Anda di halaman 1dari 13

Corak Historiografi Pemberontakan Petani Banten 1888

Penulis Pertamaa,*, Penulis Kedua , Penulis Ketiga c,*


b,*

Lembaga Afiliasi Pertama


a

Alamat Lembaga Afiliasi Pertama, Kota, Negara


b
Lembaga Afiliasi Kedua
Alamat Lembaga Afiliasi Kedua, Kota, Negara
*Pos-el: alamat_email

Abstrak
Awal perkembangan sejarah terjadi seiring munculnya tulisan, memungkinkan pencatatan kisah
masa lalu. Di Indonesia, penulisan sejarah dimulai sejak zaman tradisional yang dipengaruhi
oleh mitos dan kepercayaan masyarakat terhadap alam. Progres historiografi Indonesia terus
berlanjut menuju bentuk modern, dipengaruhi oleh sudut pandang, jiwa zaman, dan lingkungan
sosio-kultural setiap generasi.Perkembangan historiografi Indonesia terkait erat dengan sudut
pandang dan jiwa zaman setiap generasi. Lingkungan sosio-kultural juga memberikan pengaruh
besar dalam pembentukan sudut pandang historis para penulis sejarah. Sebelum Perang Dunia
II, aliran Annales dari sejarawan Perancis mulai meragukan hubungan antara sejarah dan
politik, mendorong ekspansi cakupan sejarah dari aspek politik yang sempit dan subyektif
menuju sejarah sosial, struktural, dan total. Pengaruh ilmu-ilmu sosial terasa kuat dalam
perkembangan historiografi Indonesia. Pendekatan multidimensional dengan menggunakan
teori ilmu-ilmu sosial menjadi umum, memungkinkan analisis detail terhadap peristiwa sejarah,
termasuk pemahaman proses dan latar belakang yang memicu peristiwa tersebut. Artikel ini
membahas perkembangan historiografi di Indonesia, fokus pada pengaruh Mazhab Annales dari
sejarawan Perancis. Pendekatan ilmu-ilmu sosial menjadi kunci dalam menganalisis peristiwa
sejarah secara mendalam, sementara karya-karya terkemuka Mazhab Annales memberikan
contoh konkret tentang perluasan cakupan dan sudut pandang dalam penulisan sejarah di
Indonesia.
Kata-Kata : Historiografi Indonesia, Pendekatan Ilmu-ilmu Sosial, Mazhab Annales

Abstract
The beginning of historical development coincided with the emergence of writing, allowing the
recording of past events. In Indonesia, the writing of history began in the traditional era,
influenced by myths and the community's beliefs in nature. The progress of Indonesian
historiography continues towards modern forms, influenced by the perspectives, spirit of the
times, and socio-cultural environment of each generation. The development of historiography in
Indonesia is closely related to the perspectives and spirit of the times of each generation. The
socio-cultural environment also significantly influences the historical perspectives of historians.
Before World War II, the Annales school of French historians began to question the relationship
between history and politics, prompting the expansion of historical coverage from narrow and
subjective political aspects to social, structural, and total history. The influence of the social
sciences is strongly felt in the development of Indonesian historiography. The multidimensional
approach, using theories from the social sciences, has become common, allowing for detailed
analysis of historical events, including an understanding of the processes and backgrounds that
triggered these events. This article discusses the development of historiography in Indonesia,
focusing on the influence of the Annales school of French historians. The approach of the social
sciences is key to analyzing historical events in depth, while the prominent works of the
Annales school provide concrete examples of the expansion of coverage and perspectives in the
writing of history in Indonesia.
Keywords: Indonesian Historiography, Social Sciences Approach, Annales School

1
PENDAHULUAN
Sejak zaman awal peradaban, tulisan telah menjadi tonggak penting dalam
merekam kisah masa lalu, membuka jendela menuju pemahaman mendalam
terhadap perjalanan sejarah. Di Indonesia, penulisan sejarah melibatkan
perjalanan panjang dari masa tradisional yang dipengaruhi oleh mitos dan
kepercayaan terhadap kekuatan alam hingga mencapai tingkat pemikiran modern
dalam historiografi.
Perkembangan historiografi di Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh
perkembangan zaman, tetapi juga oleh sudut pandang dan jiwa setiap generasi
serta konteks sosio-kultural yang membentuk pemikiran para penulis sejarah.
Seiring berjalannya waktu, terutama menjelang Perang Dunia II, para sejarawan
Perancis dari aliran Annales mempertanyakan hubungan erat antara sejarah dan
politik. Sebelum Revolusi Perancis, penulisan sejarah terbatas pada aspek politik
yang bersifat sempit dan subyektif. Oleh karena itu, muncul semangat untuk
memperluas cakupan sejarah dengan melibatkan dimensi sosial, struktural, dan
total.
Pengaruh perkembangan ilmu-ilmu sosial turut memainkan peran penting
dalam historiografi Indonesia. Pendekatan multidimensional dengan
menggunakan teori dari ilmu-ilmu sosial menjadi semakin umum dalam menyusun
narasi sejarah, memungkinkan penelitian yang lebih rinci terhadap proses dan
latar belakang suatu peristiwa sejarah.
Makalah ini akan menguraikan perkembangan historiografi di Indonesia
dengan fokus pada pendekatan ilmu-ilmu sosial, serta dampak Mazhab Annales
terhadap pengembangan sejarah di Indonesia. Sebagai studi kasus, kita akan
mengeksplorasi Pemberontakan Petani Banten 1888 melalui lensa historiografi
Sartono Kartodirjo. Karya ini tidak hanya menjadi penelitian awal mengenai
gerakan sosial di Indonesia, tetapi juga menghadirkan sudut pandang anti-tesis
terhadap historiografi kolonial Belanda yang cenderung mengesampingkan peran
rakyat dan kaum tani.
Dengan menyusuri makna historiografi Pemberontakan Petani Banten 1888,
kita akan meninjau bagaimana gerakan ini bukan hanya rich in detail tapi juga
menggambarkan gejolak milenari yang dipicu oleh ramalan tentang kedatangan
Mahdi dalam Islam. Selain itu, pemikiran Sartono Kartodirjo membuka ruang
untuk menyelidiki dimensi politik dalam gerakan ini, melampaui sekadar dimensi
keagamaan.
Secara sistematis, penelitian ini akan menguraikan tahapan pematangan dan
jalannya pemberontakan, membawa kita ke dalam pertemuan-pertemuan rahasia
para pemimpin pemberontakan, termasuk tokoh-tokoh agama seperti Haji Abdul
Karim, Haji Tubagus Ismail, dan Haji Wasid. Analisis terhadap aktivitas para kyai
ini akan mendukung pemahaman bahwa pemberontakan ini tidak hanya
mencerminkan perlawanan petani, tetapi juga melibatkan peran signifikan para

2
pemimpin agama, membentuk suatu gerakan kiyai yang menciptakan dinamika
unik dalam konteks sejarah Indonesia.
Dengan memahami corak historiografi Pemberontakan Petani Banten 1888,
kita dapat mendalami hubungan kompleks antara masyarakat pribumi dan
pemerintah kolonial Belanda. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
wawasan yang lebih mendalam terhadap faktor-faktor kultural, sosial, ekonomi,
dan agama yang membentuk dinamika sosial pada periode tersebut.
Penulisan telah menjadi pilar utama dalam merekam warisan masa lalu,
membuka jendela menuju pemahaman mendalam tentang perjalanan sejarah.
Indonesia, sebagai medan keberagaman kultural dan sejarah yang kaya,
mengalami evolusi panjang dalam pengembangan historiografi. Dari masa
tradisional yang dipenuhi mitos dan kepercayaan pada kekuatan alam, hingga
mencapai tingkat pemikiran modern dalam historiografi, perjalanan ini tidak
hanya dipengaruhi oleh perkembangan zaman, tetapi juga oleh sudut pandang dan
jiwa setiap generasi.
Terutama menjelang Perang Dunia II, pengaruh para sejarawan Perancis dari
aliran Annales membawa gejolak baru dalam cara kita memandang hubungan
antara sejarah dan politik. Sebelum Revolusi Perancis, penulisan sejarah terbatas
pada aspek politik yang bersifat sempit dan subyektif. Semangat untuk
memperluas cakupan sejarah dengan memasukkan dimensi sosial, struktural, dan
total menjadi dorongan utama dalam perkembangan historiografi.
Dalam konteks Indonesia, perkembangan ilmu-ilmu sosial memainkan peran
sentral dalam melibatkan analisis multidimensional terhadap peristiwa sejarah.
Pendekatan ini, didorong oleh teori dari ilmu-ilmu sosial, memberikan landasan
untuk penelitian yang lebih rinci mengenai proses dan latar belakang suatu
peristiwa sejarah.
Makalah ini akan membahas perkembangan historiografi di Indonesia dengan
penekanan pada pengaruh ilmu-ilmu sosial, dengan fokus khusus pada dampak
Mazhab Annales. Sebagai studi kasus, kita akan menelusuri Pemberontakan Petani
Banten 1888 melalui lensa historiografi Sartono Kartodirjo. Analisis makalah ini
tidak hanya memberikan kontribusi awal terhadap pemahaman gerakan sosial di
Indonesia, tetapi juga memberikan sudut pandang anti-tesis terhadap historiografi
kolonial Belanda yang sering mengabaikan peran rakyat dan kaum tani.
Dengan melibatkan makna historiografi Pemberontakan Petani Banten 1888,
kita akan memperoleh wawasan mendalam tentang gejolak milenari yang dipicu
oleh ramalan tentang kedatangan Mahdi dalam Islam. Pemikiran Sartono
Kartodirjo membuka ruang untuk menyelidiki dimensi politik dalam gerakan ini,
melampaui aspek keagamaan semata.
Penelitian ini, secara sistematis, akan merinci tahapan pematangan dan
jalannya pemberontakan, membawa kita ke dalam pertemuan-pertemuan rahasia
para pemimpin pemberontakan, termasuk tokoh-tokoh agama seperti Haji Abdul
Karim, Haji Tubagus Ismail, dan Haji Wasid. Analisis terhadap aktivitas para kyai

3
ini akan memberikan pemahaman mendalam bahwa pemberontakan ini tidak
hanya mencerminkan perlawanan petani, tetapi juga melibatkan peran signifikan
para pemimpin agama, membentuk gerakan kiyai yang menciptakan dinamika
unik dalam konteks sejarah Indonesia.
Dengan pemahaman mendalam terhadap corak historiografi Pemberontakan
Petani Banten 1888, kita dapat menjelajahi hubungan yang kompleks antara
masyarakat pribumi dan pemerintah kolonial Belanda. Penelitian ini diharapkan
dapat memberikan wawasan yang lebih dalam terhadap faktor-faktor kultural,
sosial, ekonomi, dan agama yang membentuk dinamika sosial pada periode
tersebut.

METODE
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tujuan
mendalamkan pemahaman tentang corak historiografi Pemberontakan Petani
Banten 1888, khususnya dalam konteks pengaruh Mazhab Annales dan
pendekatan ilmu-ilmu sosial. Pendekatan kualitatif dipilih karena menitikberatkan
pada interpretasi dan pemahaman mendalam terhadap konteks sejarah,
memberikan ruang bagi analisis yang kompleks terhadap berbagai dimensi
peristiwa.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dokumen-
dokumen historis, arsip, buku-buku sejarah, artikel, dan karya tulis Sartono
Kartodirjo terkait Pemberontakan Petani Banten 1888. Data-data tersebut menjadi
landasan utama untuk menggali wawasan tentang perkembangan historiografi
Indonesia pada periode tersebut.
Teknik pengumpulan data melibatkan studi kepustakaan secara mendalam
dengan penelusuran sumber-sumber primer dan sekunder yang relevan. Analisis
dokumen menjadi fokus utama, memeriksa narasi Sartono Kartodirjo dan konteks
sejarahnya untuk mengidentifikasi pergeseran paradigma historiografi serta
dampaknya terhadap pemahaman kita terhadap Pemberontakan Petani Banten
1888.
Instrumen pengumpulan data melibatkan penilaian kritis terhadap narasi
sejarah, mencermati sudut pandang, argumentasi, dan metodologi yang digunakan
oleh Sartono Kartodirjo. Pemahaman mendalam terhadap konteks sosio-kultural
dan politik pada masa itu akan menjadi landasan untuk memahami pemikiran
historiografi yang mendasari tulisan tersebut.
Prosedur pengumpulan data dimulai dengan identifikasi sumber-sumber
primer dan sekunder yang relevan. Kedua, studi kepustakaan mendalam dilakukan
untuk merinci sudut pandang Sartono Kartodirjo dan menganalisis cara ia
menyajikan Pemberontakan Petani Banten 1888. Ketiga, data yang terkumpul
dianalisis dengan mengacu pada kerangka teoritis Mazhab Annales dan
pendekatan ilmu-ilmu sosial.

4
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan
pendekatan hermeneutik untuk memahami konteks sejarah dan pendekatan kritis
terhadap narasi. Data yang diperoleh akan diinterpretasikan secara mendalam,
mengidentifikasi pola-pola historiografi, pemikiran historis, dan implikasi
metodologis dari tulisan Sartono Kartodirjo.
Dengan merinci metode penelitian ini, diharapkan penelitian dapat
memberikan kontribusi dalam pemahaman lebih lanjut terhadap corak
historiografi Pemberontakan Petani Banten 1888 dan pengaruhnya terhadap
pengembangan sejarah di Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pemberontakan Petani Banten 1888 sebagai Studi Awal Gerakan Sosial di


Indonesia
Sartono Kartodirjo melalui karyanya memberikan kontribusi penting sebagai studi
awal mengenai gerakan sosial di Indonesia. Dalam konteks ini, Pemberontakan
Petani Banten 1888 tidak hanya menjadi titik fokus, tetapi juga menciptakan
landasan untuk pemahaman lebih mendalam terhadap dinamika gerakan sosial
pada masa itu. Sartono menunjukkan keberanian dalam mengangkat isu-isu sosial
yang bersifat kompleks, membantu mendorong munculnya karya-karya sejenis
dengan fokus yang berbeda mengenai peristiwa sejarah tersebut.

Anti-Tesis terhadap Historiografi Kolonial Belanda-Sentris


Karya ini menunjukkan nilai yang luar biasa sebagai suatu anti-tesis terhadap
pandangan historiografi kolonial yang cenderung Belanda-sentris. Dengan kritis,
Sartono Kartodirjo menyoroti kecenderungan historiografi yang terfokus pada
lembaga-lembaga pemerintah, mengabaikan peran aktif rakyat dan kaum tani
dalam peristiwa sejarah. Melalui pengambilan sudut pandang yang berbeda,
Sartono berhasil menggiring fokus penulisan sejarah ke arah yang lebih inklusif,
menciptakan suatu narasi sejarah yang mencerminkan keberagaman dan
kompleksitas peran aktor dalam peristiwa sejarah tersebut.
Dalam mengejar anti-tesisnya, Sartono Kartodirjo tidak hanya menciptakan
pemahaman yang lebih seimbang, tetapi juga menghadirkan suatu perspektif yang
memberdayakan rakyat dan kaum tani sebagai pemain utama dalam panggung
sejarah. Pemilihan sudut pandang yang berbeda ini mengubah paradigma
penulisan sejarah, membuka jalan untuk memasukkan suara-suara yang selama ini
terpinggirkan atau diabaikan. Sebagai hasilnya, karya ini bukan hanya sebuah
kontrapoin terhadap narasi yang telah mapan, tetapi juga sebagai suatu dorongan
untuk mengeksplorasi dimensi-dimensi baru dalam merangkai cerita sejarah yang
lebih lengkap dan akurat.
Dengan demikian, karya ini tidak sekadar menjadi alat koreksi terhadap
ketidakseimbangan dalam historiografi kolonial, tetapi juga sebagai sumber

5
inspirasi untuk penulisan sejarah yang lebih inklusif dan beragam. Nilai anti-
tesisnya merangsang pertanyaan-pertanyaan kritis tentang siapa yang seharusnya
menjadi narator sejarah dan siapa yang seharusnya mendominasi panggung
sejarah, menciptakan terobosan yang mendalam dalam cara kita memahami dan
meresapi sejarah Indonesia.

Pembangkitan Penulisan Sejarah Lokal yang Kompleks dan Bermakna


Salah satu makna penting dari historiografi ini adalah pembangkitan penulisan
sejarah lokal yang kompleks dan memiliki makna. Sartono membawa perhatian
pada aspek-aspek lokal yang sering diabaikan oleh historiografi mainstream.
Dengan demikian, ia membuka pintu untuk penelitian lebih lanjut mengenai
sejarah lokal, menggali nuansa khusus dan makna mendalam dari peristiwa
sejarah tertentu.

Pendekatan Multi-Dimensional dalam Analisis Sejarah


Sartono Kartodirjo memberikan nilai tambah dengan pendekatannya yang multi-
dimensional dalam menganalisis sejarah. Ia mencermati aspek-aspek yang sering
diabaikan oleh penelitian sebelumnya, seperti dinamika kultural aliran-aliran
mesianik, konstitutif gerakan milenari, dan kolektif sosial. Pendekatan ini
memperkaya analisis sejarah Pemberontakan Petani Banten 1888, memberikan
gambaran yang lebih utuh dan mendalam.

Pemberontakan Petani Banten 1888 sebagai Gejolak Gerakan Milenari


Melalui pemahaman terperinci, Sartono Kartodirjo menggambarkan
Pemberontakan Petani Banten 1888 sebagai gejolak yang ditimbulkan oleh
gerakan milenari. Ramalan tentang kedatangan Mahdi dalam Islam menjadi
pemicu emosi dan kecemasan di kalangan rakyat. Analisis mendalam terhadap
konteks sosial dan religius memberikan wawasan tentang bagaimana keyakinan
terhadap Mahdi menjadi alat pembangkit semangat untuk melawan dominasi
kolonial.

Pemberontakan sebagai Protes Politik dan Agama


Selain dimotivasi oleh kebangkitan agama, Pemberontakan Petani Banten 1888
juga merupakan bentuk protes politik. Ketidakpuasan terhadap peraturan
pemerintah, termasuk penarikan pajak dan penetrasi administrasi kolonial,
mendorong rakyat untuk menentangnya. Pernyataan Residen Priangan yang
menyebutkan bahwa persoalan tersebut bersifat politik, bukan keagamaan, tidak
sepenuhnya dapat menutup kemungkinan adanya dimensi politik yang terlibat
dalam gerakan tersebut.

6
Peran Sentral Para Kyai dalam Pemberontakan
Pembahasan secara sistematis mengenai aktivitas para kyai, terutama Haji Abdul
Karim, Haji Tubagus Ismail, dan Haji Wasid, menunjukkan peran sentral mereka
dalam pemberontakan. Sartono menggambarkan dengan cermat pertemuan-
pertemuan rahasia dan kedok pesta yang dilakukan para pemimpin
pemberontakan, mengungkapkan kompleksitas dan kerahasiaan perencanaan
gerakan tersebut.

Milenarisme dengan Nuansa Revolusioner


Meskipun Sartono menyebut gerakan milenari itu bersifat Islam klasik, pembaca
mengenali adanya nuansa revolusioner dalam imajinasi pemberontak terhadap
sosok Mahdi. Penyelarasan ramalan-ramalan Mahdi dengan kondisi alam dan
bencana di sekitar masa itu menciptakan suasana revolusioner, menjelaskan
dorongan untuk melakukan upaya-upaya revolusi.

Kesimpulan dan Implikasi Metodologis


Sartono mengakhiri pembahasan dengan menjelaskan jalannya pemberontakan
secara kronologis, menciptakan pemahaman mendalam tentang proses
pematangan dan persiapan final. Namun, pertanyaan tentang bagaimana
pemerintah kolonial tidak mengetahui persiapan tersebut tetap diragukan,
menunjukkan kompleksitas dan kerahasiaan aktivitas pemimpin pemberontakan.

Pemberontakan sebagai Benturan Antara Penduduk Pribumi dan


Pemerintah Kolonial
Pemberontakan Petani Banten 1888, meskipun tidak berlangsung lama dan
berakhir dengan vonis hukuman mati, mencerminkan benturan antara penduduk
pribumi dan pemerintah kolonial. Analisis Sartono menggunakan berbagai
pendekatan, termasuk kelas-kelas sosial, faktor kultural, agama, ekonomi, dan
sosial, memberikan gambaran yang komprehensif tentang kompleksitas peristiwa
tersebut.
Pemberontakan Petani Banten 1888, kendati berlangsung dalam rentang
waktu yang singkat dan berakhir tragis dengan vonis hukuman mati, menjadi
peristiwa yang mencerminkan benturan mendalam antara penduduk pribumi dan
pemerintah kolonial Belanda. Analisis yang dilakukan oleh Sartono Kartodirjo
menghadirkan pendekatan yang sangat holistik, mempergunakan berbagai
perspektif untuk mengurai lapisan-lapisan kompleksitas dalam peristiwa tersebut.
Sartono tidak hanya menyajikan gambaran yang komprehensif, melainkan
juga mengadopsi pendekatan multidimensional yang melibatkan kelas-kelas sosial,
faktor kultural, agama, ekonomi, dan aspek sosial lainnya. Analisis kelas sosial
merinci peran masing-masing kelompok dalam peristiwa, sementara pendekatan
faktor kultural memperkaya pemahaman tentang nilai-nilai dan norma-norma
yang membentuk dinamika konflik. Aspek agama diperhatikan dengan seksama,

7
terutama dalam konteks ramalan tentang kedatangan Mahdi dalam Islam yang
menjadi pemicu gerakan ini.
Selanjutnya, analisis ekonomi dan sosial memberikan wawasan mendalam
tentang ketidakpuasan ekonomi yang melanda kaum petani Banten dan peran
pentingnya dalam memicu pemberontakan. Dengan merinci dampak ekonomi
pada pemberontakan, Sartono Kartodirjo menggambarkan bahwa konflik ini
bukan semata-mata tentang ketidaksetaraan sosial, melainkan juga mencakup
perjuangan ekonomi yang dihadapi oleh masyarakat setempat.
Dengan cara ini, analisis Sartono tidak hanya menciptakan narasi tentang
peristiwa tersebut tetapi juga membongkar lapisan-lapisan kompleksitas yang
mendasarinya. Dalam konteks ini, Pemberontakan Petani Banten 1888 menjadi
suatu titik fokus yang memungkinkan kita untuk lebih memahami dinamika
kompleks dalam hubungan antara penduduk pribumi dan pemerintah kolonial
Belanda pada periode tersebut.

Pentingnya Pemberontakan sebagai Studi Awal Gerakan Sosial


Penelitian ini memperlihatkan signifikansi Pemberontakan Petani Banten
1888 sebagai studi awal yang memperkenalkan wawasan mendalam tentang
gerakan sosial di Indonesia. Sartono Kartodirjo dengan teliti membuka pintu lebar
bagi penelitian lebih lanjut mengenai dinamika gerakan sosial, menyumbangkan
kontribusi penting untuk pemahaman peran krusial yang dimainkan oleh rakyat
dan kaum tani dalam peristiwa sejarah. Dengan fokus yang tepat pada
pemberontakan ini, penelitian ini mendorong pertumbuhan karya-karya sejenis
yang dapat mengeksplorasi ruang lingkup spasial dan temporal yang berbeda,
mengungkapkan keragaman dan kompleksitas gerakan sosial di berbagai konteks
sejarah Indonesia.
Pentingnya studi ini tidak hanya terletak pada deskripsi peristiwa
pemberontakan itu sendiri, melainkan juga pada implikasinya sebagai landasan
untuk menyelidiki lebih lanjut peran masyarakat dalam merespons ketidakpuasan
dan aspirasi sosial. Dengan membawa perhatian pada gerakan sosial, penelitian ini
membangun fondasi yang kuat untuk memahami dinamika perubahan sosial di
Indonesia, khususnya dalam konteks perlawanan terhadap penjajahan kolonial
Belanda.
Selanjutnya, fokus penelitian yang cermat pada Pemberontakan Petani Banten
1888 juga memberikan dorongan penting untuk menjelajahi peristiwa serupa
dalam rentang geografis dan waktu yang berbeda. Dengan demikian, penelitian ini
tidak hanya memberikan wawasan yang mendalam tentang satu peristiwa sejarah
tertentu, tetapi juga membuka pintu menuju pemahaman yang lebih komprehensif
tentang pergerakan sosial di Indonesia.

8
Anti-Tesis terhadap Historiografi Kolonial Belanda-Sentris
Sebagai anti-tesis terhadap historiografi kolonial yang Belanda-sentris, karya
ini menggambarkan tantangan dan kritik yang diajukan oleh Sartono. Pengambilan
sudut pandang yang berbeda ini merangsang pemikiran kritis terhadap penulisan
sejarah yang cenderung mengabaikan peran rakyat dan fokusnya hanya pada
lembaga-lembaga pemerintah. Dengan demikian, penelitian ini menggugah
kembali keberagaman perspektif dan sudut pandang dalam menulis sejarah.
Sebagai bentuk anti-tesis terhadap historiografi kolonial yang Belanda-sentris,
karya ini melukiskan tantangan dan kritik yang diberikan oleh Sartono Kartodirjo
terhadap narasi sejarah yang selama ini dominan. Dengan tegas mengambil sudut
pandang yang berbeda, penelitian ini menjadi pendorong bagi pemikiran kritis
terhadap praktik penulisan sejarah yang cenderung mengabaikan peran rakyat
dan terfokus hanya pada lembaga-lembaga pemerintah kolonial.
Sartono Kartodirjo, dengan tekadnya, membongkar ketidakseimbangan dalam
historiografi kolonial yang lebih suka menyoroti kontribusi dan peran pemerintah
Belanda, sering kali mengesampingkan suara dan perjuangan masyarakat pribumi.
Pemilihan sudut pandang yang berbeda ini menjadi pendorong untuk menggugah
kembali keberagaman perspektif dan sudut pandang dalam menulis sejarah.
Dengan mempertanyakan asumsi-asumsi dasar yang mendasari penulisan sejarah
yang dominan, Sartono Kartodirjo memberikan warna baru pada narasi sejarah
Indonesia.
Penelitian ini, sebagai anti-tesis, bukan hanya mengoreksi ketidakseimbangan
tersebut, tetapi juga menunjukkan pentingnya mendengarkan suara rakyat,
terutama dalam konteks perlawanan dan perubahan sosial. Dengan menekankan
peran aktif masyarakat dalam sejarah, Sartono membuka ruang untuk merajut
kembali narasi sejarah yang lebih inklusif dan akurat. Oleh karena itu, penelitian
ini menjadi tonggak dalam menggugah keberagaman perspektif dan sudut
pandang dalam menyusun narasi sejarah Indonesia.

Pembangkitan Penulisan Sejarah Lokal yang Kompleks


Salah satu kontribusi penting dari penelitian ini adalah pembangkitan
penulisan sejarah lokal yang kompleks. Sartono membuktikan bahwa sejarah lokal
memiliki nilai dan makna yang mendalam. Dengan mendetailkan aspek-aspek lokal
yang sering diabaikan, penelitian ini membuka jalan untuk penelitian lebih lanjut
mengenai sejarah lokal Indonesia, mendorong pengembangan wawasan yang lebih
komprehensif.
Kontribusi signifikan dari penelitian ini termanifestasi dalam upaya
membangkitkan penulisan sejarah lokal yang kompleks. Sartono Kartodirjo
dengan penuh dedikasi membuktikan bahwa sejarah lokal tidak sekadar
merupakan catatan peristiwa setempat, melainkan sebuah lanskap yang sarat
dengan nilai dan makna mendalam yang merentang jauh ke dalam akar budaya
dan identitas masyarakat.
Penelitian ini memberikan sorotan khusus pada aspek-aspek lokal yang sering
diabaikan atau dilewatkan dalam penelitian sejarah yang lebih umum. Dengan
memperinci dan menggali detil-detil lokal yang mungkin dianggap sepele,
penelitian ini berfungsi sebagai terang bagi kekayaan dan kompleksitas sejarah

9
lokal Indonesia. Tindakan ini membuka pintu lebar untuk penelitian lebih lanjut
dalam ranah sejarah lokal, mendorong para peneliti untuk menjelajahi nuansa-
nuansa tersembunyi yang membentuk identitas setiap komunitas lokal.
Penelitian ini, dengan demikian, tidak hanya berhenti pada penciptaan narasi
sejarah Pemberontakan Petani Banten 1888, tetapi juga menjadi pionir dalam
pengembangan wawasan komprehensif mengenai sejarah lokal Indonesia secara
umum. Kontribusi ini memiliki dampak jangka panjang, memperkaya literatur
sejarah dengan sudut pandang yang lebih inklusif dan memahami keberagaman
serta kompleksitas lapisan sejarah setiap wilayah di Indonesia. Sebagai hasilnya,
penelitian ini tidak hanya menjadi tonggak dalam pemahaman tentang peristiwa
spesifik, tetapi juga sebagai penyemangat bagi penelitian mendalam dan mendetail
pada tingkat lokal, merintis jalan untuk menggali lebih dalam lagi ke dalam kaya
akan sejarah Indonesia.

Pendekatan Multi-Dimensional dalam Analisis Sejarah


Sartono Kartodirjo berhasil menghadirkan pendekatan multi-dimensional
dalam analisis sejarah Pemberontakan Petani Banten 1888. Melalui penelitiannya,
ia memberikan pemahaman yang lebih utuh, memperkaya analisis dengan
mempertimbangkan aspek-aspek yang sering diabaikan. Dengan cara ini,
penelitian ini tidak hanya menggambarkan peristiwa, tetapi juga memberikan
konteks yang lebih luas untuk pemahaman lebih baik.
Sartono Kartodirjo telah berhasil mengintegrasikan pendekatan multi-dimensional
secara brilian dalam analisis sejarah Pemberontakan Petani Banten 1888. Melalui
karyanya, ia tidak hanya sekadar mencatat peristiwa, tetapi juga secara mendalam
memperkaya analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek yang sering diabaikan
dalam penelitian sejarah konvensional.
Pendekatan multi-dimensional Sartono Kartodirjo mencakup analisis dari berbagai
perspektif, termasuk aspek sosial, politik, ekonomi, dan agama. Pemahaman yang lebih
utuh dihasilkan melalui kajian mendalam terhadap dinamika masyarakat pada saat itu,
memberikan wawasan yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang memicu
pemberontakan. Dengan memasukkan elemen-elemen yang sering terabaikan, penelitian
ini membuka pintu ke dimensi-dimensi baru dalam memahami sejarah, menjembatani
kesenjangan dalam narasi sejarah yang lebih tradisional.
Selain itu, pendekatan multi-dimensional ini memberikan konteks yang lebih luas
untuk pemahaman lebih baik. Sartono Kartodirjo tidak hanya berkutat pada peristiwa
permukaan, tetapi juga menggali akar penyebabnya, menyajikan gambaran yang lebih
kaya akan latar belakang sosio-kultural dan politik pada masa tersebut. Dengan
menghadirkan pemahaman yang holistik, penelitian ini menjadi suatu kontribusi
berharga terhadap literatur sejarah, membentuk landasan yang kuat untuk pemahaman
lebih mendalam tentang Pemberontakan Petani Banten 1888 dan konteks sejarahnya
secara menyeluruh.

10
Jawaban Terhadap Permasalahan dan Tujuan Penelitian
Dalam menjawab permasalahan dan tujuan penelitian, Pemberontakan Petani
Banten 1888 terbukti sebagai gejolak sosial yang kompleks, dipicu oleh gerakan
milenari dan ketidakpuasan terhadap pemerintah kolonial. Para kyai, terutama
Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, dan Haji Wasid, memainkan peran sentral
dalam perencanaan dan pelaksanaan pemberontakan. Pemahaman ini
memberikan gambaran yang lebih lengkap tentang corak historiografi
pemberontakan ini, menyajikan analisis yang mendalam dan kontribusi berharga
terhadap literatur sejarah Indonesia.
Dalam menanggapi permasalahan dan tujuan penelitian terkait
Pemberontakan Petani Banten 1888, kita menyaksikan sebuah gejolak sosial yang
tak terelakkan, dipicu oleh serangkaian faktor kompleks yang mencakup gerakan
milenari dan ketidakpuasan terhadap pemerintah kolonial Belanda.
Pemberontakan ini menjadi sebuah panggung dramatis di mana para kyai,
terutama tokoh-tokoh agama seperti Haji Abdul Karim, Haji Tubagus Ismail, dan
Haji Wasid, memegang peran sentral dalam perencanaan dan pelaksanaannya.
Pentingnya pemahaman ini menjadi tergambar dalam analisis yang mendalam
terhadap corak historiografi pemberontakan ini, sebagaimana diungkapkan oleh
Sartono Kartodirjo. Melalui pendekatan kritis dan multi-dimensionalnya, Sartono
Kartodirjo berhasil menguraikan keragaman dan kompleksitas peristiwa tersebut,
memberikan kontribusi berharga yang melampaui batasan sejarah konvensional.
Hasil dan pembahasan ini bukan sekadar menyoroti fakta-fakta kronologis, tetapi
juga merinci lapisan-lapisan makna mendalam yang melibatkan aspek gerakan
milenari, dinamika sosial, dan ketidakpuasan terhadap penjajahan.
Dengan demikian, analisis ini memberikan pemahaman yang lebih mendalam
tentang corak historiografi Pemberontakan Petani Banten 1888 yang diusung oleh
Sartono Kartodirjo. Kritiknya terhadap historiografi kolonial Belanda yang
cenderung mengabaikan peran rakyat dan kaum tani membuka mata kita terhadap
peran sentral mereka dalam pemberontakan ini. Pendekatan multi-dimensional
Sartono Kartodirjo juga membuka pintu untuk memahami peristiwa ini dalam
konteks lebih luas, tidak hanya sebagai perlawanan petani, tetapi juga sebagai
refleksi kompleksitas politik, sosial, dan agama pada masanya.
Dengan demikian, hasil dan pembahasan ini bukan hanya mengenai
Pemberontakan Petani Banten 1888 sebagai peristiwa sejarah, tetapi juga
mengenai pemikiran kritis Sartono Kartodirjo yang membentuk corak historiografi
tersebut. Kontribusinya melalui analisis mendalamnya merambah ke dimensi-
dimensi yang lebih dalam, mengenai akar penyebab, peran tokoh-tokoh agama,
dan implikasi gerakan ini terhadap hubungan masyarakat pribumi dengan
pemerintah kolonial Belanda. Sebagai suatu keseluruhan, analisis ini tidak hanya
memperkaya literatur sejarah Indonesia, tetapi juga memberikan landasan yang
lebih kuat bagi pemahaman kita terhadap dinamika sejarah bangsa ini.

11
Melalui hasil dan pembahasan ini, kita dapat lebih memahami corak historiografi
Pemberontakan Petani Banten 1888 yang dihadirkan oleh Sartono Kartodirjo.
Pendekatan kritis dan multi-dimensionalnya menggambarkan keragaman,
kompleksitas, dan makna mendalam dari peristiwa sejarah ini, memberikan
kontribusi berharga terhadap perkembangan penulisan sejarah Indonesia.

SIMPULAN
Perkembangan historiografi di Indonesia meliputi historiografi tradisional
yang bersifat religio-magis, kemudian historiografi kolonial yang bersifat
Neerlandosentris, serta historiografi Indonesia modern yang bersifat
Indonesiasentris. Ketiga bentuk penulisan sejarah tersebut memiliki sudut
pandang dan jiwa zaman yang berbeda sesuai masanya.
Pendekatan multidimensional yang digunakan dalam penulisan historiografi
Indonesia modern sangat diperlukan agar penulisan sejarah Indonesia bersifat
Indonesiasentris dan tidak lagi bersifat Neerlandosentris. Selain itu, pendekatan
ilmu-ilmu sosial juga diperlukan untuk menganalisis peristiwa mikrohistori yang
terjadi di kalangan petani atau masyarakat biasa. Peristiwa sejarah tersebut dapat
dikaji sampai pada pertanyaan bagaimana dan mengapa peristiwa itu terjadi serta
faktor apakah yang melatarbelakangi peristiwa tersebut. Dengan pendekatan-
pendekatan tersebut, penulisan sejarah Indonesia tidak hanya terbatas pada
sejarah politik atau sejarah orang-orang besar.
Pendekatan-pendekatan ekonomi, politik, dan kultural digunakan untuk
menganalisis terjadinya pemberontakan sehingga penyebab pemberontakan,
tokoh-tokoh pemimpin, serta paham yang melatarbelakangi pemberontakan dapat
diuraikan secara rinci. Analisis multidimensional tersebut membuktikan bahwa
pandangan-pandangan Neerlandosentris yang menganggap rakyat dan kaum tani
hanya memainkan peranan yang sangat pasif saja itu tidak benar. Sebaliknya
dengan sudut pandang Indonesiasentris, kaum petani Banten memegang peran
utama dalam peristiwa pemberontakan ini.
Dalam perkembangan historiografi Indonesia, melibatkan tiga fase utama—
historiografi tradisional, historiografi kolonial, dan historiografi Indonesia modern
—muncul sebagai refleksi jiwa dan sudut pandang zaman masing-masing.
Historiografi tradisional, yang cenderung bersifat religio-magis, memberikan
gambaran tentang bagaimana masyarakat mengenali dirinya dalam konteks alam
dan spiritualitas. Seiring berjalannya waktu, historiografi kolonial dengan ciri
Neerlandosentrisnya menggambarkan pengaruh penjajahan Belanda terhadap
narasi sejarah Indonesia.
Dalam konteks ini, historiografi Indonesia modern menjadi landasan untuk
membangun sudut pandang yang bersifat Indonesiasentris. Penggunaan
pendekatan multidimensional menjadi esensial, memungkinkan pemahaman yang
lebih mendalam dan kaya akan nuansa dalam merekam peristiwa sejarah. Selain
itu, pendekatan ilmu-ilmu sosial membuka peluang untuk menganalisis peristiwa

12
mikrohistori, memberikan perhatian khusus pada peran petani dan masyarakat
biasa dalam dinamika sejarah.
Pentingnya pendekatan ekonomi, politik, dan kultural dalam analisis
pemberontakan menjadi terlihat. Hal ini memungkinkan kita untuk
mengeksplorasi tidak hanya fakta-fakta peristiwa, tetapi juga mengapa dan
bagaimana peristiwa tersebut terjadi. Pandangan multidimensional ini
membuktikan bahwa sudut pandang Neerlandosentris yang meremehkan peran
rakyat dan kaum tani sebagai pasif tidaklah akurat. Sebaliknya, melalui lensa
Indonesiasentris, pemberontakan ini mengungkapkan peran utama yang
dimainkan oleh kaum petani Banten.
Dengan demikian, kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa
perkembangan historiografi Indonesia mencerminkan evolusi pandangan terhadap
masa lalu, dari dominasi pihak penjajah hingga pencarian identitas nasional.
Pemahaman yang lebih dalam melalui analisis multidimensional dan pendekatan
ilmu-ilmu sosial memberikan wawasan yang kaya terhadap peristiwa sejarah,
melampaui batasan sejarah politik dan tokoh-tokoh besar. Dengan demikian,
historiografi Indonesia modern bukan hanya catatan kronologis, tetapi juga cermin
kompleksitas dan keberagaman dalam perjalanan sejarahnya.

DAFTAR PUSTAKA
Kartodirdjo, Sartono. 1984. Pemberontakan Petani Banten 1888. Jakarta : Pustaka
Jaya.
Kartodirdjo, Sartono. 2014. Pemikiran Dan Perkembangan Historiografi Indonesia.
Yogyakarta : Ombak
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.
Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Kuntowijoyo. 2003. Metodologi Sejarah. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana.
Rahman Hamid, Abd dan Muhammad Saleh Madjid. 2014. Pengantar Ilmu Sejarah.
Yogyakarta : Ombak.

13

Anda mungkin juga menyukai