Laila ( U20193069 )
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Transformasi Identitas
Dan Konversi Agama : Aspek-Aspek Psikologis-Sosial Dalam Islamisasi Di Nusantara Abad
Ke-15 Sampai 17’’ .
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata
kuliah Peradaban Islam . Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan
tentang “Transformasi Identitas Dan Konversi Agama : Aspek-Aspek Psikologis-Sosial Dalam
Islamisasi Di Nusantara Abad Ke-15 Sampai 17’’ .
Bagi para pembaca dan juga bagi penulis sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan sesuai dengan bidang studi yang di tekuni.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari, makalah yang telah di tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan sangat di nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
(Penulis)
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
d. Identitas Baru
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asia Tenggara merupakan tempat tinggal terbesar di dunia bagi penduduk Indonesia.
Kawasannya pun merupakan tempat yang unik dan menarik bagi perkembangan agama-
agama dunia, sehingga hampir seluruh agama terutama agama besar pernah singgah dan
berpengaruh di beberapa tempat kawasan ini, termasuk agama Islam. 1 Bahkan penduduk
musli terbesar berada di kawasan ini, karena sekitar 240 juta muslim atau 42% dari jumlah
penduduk di Asia Tenggara.
Islam masuk ke Asia Tenggara melalui suatu proses damai yang berlangsung selama
berabad-abad. Penyebaran islam di kawasan ini tanpa pergolakan politik atau bukan
melalui ekspansi pembebasan yang yang melibatkan kekuatan militer, pergolakan politik
atau pemaksaan struktur kekuasaan dan norma-norma masyarakat dari luar negeri.
Melainkan Islam masuk melalui jalur perdagangan, perdagangan, perkawinan dakwah dan
pembauran masyarakat muslim Arab, Persia dan India dengan Masyarakat Pribumi. 2
B. Rumusan Masalah
4. Identitas Baru
C.Tujuan
1
Dardiri Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara, ( Pekanbaru, kerjasama ISAIS dan Alat Baru, 2006 ), hal 53
2
Dr. Hj. Helmiati, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara , Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru 2014, hal 8
BAB II
PEMBAHASAN
3
Robert R Jay, Relegion and politics in Rural Java, curtural Report Series, Southeast Asia Studies, Yale
University, 1963, hal 6
paling penting di Asia Tenggara dan mengubur puing-puingkebudayaan India ke sudut-
sudut sejarah.Islam seperti dikatakan Hall,“memberikan interupsi tiba- tiba” (conveys
of a sudden break ) dalam sejarah Hinduisme. "Dewa-dewa lama Hindu-Buddha
dilupakan, dan menjadi Jawa mulai berarti menjadi Muslim,” kata Robert Jay ketika dia
menggambarkan suksesnya Islamisasi di Jawa. Pendek kata, “interupsi Islam dan
penyebarannya,” seperti dicatat Coedès, telah "memotong hubungan-hubungan
spritual"antara Hindu Asia Tenggara dengan Brahma India dan “membunyikan
loncengkematian kebudayaan India di Nusantara.”
2. Perspektif Psikososial dalam Islamisasi di Nusantara Abad ke 15-17
Faktor psikologis-sosial adalah fenomena dimana penduduk pribumi
menghayati situasi dan menyerap lingkungan secara psikologis yang kemudian terjadi
tranformasi identitas diri dan mendorongnya melakukan sebuah keputusan penting
yaitu konversi agama kepada Islam. Dalam pandangan psiko-sosial, sejarah Asia
Tenggara bukanlah persepsi orang luar, dan dalam konstruksi sejarawan atau catatan
penguasa dan kelompok-kelompok dominan melainkan sebuah perspektif pribumi
(view from within) dari fenomena sosial sehari-hari terutama yang diperankan para
pedagang. “Pedagang-pedagang Asia sebagai penggerak sejarah,” kata Lombard,
“kurang sekali digambarkan” dan “kurang diakui.” Fenomena sosial yang
mendominasi panggung sejarah Asia Tenggara pada abad ke-15-16 adalah jaringan
perdagangan internasional yang bercorak kosmopolit. Dimana penduduk Muslim
melakukan aktivitas perdagangan dan mengalami peningkatan status ekonomi, tulisan
ini ingin menunjukkan bahwa faktor keuntungan ekonomi sesungguhnya hanyalah
sebuah batu loncatan (stepping stone) atau langkah antara (temporary aims) untuk
memasuki sesuatu yang lebih bermakna dalam konversi agama.
Dalam Faktor Psikologi Sosial terdapat penghayatan dari Masyarakat pribumi
atas situasi perdagangan Internasional yang mencangkupi kehidupan sosial dimana hal
tersebut melahirkan sebuah imajinasi, dan juga harapan-harapan tentang masa depan
dan Identitas baru. Karena aspek-aspek itulah yang berperan lebih kuar dalam hal
mempengaruhi penduduk untuk masuk islam. Dengan demikian , untuk menjadi
seorang islam bukan hanya memperoleh kemajuan atau meningkatnya kesejahteraan
hidup, melainkan juga menjadi warga dunia. Dengan perspektif psiko-sosial, tulisan ini
mencoba menangkap setting psiko-sosial politik konversi agama dengan masuk ke
dalam relung jiwa dan dunia pandang masyarakat pribumi yang mengalami
transformasi identitas seperti dirasakan oleh berbagai lapisan penduduk pribumi
Nusantara terutama para pedagang dan juga kelompok elit penguasa (raja-raja) serta
kalangan istana. Perspektif psikologis ini dimaksudkan untuk memperkaya analisis dan
melengkapi teori yang sudah dikemukakan oleh para sejarawan tentang motivasi-
motivasi konversi masyarakat Asia Tenggara.
Dalam sosiologi kontemporer, emosi mendapat perhatian besar sebagai faktor
sentral dalam memahami perilaku dan tindakan manusia. Emosi adalah suatu realitas
psikologis yang hadir melekat pada perasaan tapi ‘tidak empiris’ dan ‘tidak terbaca’
dalam realitas sosial. Sebagai realitas batin, ia berupa keyakinan, harapan, cita-cita,
kekecewaan dan seterusnya. Seperti diungkapkan, Geertz, emosi yang merajut
rangkaian makna dalam kebudayaan adalah kata kunci dalam memahami tindakan dan
kebudayaan manusia. Simbol-simbol lewat mana manusia berkomunikasi,
mengekspresikan perasaan dan mengembangkan pengetahuannya dalam kehidupan,
ujar Geertz, harus dipahami agar mengerti mengapa manusia melakukan tindakan sosial
tertentu.
Dengan kata lain, sejauh menyangkut tindakan manusia, begitu banyak sisi
kehidupan yang harus dipertimbangkan. Disinilah, ungkapan Braudel, pelopor
pendekatan total history, menginspirasikan kita bahwa semua unsur di masa silam –
manusia, alam, peristiwa sosial politik dan situasi psikologis– memiliki ritme-ritme
kehidupan, pertumbuhan dan perannya sendiri-sendiri, dan sebuah panggung sejarah
baru hanya akan lengkap bila keseluruhan aspeknya memainkan perannya sendiri-
sendiri ibarat sebuah orkestra.”
3. Peranan Raja, Istana dan Konversi Agama di Asia Tenggara
Peranan penting istana-istana dan para raja di Asia Tenggara dalam mendorong
proses Islamisasi tidaklah diragukan. Dalam membahas Islamisasi di sepanjang rute
laut dan peranan yang dimainkan para penguasa dihadapan rakyatnya, banyak
sejarawan tidak bisa menghindari kenyataan betapa kuatnya peranan istana dan para
raja tersebut. Milner, karena itu, mengingatkan untuk tidak mengabaikan perhatian atas
peranan mereka.
4
Moeflich Hasbullah. “Perdagangan, Internasionalisme, dan Konversi Agama: Perspektif Psiko-sosial dalam
Islamisasi di Nusantara Abad ke-15–17”. Jurnal Kajian Agama dan Budaya, Lembaga Penelitian (LEMLIT)
UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,Volume 29, Nomor 1, 2012. Halaman 11-15.
perkembangan sosial politik yang terjadi didalamnya, mempengaruhi orientasi berfikir,
semangat jiwa, corak kehidupan masyarakat dan menentukan arah perkembangan
sejarah kawasan tersebut. Salah satu dampak yang segera muncul dari perkembangan
sosial ekonomi akibat perdagangan adalah kemakmuran dan naiknya status sosial.
Transformasi status sosial ekonomi adalah sesuatu yang niscaya dilihat dari situasi
kegiatan ekonomi dalam bentuk perdagangan di yang sangat kaya di Jawa. Kekayaan
pulau itu digambarkan Marco Polo pada tahun 1291 sebagai berikut:
“Pulau itu kaya sekali. Ada lada, buah pala, sereh, lengkuas, kemukus, cengkeh dan
semua rempah-rempah yang langka di dunia. Pulau itu didatangi sejumlah besar kapal
dan pedagang, yang membuat laba tinggi disana. Di pulau itu terdapat harta kekayaan
sedemikian banyaknya hingga tak ada orang di dunia ini yang dapat menghitungnya
ataupun menceritakannya semua. Dan ketahuilah bahwa Khan Agung tidak dapat
memperolehnya, karena jauh dan berbahayanya pelayaran menuju ke sana. Dari pulau
itu, para pedagang dari Zaitun (Quanzhou) dan Mangi (Cina selatan) telah memperolah
harta banyak sekali dan begitulah halnya setiap hari.”
Secara umum, abad ke-15-17 adalah periode munculnya orang-orang baru –budak-
budak, rakyat kecil dan pedagang-pedagang yang menjadi kaya– meskipun beberapa
dari mereka kurang mampu mengatur dirinya, Tome Pires menilai bangsawan-
bangsawan besar Jawa itu “senantiasa berlagak sombong dan membuat orang
menghormati mereka seakan-akan merekalah penguasa jagat raya…” Pada
perkembangannya, setelah terjadinya perubahan ekonomi dan naiknya status sosial, di
kawasan Asia Tenggara muncul sebuah tipe masyarakat baru yang dicirikan oleh dua
perubahan besar dalam kehidupan ekonomi dan politiknya. Perubahan besar dalam
ekonomi adalah perkembangan sistem keuangan dimana masyarakat Nusantara untuk
pertama kalinya menciptakan ekonomi moneter dan memiliki sistem keuangannya
sendiri. Munculnya sistem moneter tentu menggoncangkan sistem sosial lama dan
merubah sistem dependensi sosial politik. "Sebuah elit baru terbentuk, yang tidak lagi
berdasarkan kelahiran dan keuntungan tanah pertanian, tetapi berdasarkan kekayaan
benda bergerak.”
Pada periode tersebut, selain terjadinya restrukturisasi sistem perbudakan, muncul
juga sebuah konsep baru tentang negara dimana negara tidak lagi dilihat sebagai
interaksi antara mikro dan makro kosmos tetapi juga sebagai perangkat hukum dan
kontrak sosial. Eksistensi kesultanan di Asia Tenggara sendiri adalah sebuah tahap
perkembangan penting dalam modernisasi sistem politik. Pada periode dimana
mayoritas masyarakat Asia Tenggara tengah dipengaruhi oleh perubahan-perubahan
sosial, ekonomi dan politik ini, mereka sendiri secara simultan sedang terserap ke dalam
sistem ekonomi internasional. Karena itulah, kebutuhan untuk melakukan transformasi
diri ke dalam sebuah tatanan dunia baru dengan identitas diri yang baru pula akhirnya
tidak terelakkan, Dalam menghadapi tantangan-tantangan perubahan sosial pada abad
ke-17 di Asia Tenggara, tradisi dan mentalitas lama tidak lagi relevan. Dalam konteks
inilah, konversi agama kepada agama baru menemukan pijakan eksplanasinya. Selain
tidak terhindarkan, berpindah agama kepada Islam juga bermakna memasuki sebuah
lembaran hidup dan pergantian identitas baru. identitas masyarakat pribumi ini dapat
diamati pada abad ke-16 ketika sejumlah masyarakat rural dan urban masuk Islam.
Diprakarsai oleh para penguasanya, mereka “meninggalkan cara hidup lama, seperti
mengkonsumsi babi, kemudian mengenakan pakaian ala Islam, mengucapkan
‘assalamu’alaikum,’ melaksanakan ritual baru dan mengidentifikasi diri mereka
sebagai bagian dari masyarakat Islam internasional.”
Selain itu, aspek penting lain dari konversi Islam yang menjelaskan bahwa masuk
Islam berarti memiliki identitas baru adalah, seperti diutarakan Coedès, tentang sistem
aristokrasi Hinduisme. Sebagaimana sejarah membuktikan bahwa Hinduisme Asia
Tenggara berasal dari India, sistem kasta India juga “terkubur dan hilang ke dalam
lapisan bawah kesadaran masyarakat Jawa.” Dalam doktrin Hinduisme, tidak akan
pernah ada perubahan status pemeluk Hindu dari kelas bawah ke kelas di atasnya
selama mereka dilahirkan sebagai kelas rendah. Ketika Islam datang dengan prinsip
egalitarianismenya dihadpan Tuhan, prinsip ini berfungsi sebagai pendorong penting
bagi percepatan Islamisasi.
5
Moeflich Hasbullah. “Perdagangan, Internasionalisme, dan Konversi Agama: Perspektif Psiko-sosial dalam
Islamisasi di Nusantara Abad ke-15–17”. Jurnal Kajian Agama dan Budaya, Lembaga Penelitian (LEMLIT) UIN
Syarif Hidayatullah, Jakarta,Volume 29, Nomor 1, 2012. h.33-38
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Islamisasi Asia Tenggara
Sejarah Asia Tenggara adalah gelombang Islamisasi yang hingga kini masih
menyimpan kekaguman sekaligus rasa kepenasaran (curiosity) para sejarawan,
terutama parasejarawan Barat. Hingga kini, kuriositas sejarah ini belum hilang dari
memorikolektif sejarawan. Islamisasi dipandang sebuah sukses besar terutama bila
dilihat dari aspek geografis yaitu jarak yang sangat jauh dari pusat Islamnya di Timur
Tengah.
Dardiri Helmiati, Sejarah Islam Asia Tenggara, ( Pekanbaru, kerjasama ISAIS dan Alat Baru,
2006 )
Dr. Hj. Helmiati, M.Ag, Sejarah Islam Asia Tenggara , Nuansa Jaya Mandiri Pekanbaru 2014
Robert R Jay, Relegion and politics in Rural Java, curtural Report Series, Southeast Asia
Studies, Yale University, 1963,
Moeflich Hasbullah. “Perdagangan, Internasionalisme, dan Konversi Agama: Perspektif
Psiko-sosial dalam Islamisasi di Nusantara Abad ke-15–17”. Jurnal Kajian Agama dan
Budaya, Lembaga Penelitian (LEMLIT) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,Volume 29, Nomor
1, 2012
Moeflich Hasbullah. “Perdagangan, Internasionalisme, dan Konversi Agama: Perspektif Psiko-
sosial dalam Islamisasi di Nusantara Abad ke-15–17”. Jurnal Kajian Agama dan Budaya,
Lembaga Penelitian (LEMLIT) UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta,Volume 29, Nomor 1, 2012.