a. Muhammadiyah
Ketika Muhammadiyah didirikan oleh K.H Ahmad Dahlan pada tahin 1912,
umat islam sedang dalam kondisi terpuruk. Bersama seluruh bangsa Indonesia,
mereka terbelakang dalam tingkat pendidikan yang sangat rendah. Selain itu
kemakmuran ekonomi yang sangat parah serta kemampuan politik yang sangat
lemah. Lebih memprihatinkan lagi identitas keislaman merupakan salah satu
poin negative kehidupan umat. Islam pada waktu itu identik dengan profil
kaum santri yang selalu mengurusi kehidupan akhirat sementara seolah tidak
mau tahu dengan perkembangan dan persoalan zaman. Sementara lembaga
organisasi keagamaan juga masiih bergelut dengan urussn yang tidak banyak
bersentuhan dengan dinamika realita social, apalagi berusaha untuk
meajukannya.
b. Persis (Persatuan Islam)
Persis sebagai organisasi berlabel modernis telah memberikan warna baru bagi
dinamika peradaban Islam di Indonesia pada waktu itu. Persis yang lahir pada
abad ke-20 merupakan respons terhadap karakter keberagaman masyarakat
Islam di Indonesia yang cenderung sinkretik, akibat dari pengaruh prilaku
keberagaman masyarakat Indonesia. Indonesia sebelum memiliki organisasi
Islam memang merupakan lahan subur bagi praktik sinkretisme, akibat sikap
akomodatif para penyebar Islam di Indonesia terhadap adat istiadat yang
sebelumnya telah mapan. Meskipun tidak dapat dipungkiri, bahwa
keberhasilan penyebaran agama Islam juga tidak lepas dari sikap akomodatif.
Bagi Persis, praktik sinkretisme merupakan kesatuan yang tidak boleh
dibiarkan berkembang dan harus segera dihapus karena bias merusak sendi-
sendi fundamental agama Islam.
c. Nahdatul Ulama (NU)
NU lahir pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya. Organisasi ini diprakarsai
oleh sejumlah ulama terkemuka. Lahirnya NU bisa dikatakan sebagai
kebangkitan para ulama. NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan
para ulama tradisional atau sebagai reaksi atas prestasi ideology gerakan
modernisasi Islam yang mengusung gagasan purifikan puritanisme.
Pembentukan NU merupakan upaya pengorganisasian dan peran para ulama,
pesantren, yang sudah ada sebelumnya. Agar wilayah kerja keulamaan lebih
ditingkatkan, dikembangkan, dan diluaskan jangkauannya. Dengan kata lain,
didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi usaha mempersatukan dan
menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai pesantren.
d. Masyumi
Masyumi didirikan pada 24 Oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena
pada waktu itu Jepang memerlukan satu badan untuk menggalang dukungan
masyarakat Indonesia melalui lembaga agama Islam. Meskipun demikian,
Jepang tidak terlalu tertarik dengan partai-partai Islam yang telah ada di
zaman Belanda, yang kebanyakan berlokasi di perkotaan dan berpola fikir
modern, sehingga pada minggu-minggu pertama Jepang telah melarang Partai
Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan Partai Islam Indonesia (PII).
Pada tanggal 7-8 Oktober, diadakan muktamar Islam di Yogyakarta dan
dihadiri oleh hampir semua tokoh organisasi Islam dari masa sebelum perang serta
masa pendudukan Jepang.
Kongres memutuskan untuk mendirikan syuro pusat bagi umat Islam
Indonesia. Masyumi yang dianggap sebagai satu-satunya partai politik bagi umat
Islam, pada awal berdirinya Masyumi hanya empat organisasi yang masuk Masyumi,
yaitu Muhammadiyah, NU, Perserikatan Ulama Islam, dan Persatuan Umat Islam.
Dafpus :
Dr Nurul. (2020). Sains, Kepustakaan, dan Perpustakaan Dalam Sejarah dan Peradaban
Islam (Klasik, Pertengahan, Modern). Jawa Tengah : Maghza Pustaka.
Ferdian, Hasmand. (2016). Kronologi Sejarah Islam dan Dunia. Jakarta Timur : Pustaka Al-
Kautsar.