Anda di halaman 1dari 2

NAMA NIM/ OFF.

: IKSA SOKA PINPAWATI : 110731435541 / B (Pendidikan Sejarah) RESUME SEJARAH SOSIAL: KONSEPTUALISASI, MODEL DAN TANTANGANNYA Sartono Kartodirdjo, Kuntowojoyo, dan Bambang Purwanto

Buku Sejarah Sosial: Konseptualisasi, Model dan Tantangannya merupakan buku yang relatif mudah untuk dipahami oleh para pemula karena bukunya tidak terlalu tebal dan juga menarik. Buku ini terdiri dari tiga bagian. Dimana bagian pertama berisi tiga tulisan dari Sartono Kartodirdjo, Kuntowijoyo, dan J. Jean Hecht yang membahas tentang konsep dan mode dalam sejarah sosial. Bagian dua merupakan historiografi, yang berisi empat tulisan yang termasuk dalam kajian sejarah sosial. Serta bagian ketiga yang merupakan tantangan yang dihadapi dalam sejarah sosial, terutama yang lebih bersifat ke Indonesia-an dengan mengambil latar sosial kehidupan sehari-hari di kota Jakarta. Bagian Konseptualisasi. Pada bagian ini dijelakan mengenai pengertian-pengertian, konsep-konsep, dan model penulisan (metodologis) dari sejarah sosial dari beberapa ahli. Dimana menurut tulisan Sartono Kartodirdjo pada abad ke-20, Sejarah sosial diartikan sebagai sejarah gerakan sosial, gerakan agama, gerakan nasionalis, berbagai aliran ideologi, sejarah demografis, dan perkembangan golongan-golongan sosial serta gaya hidupnya. Sedangkan salah satu tema pokok dari sejarah sosial tentunya adalah perubahan sosial. Sedangkan menurut Kuntowijoyo kebanyakan sejarah sosial juga mempunyai hubungan yang erat dengan sejarah ekonomi sehingga menjadi semacam sejarah sosial-ekonomi. Selain itu J. Jean Hecht berpendapat bahwa sejarah sosial merupakan studi tentang struktur dan proses tindakan serta tindakan timbal balik manusia sebagaimana telah terjadi dalam konteks sosio-kultural dalam masa lampau yang tercatat. Dimana sumber-sumber sejarah sosial beraneka warna. Salah satu sumber penting yaitu dokumen-dokumen pribadi seperti surat-surat, catatan harian, buku harian. Bagian Historiografi. Sedangkan pada bagian kedua ini Sartono Kartodirdjo ingin penulisan sejarah Indonesia menjadi lebih Indonesia-sentris. Dimana berfokus terhadap pergerakan sosial sebagai dampak langsung dari sejarah politik yang akhirnya akan berpengaruh langsung bagi masyarakat. Sedangkan pergerakan sosial dikaji menggunakan pendekatan strukturalis sehingga menempatkan suatu peristiwa pada sosio-kulturalnya. Pergerakan sosial sebagai aktivitas kolektif bertujuan hendak mewujudkan atau sebaliknya, menolak suatu perubahan dari susunan masyarakat, seringkali dengan jalan radikal dan revolusioner. Untuk memahami

secara mendalam mengenai pergerakan sosial sebagai proses golongan aksi maka perlu menggunakan teori ilmu sosial lain, seperti sosiologi, antropologi, dan politikologi. Sedangkan Mutiah Amini yang membahas tentang munculnya biro perkawinan akibat beberapa permasalahan dalam perkawinan keluarga Jawa pada awal abad ke-20 dikarenakan perkawinan dikategorikan sebagai aib keluarga yang harus dirahasiakan, sehingga masalah poligami dan masalah pernikahan dini selalu menyudutkan posisi perempuan, seolah-olah nilai perempuan menjadi sangat rendah. Hingga munculnya beberapa simpati terhadap kaum perempuan Jawa dengan mulai didirikan biro konsultasi perkawinan seperti Advis-Bureau yang berfungsi memberikan solusi terhadap permasalahan dalam perkawinan. Selanjutnya Dwi Ratna Nurhajarini yang membahas mengenai perubahan mode pakaian perempuan dalam kota yang berubah menjelaskan bahwa berpakaian bukan hanya memenuhi kebutuhan biologis untuk melindungi tubuh dari panas, dingin, dan gigitan serangga namun juga terkait dengan adat istiadat, pandangan hidup, peristiwa, kedudukan atau status, dan juga identitas. Pakaian adalah kulit sosial dan kebudayaan. Pakaian merupakan ekspresi dari identitas seseorang. Pakaian juga berperan besar dalam menentukan citra seseorang. Sehingga perubahan kostum pada masyarakat tidak hanya berkaitan dengan dunia mode karena kostum juga menggambarkan transisi dalam memahami diri, masyarakat, dan Negara. Pakaian dengan demikian mencerminkan sejarah, hubungan kekuasaan, perbedaan pandangan sosial politik dan religi, serta menunjukkan adanya persebaran komoditas dagang dan ide-idenya. Yang Tersisa di Tengah Kemajuan: Kaum Miskin di Kota di Malang, 1916 1950. Tulisan Reza Hudianto yang berlatar kehidupan sosial masyarakat perkotaan di Malang masa kolonial pada kurun waktu 1916 1950 lebih banyak menjelaskan mengenai kaum marginal yaitu gelandangan, pengemis, dan aktivitas prostitusi dan bukan tokoh pemimpin atau gubernur jenderal. Gelandangan dan pengemis tersebut muncul karena tidak mampu mengikuti perkembangan kota dari sistem ekonomi feodal ke kapitalis. Sedangkan prostitusi merupakan bagian gaya hidup perkotaan di Malang yang diibaratkan sebagai komoditi serta dalam praktek prostitusi tersebut melibatkan wanita dan konsumen yaitu pria pribumi, tentara Belanda (militer dan polisi), pelaut Belanda. Kelompok-kelompok marginal tersebut merupakan sisi lain dari gemerlapnya pembangunan kota-kota masa kolonial pada umumnya, termasuk kota Malang. Bahkan keberadaan kelompok miskin tersebut masih terus berlangsung hingga saat ini hingga fenomena tersebut dapt dimasukkan dalam budaya, yaitu budaya kemiskinan. Keadaan tersebut memang sulit untuk diubah namun bukan berarti tidak bisa. Akan tetapi hingga saat ini dalam kenyataannya budaya kemiskinan tetap berlangsung.

Anda mungkin juga menyukai