Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Historiografi modern muncul akibat tuntutan ketepatan teknik dalam mendapatkan fakta
sejarah. Fakta sejarah didapatkan melalui penetapan metode penelitian, memakai ilmu-ilmu
bantu, adanya teknik pengarsipan dan rekonstruksi melalui sejarah lisan. Suatu periode baru
dalam perkembangan historiografi Indonesia dimulai dengan timbulnya studi sejarah kritis.
Dalam penulisan tentang sejarah kritis dipergunakan prinsip-prinsip metode sejarah. Studi
sejarah kritis juga memerlukan bantuan dari ilmu lain untuk mempertajam analisanya. Hal ini
merupakan implikasi dari mulai sedikitnya peran analisa tekstual dengan bantuan filologi
terhadap studi sejarah Indonesia modern. Di sini yang harus diperbaiki adalah alat-alat analitis
serta metodologis.
Bertolak dari hal ini, maka beberapa disiplin dari ilmu-ilmu sosial mulai dicantumkan
dalam studi sejarah. Konsep sejarah nasional sebagai unit makro merupakan kerangka referensi
bagi sejarah lokal/regional yang dapat dipandang sebagai unit mikro. Sejarah nasional sebagai
macro-history mencakup interaksi antar micro-unit, antara lain melalui pelayaran, perdagangan,
perang, penyiaran agama atau menuntut pelajaran, hubungan antara lembaga-lembaga nasional,
seperti partai-partai politik. Sejarah nasional bukan jumlah dari sejarah lokal, tetapi prosesproses atau kejadian-kejadian pada tingkat sejarah lokal diterangkan dalam hubungannya dengan
proses nasional.
1.2 Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari makalah ini ialah :
1. Apakah pengertian Historiografi Modern ?
2. Bagaimanakah ciri ciri Historiografi Modern dan contoh Historiografi Modern?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari makalah ini ialah :
1. Apakah pengertian Historiografi Modern ?
2. Bagaimanakah ciri ciri Historiografi Modern dan contoh Historiografi Modern?

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Historiografi Modern
Historiografi yaitu metode atau cara penulisan sejarah. Sedangkan historiografi di
Indonesia modern dapat diartikan sebagai penulisan sejarah indonesia yang lebih modern dari
pada historiografi Indonesia tradisional, atau masa kolonial atau masa revolusi. Tumbuhnya
historiografi Indonesia modern merupakan suatu tuntutan akan ketepatan teknik dalam usaha
untuk mendapatkan fakta sejarah secermat mungkin dan mengadakan rekonstruksi sebaik
mungkin serta menerangkannya setepat mungkin.
Historiografi modern yang tumbuh dari Eropa baru dikembangkan di Indonesia dan Asia
Tenggara pada paruh kedua abad ke 19, setelah itu pengetahuan dan kebudayaan Barat secara
sadar diajarkan dan dipelajari di beberapa tempat di Asia Tenggara. Perluasan kekuasaan bangsa
Eropa yang tidak merata di seluruh wilayah dan sumber bahan yang sedikit tidak memungkinkan
adanya perkembangan historiografi modern maka tulisan yang dihasilkan orang-orang Eropa
pada abad ke-16 sampai ke-19 tidak mempengaruhi penulisan orang-orang Asia khususnya
Indonesia.
Perkembangan Historiografi Indonesia modern ditandai dengan diselenggarakannya
Seminar Sejarah Nasional Indonesia di Yogyakarta pada tahun 1957. Kementrian pendidikan
mengadakan kongres ini untuk merancang sejarah nasional yang resmi. Pembangunan nasional
adalah salah satu tema utama pada tahun 50-an dan penulisan sejarah nasional adalah bagian
yang tidak terpisahkan dari proses ini. Seminar itu membicarakan tentang usaha penulisan
sejarah nasional yang berpandangan Indonesia sentris. Sejarah nasional diharapkan menjadi alat
pemersatu dengan memberikan penjelasan tentang keberadaaan bangsa Indonesia melalui jejak

sejarahnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di Indonesia ditulis oleh orang Indonesia sendiri,
dengan demikian tentu objektivitasnya dapat dipertanggung jawabkan karena yang menulis
sejarah adalah orang yang berada pada saat peristiwa tersebut terjadi.
Pada kongres sejarah nasional ini muncul perselisihan pendapat antara Muhammad
Yamin dan Soedjatmoko. Merujuk teori sejarawan asal Arab, Ibn Khaldun (1332-1406), Yamin
berpendapat bahwa penelitian ilmiah seharusnya mengarah pada interpretasi nasionalis yang
dapat berguna untuk memperkuat kesadaran nasional. Sodjatmoko berpendapat nasionalisme
mengesampingkan pendekatan ilmiah murni, karena itu ia menjunjung tinggi tanggung jawab
perorangan dan semacam universalisme abstrak. Soedjatmoko kalah suara dikarenakan
pendekatannya tidak sesuai dengan kondisi masyarakat tahun 1950-an, saat rakyat di Indonesia
didorong untuk menjadi orang Indonesia (Taylor 2003). Para sejarawan baru membangun sejarah
nasioanl mereka diatas basis kolonial. Meskipun demikian asal usul Indonesia tetap dipancang
kuat-kuat pada masa imperialisme Majapahit yang berpusat di Jawa. Kaum intelektual seperti
Muh. Hatta, Takdir Alisjahbana, dan para pemuka politik diluar Jawa menentang imperialism
majapahit baru yang terpusat di Jawa.
Roeslan Abdul Gani mengemukakan sejarah yang diilhami Marxisme yang menunjukan
antithesis antara kekuatan terang dan kekuatan gelap pada akhirnya membuahkan kebebasan bagi
rakyat jelata, sementara Hatta menekankan bahwa historiografi sejati indoensia berkaitan dengan
wujudnya manusia pancasila.
Ketika menjelang akhir tahun 1950-an upaya untuk membentuk lembaga-lembaga
demokrasi dan otonomi daerah mengalami kegagalan akibat nasionalisme otoriter soekarno,
Indonesia masih menjadi negara tanpa sejarah karena niat konstituante 1957 untuk menulis
sejarah nasional yang baru tidak terwujud. Menurut Pramodya Ananta Toer yang mempunyai
pandangan sama dengan Yamin dan lain-lain beranggapan bahwa meski historiografi Indonesia
sebaiknya menggunakan metode modern penulisan sejarah yang berkembang di barat, tetapi
historiografi Indonesia harus membedakan diri dari yang tidak sejalan dengan kepentingan
nasion indonesia.
Sementara itu para wakil militer juga ikut serta menulis ulang sejarah nasional dan
memasukannya ke dalam mata pelajaran sejarah. Namun, Nugroho Notosusantolah yang pada
tahun 1970-an berhasil melakukan militerisasi historiografi Indonesia, terutama menyoroti
peranan militer dalam menjaga keselamatan negara.
2.2 Historiografi era Orde Baru
Sesudah dilaksanakan kenferensi sejarah nasional pada tahun 1970, buku sejarah nasional
akhirnya terbit pada tahun 1975. Buku enam jilid itu mencakup (1) prasejarah (sebelum tahun
Masehi); (2) periode kerajaan kerajaan lama Hindu (0-1600 M); (3) kerajaan-kerajaan islam
(1600-1800 M); (4) pemerintahan kolonial abad ke-19; (5) nasionalisme dan akhir pemerintahan
kolonial (1900-1942); (6) pendudukan jepang (1942-1945); revolusi (1945-1950;, demokrasi

liberal (1950-1959); dan demokrasi terpimpin sampai peristiwa G30S/PKI (1965) pembunuhan
enam jenderal oleh kaum komunis yang membawa Soeharto ke kursi kekuasaan dan penerbitan
Supersemar (1966) teks dasar pembentukan Orde Baru yang melegitimasi kekuasaan Soeharto.
Historiografi nasional juga menekankan arsip negara (kolonial) sebagai fakta-fakta yang
dapat dipercaya berbeda dengan historiografi lokal yang dimasukkan kedalam kategori dongeng
rakyat. Buku-buku pelajaran sekolah merupakan dasar untuk mengembangkan kesadaran sejarah
dan kesadaran nasional sebagaimana dilihat oleh negara. Sebagian besar sejarawan selama
periode orde baru berhasil menghindarkan diri dari fokus kepada negara sebagai penindas dan
peranannya dalam penulis dan sejarah nasional dan lokal. Dengan demikian sejarawan
professional di Indonesia lebih memusatkan perhatiannya pada topik-topik penelitian yang tidak
terlalu peka yang seringkali disponsori pemerintah.
2.3 Pengaruh historiografi Kuno dan Historiografi Masa Revolusi terhadap Historiografi
Modern
Historiografi modern yang tumbuh dari Eropa, baru dapat berkembang di Asia Tenggara
pada paruh kedua abad ke-19, setelah ilmu pengetahuan dan kebudayaan barat secara sadar
diajarkan dan dipelajari di beberapa tempat di Asia Tenggara. Pada abad ke-16 sampai abad ke19 tulisan-tulisan yang dihasilkan oleh orang-orang Indonesia tidak dipengaruhi oleh tulisantulisan yang dihasilkan orang Portugis, Spanyol, Belanda, dan Inggris.
Pada abad ke-18 penelitian sejarah masih bersifat terbatas yaitu dengan pembentukan
Bataviaach Genootschap voor kunsten en Wetenshappen (Perhimpunan Batavia untuk Seni dan
Ilmu Pengetahuan) di Jakarta tahun 1778. Buku yang diterbitkan pada tahun 1783 yaitu Hystory
of Sumatra yang ditulis oleh William Marsden dan buku Hystory of Java (1817) juga masih
belum terlalu menarik orang untuk meneliti sejarah. Kemudian baru pada akhir abad ke-19,
dengan dihidupkannya kembali Perhimpunan Batavia untuk Seni dan Ilmu Pengetahuan serta
dibentuknya Straits Branch of Royal Asiatic pada tahun 1878 kegiatan ilmiah yang sungguhsungguh mulai terjadi. Pada abad ke-19 tradisi penulisan babad dan sejarah juga masih tetap
hidup.
Pada abad ke-19 dan paruh pertama abad ke-20, terdapat tiga bidang historiografi Asia
Tenggara yang berbeda-beda. Tiga bidang historiografi tersebut yaitu:
1. sejarah kuno, yang tidak dikenal atau kurang dikenal oleh penduduk asli, diungkapkan oleh
para fiolog, epigraf, dan para arkeolog. Misalnya N.J. Krom mengenai sejarah kuno
Indonesia.
2. sejarah kolonial, yang mencakup-perdagangan, perang, perjanjian-perjanjian dan adinistrasi
orang Eropa, adalah perhatian khusus dari orang-orang Eropa sendiri, dan kurang sekali
menarik perhatian khusus dari orang-orang Eropa sendiri, dan kurang sekali menarik
perhatian-perhatian sarjana-sarjana setempat.

3.

Periode Tengah yang berkisar antara empat sampai sepuluh abad sebelum abad ke-19,
adalah zaman penulisan sejarah penduduk asli, metode-metode modern bisa digunakan untuk
mengatur, menentukan tanggal-tanggal secara tepat, dan malah mengintepretasikan kembali
tulisan dari periode-periode itu.
Sejak merdeka bangsa Indonesia mulai mengambil langkah-langkah baru dalam historiografi

yaitu:
1.

Diterbitkannya karya D.G.E. Hall, A Hystory of Southeast Asia, tahun 1955, telah berhasil
memantapkan pandangan bahwa seluruh perkembangan sejarah dari jamankuno sampai
modern bagi Asia Tenggara adalah suatu unit sejarah yang jelas.

2.

Hasil penelitian J.C.van Leur tentang pel`ayaran niaga di Asia pada masa kuno, telah
menimbulkan perdebatan-perdebatan mengenai sifat dan karya-karya orang Eropa mengenai
Asia Tenggara. Sebagian kecil dari artikel dan disertasinya telah diterjemahkan oleh W.F.
Wertheim, Indonesia Trade and Society: Essay in Asian and Social Economic History, terbit
tahun 1960. Sebagai akibatnya Asia Tenggara diberikan tempat khusus dalam konferensi
penulisan sejarah Asia di London pada tahun 1956. Hal ini merangsang timbulnya sejumlah
karangan mengenai historiografi Indonesia yang dicetuskan dalam Kongres Sejarah
Nasional di Yogyakarta tahun 1957.

3.

Suatu usaha bersama melahirkan pertemuan International Association of Historians of Asia


(Perhimpunan International dari Sejarawan Asia) yang berkongres sekali dalam tiga atau
empat tahun, dan rupanya akan menjadi wadah bagi sejarawan Asia.

2. 4

Kecenderungan historiografi modern Indonesia


Historiografi modern mempergunakan metode yang kritis dan menerapkan penghalusan

teknik penelitian dan memakai ilmu-ilmu bantu baru yang bermunculan. Secara bertahap
berbagai ilmu bantu baru dalam pengerjaan sejarah berkembang mulai dari penguasaan bahasa,
epigrafi (membaca tulisan kuno), numismatik (mempelajari mata uang kuno), dan arkeologi yang
mempelajari permasalahan arsip-arsip. Jadi ketepatan pengujian bahan harus selalu diperhalus
dan metode pengumpulan sumber (heuristik) harus dikembangkan.
Pada masa historiografi modern terdapat suatu terobosan baru yaitu munculnya perananperanan rakyat kecil (wong cilik) sebagai pelaku sejarah yang bisa dibilang diperopori oleh Prof.
Sartono Kartodirjo. Penulisan sejarah selama ini boleh dikatakan didominasi oleh para tokohtokoh besar seperti para pahlawan kemerdekaan, ataupun tokoh politik yang berpengaruh. Hal
tersebut tentu saja tidak jelek, karena pada masa sekitar kemerdekaan, historiografi dipakai
sebagai pemicu rasa nasionalisme ditengah-tengah masyarakat yang baru tumbuh. Oleh karena
itu pada masa itu historiografi hanya berisi mengenai biografi dan penulisan tentang tokoh-tokoh
besar saja.

Perpindahan pandangan penulisan sejarah yang semula Eropa-sentris menuju Indonesiasentris mempengaruhi perkembangan historiografi selanjutnya. Ketika masa penjajahan Belanda
historiografi Indonesia memiliki ciri Eropa-sentris yaitu lebih memadang bangsa Eropa sebagai
yang paling baik, dan bangsa diluar tersebut adalah tidak baik. Namun dengan adanya perubahan
pandangan Indonesia-sentris ini bangsa Indonesia tidak lagi dipandang sebagai bangsa rendahan.
Perkembangan yang terlihat pada penulisan sejarah Indonesia adalah kata-kata "pemberontakan"
yang dahulu sering ditulis oleh para sejarawan Eropa kini berganti menjadi "perlawanan" atau
"perjuangan" hal tersebut logis karena sebagai bangsa yang terjajah tentu saja harus melawan
untuk mendapatkan kemerdekaan dan kebebasan.
Perubahan-perubahan historiografi yang terjadi setelah tahun 1970 tidak saja dalam arti
pemikiran tentang bagaimana sejarah ditulis, tetapi juga kegiatan dalam arti yang kongkret,
seperti diwujudkan dalam perkembangan kelembagaan, ideologi, dan substansi sejarah. Tren
kecenderungan historiografi modern Indonesia dilihat dari 3 kategori yaitu ideologi untuk
meperkuat, sejarah pewarisan 1980-1990an yaitu orang-orang yang menuliskan biografi sendiri,
dan sejarah ilmiah yang ditulis oleh akademisi. Pada masa historiografi modern banyak bukubuku luar yang disempurnakan dan tokoh-tokoh kecil banyak berperan misalnya pemberontakan
petani.

2.5 Ciri-ciri Historiografi Modern


Di Indonesia historiografi modern sedang dikonfrontasikan dengan nasionalisme dan
mungkin saja ditujukan kepada kepentingan-kepentingan nasional. Sejarah nasional diutamakan
daripada sejarah ilmiah. Suatu generasi baru sekarang sedang menggunakan metode-metode
modern dan semakin tinggi saja ketrampilan dan keyakinan mereka tentang ilmu sejarah. Di
Indonesia program studi ilmu sejarah mulai bermunculan, termasuk di dalamnya adalah di
Universitas Negeri Yogyakarta.
2.6 Contoh Historiografi Modern
Historiografi modern, merupakan suatu periode perkembangan baru dalam historiografi
Indonesia atau nasional. Diawali dengan munculnya karya Husein Djajadiningrat, Critische
Beschouwingen van de Sejarah Banten, kemudian karyakarya sejarah sejarah selanjutnya
banyak dipengaruhi oleh karya ini, yaitu dengan dipergunakannya aspek pendekatan ilmu lain
untuk melengkapi atau menulis suatu karya sejarah (Indriyanto, 2001, hal. 2). Di Jaman
Jepang Sanusi Pane dan Douwes Dekker sudah memelopori menulis Sejarah Indonesia dengan
semangat nasionalisme. Karya mereka walaupun dari sudut ilmiah tidak mendapat penilaian
yang tinggi, namun telah banyak membantu guru yang mengajar sejarah Indonesia pada zaman
Jepang dan jaman berikutnya (Dasuki, 2003, hal. 349).

Sejumlah tulisan sebagai suatu kategori pemikiran teoritis dan metodologis untuk menangani
masalah-masalah penulisan sejarah nasional Indonesia, secara komprehensif dipublikasikan
antara lain karya Mohamad Ali dengan Judul Pengantar Ilmu Sedjarah Indonesia dan Sartono
Karotdirdjo yang menerapkan metode yang sophisticated dengan pendekatan neo sosial ilmiah
dengan menggunakan konsep-konsep yang dipinjam dari ilmu-ilmu sosial. Pendekatan yang
digunakan bersifat multidimensional. Dibedakan pula antara sejarah naratif dan non naratif
(Dasuki, 2003, hal. 350).

[1] Danar Widiyanta, 2002, Diktat Perkembangan Historiografi Tinjauan Diberbagai Wilayah Dunia,
Yogyakarta: UNY, hal. 6.
[2] Danar Widiyanta, 2010, Diktat Perkembangan Historiografi Modern Indonesia, Yogyakarta: UNY,
hal. 34.
[3] Bambang purwanto, dkk. 2008. Perspektif Baru Penulisan Sejarah Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor
http://historyvsme.blogspot.co.id/2012/04/historiografi-indonesia-modern.html

Dasuki, A. (2003). Historiografi dan Penggunaan Sejarah dalam Pendidikan. Dalam H. Sjamsuddin, & A. Suwirta,
Historia Magistra Vitae:Menyambut 70 Tahun Prof.Dr.Hj. Rochiati Wiriaatmadja, M.A. (hal. 337-369). Bandung:
Historia Utama Press.

Indriyanto. (2001, Mei 30). Peranan dan Posisi Ilmu Sejarah dalam Menjawab Tantangan Zaman. Diskusi Masyarakat
Indonesia Sadar Sejarah. Semarang, Jawa Tengah, Indonesia: http: //eprints.undip.ac.id/1115/2/

Peran_dan_Posisi_Ilmu_Sejarah.pdf.

Jayusman, I. (2012, September 16). Historiografi Tadisional dan Modern. Dipetik Mei 16, 2013, dari
http://iyusjayusman.blogspot.com/2012/09/

historiografi-tradisional-dan-modern.html

Kartodirdjo, S. (1982). Pemikiran dan Perkembangan Historiografi Indonesia: suatu

Alternatif. Jakarta: Gramedia.

Kuntowijoyo. (1995).PengantarIlmu Sejarah. Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya.

Rohman, M. (2013, Januari 09). Perkembangan Historiogrfi di Indonesia. Dipetik Mei 16, 2013, dari http://sosiohistory.blogspot.com/2013/01/

perkembangan-historiografi-indonesia.html

Sjamsuddin, H. (2007). Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Ombak.

Anda mungkin juga menyukai