NIM : B0418006
Jadi, historiografi Indonesia modern yang menurut Djoko Surjo (2009), adalah produk
penulisan sejarah sejak kemerdekaan tahun 1945, yang ditulis oleh sejarawan profesional,
hasil pendidikan akademik modern, memiliki visi dan perspektif sejarah yang luas, mengenal
kerangka pemikiran teoritis metodologis, pendekatan dan metode penggarapan penelitian
yang didasarkan pada landasan akademik ilmiah. Lebih lanjut, bahwa pada fase penulisan
historiografi modern dapat diidentifikasi fase-fase penggarapan kajian sejarah Indonesia
modern. Fase pertama disebut fase perkembangan awal atau dekade kelahiran perintis
sejarawan Indonesia baru dan usaha merintis penyusunan sejarah dengan perspektif
Indonesia-sentris dimulai. Fase ini ditandai dengan dibukanya Jurusan Sejarah di Perguruan
Tinggi tahun 50 dan 60-an. Fase kedua (1970-80) merupakan masa pemekaran sejarawan
akademik yang ditandai semakin banyak karya sejarah yang dihasilkan secara akademik dan
berkembangnya secara kritis dengan pendekatan multidimensional. Fase ketiga (1990-2000-
an) merupakan fase kelanjutan dari sebelumnya, tetapi sejarawan mulai dihadapkan pada
tantangan perubahan zaman yang cepat, termasuk tatanan politik dunia dan nasional. Fase
terakhir merupakan fase yang disebut ”krisis sejarah”.
Kategori dan klasifikasi yang disusun dalam historiografi kolonial dan sekarang mulai
dipertanyakan para peneliti karena tidak relevan lagi untuk menggambarkan proses sejarah
yang berlangsung, dapat dicontohkan berikut ini. Pertama, klasifikasi tentang “sastra keraton”
atau ketagori “budaya adiluhung” yang tercermin dari manuskrip-manuskrip yang disusun
para pujangga keraton. Kedua, penggambaran bahwa Kompeni/VOC di Jawa pada abad ke-
18 menjadi determinant factor dalam menentukan jalannya sejarah Jawa. Ketiga,
penggambaran tokoh secara berlebihan, seperti dalam buku-buku sejarah resmi, Diponegoro
digambarkan secara berlebihan dengan melekatkan nilai tertentu yang melampaui dirinya
sebagai manusia biasa yang telah membuat sejarah. Keempat, masa Tanam Paksa selalu
dinarasikan sebagai periode yang menyengsarakan bagi rakyat Indonesia. Kelima,
pengkategorian pergerakan nasional ke dalam kelompok nasionalis, agama, komunis juga
gagal menangkap realitas sejarah. Keenam, dalam kajian Indonesia modern, kategori dan
klasifikasi masyarakat Jawa seperti dilakukan Belanda abad ke-19 ditegaskan kembali
melalui studi antropologi. Ketujuh, klasifikasi masyarakat jajahan ke dalam Eropa, Timur
Asing, dan Inlander secara inheren merefleksikan adanya pengkastaan dalam masyarakat,
yang menempatkan golongan yang satu lebih unggul daripada golongan lainnya. Kedelapan,
periodisasi sejarah Indonesia.