Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

HISTORIOGRAFI POSTKOLONIAL

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 5

A 311 19 004 CHINTIAN WERONIKA WARANI


A 311 19 008 ROSDIANA PALANDU
A 311 19 025 KETUT ARDANA
A 311 19 030 OSWALDUS URUNG
A 311 19 034 NATALIA

KELAS A

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN SOSIAL

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS TADULAKO

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Historiografi
Postkolonial ini dengan baik dan tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas yang
telah diberikan oleh dosen pengampu mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk menambah wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis tentang materu
yang berkaitan dengan Historiografi terkhusus kepada historigrafi postkolonial.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Palu, 20 April 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman Judul

Kata Pengantar..................................................................................................i

Daftar Pustaka...................................................................................................ii

Bab I Pendahuluan

A. Latar Belakang......................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................2

Bab II Pembahasan

A. Pengertian Historiografi Postkolonial...................................................3

Bab III Penutup

A. Kesimpulan ..........................................................................................10
B. Saran.....................................................................................................10

Daftar Pustaka...................................................................................................11

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Historiografi secara umum dapat diartikan sebagai penulisan sejarah.
Louis Gottschalk dalam Mengerti Sejarah (2015), menyebutkan bahwa
historiorgarfi merupakan hasil dari sintesis terhadap sumber-sumber yang
diperoleh. Poskolonialisme dimaknai sebagai suatu gerakan sosial baru (new
social movement), yang berorientasi pada pembahasan seputar gender, bahasa,
adat istiadat, hak pembangunan, dan ekologi di negara-negara terjajah, adapun
tujuan penting dari poskolonialisme ialah menumbuhkan semangat juang bagi
negara-negara yang terjajah untuk bangkit melawan kolonialisme dan
imperialisme, dengan rasa nasionalisme yang dibangun melalui kesadaran untuk
mencapai kemerdekaan dan kedaulatan (Young, 2004). Pada tahun 1980-an,
poskolonialisme berkembang menjadi kajian akademik yang mendorong
lahirnya karya sastra dan tulisan-tulisan yang mendukung gerakan kemerdekaan
di seluruh dunia, selain itu untuk menekan dominasi penjajah terhadap orang-
orang yang dijajah (Young, 2003), sedangkan dalam kajian sejarah,
poskolonialisme memiliki pengertian lain yaitu kajian pascakolonial, yang
membahas periode setelah masa kolonial, maka tak jarang beberapa tulisan
akademisi tentang poskolonialisme lebih banyak menekankan pada analisis
historis (sejarah) yang memuat peristiwa-peristiwa peperangan dan penaklukan,
dalam rangka mencari model negara yang merdeka.
Dalam perkembangannya, poskolonialisme telah menghasilkan ide-ide
pokok yang merepresentasikan perjuangan melawan kolonialisme di dalam
sebuah karya sastra, seperti dalam artikel berjudul “Hibriditas, Mimikri, dan
Ambivalensi dalam Novel Kirti Njunjung Drajat Karya R. Tg. Jasawidagda:
Kajian Postkolonialisme”, yang ditulis Guna Novtrarianggi, Bambang Sulanjari,
dan Alfiah, terbitan Jisabda: Jurnal Ilmiah Sastra dan Bahasa Daerah, serta
Pengajarannya, tahun 2020, sebagaimana dilihat dari judulnya, artikel tersebut
berusaha memunculkan tiga ide pokok poskolonialisme dalam novel KND, yaitu

1
hibriditas, mimikri, dan ambivalensi, kemudian menceritakan bagaimana kisah
kaum pribumi atau terjajah yang cenderung mengikuti kebiasaan budaya, pola
pikir, dan gaya hidup dari penjajah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Historiografi Postkolonial ?
2. Apa saja Contoh Historiografi Postkolonial ?

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Historiografi Postkolonial


Secara etimologis kata poskolonial berasal dari kata ‘pos’ dan ‘kolonial’,
sedangkan kata kolonial itu berasal dari bahasa Romawi colonial yang berarti
tanah pertanian atau pemukiman. Loomba (2003:27) mendefinisikan
kolonialisme adalah sebagai sebuah bentuk pengambilan secara paksa, berupa
tanah dan perekonomian yang dilakukan oleh bangsa penjajah, suatu
restrukturasi perekonomian nonkapitalis untuk mendorong kapitalisme
penjajahan. Secara umum poskolonial merupakan kajian karya sastra (dan
bidang lain) yang berkaitan dengan praktik kolonialisme dan imperialisme, baik
secara sinkronik, maupun diakronik. Ciri khas poskolonial adalah berbagai
pembicaraan yang berkaitan dengan kolonialisme, khususnya orientalisme, sebab
termasuk juga di dalamnya adalah narasi besar dari poskolonial, yaitu
orientalisme. Pada konteks sastra Indonesia, dapat digunakan untuk memahami
karya sastra era Balai Pustaka (1920-1952) pada masa kolonial Belanda, dan
karya-karya yang menggambarkan adanya relasi pribumi dan penjajah kolonial.
Kajian poskolonial berusaha membongkar selubung praktik kolonialisme
di balik sejumlah karya sastra sebagai superstruktur dari suatu kekuasaan:
kekuasaan kolonial. Sastra dipandang memiliki kekuatan baik sebagai
pembentuk hegemoni kekuasaan atau sebaliknya sebagai konter hegemoni.
Sebagai akibat luasnya wilayah kajian poskolonialisme, maka teori
poskolonialisme Indonesia, Ratna (2008: 96) melibatkan tiga pengertian, sebagai
berikut. Pertama, Abad berakhirnya imperium kolonial di seluruh dunia. Kedua,
Segala tulisan yang berkaitan dengan pengalaman-pengalaman kolonial sejak
abad ke-17 hingga sekarang. Ketiga, Segala tulisan yang ada kaitannya dengan
paradigma superioritas Barat terhadap inferioritas Timur, baik sebagai
orientalisme maupun imperialisme dan kolonialisme.
Berkaitan dengan studi sejarah, terdapat seorang tokoh sejarawan yang
berperan penting dalam penulisan sejarah (historiografi) modern, yakni Fernand

3
Braudel, yang dijabarkan oleh Muhammad Habiburrahman, dalam artikel
berjudul “Pengaruh Fernand Braudel terhadap Kajian Sejarah Maritim di
Indonesia”, yang diterbitkan IIjtimaiya: Journal of Social Science Teaching,
tahun 2021, dalam karyanya tentang Mediterania (1949), Braudel memunculkan
konsep baru yang dinamai “total history”, dengan pendekatan multidimensional
untuk mengkaji secara mendalam peristiwa yang terjadi di masa lampau, antara
lain ilmu ekonomi, sains, sosial, budaya, dan lain sebagainya. Konsep total
history kemudian dikembangkan oleh Anthony Reid dalam mengkaji sejarah di
kawasan Asia Tenggara, selain itu juga menginspirasi beberapa sejarawan
Indonesia yang memfokuskan penelitiannya pada sejarah kemaritiman, di
antaranya Andrian B. Lapian, F.A. Sutjipto Tjiptoatmodjo, dan Singgih Tri
Sulistiyono (Habiburrohman, 2021). Mengacu pada temuan artikel tersebut,
penelitian ini kembali ingin menyuguhkan figur seorang tokoh yang turut andil
dalam perkembangan historiografi modern, yaitu Robert J.C. Young, lewat
kajiannya “poskolonialisme”, yang menghasilkan banyak tulisan anti kolonial
sebagai dukungan terhadap gerakan kemerdekaan di seluruh dunia (Young,
2016). Kajian poskolonialisme yang digagas oleh Young bukan sekadar
membuahkan hasil tulisan yang menentang kolonialisme, melainkan sebagai
bentuk penanaman semangat nasionalisme kepada orangorang terjajah agar
menuliskan sejarahnya kembali, karena banyak sejarah lokal yang hilang atau
sengaja dikaburkan oleh kaum penjajah untuk menghilangkan identitas suatu
bangsa yang terjajah (Young, 2003). Upaya tersebut pernah dilakukan oleh
sejarawan Indonesia, Sartono Kartodirdjo, yang menginisiasi penulisan sejarah
nasional dengan konsep Indonesia-sentrisme, menggantikan Neerlando-
sentrisme atau sejarah yang ditulis oleh penguasa kolonial Belanda saat itu,
bersama dengan Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dan
beberapa penulis lainnya, mulai dibentuk Panitia Penyusunan Buku Standar
Sejarah Nasional (PBSN), yang kelak menghasilkan buku berjudul Sejarah
Nasional Indonesia atau SNI sebanyak enam jilid, berdasarkan tinjauan dari
artikel jurnal berjudul “Problematika Historiografi Nasional Indonesia”, yang

4
ditulis oleh Ahmad Choirul Rofiq, terbitan Qurthuba: The Journal of History and
Islamic Civilization, tahun 2017.
1. Robert J.C. Young
Robert J.C. Young, adalah nama salah seorang ilmuan yang tidak asing bagi
kalangan akademisi, khususnya pada kajian kolonialisme, karena beliau
merupakan tokoh ahli poskolonalisme yang gemar memperjuangkan
kemerdekaan, dan tentunya anti terhadap kolonial, selain itu beliau juga
menekuni bidang lainnya, seperti ilmu sejarah dan ilmu sastra. Young sendiri
lahir di sebuah kota kecil di Inggris, bernama Hertfordshire, tahun 1950.
Beliau menempuh pendidikan tinggi di Exeter College, Oxford, pada jurusan
Sastra Inggris, dan mendapat gelar B.A. (Bachelor of Arts) tahun 1972,
kemudian menyambung studinya di almamater yang sama, hingga berhasil
meraih gelar M.A. (Master of Arts) tahun 1977, dan D.Phil (Doctor of
Philosophy) tahun 1979 (Robert J.C. Young, 2021a), setelah itu beliau
mengabdi sebagai dosen pengampu di University of Southampton, sebelum
akhirnya kembali ke Oxford University untuk mengajar teori kritik sastra,
dan menjadi pengurus di Wadham Colleg, selanjutnya di tahun 2005, beliau
dipindahtugaskan ke New York University, Amerika Serikat, setahun
berselang beliau memperoleh gelar Profesor Julius Silver pada bidang
Perbandingan Sastra Inggris dari universitas tersebut yang belokasi di Abu
Dhabi, Uni Emirat Arab, dan masih di kampus yang sama, beliau juga pernah
menjabat sebagai Dekan Fakultas Sastra dan Humaniora periode 2015- 2018
(Professor Robert J.C. Young, 2018). Selama berkiprah di dunia pendidikan,
Young aktif meneliti berbagai disiplin ilmu, antara lain bidang sastra,
budaya, filsafat, politik, psikoanalisis, fotografi, studi terjemahan, dan
sejarah, yang mana fokus kajiannya pada sejarah kolonial dan pascakolonial,
dan sejarah budaya abad XIX hingga XX, selain itu beliau sering diundang
untuk mengisi sebuah acara seminar di beberapa kampus ternama di seluruh
dunia, seperti University of Hong Kong, Universität München, Jerman,
Monash University, Australia, University of Oxford, Inggris, University of
Puerto Rico dan University College, Irlandia. Kontribusi Young pada bidang

5
keilmuannya, terutama sastra, telah melahirkan berbagai jenis tulisan, baik
berupa artikel, buku, maupun chapter atau buku berjilid yang terdiri atas
beberapa penulis, bahkan tidak sedikit pula dari karyanya yang
diterjemahkan ke berbagai macam bahasa, antara lain Arab, Cina, Turki,
Persia, Ibrani, Tamil, Gujarat, dan lain-lain. Sesuai keahliannya, Young lebih
spesifik mengkaji pascakolonial, tentunya dengan memakai teori
poskolonialisme, seperti dalam buku pertamanya, berjudul White
Mythologies: Writing History and the West, diterbitkan oleh Routledge,
tahun 1990, kemudian edisi kedua (revisi) mulai diluncurkan kembali tahun
2004. Buku kedua yang ditulis Young adalah Colonial Desire: Hybridity in
Theory, Culture and Race, yang rilis lima tahun setelah buku pertamanya,
juga melalui penerbit Routledge. Hampir sama seperti buku pertama, Young
kembali ingin memperbaiki identitas dan budaya masyarakat yang terjajah,
karena dalam kehidupan sehari-hari mereka sebelumnya dipaksa untuk
mengikuti budaya Barat. Young mulai menjelaskan spesifik mengenai
poskolonialisme pada buku ketiganya, berjudul Postcolonialism: A Very
Short Introduction, diterbitkan oleh Oxford University Press, tahun 2003.
Butuh waktu hampir dua dekade bagi Young untuk kembali menuliskan
gagasannya mengenai poskolonialisme, yang disusun menjadi buku berjudul
Empire, Colony, Postcolony, diterbitkan oleh Wiley Blackwell, tahun 2015.
Young mulai menjelaskan spesifik mengenai poskolonialisme pada buku
ketiganya, berjudul Postcolonialism: A Very Short Introduction, diterbitkan
oleh Oxford University Press, tahun 2003. (dalam et.al 2021)
2. Edward Said
Edward Said berada di antara kaum intelektual paling penting di abad kita.
Hidupmya yang penuh rintangan, dalam banyak cobaan yang tragis. Pada 25
September 2003, sekitar lima belas tahun yang lalu. Telah meninggal seorang
intelektual fenomenal pada abad ini. Dilahirkan di Palestina, kemudian
menjadi pengungsi di Mesir sesudah kekalahan Palestina pada tahun 1947,
dan kemudian menjadi migran di Amerika serikat. Said telah melewatkan
sebagian besar hidupnya sebgai seorang yang terusir dari tanah airnya sendiri

6
dan karena itulah ia memiliki rasa simpati yang mendalam terhadap
kebudayaan yang tersisih. Said lahir di Yerussalem, tepatnya di daerah
Talbiyah (sebuah kawasan terpencil di Palestina Barat), 1 November 1935.
Ayahnya seorang Protestan berdarah Palestina, yang berstatus sebagai warga
negara Amerika. Ayahnya adalah seorang pedagang alat-alat tulis dan buku
yang juga mempunya bisnis di Kairo, Mesir. Sebelumnya, Ayahnya juga
pernah menjadi anggota American Expeditionary Force di bawah pimpinan
Jenderal John J. Pershing pada Perang Dunia Pertama tahun 1917. Perjalanan
karir Said dalam karir akademiknya dapat diuraikan sebagai berikut:
- Pada tahun 1963-2003, Said menjadi pengajar di Universitas Columbia di
departemen Sastra Inggris dan Perbandingan Sastra.
- Pada tahun 1974, Said menjadi professor pelawat di Harvard College
dalam bidang Perbandingan Sastra.
- Pada tahun 1975-1976, Said sebagai fellow di Center for Advanced
Study in Behavioral Science, Universitas Stanford.
- Pada 1977, Said menjadi professor Parr dalam bidang Perbandingan
Sastra dan Sastra Inggris di Columbia dan juga menjad professor Old
Dominion Foundation dalam Ilmu Budaya.
- Pada tahun 1979, Said merupakan professor pelawat Ilmu Budaya di
Universitas Johns Hopkins. Said juga mengajar di Universitas Yale dan
menjadi pengajar tetap di Columbia.

Karya Edward Said yang pertama adalah Joseph Conrad and the Fiction of
Autobiography, aktivitas menulis Said tidak pernah berhenti hingga akhir
hayatnya. Buku yang ia tulis mencapai lebih dari dua puluh judul, beberapa
diantaranya diterjemahkan sedikitnya kedalam 36 bahasa. Selain itu, Said
secara rutin menulis tulisan-tulisan politik di media massa seperti
Counterpouch, The Guardian, The Nation, London Review Books, Le
Monde Diplomatique, Al Ahram, dan Al Hayat. Serta di Italia pada
Internasional, Zmag Italia, REDS, Le monde Diplomatique Italia, II
Manifesto, La Repbublicca. Tulisan-tulisannya bukan hanya tentang sastra,
namun merambah ke berbagai persoalan budaya, politik, filsafat, dan sosial.

7
Edward Said merupakan penulis yang produktif. Berikut beberapa karya-
karya Said yang ditulisnya :

- Joseph Conrad and the Fiction of Autobiography, Cambridge: Harvard


University Press, 1996.
- Beginnings: Intention and Method, New York: Basic, 1975.
- Orientalism, New York: Pantheon, 1978.
- The Question of Palestine, New York: Times Books, 1979.
- Covering Islam: How the Media and Experts Determine How We See the
Rest of the World, New York: Pantheon, 1981. (Furgon & Busro 2020)
3. Nicolaus de Graff
Salah satu karya mengenai Reizen catatan- catatan perjalanan Nicolaus de
Graff dalam jurnal Oost Indische Spigle. Nocolaus de Graff berkunjung ke
Indonesia antar tahun 1639-1643 sampai dengan tahun 1668-1687, ia
menulis kisah perjalanannya ke Indonesia melalui kapal laut dan kehidupan
masyarakat Indonesia di setiap pelabuhan yang ia kunjungi.
4. Rijklof
Salah satu karyanya adalah menulis buku tentang kisah perjalanannya ke
kerajaan Mataram sebagai duta besar VOC antar tahun 1648-1654 yang
diberi judul Oost Indische Spiegel (Kisah Hindia Timur).
5. Pastor Francois Valentijin.
Karyanya adalah delapan jilid buku Oud en Nieuw Oost Indien (Hindia
Timur Dulu dan Sekarang) yang ditulisnya. Buku tersebut berisi
penggambaran kondisi masyarakat, bahasa, politik dan perdagangan di
indonesia pada abad ke 18.
6. Dr. F. W. Stapel
Buku Babon Belandasentris merupakan salah satu karyanya. Buku ini ditulis
3 tahun sebelum kekalahan belanda terhadap Jepang, pemerintahan hindia
belanda berhasil menerbitkan buku sejarah yang ditulis berdasarkan
perspektif Belanda sentris. Buku tersebut diberi judul Geschiedenis van
Nederlandss-Indie (Sejarah Hindia Belanda)dan terdiri dari 6 jilid yang
diterbitkan secara bertahap pada tahun 1938, 1939 dan 1940. Ia merupakan

8
sejarawan kolonial yang banyak menulis buku sejarah untuk kepentingan
pengajaran sejarah di sekolah-sekolah yang dikelolah oleh pemerintahan
kolonial.
7. Thomas S.Raffles
Salah satu karya yaitu menulis buku yang menceritakan keindahan tanah
jawa ( The History of Java ) yang terbit pada tahun 1817, buku berbahasa
inggris ini berisi tentang keadaan penduduk, budaya, geografis, system
pertania, perdagangan, bahasa daan agama di pulau jawa. Ia menulis buku ini
sewaktu Ia menjabat sebagai gubernur jendral Hindia Belanda untuk periode
1811-1816.
8. Prof. Dr. C.C Berg
Buku Javaansche Geschiedshriijving adalah buku yang membahas tetantang
sejarah pulau jawa yang berfokus pada sejarah masuknya bangsa barat ke
Nusantara mulai dari Spanyol, Protugis, Ingrris, hinggah Belanda
9. Het Animisme in den Indischen Archipe
Merupakan buku yang terbit pada tahun 1906 merupakan hasil karya dari
etnografer sekaligus misionaris Belanda, Albertus Christiaan Kruyt yang
mencatat perkembangan animism dikepulauan Hindia pada abad ke 20.
10. B.H.M.Geschiedenis
Salah satu karya yaitu menulis buku Geschiedenis van den Indischen
Archipel yang menceritakan sejarah kepulauan Hindia.

9
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam perkembangannya, poskolonialisme telah menghasilkan ide-ide
pokok yang merepresentasikan perjuangan melawan kolonialisme di dalam
sebuah karya sastra, seperti dalam artikel berjudul “Hibriditas, Mimikri, dan
Ambivalensi dalam Novel Kirti Njunjung Drajat Karya R. Tg. Jasawidagda:
Kajian Postkolonialisme”, yang ditulis Guna Novtrarianggi, Bambang Sulanjari,
dan Alfiah, terbitan Jisabda: Jurnal Ilmiah Sastra dan Bahasa Daerah, serta
Pengajarannya, tahun 2020.
Kajian poskolonial berusaha membongkar selubung praktik kolonialisme
di balik sejumlah karya sastra sebagai superstruktur dari suatu kekuasaan:
kekuasaan kolonial. Sastra dipandang memiliki kekuatan baik sebagai
pembentuk hegemoni kekuasaan atau sebaliknya sebagai konter hegemoni.
Sebagai akibat luasnya wilayah kajian poskolonialisme, maka teori
poskolonialisme Indonesia, Ratna (2008: 96) melibatkan tiga pengertian.
B. Saran
Dengan adanya makalah ini penulis mengharapkan agar pembaca tidak
hanya menjadikan makalah ini sebagi satu satunya suber refernsi, tetapi mencari
sumber lain agar pemahaman pembaca semakin luas.

10
DAFTAR PUSTAKA

Dalam, R., Buku, P., Jilid, S. N. I., Nginwanun, M., & Mahamid, L. (2021). KAJIAN
POSKOLONIALISME ROBERT J . C . YOUNG DAN. 6(2), 17–30.
Furqon, S., & Busro, N. (2020). HIBRIDITAS POSTKOLONIALISME HOMI K.
BHABHA Dalam Novel Midnight’s And Children Salman Rushdie. JENTERA:
Jurnal Kajian Sastra, 9(1), 73. https://doi.org/10.26499/jentera.v9i1.494
Syukur, A. (2017). Historiografi Belandasentris. Jurnal Sejarah Lontar, 7(2), 41.
https://doi.org/10.21009/lontar.072.04
https://www.kompas.com/stori/read/2021/12/15/150027679/isi-buku-the-history-of-
java-karangan-raffles?page=all

11

Anda mungkin juga menyukai