
gerakan berlari. Makan, dengan menggerakkan tangan ke arah mulut.

Pemerolehan makna berdasarkan teori ini juga mengacu pada medan makna atau medan
semantik. Menurut Chaer (1990). “Pemerolehan makna kata juga berdasarkan kata yang
berada dalam satu medan makna atau medan semantik.”

Umpamanya, kata bawang, cabe, garam, terasi, dan jahe adalah kata-kata yang berada dalam
saru medan semantik karena kelimanya menyatakan makna ‘bumbu dapur. Kanak-kanak
memperoleh makna kata baru berdasarkan fitur-fitur persepsi dan kategori ysng sama yang
ada dalam butir-butir leksikal.
Hubungan-hubungan Gramatikal

Mc. Neil yang memperkenalkan hubungan-hubungan gramatikal. Menurut Mc Neil (1970)


saat dilahirkan kanak-kanak sudah dilengkapi dengan hubungan-hubungan gramatikal dalam
nuraninya.

Kanak-kanak pada awal proses pemerolehan bahasa berusaha membentuk satu “kamus
makna kalimat” (sentences-meaning dictionary). Setiap butir leksikal dicantumkan dengan
semua hubungan gramatikal yang digunakan secara lengkap pada tahap holofrasis (meracau).
Pada tahap holofrasis ini kanak-kanak belum mampu menguasai fitur-fitur semantik karena
terlalu membebani ingatan mereka.

Jadi, pada awal pemerolehan semantik hubugan-hubungan gramatikal inilah yang paling
penting karena telah tersedia secara nurani sejak lahir.

Dia awalnya hanya mampu mengucapkan mama. Makna yang terkandung dalam kata itu,
memanggil ibunya, menyampaikan informasi kepada ibunya tentang sesuatu yang dilaminya
misalnya celananya basah. Ingin digendong. Atau paling sederhana. Dia hanya bisa menangis
untuk mengungkapkan beberapa informasi. Misalnya menyatakan saya lapar. Saya mau
digendong. Saya tidak tahan celana saya basah oleh kencing. Atau misalnya, tolong bantu
saya karena saya buang air besar.

Setelah kanak-kanak telah mencapai tahap dua kata pada usia (sekitar 2 tahun) mereka baru
mulai menguasai kamus makna kata berdasarkan makna kata untuk menggantikan kamus
makna kalimat yang telah dikuasai sebelumnya.

Contoh: Ma mim (Mama saya mau minum)


Ma mam (Mama saya mau makan)

Ma ndong (mama saya mau gendong).

Penyesuaian kamus makna kata ini merupakan perkembangan kosakata kanak-kanak yang
dilakukan secara horizontal atau secara vertikal.

Secara horizontal artinya pada mulanya kanak-kanak hanya memasukkan beberapa fitur
semantik untuk setiap butir leksikal ke dalam kamusnya. Kemudian dalam perkembangan
selanjutnya barulah terjadi penambahan fitur-fitur lainnya secara berangsur-bangsur. Contoh:
mim, minum susu, minum teh. Mam, makan bubur, makan nasi. Makan pagi, makan siang,
makan malam. Gendong papa, gendong belakang, gendong ayun.

Secara vertikal artinya kanak-kanak secara serentak memasukkan semua fitur semantik
sebuah kata ke dalam kamusnya, tetapi kata itu terpisah satu sama lain.

Artinya, fitur ini sama dengan fitur-fitur semantik orang dewasa. Contoh: makan bubur-
makan asam garam. Makan telur-makan hati. Anjing mati-Lampu mati. Ayam jantan-ayam
kampung. Burung merpati-burung dipotong.

Generalisasi

Teori ini diperkenalkan Anglin. Menurutnya, perkembangan semantik kanak-kanak


mengikuti satu proses generalisasi. Yakni kemampuan kanak-kanak melihat hubungan-
hubungan semantik antara nama-nama benda mulai dari yang kongkret sampai pada yang
abstrak.
Pada tahap permulaan pemerolehan semantik, kanak-kanak hanya mampu menyadari
hubungan-hubungan kongkret yang khusus antara benda-benda itu. Seiring pertambahan
usianya mereka membuat generalisasi kategori yang abstrak yang lebih besar.

Contoh: awalnya kanak-kanak mengetahui kata-kata melati dan mawar. Lalu mereka bisa
menggolongkan mawar dan melati itu dalam kategori bunga. Lalu ada ros, kaktus, anggrek.
Lalu seiring bertambahnya usia, generalisasi yang dilakukan semakin luas. Bahwa bunga itu
adalah bagian dari tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan itu ada bunga, rumput, semak-
semak, padi-padian, pohon-pohonan. Sehingga mereka bisa membedakan bunga yang harus
dirawat, rumput yang harus dibasmi, semak-semak yang biasanya merusak pemandangan
kalau tidak ditata, atau pohon duku dan durian yang juga berbunga tetapi tidak termasuk
bunga. Atau, jenis tanaman yang menghasilkan beras, ketan, jagung setelah diolah.

Pemerolehan bahasa diterima kanak-kanak melalui proses generalisasi. Mereka semakin hari
semakin memiliki perbendaharaan semantik yang makin luas. Ada ayam betina, manusia
lelaki, ikan jantan. Tetapi tidak ada kursi jantan, mobil jantan, atau perahu betina.

Contoh lain, generalisasi terhadap kendaraan tidak bermesin sepeda, becak, perahu,
paralayang. Lalu ada sepeda motor, bemo, mocak, speedboat, helikopter.

Primitif Universal

Teori ini diperkenalkan Postal dan dikembangkan lebih lanjut oleh Buerwisch dengan lebih
terperinci. Menurut Postal semua bahasa yang ada di dunia ini dilandasi oleh satu perangkat
primitif semantik universal (Kira-kira sama dengan penanda-penanda semantik dan fitur-fitur
semantik) dan rumus-tumus untuk menggabungkan semantik primitif ini dengan butir-butir
leksikal. Sedangkan setiap primitif semantik mempunyai hubungan yang sudah ditetapkan
sejak awal dengan dunia yang ditentukan oleh struktur biologi manusia.
Kanak-kanak belajar dari anggota tubuh dan indranya. Kosakatanya dimulai dari mulut, gigi,
tangan, rambut, kaki, kulit, hidung, dan lain-lain anggota tubuhnya. Atau kondisi alami,
misalnya manis, pahit, asam. Ukuran, besar, tinggi, kecil, panjang.

Sedangkan menurut Bierwisch primitif semantik atau komponen semantik semantik ini
mewakili kategori atau prinsip yang sudah ada sejak awal digunakan manusia untuk
menggolongkan struktur benda atau situasi yang diamati manusia.

Selanjutnya Bierwisch menjelaskan bahwa primitif atau fitur-fitur semantik tidak mewakili
ciriciri fisik luar benda tetapi mewakili keadaan psikologi berdasarkan bagaimana masnuia
memproses keadaan sosial dengan fisiknya.

Manusia dengan demikian menafsirkan semua yang diamatinya berdasarkan primitif


semantik yang telah tersedia sejak dia lahir. Atau dengan kata lain teori ini menghubungkan
perkembangan semantik kanak-kanak dengan perkembangan kognitif umum kanak-kanak itu.

Karenanya kanak-kanak yang lahirnya di desa memiliki konsep-konsep alami yang ada di
desa. Sawah, batu, sungai, gubuk. Ayah, ibu, kakak, kepala desa. Atau yang alami, matahari,
bulan, bintang.

Kanak-kanak di pesisir, memperoleh konsep-konsep makna seperti pantai, pasir, laut,


nelayan, jaring angin, ikan, udang, bulan, matahari, layar.

Kanak-kanak di kota, memperoleh konssep-konsep dari sekelilingnya. Seperti televisi, radio,


sekolah. Internet, teknologi, mal, sepatu, kemeja, kaos, rompi.
Pemerolehan semantik kanak-kanak yang berbeda lingkungan sosialnya akan berbeda satu
sama lain. Karena meskipun prinsip alaminya sama, tetapi pada perkembangannya akan
berubah sesuai perkembangan kognitif dan sosial.

Malam tidak selamanya gelap bagi kanak-kanak di kota besar. Ada lampu, ada mal, ada
suasana yang ramai, nonton televisi. Berbeda dengan di desa yang kalau malam hari gelap,
sepi, tidur, bunyi jangkrik dan lain-lain.

Intinya, berdasarkan teori ini, konsep-konsep makna diperoleh kanak-kanak berdasarkan


fitur-fitur alami di sekitarnya. Semakin luas lingkungan sosialnya berkembang semakin
banyak pemerolehan semantik yang didapat. Perangkat-perangkatnya sama, sesuatu yang
sudah ada dalam kehidupan manusia tersebut

Di zaman batu. Misalnya, manusia hanya mengenal perkakas dari batu. Pisau pun hanya dari
batu yang dibuat bentuk khusus agar bisa digunakan memotong. Di kehidupan maju, konsep
pisau dapur, pisau kue, gergaji, gergaji mesin, gunting sudah diterima kanak-kanak dari
lingkungannya.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan
Pada tataran sintaksis seorang anak mulai berbahasa dengan satu kata yang mereka anggap
sebagai kalimat penuh akan tetapi karena anak belum dapat mengatakan lebih dari satu kata
maka hanya mengambil satu kata dari seluruh kalimat tersebut. Kemudian anak akan
memasuki tahap ujaran satu kata dimana seorang anak akan memakai kata-kata dari kategori
sintaktik utama yakni nomina, verba, adjektiva, dan mungkin verbia. Setelah itu seorang anak
akan mulai mengeluarkan ujaran dua kata yang diselingi dengan jeda sehingga seolah-olah
kata itu terpisah.
Sedangkan pada tataran semantik pemerolehan bahasa dimulai dari tahap penyempitan makna
yang berlangsung antara umur satu sampai satu setengah tahun. Lalu tahap generalisasi yang
berlangsung antara usia satu setengah sampai dua tahun setengah. Kemudian tahap medan
semantik yang berlangsung pada usia dua tahun setengah sampai lima tahun. Dan terakhir
tahap generalisasi pada anak usia lima tahun yang sudah mampu mengenal benda-benda yang
sama dari sudut persepsi.

DAFTAR PUSTAKA

Madropik. EntinSuhartini. 2016. Makalah Pemerolehan Sintaksis.


https://www.academia.edu/23 478002/Makalah_Pemerolehan_Sintaksis diakses pada 4 April
2019

Darmawan, Akhmad. 2015. Makalah Pemerolehan Semantik. http://akhmad-darmawan.


Blogspo t.com/2015/03/makalah-pemerolehan-semantik.html diakses pada 4 April 2019

Bagikan ini:

Anda mungkin juga menyukai