Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

INTERFERENSI DAN INTEGRASI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sosiolinguistik

Dosen Pengampu:

Angga T Sanjaya, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Hamesti Kekeswari (2000025076)


2. Ana Asri Muliannisa (2000025092)
3. Mochammad Fithroh S. (2000025096)
4. Novita Aulia Rahmah (2000025098)
5. Malinda Satya Ningrum (2000025103)

PROGRAM STUDI SASTRA INDONESIA

FAKULTAS SASTRA, BUDAYA , DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN

2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Bukan rahasia umum apabila Indonesia merupakan negara multikultural. Salah satu
bukti pluralisme di Indonesia dapat dilihat melalui bahasa yang digunakan oleh
masyarakatnya. Indonesia terdiri dari beragam suku, ras, dan budaya. Hal tersebut
menyebabkan masyarakat dituntut menjadi individu yang bilingual. Bilingual sendiri
adalah kemampuan penutur dalam menggunakan dua bahasa secara bergantian. Oleh
Osgood dan Ervin (1965: 139) bilingual disebut sebagai kemampuan bahasa yang
sejajar. Namun, tidak menutup kemungkinan penguasaan terhadap B2 tidak sebaik
B1 ataupun sebaliknya. Kemampuan berbahasa yang tidak seimbang antara B1 dan
B2 dikatakan sebagai kemampuan bahasa yang majemuk. Sebagai bangsa Indonesia,
kita tidak hanya dituntut untuk menguasai satu bahasa saja, karena kita hidup
berdampingan dengan pulau lain, suku, dan ras yang bervariasi. Oleh karena itu,
bahasa Indonesia tercipta untuk menjembatani komunikasi antar individu maupun
antar kelompok dengan keragaman bahasanya.

Menjadi seorang bilingual tentu menciptakan kontak antar bahasa yang dikuasai oleh
penutur. Katakanlah bahasa Jawa (B1) dengan bahasa Indonesia (B2) atau bisa jadi
bahasa Indonesia (B1) dan bahasa Inggris (B2). Apabila si penutur dihadapkan
dengan lawan tutur yang sama-sama memiliki kemampuan bahasa Jawa, ia akan
menggunakan bahasa Jawa. Namun, jika lawan bicaranya merupakan individu dari
lain daerah di Indonesia, tentu ia akan menggunakan bahasa Indonesia sebagai alat
untuk berkomunikasi. Kontak antarbahasa membuka peluang besar akan terjadinya
interferensi. Weinreich (1953) menyebut istilah interferensi sebagai adanya
perubahan sistem suatu bahasa yang terjadi akibat adanya persentuhan satu bahasa
dengan unsur bahasa lain.

Pergantian pemakaian bahasa yang repetitif tidak selamanya berjalan lancar. Ada
beberapa kondisi di mana pelafal tidak mampu membedakan atau memisahkan unsur-
unsur dari dua bahasa yang dikuasainya. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya
transfer atau pemindahan unsur bahasa dan berujung pada pencampuran kedua unsur
atau kaidah bahasa tersebut secara tidak terkontrol (Weinrich dalam Chaer dan
Agustina, 1998:159). Kondisi ketidakmampuan seorang bilingual dalam memisahkan

ii
unsur-unsur kedua bahasa yang dikuasai itulah yang akan menimbulkan kesalahan
berbahasa yang disebut sebagai interferensi bahasa. Dalam masyarakat bilingual,
selain terdapat gejala interferensi dalam pemakaian bahasa, juga terdapat integrasi
unsur-unsur bahasa pertama ke bahasa kedua atau sebaliknya. Integrasi bahasa
merupakan fenomena kebahasaan yang menguntungkan bagi bahasa penerima,
karena akan memperkaya bahasa tersebut, misalnya bertambahnya kosakata,
perluasan makna kata, dan sebagainya.

Eksistensi dua fenomena bahasa yang telah dijelaskan di atas menarik perhatian
penulis untuk mengkaji lebih mendalam dan merinci. Makalah ini akan membahas
hakikat, latar belakang, macam-macam, serta pengaruh interferensi dan integrasi.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang diusung dalam makalah yang berjudul “Interferensi dan
Integrasi”, sebagai berikut.
1.2.1 Apa itu interferensi dan integrasi?
1.2.2 Apa saja macam-macam interferensi dan integrasi?
1.2.3 Bagaimanakah proses terbentuknya interferensi dan integrasi?
1.2.4 Faktor-faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya interferensi dan integrasi?
1.2.5 Apa saja pengaruh interferensi dan integrasi bagi penutur dalam komunikasi
sehari-hari?

1.3 Tujuan
Dari lima permasalahan yang ada, setidaknya ada tiga tujuan yang ingin dicapai,
sebagai berikut.
1.3.1 Mendeskripsikan arti dan macam-macam interferensi serta integrasi secara
umum.
1.3.2 Mengidentifikasi latar belakang terjadinya interferensi dan integrasi dalam
berkomunikasi.
1.3.3 Mengidentifikasi pengaruh kesalahan dalam tutur berbahasa yang disebabkan
oleh interferensi dan integrasi dalam berkomunikasi.

iii
BAB II
ISI

2.1 Hakikat Interferensi dan Integrasi


Interferensi dan integrasi merupakan fenomena berbahasa. Interferensi dan integrasi
sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari, dalam komunikasi atau tuturan
masyarakat. Secara harfiah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),
interferensi adalah masuknya unsur serapan ke dalam bahasa lain yang bersifat
melanggar kaidah gramatika bahasa yang menyerap; gangguan; campur tangan,
sedangkan, integrasi adalah pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh dan bulat.
Berdasarkan kedua makna tersebut, dapat disimpulkan bahwa interferensi dan
integrasi adalah dua hal yang saling bertolak belakang, sebuah paradoks. Weinrich
(dalam Chaer dan Agustina, 1998: 159) menyatakan bahwa ketidakmampuan penutur
dalam membedakan unsur-unsur B1 dan B2 yang dikuasai dapat menyebabkan
transfer yang akhirnya memicu percampuran kaidah kedua bahasa secara tidak
terkontrol. Kondisi tersebut menimbulkan kesalahan berbahasa yang dikenal dengan
interferensi. Proses transfer bahasa ini kemudian dikukuhkan oleh Bhatia (2013, 328)
yang menyatakan bahwa interferensi adalah proses transfer bahasa, di mana penutur
membawa elemen struktural dari bahasa lama (bahasa sumber) ke dalam bahasa yang
baru (bahasa kedua/resipien). Interferensi bahasa ini mencakup kesalahan dalam
satuan bunyi, tata bahasa, dan kosakata (Alwasilah, 1985: 131). Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa interferensi adalah kondisi ketidakmampuan penutur dalam
menemukan perbedaan atau distingsi kaidah kebahasaan B1 dan B2 sehingga
mengakibatkan transfer yang berorientasi pada kekacauan kaidah dalam tataran bunyi,
kosakata, hingga tata bahasa.

Interferensi tak lepas dari penyebab munculnya integrasi. Bahkan, dapat dikatakan
interferensi menjadi cikal bakal integrasi. Mickey (1968) menyatakan bahwa integrasi
adalah unsur-unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan dianggap
sudah menjadi warga bahasa tersebut, tidak dianggap lagi sebagai unsur pinjaman atau
pungutan. Menurut Weinrich (1970: 11), bahasa yang terinterferensi ke dalam bahasa
lain secara berulang dalam waktu yang lama (konstan) akan dianggap sebagai bagian
dari bahasa yang menginterferensi. Hal ini mengakibatkan integrasi bahasa. Integrasi
semakin mungkin terjadi jika bahasa yang terinterferensi ini kemudian diwariskan

1
kepada penutur-penutur berikutnya sehingga dianggap sebagai bahasa asli (alami)
penutur.

2.2 Latar Belakang Interferensi dan Integrasi


Interferensi merupakan kesalahan berbahasa yang diakibatkan oleh seorang penutur
bahasa kedua yang membawa kebiasaan atau kaidah dari bahasa pertama yang
menjadi bagian dari kebudayaannya sejak lahir sehingga sulit untuk
mengkonversikannya dengan kaidah bahasa kedua. Pada hakikatnya, interferensi
dipengaruhi oleh kemampuan berbahasa dari seorang penutur dalam penggunaannya
terhadap suatu bahasa sehingga terpengaruh oleh bahasa lain. Interferensi secara
umum terjadi pada penggunaan bahasa kedua yang dipengaruhi oleh bahasa ibu atau
bahasa pertama. Weinreich (1970: 64-65) mengemukakan faktor-faktor yang
melatarbelakangi terjadinya interferensi.
2.2.1 Kedwibahasaan penutur bahasa
Kontak bahasa sering terjadi pada seorang dwibahasawan, yaitu peristiwa
pemakaian dua bahasa secara bergantian.
2.2.2 Tipisnya loyalitas penutur bahasa pertama
Kemampuan atau pengetahuan pelafal atas kaidah bahasa penerima (B2)
tergolong rendah.
2.2.3 Kurangnya kosakata pada bahasa penerima
Hal ini bergantung pada kemampuan individu dalam mempelajari serta
memahami kaidah bahasa. Umumnya, seseorang akan mempelajari bahasa
kedua untuk tujuan tertentu.
2.2.4 Punahnya kosakata yang jarang digunakan
Jika pelafal mengalami kendala untuk melafalkan kosakata yang hilang,
pelafal akan mengambil unsur dari bahasa Ibu yang kemudian akan terjadi
proses interferensi.
2.2.5 Kebutuhan sinonim
Penggunaan sinonim bertujuan untuk menghindari pemakaian kata yang
sama secara berulang-ulang agar tidak terjadi kejenuhan.
2.2.6 Pretise bahasa dan gaya bahasa
Suatu kondisi di mana pelafal menganggap bahwa kemampuan penguasaan
terhadap bahasa sumber merupakan sebuah prestise jika ditunjukkan dalam
berinteraksi.

2
2.2.7 Kebiasaan berbahasa ibu
Tingginya tingkat penguasaan bahasa Ibu yang tinggi akan berpengaruh
pada pelafalan bahasa penerima yang tergolong lebih rendah saat
menghadapi sebuah hambatan berbahasa.

Selain interferensi, ada pula integrasi yang merupakan proses peminjaman unsur
bahasa ke dalam bahasa lain dan kemudian akan mengalami penyesuaian menurut
sistem atau kaidah bahasa penerima. Apabila unsur bahasa sumber mempunyai
banyak kesamaan dengan bahasa penerima, maka proses penyesuaian akan cenderung
cepat. Solihah (2018: 375) menyebutkan terdapat tiga faktor yang mempengaruhi
terjadinya integrasi, yaitu sebagai berikut.
2.2.8 Semakin miripnya karakteristik sistem dan/atau kaidah kebahasaan maka
akan mempercepat proses integrasi.
2.2.9 Urgensi penyerapan unsur bahasa
Semakin penting unsur bahasa tersebut dalam pemakaian bahasa penerima
maka semakin sering digunakan.
2.2.10 Sikap bahasa pada penutur bahasa penerima
Apabila terdapat rasa kebanggaan terhadap norma dan sikap bahasa
semakain menurun maka semakin tinggi peluang terjadinya integrasi.

2.3 Macam-macam Inteferensi dan Integrasi


2.3.1 Macam Interferensi
Interferensi merupakan gejala umum dalam sosiolinguistik yang terjadi
sebagai akibat dari kontak bahasa, yaitu penggunaan dua bahasa atau lebih
dalam masyarakat tutur yang multilingual. Hal ini merupakan suatu masalah
yang menarik perhatian para ahli bahasa. Mereka memberikan pengamatan
dari sudut pandang yang berbeda-beda. Berdasarkan pengamatan para ahli
tersebut muncullah berbagai macam jenis interferensi. Chaer (199:66)
menuliskan bahwa interferensi dapat terjadi dalam semua tataran bahasa yaitu
morfologi, fonologi, dan juga sintaksis. Ketiga hal inilah yang menjadi dasar
dalam pengklasifikasian interferensi.
2.3.1.1 Interferensi Fonologi
Interferensi fonologi merupakan perubahan bunyi kata yang berbeda
dengan pelafalan huruf yang seharusnya. Hal ini disebabkan oleh

3
pengaruh pelafalan dalam bahasa asing. Misalnya bunyi dari /c/
diucapkan /se/ atau /k/.
2.3.1.2 Interferensi Morfologi
Interferensi morfologi adalah tatabahasa yang menelaah struktur atau
bentuk kata, utamanya penggunaan morfem, sedangkan morfem
sendiri adalah satuan gramatikal terkecil yang mempunyai makna
sendiri. Misalnya dalam penggunaan kata ekspress. Kata ekspress
memiliki arti sebuah hal yang singkat dan cepat. Jika dibedah dan
dikaji, ekspress adalah sebuah kata asing yang tidak hanya satu kata.
Disitulah terjadi sebuah interferensi morfologi.
2.3.1.3 Interferensi Sintaksis
Interferensi Sintaksis terjadi ketika adanya suatu gejala yang terjadi
dimana adanya penyusupan struktur bahasa sumber ke dalam bahasa
penerima, sehingga mengganggu struktur bahasa penerima tersebut.
Hal ini sebenarnya jarang terjadi, mungkin terjadi ketika seorang anak
yang berasal dari pedalam dan pindah ke kota. Anak itu sangat kental
dengan bahasa daerah yang sering digunakan di daerahya. Sehingga
anak itu sedikit kesulitan untuk berkomunikasi. Yang mengakibatkan
campur kode dalam aktivitas komunikasinya.

Jika ditinjau melalui asal-usul unsur serapannya, interferensi dapat dibedakan


menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut.
2.3.1.4 Penyusupan sekeluarga (internal interference atau familier
interference) merupakan interferensi yang terjadi antar bahasa yang
masih satu keluarga. Misalnya interferensi yang terjadi antara bahasa
Bali dan bahasa Jawa.
2.3.1.5 Penyusupan bukan sekeluarga (external interference atau nonfamiliar
interference) merupakan interferensi yang terjadi antar bahasa yang
tidak sekeluarga. Misalnya penyusupan bahasa Inggris ke bahasa
Indonesia, atau sebaliknya.

Kedua macam interferensi di atas memiliki nilai yang kurang menguntungkan.


Dikatakan demikian karena pada hakikatnya interferensi bersifat pengacauan
atau penyimpangan. Bentuk interferensi seperti di atas sebaiknya dihindari
penggunaanya.

4
2.3.2 Macam Integrasi
Bentuk integrasi dalam bahasa Indonesia didominasi oleh beberapa bahasa daerah
dan bahasa asing produktif. Setidaknya ada empat bentuk integrasi (Solihah,
2018:374-375) sebagai berikut.
2.3.2.1 Integrasi Audial
Integrasi audial adalah integrasi yang terjadi pada sudut pandang
pendengar. Terjadinya integrasi audial ini didasari oleh seorang penutur
bahasa yang mendengar kata dari bahasa penutur aslinya kemudian
penutur bahasa tersebut akan mencoba menggunakan kata tersebut sesuai
dengan apa yang didengarnya.
Contoh integrasi audial:
Bioskoop (Belanda) menjadi bioskop (Indonesia)
Kantoor (Belanda) menjadi kantor (Indonesia)
Handdoek (Belanda) menjadi handuk (Indonesia)
Koelkast (Belanda) menjadi kulkas (Indonesia)
Apotheek (Belanda) menjadi apotek (Indonesia)
2.3.2.2 Integrasi Visual
Integrasi visual adalah integrasi yang penyerapannya terjadi pada bentuk
tulisan dalam bahasa aslinya. Bentuk tulisan yang diserap dari bahasa asli
akan diubah ke dalam bahasa penerima sesuai aturan yang berlaku dalam
bahasa penerima.
Contoh integrasi visual:
Standard (Inggris) menjadi standar (Indonesia)
Text (Inggris) menjadi teks (Indonesia)
Geography (Inggris) menjadi geografi (Indonesia)
Cartoon (Inggris) menjadi kartun (Indonesia)
Education (Inggris) menjadi edukasi (Indonesia)
2.3.2.3 Integrasi Penerjemah Langsung
Integrasi penerjemah langsung adalah bentuk integrasi dengan
mencarikan kata sepadan antara bahasa asing dengan bahasa penerima.
Contoh integrasi penerjemah langsung:
Income tax (Inggris) menjadi pajak penghasilan (Indonesia)
Public ownership (Inggris) menjadi kepemilikan publik (Indonesia)
Airport (Inggris) menjadi bandar udara (Indonesia)
Online (Inggris) menjadi dalam jaringan

5
Offline (Inggris) menjadi luar jaringan
2.3.2.4 Integrasi Penerjemah Konsep
Integrasi penerjemahan konsep merupakan integrasi yang mengkaji
konsep kata asing kemudian konsep tersebut dicairkan ke dalam bahasa
penerima.
Contoh integrasi penerjemah konsep:
Medication (Inggris) menjadi pengobatan (Indonesia)
Brother in law (Inggris) menjadi ipar laki-laki (Indonesia)
Network (Inggris) menjadi jaringan (Indonesia)

2.4 Pengaruh dalam Berbahasa


Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi akibat adanya peristiwa
integrasi dan interferensi dalam berbahasa. Kemungkinan-kemungkinan itu
sebagai berikut.
2.4.1 Bahasa resipien tidak terpengaruh apa-apa (yang bersifat mengubah
sistem) jika tidak ada kemungkinan untuk mengadakan pembaruan atau
pengembangan di dalam bahasa resipien. Perubahan yang ada biasanya
hanya penambahan kosakata.
2.4.2 Bahasa resipien mengalami perubahan sistem. Baik dalam subsistem
fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksis, dan subsistem
lainnya. Sebagai contoh pada bahasa Indonesia. Awalnya pada subsistem
fonologi, bahasa Indonesia tidak mengenal fonem /f/, /s/, dan /x/. Pada
subsistem morfologi, awalnya bahasa Indonesia hanya mengenal bentuk
seperti terlalu mahal (sekarang ada bentuk kemurahan), kebanting
(sekarang ada bentuk terbanting), dan penendaan (sekarang ada bentuk
tendanisasi). Sekarang, bentuk-bentuk kata itu sudah lazim digunakan.
Dalam subsistem sintaksis, dulu belum mengenal struktur Ibunya si Dani
marah (yang ada adalah Ibu si Dani marah) dan semangka itu telah
dipotong oleh saya (yang ada adalah semangka itu sudah saya potong).
Sekarang, struktur-struktur itu sudah lazim digunakan.
2.4.3 Kedua bahasa sama-sama menjadi donor dalam pembentukan alat
komunikasi verbal yang baru, yaitu pijin. Pijin terbentuk dari dua bahasa
atau lebih yang kosakatanya diambil dari bahasa yang satu, sedangkan
struktur bahasanya diambil dari bahasa yang lain. Pijin biasanya
digunakan sebagai alat komunikasi yang bersifat cepat, terutama untuk

6
perdagangan. Pijin tidak memiliki penutur asli. Namun, apabila pijin ini
diturunkan ke generasi-generasi berikutnya, maka pijin ini disebut kreol.
Kreol merupakan perkembangan lebih lanjut dari pijin, yaitu setelah pijin
memiliki penutur asli.

7
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Interferensi dan integrasi terjadi akibat adanya penggunaan dua bahasa atau lebih
dalam lingkungan masyarakat tutur yang multilingual. Interferensi menggunakan
unsur bahasa lain dalam suatu bahasa yang dianggap sebagai suatu kesalahan karena
adanya penyimpangan dalam kaidah atau aturan bahasa yang digunakan. Integrasi
menggunakan unsur bahasa lain yang digunakan dalam bahasa tertentu dan telah
dianggap sebagai warga bahasa tersebut. Bahasa yang terinterferensi secara terus-
menerus dalam jangka waktu yang lama memungkinkan terjadinya integrasi, di
mana bahasa terinterferensi dianggap sebagai bahasa asli atau bahasa yang
menginterferensi. Proses tersebut mengakibatkan terserapnya bahasa lain (B2)
sehingga memperkaya kosakata penutur B1. Interferensi dan integrasi dapat
mempengaruhi bahasa resipien, seperti bahasa resipien tidak mengalami perubahan
yang mengubah sistem, bahasa resipien mengalami perubahan sistem, dan kedua
bahasa yang bersentuhan sama-sama menjadi donor dalam pembentukan bahasa
pijin.
3.2 Saran
Demi kemajuan dan perkembangan ilmu pengetahuan, penulis menyarankan
beberapa hal, sebagai berikut.
3.2.1 Dalam penyusunan makalah, sangat penting menggunaan sumber materi
atau referensi yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya.
3.2.2 Buku dan jurnal menjadi rujukan utama penulisan makalah.
3.2.3 Penulis harus mempertanggungjawabkan apa yang ia tulis dalam makalah.

Demikian saran yang penulis sampaikan. Penulis berharap makalah “Interferensi dan
Integrasi” ini mampu menambah wawasan dan menambah rujukan atau sumber ilmu
pengetahuan.

8
DAFTAR PUSTAKA
Chaer, A., & Agustina, L. (2014). Sosiolinguistik: Perkenalan Awal. Rineka
Cipta.

Firmansyah, M. (2021). INTERFERENSI DAN INTEGRASI BAHASA: KAJIAN


SOSIOLINGISTIK. Paramasastra, 8(1), 46-59.
https://doi.org/10.26740/paramasastra.v8n1.p46-59

Susilowati, D. (2017). AKTUALISASI INTERFERENSI BAHASA DAERAH DALAM


BERTUTUR KATA PADA PEMBELAJARAN BAHASA INDONESIA DI
SEKOLAH. Jurnal Ilmiah Edunomika, 1(02), 57–66.
https://doi.org/10.29040/jie.v1i02.149

Anda mungkin juga menyukai