Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Allah swt. yang telah memberikan
nikmat, berkat, dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
ini tanpa hambatan apa pun. Tak lupa, penulis sampaikan terimakasih kepada
dosen pembimbing mata kuliah Teori Sastra, Bapak Laga Adhi Dharma, S.S.,
M.A. yang telah membimbing dan memberikan arahan serta saran dalam
penulisan makalah sehingga penulis mampu menguraikan isu-isu atau pokok
masalah dengan baik.
Makalah dengan judul “Kajian Poskolonial dalam Novel Bumi Manusia Karya
Promoedya Ananta Toer” merupakan sebuah karya tulis yang mencoba
menguraikan unsur-unsur poskolonial dalam karya sastra novel Bumi Manusia
oleh Pramoedya Ananta Toer. Makalah ini juga menjelaskan apa itu teori
poskolonial, apa yang melatarbelakangi novel Bumi Manusia karya Pramoedya
sebagai objek kajian, dsb. Melalui makalah ini, penulis berharap dapat
mengedukasi khalayak umum mengenai kajian poskolonial dan meningkatkan
minat atau tingkat literasi umum.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kesalahan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun
penulis harapkan demi kesempurnaan makalah dan kajian yang lebih baik di masa
yang akan datang.
Kelompok 3
ii
DAFTAR ISI
COVER ...................................................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................iv
1.1 Latar Belakang..................................................................................................iv
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................v
1.3 Tujuan................................................................................................................v
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................1
2.1 Kajian Poskolonial.............................................................................................1
2.2 Novel sebagai Karya Sastra...............................................................................2
2.2 Kajian Poskolonial dalam Novel Bumi Manusia
Karya Pramoedya Ananta Toer.........................................................................3
BAB III PENUTUP..............................................................................................11
3.1 Kesimpulan......................................................................................................11
3.2 Saran.................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................13
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Sastra dan teori poskolonial menginvestigasi apa yang terjadi ketika ada dua
budaya yang bertemu dan bertentangan dan ketika salah satu dari keduanya
dan dengan ideologi-ideologinya berkuasa dan menganggap kebudayaannya
lebih superior dari yang lain. Kemudian, teori poskolonial digunakan sebagai
pisau bedah yang digunakan untuk mengkaji karya sastra Indonesia.
Paradigma poskolonial berkorelasi dengan konstruksi yang masih tersisa dari
proses reproduksi inferioritas dalam wujud mental inlander yang dibentuk
kolonialis melalui orientalisme sehingga orientalisme menjadi identik dengan
imperialisme atau kolonialisme.
iv
Berdasarkan latar belakang ini, penulis tertarik untuk melakukan analisis
terkait unsur poskolonial yang ada di dalam novel Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer.
1.3 Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui hasil analisis terkait
unsur poskolonialisme yang terdapat di dalam novel Bumi Manusia karya
Pramoedya Ananta Toer.
v
BAB II
PEMBAHASAN
Isu-isu yang dapat diangkat dalam kajian poskolonial sastra menurut Bahri
(1996), diantaranya adalah bagaimana kolonisasi berpengaruh terhadap
orang-orang terjajah dan juga penjajah, bagaimana efek jejak kolonialisme
berpengaruh di dalam pembangunan dan modernisasi negara poskolonial,
bagaimana dan apa saja perlawanan terhadap pengaruh atau control colonial
hingga isu dekolonisasi yang terwujud. Kajian poskolonial sastra dapat
dilihat dalam novel Bumi Manusia karya Pramudya Ananta Toer, terdapat
upaya dekolonisasi yang diinterpretasikan dengan ekspresi Pram yang
mengungkapkan secara tajam perlawanan terhadap strategi feodal budaya
1
Jawa dan kolonialisme yang memperbudak bangsa Indonesia sehingga
menjadi bangsa yang kerdil. Dapat juga diarahkan pada teks-teks yang dibuat
Pram itu untuk mengungkapkan perlawanan terhadap kultur yang menindas
agar kemerdekaan diri dan kemerdekaan bangsalah yang dimenangkan.
Menurut Bahri (1996), kajian poskolonial dapat berfokus pada hibriditas,
suatu bentuk dinamisme budaya yang memperkaya kedua budaya;
sinkretisasi, suatu bentuk pencampuran budaya, praktik, gaya atau tema karya
sastra bekas penjajah dengan bekas jajahan; dan pastiche, suatu bentuk usaha
meniru karya penjajah oleh bekas jajahan.
2
latar tempat dan latar suasana. (5) tema, yaitu unsur utama sebagai pedoman
mengharuskan cerita novel untuk mengikutinya dan (6) amanat, yaitu pesan
yang ingin disampaikan oleh penulis kepada pembaca, biasanya amanat
tersebut dijelaskan secara tersirat dengan memberikan pemahaman terhadap
pembaca melalui kesan dan pengalaman khusus setelah membaca novel.
(Nurgiyantoro, 2010: 11). Berdasarkan pendapat Nurgiyantoro tersebut, dapat
diartikan bahwa novel berisi aturan yang lebih bebas dengan sajian kisah
yang lebih daripada karya sastra lainnya.
Selanjutnya, hal ini juga disebabkan oleh mimikri, dimana manusia harus bisa
menyesuaikan keadaan yang sama dengan sekitar mereka. Sebagai contoh
saat era penjajahan Belanda di Indonesia, kaum pribumi terpaksa untuk
meniru setiap pemikiran, kebiasaan, dan bahasa dari bangsa Barat agar dapat
melawan dengan kesetaraan yang sama agar saat melawan penjajahan dapat
dilakukan secara sehat dan cerdas. Berikut hasil kajian poskolonial dalam
novel Bumi Manusia karya Pramoedya Ananta Toer.
3
1. Sekali direktur sekolahku bilang didepan kias: yang disampaikan oleh
tuan-tuan guru di bidang pengetahuan umum sudah cukup luas, jauh
lebih luas daripada yang dapat diketahui oleh para pelajar setingkat di
banyak negeri di Eropa sendiri.
Dan di Eropa sana, orang sudah mulai membikin mesin yang lebih kecil
dengan tenaga lebih besar, atau setidaknya sama dengan mesin uap.
Memang tidak dengan uap. Dengan minyak bumi. Warta sayup-sayup
mengatakan: Jerman malah sudah membikin kereta digerakkan listrik. Ya
Allah, dan aku sendiri belum lagi tahu membuktikan apa listrik itu
(Pramoedya, 2018: 4).
2. Aku tersinggung. Aku tahu otak H.B.S. dalam kepala Robert Suurhof ini
hanya pandai menghina, mengecilkan, melecehkan dan menjahati orang.
Dia anggap tahu kelemahanku: tak ada darah Eropa dalam tubuhku
(Pramoedya, 2018: 6).
4
“Kowe kira, kalo sudah pake pakean Eropa, bersama orang Eropa, bisa
sedikit bicara Belanda, lantas jadi Eropa ? Tetap monyet!” (Pramoedya,
2018: 36).
3. Apa pun nama patung itu aku heran juga seorang Pribumi, gundik pula,
tahu nama seorang fir’aun (Pramoedya, 2018: 14).
Nyai Ontosoroh pergi lagi melalui pintu belakang. Aku masih terpesona
melihat seorang wanita Pribumi bukan saja bicara Belanda begitu baik,
lebih karena tidak mempunyai suatu komplex terhadap tamu pria. Di mana
lagi bisa ditemukan wanita semacam dia ? Ape sekolahnya dulu ? Dan
mengapa hanya seorang nyai, seorang gundik ? Siapa pula yang telah
mendidiknya jadi begitu bebas seperti wanita Eropa ? Keangkeran istana
kayu ini berubah menjadi makgai teka-teki bagiku (Pramoedya, 2018: 17).
Tokoh aku yang notabene adalah seorang pribumi tergambar dengan jelas
telah merendahkan kaumnya sendiri. Tokoh aku telah terpengaruh doktrin
bahwa pribumi hanyalah kaum rendahan yang tak berpendidikan. Ia
bingung bagaimana bisa seorang pribumi (Nyai Ontosoroh) mengenal
fir’aun dan berlaku seperti wanita-wanita Eropa di mana seharusnya wanita
pribumi hanya mengenal dapur, kasur, lan sumur dan tokoh Nyai
Ontosoroh merupakan kontradiksi dari gambaran-gambaran umum
mengenai pribumi.
5
“Bagus kan ? semua berbaju putih ? Semua ? Itu hanya mengikuti
kebiasaan di Nederland sana. Hanya di sini cukup dengan blacu, bukan
lena. Aturan pemerintah kota di sana.” (Pramoedya, 2018: 23).
5. “Biar pun Tuan kawini nyai, gundik ini, perkawinan syah, dia tetap
bukan Kristen. Dia kafir! Sekiranya dia Kristen pun, Tuan tetap lebih
busuk dari Mevrouw Amelia Mellema-Hammers, lebih dari semua
kebusukan yang Tuan pernah tuduhkan pada ibuku. Tuan telah lakukan
dosa darah, pelanggaran darah! mencampurkan darah Kristen Eropa
dengan darah kafir Pribumi berwarna! dosa tak terampuni!”
“Pergi!” raungku. Dia tetap tak menggubris aku. “Bikin kacau
rumahtangga orang. Mengaku insinyur, sedikit kesopanan pun tak punya.”
Dia tetap tak layani aku. Aku maju lagi selangkah dan dia mundur
setengah langkah, seakan menunjukkan kejijikannya didekati Pribumi
(Pramoedya, 2018: 83).
6
7. Tak ada Pribumi bersepatu di lingkungan gedung bupati (Pramoedya,
2018: 107).
9. “... Lihat, dalam mata pelajaran E.L.S. sampai H.B.S. kita diajar
mengagumi kehebatan balatentara Kompeni dalam menundukkan kami,
Pribumi” (Pramoedya, 2018:125).
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa saat Pribumi memiliki kesempatan
untuk mengenyam pendidikan, mereka justru diajarkan untuk mengagumi
kehebatan bangsa yang telah menjajahnya. Hal ini tergambar dari
percakapan Minke kepada Sarah de la Croix dan Miriam de la Croix.
10. “Minke, kalau kau bersikap begitu terus, artinya mengambil sikap Eropa,
tidak kebudak-budakan seperti orang Jawa seumumnya, mungkin kelak
kau bisa jadi orang penting. Kau bisa jadi pemuka, perintis, contoh
bangsamu. Mestinya kau sebagai terpelajar, sudah tahu: bangsamu
sudah begitu rendah dan hina. Orang Eropa tidak bisa berbuat apa-apa
untuk membantunya. Pribumi sendiri yang harus memulai sendiri”
(Pramoedya, 2018: 127).
7
dijadikan budak oleh bangsa Eropa. Hal ini tergambar dari percakapan
Tuan Assisten Residen kepada Minke.
11. “Baik. Jadi kau membenci Minke hanya karena dia Pribumi dan kau
berdarah Eropa. Baik. Memang aku tak mampu mengajar dan mendidik
kau. Hanya orang Eropa yang bisa lakukan itu untukmu. Baik, Rob.
Sekarang, aku, ibumu, orang Pribumi ini, tahu, orang yang berdarah
Eropa tentu lebih bijaksana, lebih terpelajar daripada Pribumi”
(Pramoedya, 2018: 136)
12. Mereka dikodratkan kalah, kata Papa, dan lebih mengibakan lagi karena
mereka tak mengerti tentang kodratnya. Bangsa besar dan gagah-
perwira itu terus juga mencoba mengangkat kepala dari permukaan air,
dan setiap kali bangsa Eropa memperosokkan kembali kepalanya ke
bawah. Bangsa Eropa tidak rela melihat Pribumi menjengukkan kepala
pada udara melihat keagungan ciptaan Allah. Mereka terus berusaha
dan terus kalah sampai tak tahu lagi usaha dan kekalahannya sendiri
(Pramoedya, 2018: 165).
Dari kutipan di atas, dapat dilihat bahwa bangsa Eropa tidak akan pernah
membiarkan Pribumi untuk bangkit, bahkan sekedar hanya untuk melihat
keagungan ciptaan Allah sehingga bangsa Eropa akan selalu mencari cara
untuk menenggelamkan kembali orang-orang Pribumi yang mencoba untuk
bangkit. Hal ini tergambar dari kutipan isi surat yang dikirimkan Miriam de
la Croix kepada Minke.
13. Kemudian Papa bilang: Dia bangga sebagai orang Jawa, dan itu baik
selama dia punya perasaan harga diri sebagai pribadi mau pun sebagai
anak bangsa. Jangan seperti bangsanya pada umumnya, mereka merasa
sebagai bangsa tiada tara di dunia ini bela berada di antara mereka
sendiri (Pramoedya, 2018: 166).
Dilihat dari kutipan di atas, tergambar dari tokoh Papa yang bangga sebagai
orang Jawa dan tidak mau seperti bangsanya pada umumnya yang bersikap
superior dengan menganggap diri dan bangsa sebagai bangsa yang tiada
tara di dunia.
8
15. Komendan Veldpolitie, seorang Totok, memaki-maki anak buahnya yang
meletuskan senapan. Sebongkah batu melayang di udara dan mengenai
pelipisnya. Ia terhuyung-nuyung, jatuh, tak bangun lagi. Seorang
Belanda hitam, yang nampaknya menggantikan kedudukannya, berteriak
memberi perintah untuk menghalau lebih keras. Lengannya terbabat
parang dan secepat kilat bajunya menjadi coklat. Dengungan orang-
orang y ang meny erukan kebesaran Tuhan tak terkirakan seramnya.
Tapi pada akhirnya mereka terhalau dan melarikan diri ke segala
penjuru yang mungkin, Dirumputan dan pelataran bergeletakan tubuh-
tubuh bermandi darah.
16. “Ya, Nak, Nyo, memang kita harus melawan. Betapa pun baiknya orang
Eropa itu pada kita, toh mereka takut mengambil risiko berhadapan
dengan keputusan hukum Eropa, hukumnya sendiri, apalagi kalau hanya
untuk kepentingan Pribumi. Kita takkan malu bila kalah. Kita harus tahu
mengapa Begini Nak N o, kita, Pribumi seluruhnya, tak ..bisa menyewa
advokat Ada uangpun belum tentu bisa. Lebih banyak lagi karena tak ada
keberanian. Lebih umum lagi karena tidak pernah belajar sesuatu.
17. “Di jaman dulu,” Bunda memulai seperti semasa aku kecil dulu, “negeri-
negeri akan berperang habis-habisan untuk mendapatkan putri seperti
menantuku, mbedah praja mboyong putri. Sekarang keadaan sudah
begini aman, tidak seperti aku masih kecil dulu, apalagi semasa kecil
nenekndamu. Orang bilang, semua takut pada Belanda maka keadaan
jadi lebih aman. Memang Belanda ini tidak sama, berbeda dari nenek-
moyangmu.
9
18. Annelies akan sangat menderita. Percuma aku nanti sebagai ibunya. Dia
harus lebih terhormat daripada seorang Indo biasa. Dia harus jadi
Pribumi terhormat di tengah-tengah bangsanya. Kehormatan itu bisa
didapatnya hanya dari perusahaan ini. Memang aneh. Nak, begitulah
maunya dunia ini.
Annelies oleh ibunya ingin dijunjung tinggi agar nanti saat menjadi orang
terhormat, Annelies juga bisa menjunjung balik orangtuanya.
10
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Kajian poskolonial merupakan kajian yang mengaitkan sastra dengan sejarah
atau masa lalu bangsa sebagai bangsa yang pernah dijajah. Kajian ini
merupakan sebuah bentuk perjuangan atau langkah strategis dalam memukul
mundur budaya-budaya atau hal yang berbau penjajah.
11
1.2 Saran
Mengenai kajian teori poskolonialisme yang menganalisis tentang novel Bumi
Manusia untuk waktu yang akan datang, diharapkan terdapat banyak
perbedaan agar ilmu pengetahuan bisa terus meningkat dengan memberikan
hal baru. Semua ini demi perubahan dan kebenaran dari ilmu pengetahuan.
12
DAFTAR PUSTAKA
Kajian Novel
https://sinta.unud.ac.id/
https://id.wikipedia.org/wiki/Bumi_Manusia_(novel)
Kajian Poskolonial
https://eprints.uny.ac.id/9833/3/
https://id.wikipedia.org/wiki/Hindia_Belanda
13