Anda di halaman 1dari 7

Nama : WIRMA NAZILA

Nim : 1906101020049
Mata Kuliah : Historiografi
Reg : 04

Antara tahun 1942-1945, Indische Geschiedenis dijadikan "Sejarah In donesia" di bawah


pengawasan dan sensor ketat badan-badan pro paganda dan kebudayaan bentukan Pemerintah
Militer Jepang. Se jalan dengan perubahan dari "Hindia Belanda" menjadi "Indonesia,"
muricui pemujaan berlebihan terhadap bangsa Indonesia serta ke budayaannya, sedang
bangsa Belanda dilukiskan sebagai penjajah, musuh serta sebab musabab segala penderitaan
di Indonesia.

Karena penyensoran tersebut, jumlah buku tentang sejarah Indo nesia tidak cukup
menimbulkan masalah. Tetapi, sesudah tahun 1945 bersamaan dengan lenyapnya Pemerintah
Militer Jepang dan dengan diperkenalkannya sistem pendidikan yang seragam oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan di seluruh wilayah Indonesia, jumlah orang yang
berusaha menulis buku pelajaran sejarah Indonesia me ningkat dengan cepat, terutama di
antara mereka yang menaruh kepedulian langsung terhadap pendidikan dasar.

Kendati demikian, rangkaian masalah yang diajukan seminar ter sebut maupun diskusi
mengenainya tidak mendorong terciptanya suatu sistem pelajaran sejarah yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Sebaliknya, seminar tersebut bahkan menimbulkan ma
salah baru, yakni mengenai mungkin-tidaknya penyusunan suatu filsafat sejarah nasional.
Dengan kata lain, seminar justru memun culkan masalah apakah filsafat sejarah pada
umumnya akan berman faat dalam upaya menyajikan sejarah bangsa atau negara tertentu.
Pendek kata, masalah pokok yang ditugaskan kepada Seminar Se jarah untuk dipecahkan
secara integral terbukti merupakan soal filo sofis dan bukan semata-mata masalah sejarah.
Karena topik-topik seminar tidak dipahami sebagai bagian dari suatu keseluruhan yang
integral, pembahasan mengenai penulisan sejarah juga tidak menghasilkan penjelasan yang
mendasar. Seminar tersebut hanya menghasilkan beberapa pendapat yang simpang-siur
tentang penulisan dan pengajaran sejarah Indonesia sebagai sejarah nasional, yang justru
membingungkan karena tidak berpedoman pada disiplin ilmu sejarah.
Dengan memusatkan perhatian pada sejarah orang Indonesia saja, ada kemungkinan untuk
menegaskan keberadaan "Sejarah Bangsa Indonesia", yakni sejarah dari bangsa Indonesia
sejak zaman pra sejarah-protosejarah sampai sekarang. Sejarah semacam itu akan me liputi:
Sejarah bangsa Indonesia di daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan Indonesia yang dapat
mempertahankan kedaulatannya sampai ta hun 1910.
Sejarah bangsa Indonesia di daerah-daerah dan kerajaan-kerajaan yang mengakui kekuasaan
Inggris sampai tahun 1824 dan ke kuasaan Portugis atau Belanda sampai tahun 1910.
Sejarah bangsa Indonesia secara keseluruhan pada masa HindiaBelanda.
Sejarah bangsa Indonesia sesudah tahun 1945.
Di samping itu, tidak mungkin mengabaikan keberadaan daerah daerah dan kerajaan-kerajaan
yang dikuasai oleh Portugis sejak tahun 1511, Inggris sampai tahun 1824 dan Belanda sampai
paruh pertama enampuluhan ini. Sejarah kolonial merupakan sejarah bangsa-bangsa asing di
Indonesia, ditinjau dan dituturkan menurut pengertian dan kepentingan bangsa-bangsa asing
itu. Sejarah Belanda sudah ditulis secara mendalam, dan usaha perbaikannya terus
diusahakan. Mes kipun sumber-sumber Portugis dan Inggris belum diselidiki dan di pelajari
sebagaimana mestinya, sejarah Portugis di Indonesia dan. riwayat Inggris di kepulauan kita
dapat dipelajari dari karya-karya beberapa sejarawan.
Lantaran ia hendak meninggalkan jejaknya dalam proses perubah an mental bangsanya, Tan
Malaka menulis Madilog sebagai penjelasan pokok dari filsafatnya yang dirumuskan dalam
kitab kecil Pandangan Hidup. Tawaran Tan Malaka ialah Materialisme-Dialektika dan
Logika atau materialisme-dialektika sebagai pandangan hidup agar manusia Indonesia dapat
membebaskan diri dari alam kosmosentris. Proses revolusi mental dari alam kosmosentris ke
alam Madilog berjalan dengan pesat di Republik Rakyat Cina, Korea Utara, Vietnam Utara,
Eropa Timur dan sebagainya, dan menggerakkan bangsa-bangsa itu, secara sukarela maupun
secara paksa, dari dunia alam ke dunia manusia.Karena itu, apabila historiografi itu
berkembang dari batang tubuh suatu kebudayaan, dapatkah suatu pola kehidupan yang sudah
han cur menghasilkan suatu historiografi? Sebab itu ditegaskan, bahwa "salah satu segi dari
masalah pertemuan Timur dan Barat ialah bagaimana menyediakan pola kehidupan baru bagi
pola yang telah rusak.
Historiografi Indonesia, pada prinsipnya, tidak dapat dipandang sebagai sekadar suatu
penyuntingan ulang terhadap cerita lama. Un tuk menjadi disiplin ilmu, historiografi harus
berkembang dari batang tubuh perikehidupan masyarakat yang hidup. Dengan demikian, his
toriografi Indonesia tidak dapat dipisahkan dari usaha untuk me miliki kebudayaan baru yang
sesuai dengan perikehidupan dunia modern. Sejarah yang akan ditulis ialah sejarah yang
hendak melukis kan perikehidupan bangsa menurut norma-norma kebenaran ilmiah. Ilmu
sejarah dengan norma-normanya merupakan bagian mutlakdari dunia manusia yang
menghasilkannya. Bukankah dengan demikian masalah historiografi merupakan lingkaran
setan? Mematah agar visi tidak menguasai fakta, di mana seolah-olah dengan vi tersebut
perubahan ini sudah terjadi dengan sempurna.
Locher menyatakan kekhawatirannya bahwa:
Perjuangan lebih keras yang harus dilakukan bangsa Timur untuk me nerobos perspektif
dunia, dan tidak mundur ke cara pikir etnosentris yang sempit di mana semua kejadian
berkisar dalam masyarakat sendiri, me nyandangkan kepada bangsa Eropa-yang sangat
terlatih dalam cara pikir historis-tugas sejarah, yaitu tugas yang sangat khusus sebagai
pembawa pandangan sejarah dunia.
la merujuk pada cara pikir yang belum meninggalkan sifat kos mosentrisnya dan yang tidak
siap menerima kenyataan dunia sekitar nya.Karenanya, masalah yang diperbincangkan itu
ialah masalah pengalaman tentang waktu pada umumnya, dan pengalaman tentang waktu
sejarah pada khususnya. Akar perbedaan antara historiograf Indonesia dengan historiografi
Barat.
Pola historiografi adalah struktur gagasan yang ditentukan terutama oleh realitas utama.
Penyimpangan yang keterlaluan dari realitas utama yang kami amati dari luar ketika,
misalnya, meneliti historiografi Jawa, memberi kemungkinan bahwa historiografi tidak
berakar pada kebutuhan untuk menggambarkan realitas tersebut. Kebutuhan ini tentu saja
bukan sifat Homo sapiens, dan cukup dianggap sebagai produk lokal yang baru dari sebuah
evolusi yang pada tingkat awal ditandai oleh kurangnya kapasitas dalam obyektivitas; seperti
juga evolusi bahasa di mana sesuatu yang tidak bermakna sangat diperlukan untuk
menghasilkan makna, dalam historio grafi, dongeng kelihatannya merupakan tahap awal yang
perlu bagi peng gambaran yang obyektif terhadap kejadian-kejadian nyata."

Inti dari kedua pendapat itu ialah bahwa perbedaan mendasar antara historiografi Indonesia
dengan historiografi Eropa terdapat dalam tujuan serta fungsi historiografi. Apabila para
sejarawan kita tidak terbiasa dengan penelitian sejarah, ini disebabkan karena me reka
memang tidak merasa perlu akan penelitian semacam itu, sebab bagi mereka visi sejarah-
pandangan tentang perkembangan sejarah -lebih penting daripada fakta-fakta semata. Dapat
dimaklumi sekarang pentingnya syarat yang dikemukakan oleh O. Notohamidjojo bahwa
calon sejarawan harus meninggalkan cara pikir magis-mito logis serta tegak menempatkan
diri dalam realitas sejarah. Masalah filosofis ini tidak hanya mengandung arti pemindahan
perhatian seseorang dari dunia magi ke dunia sejarah: perpindahan yang di maksud adalah
perubahan psikologis total. Penelitian sejarah, his toriografi yang mengusahakan
"penggambaran obyektif dari kenyata an sebagaimana yang terjadi," hanya mungkin terjadi
apabila sese orang membutuhkan dan menghormati penggambaran yang obyektif sebagai
keharusan mutlak dari cara pikirnya. Resink mengingatkanmasa penjajahan yang meliputi
seluruh bangsa Indonesia, belum ditulis sebagai satu keseluruhan dan harus dihimpun dari
sumber sejarah kolonial. Percobaan ke arah itu telah dilaksanakan oleh de Graaf, yang
melukiskan sejarah Indonesia dan sejarah kolonial se bagai berikut:

 Indonesia dan Asia Tenggara (sampai 1650)

 Orang Barat di Indonesia (1511-1800)

 Indonesia selama masa V.O.C. (1600-1800)

 V.O.C. di luar Indonesia

 Indonesia pada masa Hindia Belanda (sejak 1800).

De Graaf melukiskan Sejarah Bangsa Indonesia di bawah V.O.C. dengan gambaran seolah-
olah seluruh bangsa Indonesia sudah di kuasai oleh V.O.C., padahal tesis van Leur
membuktikan bahwa kekuasaan V.O.C. belum meliputi daerah seluas itu. Karena tesis van
Leur benar-benar menggoncangkan sejumlah asumsi dasar sejarawan kolonial, tesisnya tidak
dihiraukan.43 Karenanya, dalam mempelajari sejarah bangsa Indonesia di daerah-daerah
penjajahan, harus disadari mana daerah-daerah yang benar-benar dikuasai dan bagaimana
sifat kekuasaan pihak asing itu.Hasil penyelidikan Resink," dilengkapi teori van Leur, benar-
benar > mendorong perubahan ruang lingkup sejarah bangsa Indonesia mau pun sejarah
kolonial sampai tahun 1910. Perubahan ini penting ar tinya bagi penilaian terhadap zaman
penjajahan Belanda maupun terhadap sejarah daerah, secara terpisah maupun sebagai unsur
dari sejarah Indonesia. Tetapi hal ini diabaikan samasekali oleh de Graaf dan kebanyakan
penulis sejarah Indonesia.
Namun yang lebih penting ketimbang perubahan-perubahan itu adalah bagaimana hal itu
terjadi. Van Leur maupun Resink meng gunakan metode-metode tertentu berdasarkan
standar-standar khusus dalam riset dan studi sejarah kolonial yang mereka lakukan. Dengan
cara ini, diperoleh pengertian yang lebih luas dan dalam tentang penjajahan dan tentang
mereka yang dijajah. Dengan demikian jelas lah bahwa cara mereka memperlakukan sejarah
regional-etnis berbeda sekali dari cara penelitian sejarah kolonial yang ada. Mengingat van
Leur, Resink dan para peneliti lainnya baru menggunakan sebagian kecil dari sumber-sumber
yang ada, dapat dibayangkan betapa hebat nya hasil yang dicapai seandainya sumber-sumber
lain diselidiki ahli.
Pernyataan itu menjadi lebih jelas apabila dibandingkan deng pernyataan sebelumnya:
Mengenai pertanyaan apakah pengamatan-pengamatan berikut juga berlak untuk historiografi
masyarakat Indonesia lainnya, saya tidak berani men berikan jawaban pasti. Secara a príori
tidak dapat digambarkan.... sehing kemungkinan tentang landasan dan perkembangan yang
sama kelihatanny mustahil. Meskipun demikian, historiografi dari luar Jawa tampaknya ju
tidak mungkin mempunyai ciri khas tersendiri. (Lebih lanjut).... untuk menghubungkannya
dengan historiografi dari masyarakat Indonesia lai nya, kita harus menemukan orang yang
melakukan upaya membiasakan diri dengan kebudayaan masyarakat tersebut. khusus untuk
Kesimpulan Berg menimbulkan revolusi dalam pandangan ter hadap sejarah kuno. Apabila
historiografi Indonesia dipengaruhi oleh pandangan-pandangan itu, kesimpulan tersebut
mungkin dapat mem bebaskan orang Indonesia dari dominasi fakta-fakta yang disusun
dengan menggunakan metode-metode di luar metode sejarah mo dern." Dengan teori itu,
dapat disusun cara-cara baru untuk me nyelidiki sumber-sumber sejarah regional-etnis.
Dengan menerapkan metode-metode penyelidikan tertentu dan dengan membandingkan nya
dengan sumber-sumber kolonial, sejarah regional-etnis ini dapat digunakan untuk
historiografi Indonesia.40 Bahwa kemungkinan-ke mungkinan penyempurnaan konsep-
konsep lama selalu terbuka, d tunjukkan oleh karya Poerbatjaraka dan de Casparis yang mens
gunakan bahan arkeologis, dan de Graaf yang menggunakan babad babad, sumber-sumber
kolonial dan sebagainya."
Maksud uraian tersebut hanyalah untuk membuka sejumlah ke mungkinan di lapangan
"Sejarah Bangsa Indonesia." Kesimpulannya lalah bahwa pandangan yang sudah diterima di
bidang sejarah kuno yang dihimpun oleh N.J. Krom dan lain-lainnya, sudah digoncang oleh
karya para ahli seperti Poerbatjaraka, Berg, de Casparis; dar bahwa sejarah-sejarah regional-
etnis kini dapat dimanfaatkan dengan menggunakan metode-metode penyelidikan
tertentu.Sejarah bangsa Indonesia di daerah-daerah penjajahan dan selama politik antar
daerah, diplomasi, perdagangan dan sebagainya, dan juga gambaran tentang hubungan antara
kerajaan-kerajaan Indonesia dengan bangsa-bangsa asing." Hubungan internasional inilah
sering menggambarkan peranan dan prestis suatu daerah dalam se jarah. Lagi pula kisah
daerah-daerah yang berada di bawah ke kuasaan penjajah dapat ditemukan dalam sejarah
kolonial.
Dengan demikian, masalah pokok historiografi Indonesia adalah menemukan titik temu
antara berbagai sejarah lokal dari bangsa Indonesia dengan sejarah kolonial, dan menentukan
bagaimana cara mempersatukannya. Kriteria apa yang harus digunakan untuk men dapatkan
sebuah cerita tunggal dari sekian banyak cerita itu? Mung kinkah memadukan sejarah
Indonesia yang Indonesia-sentris dan sejarah-sejarah lokal yang bersifat regio-sentris atau
etno-sentris serta dari sejarah-sejarah kolonial yang bersifat asing (xenocentric)? Pe nyatuan
alur-alur sejarah ini ke dalam "Sejarah Indonesia" yang me menuhi standar ilmiah yang ketat,
akan menjadi ujian untuk menila mutu penulisan sejarah di Indonesia. Sejarah umum
semacam itu harus mencapai keseimbangan yang rumit antara imajinasi sejarah dengan data
yang faktual. Itu harus berlaku adil terhadap unsur ansur daerah serta unsur-unsur asing
dalam pengungkapan berbaga kemungkinan pandangan sejarah Lagi bangsa Indonesia. Oleh
ka rena itu, tugas studi sejarah di Indonesia di antaranya ialah me rumuskan kemungkinan
sintesis, berdasarkan ketentuan-ketentuan teori dan filsafat sejarah, serta berdasarkan
sebanyak-banyaknya fak yang dikumpulkan dari sumber-sumber yang bertumpuk namun be
lum diselidiki itu, serta berdasarkan penilaian ulang terhadap da yang sudah ada."
Pada umumnya, mungkin karena Indonesia kekurangan sejarawan yang mengabdikan dirinya
pada penyelidikan ilmiah, arti penting dari fakta-fakta sebagai dasar segala penafsiran sejarah
serta pe nyusunan fakta-fakta ini ke dalam narasi sejarah, kurang mendapat perhatian.
Gagasan filsafat sejarah secara kritis analitis maupun se cara spekulatif, ditanggapi secara
dangkal. Ini mungkin terjadi karena kurangnya jumlah tenaga ahli yang terdidik dalam
penguasaan di siplin, teori maupun filsafat sejarah,Bahwa situasi itu benar-benar disadari
oleh Pemerintah Indonesia tampak jelas dari persiapan untuk mendirikan suatu lembaga
sejarah yang ditugasi untuk mengadakan koordinasi usaha pendidikan ahli sejarah,
melakukan riset, maupun memperkuat lembaga-lembaga yang ditugasi memelihara bahan-
bahan sejarah seperti Arsip Nasional dan Dinas Purbakala. Dengan kesadaran terhadap situasi
ilmu sejarah di Indonesia dewasa ini, kita perlu menyadari masalah-masalah po kok yang
dihadapi ilmu sejarah. Kesadaran ini dapat memberi pe ngertian yang lebih baik tentang
upaya bangsa Indonesia untuk menyusun cerita sejarahnya, terutama karena sudah terbukti
bahwa mereka sanggup inembuat sejarah sendiri.Plistoriografi Indonesia dengan maksud apa
pun juga, berkisar pada dosi penafsiran istilah "Indonesia. Konsep, ruang lingkup, dan ke
calaman penulisan sejarah tersebut menentukan bentuk dan sifat cerita selarah Indonesia.
Pada umumnya digunakan istilah rekonmenterian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
buku tentang sejarah nasional melalui Balai Pendidikan Guru di Bandung. Buka yang
memuat materi kursus lewat korespondensi tentang sejarah tersebut dimaksudkan sebagai
buku pegangan bagi para guru d sekolah dasar dan sekolah lanjutan, dan sebagai buku
pelajaran bag calon guru.

Banyaknya jumlah dan jenis buku sejarah itu memunculkan ke kacauan di bidang pelajaran
sejarah di sekolah-sekolah maupun di kalangan masyarakat umum. Kekacauan tersebut
terutama timbul karena buku-buku sejarah itu pada umumnya menggunakan sumber yang
sama, yaitu karya Dr. F.W. Stapel yang diterbitkan pada tahun 1939. Karena itu, timbul
permasalahan: apakah sejarah Indonesia dan sejarah Hindia Belanda pada dasarnya sama-
apakah sejarah Indo nesia hanya merupakan antitesis sejarah Hindia Belanda? Jelaslah bahwa
kekacauan itu tidak mendukung pemupukan mangat kebangsaan di bidang pendidikan.
Dengan memperhatikan soal-soal ini, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia mengeluarkan kebijakan. Kebijakan tersebut berbunyi: "... juga dengan
mempertimbangkan bahwa berbagai macam metode pengajaran se jarah harus dikaji guna
memenuhi persyaratan ilmiah, memutuskan untuk menyelenggarakan seminar sejarah dan
untuk menyerahkan penyelenggaraannya kepada Universitas Gadjah Mada dan Univer sitas
Indonesia.Dari pertimbangan tersebut, tampaklah dilema yang dihadapi Ke menterian
Pendidikan dan Kebudayaan. Pertama, deni kepentingan nasional, terdapat permasalan politis
untuk menentukan dan mengem bangkan kepribadian bangsa. Kedua, terdapat permasalahan
ilma yang muncul dari tuntutan-tuntutar studi sejarah, yang mungin bertentangan dengan
kepentingan politis. Dilema mendasar tersebut dengan lebih tegas tampak dari susunar. topik
yang menjadi pembicaraan Seminar Sejarah, yaitu: Konsep Filosofis Sejarah Nasional
Periodisasi Sejarah Indonesia
Syarat Penulisan Buku Pelajaran Sejarah Nasional Indonesia
Pengajaran Sejarah Indonesia di Sekolah-sekolah
Pendidikan Sejarawan
Pemeliharaan dan Penggunaan Bahan-bahan Sejarah.

Topik I-IV mencerminkan keinginan untuk mencapai keseragaman mutlak dalam penyajian
sejarah nasional. Dalam pandangan tersebut. keseragaman semacam itu merupakan faktor
yang penting dalam pembentukan kepribadian bangsa, sehingga sejarah nasional diharap kan
mempunyai fungsi penting dalam sistem pendidikan nasional.

TOKOH - TOKOH PENULIS ROMAWI


1. Polybius, Yunani adalah seorang sejarawan Yunani dan romawi pada periode
Helenistik yang dikenal akan bukunya yang berjudul The Histories. Ia juga dikenal
akan gagasannya mengenai sistem pemerintahan, yang digunakan dalam L'esprit des
lois Montesquieu. Ia lahir pada tahun 203 SM di Megalopolis, Arcadia.
2. Yulius Kaisar
Gaius Yulius Kaisar , atau Iulius Caesar (skt. 13 Juli 100 SM–15 Maret 44 SM) adalah
seorang pemimpin militer dan politikus Romawi yang kekuasaannya terhadap Gallia
Comata memperluas dunia Romawi hingga Oceanus Atlanticus, melancarkan serangan
Romawi pertama ke Britania, dan memperkenalkan pengaruh Romawi
terhadap Gaul (Prancis kini), sebuah pencapaian yang akibat langsungnya masih terlihat
hingga kini.
Yulius Kaisar bertarung dan memenangkan sebuah perang saudara yang menjadikannya
penguasa terhebat dunia Romawi, dan memulai reformasi besar-besaran terhadap masyarakat
dan pemerintah Romawi. Dia menjadi diktator seumur hidup, dan memusatkan pemerintahan
yang makin melemah dalam republik tersebut.

Anda mungkin juga menyukai