Anda di halaman 1dari 8

CORAK BARU HISTORIOGRAFI ISLAM INDONESIA & ASIA TENGGARA

Diajukan untuk memenuhi nilai tugas mata kuliah


Historiografi Islam Indonesia

Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Muzaiyana, M.Fil.I

Disusun Oleh :
Mohamad Nizar Rahmanto A02219031
Liya Agustiningrum A72219055
Intan Bahrotul Ilmiah A92219090

JURUSAN SEJARAH DAN PERADABAN ISLAM


FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
2020/2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Penulisan sejarah, pencatatan sejarah, atau Historiografi tentunya mengalami
dinamika perkembangan selama ini. Mulai dari masa lalu hingga masa sekarang ini.
Khususnya Historiografi islam di wilayah Indonesia dan Asia Tenggara. Di wilayah ini,
Historiografi mengalami perkembangan seiring berubahnya zaman. Mulai zaman
indianisasi (masuknya Hindu-Buddha), lalu zaman Islamisasi, hingga zaman
kolonialisme imperialisme. Melalui perkembangan di berbagai zaman itulah, muncul
corak baru dalam historiografi di Indonesia dan Asia Tenggara. Corak baru itu
terbentuk atas pengaruh dari berbagai hal yang ada di wilayah ini. Dari pemaparan
itulah, kelompok kami ingin mengulas bagaimana proses yang dilalui oleh Historiografi
selama ini hingga akhirnya mampu melahirkan corak baru yang kemudian turut menjadi
trend di kalangan sejarawan, baik di Indonesia maupun di Asia Tenggara.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah proses muncul dan berkembangnya Corak baru Historiografi (Islam)
di Indonesia?
2. Bagaimanakah proses muncul dan berkembangnya Corak baru Historiografi
(Islam) di Asia Tenggara?

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk memahami dan mengetahui proses lahir dan berkembangnya corak baru
historiografi Islam di Indonesia.
2. Untuk memahami dan mengetahui proses lahir dan berkembangnya corak baru
historiografi Islam di Asia Tenggara.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Corak Baru Histiografi Nasional Indonesia Dan Histiografi Islam Indonesia


Perkembangan histiografi Indonesia yang memeliki beberapa corak baru yang
mendominasi, diantaranya Pertama, adanya keinginan untuk menuliskan sejarah
Indonesia yang nasionalistik. Keinginan tersebut banyak melahirkan buku-buku
Pelajaran Sejarah Indonesia yang sesuai dengan cita-cita kemerdekaan dan
nasionalisme. Kedua, keinginan untuk mewujudkan suatu sejarah Indonesia yang
ilmiah. Keinginan ini telah memperluas ruang lingkup penulisan sejarah dengan
masuknya pendekatan-pendekatan baru. Ketiga, adanya usaha menyelenggarakan suatu
program sejarah lisan yang dikelola oleh Arsip Nasional bekerjasama dengan para
sejarawan dan Perguruan Tinggi.
Keinginan adanya suatu sejarah nasionalistik merupakan pembaharuan dalam
tingkat teori sejarah. Diskusi tentang sejarah ilmiah merupakan pembaharuan dalam
pendekatan metodologi. Sedangkan sejarah lisan sendiri merupakan pembaharuan di
bidang metode. Pertanyaan tentang makna dan tujuan dari penulisan sejarah ternyata
telah dijawab oleh tulisan sejarah yang melihat sejarah Indonesia dari dalam.Dengan
pendekatan ilmu-ilmu sosial, ruang lingkup sejarah Indonesia tidak lagi dibatasi oleh
pertanyaan-pertanyaan tentang proses, tetapi juga mulai memikirkan mengenai
struktur. Sejarah yang semula bersifat deskriptif-naratif an sich dan diakronik mulai
menuju ke arah penulisan yang analitis dan sinkronik. Jadi, meninggalkan era 1960-an,
tradisi Historiografi Indonesia telah membenahi teori, metodologi dan pendekatan-
pendekatan yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan sejarah.
Akibat terjadinya kegiatan-kegiatan konkrit dalam lapangan sejarah yaitu,
tumbuhnya suatu masyarakat baru sejarawan. Golongan ini sering diistilahkan sebagai
sejarawan akademis. Mereka merupakan produk jurusan sejarah dari berbagai
universitas maupun institut sebagai konsekuensi berkembangnya lembaga sejarah.
Dengan demikian terjadi pemilahan sejarawan berdasarkan latar pendidikan mereka,
yaitu sejarawan akademisi, sejarawan dari disiplin ilmu lain dan sejarawan dari
masyarakat tanggungjawab atas sejarah dan historiografi terbesar berada di atas pundak
sejarawan akademis.
Pengalaman akademis, kegiatan luas yang berkenaan dengan sejarah seperti
penelitian, pengajaran, seminar sejarah dan pengabdian masyarakat Hal ini yang
membedakan mereka dari golongan lain yang menulis sejarah berdasarkan minat dan
ilmu di luar disiplin sejarah
Corak baru Historiografi Islam Indonesia merupakan bagian yang integral dari
Historiografi Indonesia. Karena, persoalan-persoalan yang dihadapi tidak akan jauh
dari permasalahan dalam Historiografi Indonesia. Persoalan-persoalan seputar
pembaharuan metodologi, menyangkut objektivitas dan subjektivitas sejarah,
penggunaan sumber sejarah, Eropa sentris Indonesia-sentris, hanyalah sekian dari
kesamaan tersebut. Namun ada hal mendasar dan khusus dalam permasalahan
Historiografi modern Islam di Indonesia tersebut yang terkait dengan kondisi objektif
umat Islam dalam masa-masa terakhir Orde Lama dan masa awal Orde Baru.
Rentang waktu tersebut, posisi dan peran politik umat Islam mengalami
pereduksian dan pemarginalan. Keprihatinan umat Islam pada era Orde Lama seperti
yang telah dipaparkan terdahulu, serta kekecewaan-kekecewaan politik di awal Orde
Baru akibat perkembangan keadaan yang tidak sesuai dengan harapan umat Islam
ketika ikut membidani kelahiran era tersebut, mendorong umat Islam melakukan
tindakan defensif sekaligus penguatan diri
Situasi dan kondisi di atas tercermin dalam kesimpulan Seminar Medan 1963.
Di antaranya yaitu pemahaman baru tentang kedatangan Islam di Indonesia telah
berlangsung sejak abad I H (7 M). Teori ini merupakan counter teori sebelumnya yang
cenderung meminimalkan peran Islam dalam Sejarah Indonesia. Oleh karena itu,
menjadi beralasan mempermasalahkan belum adanya buku Sejarah Islam di Indonesia
yang komprehensif dalam memotret Islam dengan porsi peran sejarahnya. Dan menjadi
kemestian dalam penulisan ulang nanti untuk menerapkan persepsi dan interpretasi
sejarah Islam yang positif. Sejarah yang ditulis oleh ahli sejarah Muslim Indonesia
dengan sumber yang tidak selalu berpegang kepada sumber-sumber Barat, tetapi
menggali sendiri dari sumber lokal seperti hikayat dan arsip-arsip lama.

B. Corak Baru Historiografi Asia Tenggara


Seperti yang kita ketahui, titik balik perkembangan Historiografi di Asia
Tenggara bermula dari lahirnya karya D.G.E Hall yang kemudian membawa arus
perubahan kepada penulisan sejarah di Asia Tenggara. Kemudian, penulisan sejarah di
Asia Tenggara kembali mengalami perubahan karena masuknya unsur-unsur ilmu
sosial ke dalamnya. Masuknya unsur sosial ini membuat para sejarawan ingin
menemukan keteraturan dalam perilaku masyarakat sehingga membuat mereka mampu
menemukan kajian sejarah yang lebih objektif. Hal ini lah yang kemudian membuat
para sejarawan masuk ke dalam sebuah golongan pemikir sejarah yang disebut sebagai
Mazhab Annales, dengan tokoh pertamanya adalah Fernand Braudel. Munculnya
pendekatan baru ini tentunya mempengaruhi penulisan sejarah atau historiografi di Asia
Tenggara. Dan hal ini terjadi karena beberapa latarbelakang, salah satunya yakni
munculnya negara baru di Asia Tenggara sehingga membutuhkan pendekatan baru
sebagai sarana pendukung pembentukan identitas dari negara-negara tersebut.
Pada masa-masa ini, (sekitar tahun 60 sampai 80-an) terjadi perkembangan
cukup pesat dalam ranah historiografi Asia Tenggara, seperti perluasan penulisan,
literatur (sumber) menjadi lebih berkualitas dan modern, dan lain sebagainya.
Kemudian di tahun 1999, terjadi sebuah perkumpulan yang dihadiri oleh 21 sejarawan
pribumi dari seluruh wilayah Asia Tenggara di Penang, Malaysia untuk membahas arah
baru sejarah Asia Tenggara. Pertemuan ini digagas oleh pakar sejarah Thailand
bernama Thongchai Winanchakul yang mendesak perubahan format sejarah dari yang
awalnya nasional untuk mengarah ke sejarah marjinal atau local genius yang ada di
negara tersebut. Konsep yang digagas pada pertemuan ini adalah local history at the
margins of nation and at the local sites of cultural productions in an era of
globalization. Dengan maksud agar penulisan sejarah di Asia Tenggara lebih
menonjolkan aspek kultural khas dari suatu wilayah dengan mempertimbangkan
dinamika sejarah global.
Arah baru sejarah Asia Tenggara yang digagas oleh Winanchakul ini
sebenarnya sudah mulai tampak pada tahun 1970-an, hanya saja saat itu masih belum
ada sejarawan pribumi di Asia Tenggara yang mampu menulisnya. Dan dalam konsep
yang digagas oleh Winanchakul ini, Asia Tenggara menjadi bagian dari sejarah dunia
yang luas dan relevan, dan pada sisi lain menjadi sejarah marjin yang lebih kecil yang
mampu memperlihatkan keterkaitan rumit antara lokal, regional, nasional, dan global.
Arah baru tidak hanya membawa perubahan terhadap perspektif perbandingan antar-
kawasan saja, namun juga membawa perubahan dalam identifikasi periode kajian juga.
Di satu sisi, studi tentang kronologi peristiwa sejarah untuk beberapa ratus tahun
masih terus dilakukan, tetapi, minat untuk mempelajari periode transisi kian meningkat.
Contohnya, studi yang mempelajari peristiwa sejarah yang terjadi pada 1930-1950-an
yang sekarang ini bisa dilihat sebagai periode tunggal dalam sejarah Asia Tenggara,
selain itu, periode abad 16 sampai 18 atau masa pra-kolonial hingga berbaurnya
kolonial dengan pribumi yang saat ini menjadi perhatian dari para sejarawan di Asia
tenggara khususnya.
Gagasan Winanchakul ini tampaknya didasari oleh perkembangan yang positif
di kalangan sejarawan Pribumi di wilayahnya. Sebab, pasca berakhirnya Perang Dunia
ke II, sistem pendidikan tinggi di Asia Tenggara mengalami perkembangan yang sangat
pesat, sehingga memicu keinginan para sejarawan agar muncul penerus-penerus serta
karya sejarah yang lebih unggul di hari berikutnya. Pada era baru ini, ada beberapa
karya sejarah yang isinya mencakup dinamika perubahan penulisan sejarah di Asia
Tenggara, seperti buku Southeast Asia in the Age of Commerce karya Anthony Ried,
atau buku Strange Prallels : Southeast Asia in Global Context karya Vivtor Lieberman,
atau buku Nusa Jawa : Silang Budaya (Batas-batas Pembaratan) karya Denys
Lombard.
BAB III

PENUTUP

Penulisan sejarah di Indonesia mengalami berbagai perkembangan hingga akhirnya


mencapai sebuah corak baru dalam segi kepenulisannya. Munculnya corak baru historiografi
di Indonesia sendiri didorong oleh beberapa faktor, pertama adanya keinginan untuk
menciptakan tulisan sejarah yang bersifat nasionalistik yakni sejarah yang sesuai dengan cita-
cita bangsa dan nasionalisme. Kedua, keinginan untuk menciptakan suatu sejarah yang ilmiah
dengan harapan muncul penulisan sejarah yang menggunakan pendekatan-pendekatan baru,
dan yang ketiga, adanya usaha menyelenggarakan suatu program sejarah lisan yang dikelola
oleh Arsip Nasional bekerjasama dengan para sejarawan dan Perguruan Tinggi.

Sehubungan dengan hal itu, perkembangan historiografi atau penemuan corak baru
tidak hanya terjadi di Indonesia saja, namun juga terjadi di Asia Tenggara. Lahirnya corak baru
historiografi di Asia Tenggara didukung oleh gagasan Thongchai Winanchakul untuk merubah
model historiografi yang selama ini digunakan di Asia Tenggara. Gagasan tersebut kemudian
mengubah tatanan historiografi menjadi lebih baik lagi. terjadi perubahan-perubahan dalam
proses historiografi, seperti mulainya fokus periodesasi yang lebih beragam, pemilihan sumber
sejarah yang lebih kredibel, serta wawasan sejarah yang lebih luas cakupannya. Selain itu,
muncul karya-karya sejarah yang mendukung munculnya corak baru tersebut, diantaranya
adalah buku Southeast Asia in the Age of Commerce karya Anthony Ried, atau buku Strange
Prallels : Southeast Asia in Global Context karya Vivtor Lieberman, atau buku Nusa Jawa :
Silang Budaya (Batas-batas Pembaratan) karya Denys Lombard
DAFTAR PUSTAKA

Houben, Vincent. (2006). ‘Southeast Asian History: The Search for New Perspectives’,
dalam Cynthia Chou dan Vincent Houben (editors), Southeast Asian Studies: Debates
and New Directions. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.

Kartodirjo, Sartono, (1966), Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah, Jakarta :
Gramedia Pustaka Utama.

Lukmanul Hakim HISTORIOGRAFI MODERN INDONESIA: Dari Sejarah Lama Menuju Sejarah
Baru , Padang

Prakoso, Sugeng, Perubahan Tema dan Perspektif dalam Historiografi Asia Tenggara 1955-2010
dalam JURNAL PENDIDIKAN SEJARAH Vol. 7 No. 2, Juli 2018, Universitas Negeri Jakarta.

Tarling, Nicholas. (1992). ‘Preface’, dalam Nicholas Tarling (editor), The Cambridge History
of Southeast Asia. Vol. 1. From early times to c. 1800. Cambridge: Cambridge
University Press.

Umar, A. Muin, (1985) Penulisan Sejarah Islam di Indonesia dalam Sorotan, Yogyakarta: Dua
Dimensi

Anda mungkin juga menyukai