Anda di halaman 1dari 13

ISLAM FASE PERAN ORGANISASI MASYARAKAT

Kumpulan Harahap1, Sofia Hani2


Dosen Pengampu: H. Abdul Ghofur, M.Ag
Prodi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau

PENDAHULUAN

Islam merupakan agama rahmatan lil’alamin, yang tidak hanya bisa dilihat dari
aspek ritual maupun teologis semata. Organisasi Masyarakat (Ormas) Islam lahir dan
didirikan untuk menjawab kebutuhan umat pada bidang keberagamaan, khususnya
dalam pemnurnian Islam di Indonesia zaman kolonial. Indonesia adalah negara muslim
terbesar di dunia, disusul secara berturut turut oleh Pakistan, India, Bangladesh dan
Turki.

Sebagai negara muslim terbesar, Indonesia memiliki peranan penting di dunia


Islam sehingga posisinya cukup diperhitungkan. Munculnya Indonesia sebagai kekuatan
baru di dunia Internasional juga didukung oleh realitas sejarah yang dibuktikan dengan
munculnya ormas-ormas Islam di Indonesia yang sebagian besar telah ada bahkan
sebelum Indonesia merdeka.

Sejarah ormas Islam sangat panjang. Mereka hadir melintasi berbagai zaman.
Dalam lintasan zaman yang terus berubah itu, satu hal yang pasti, ormas-ormas
Islamtelah memberikan kontribusi besar bagi kejayaan Islam di Indonesia. Dinamika
hukum Islam di Indonesia tidak lepas dari peran dan kontribusi ormas-ormas Islam
dalam mendorong pengembangan dan penerapannya.
Organisasi Masyarakat (ormas) dengan karakter Islam yang moderat dengan dua
yang terbesar adalah Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Dua ormas inilah
yang membedakan Islam di Indonesia dan Islam di Timur Tengah. Dua organisasi ini
pula yang mampu menstabilkan demokrasi di Indonesia dan menahan arus penetrasi
kelompok Islamis atau kelompok yang menekankan wajibnya pendirian negara Islam.
Selain dua ormas tersebut masih ada lagi ormas-ormas lain yang akan kita bahas dalam

1
Mahasiswa Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2I, NIM: 12330212278
2
Mahasiswi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir 2I, NIM: 12330222347

1
makalah ini, baik asal-usul, tokoh, tujuan, peran ormas Islam bagi bangsa Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pengertian Organisasi Masyarakat Islam
Organisasi masyarakat, disingkat sebagai ormas, merujuk pada kelompok massa
yang terbentuk di Indonesia dengan tujuan tertentu berdasarkan kesepakatan bersama.
Ormas dapat dibentuk berdasarkan kesamaan atau tujuan seperti agama, pendidikan,
dan sosial. Dengan demikian, ormas Islam adalah organisasi masyarakat yang
didasarkan pada tujuan untuk memperjuangkan tegaknya agama Islam sesuai Al-Qur'an
dan Sunnah, serta untuk memajukan umat Islam dalam berbagai bidang, termasuk
agama, pendidikan, sosial, dan budaya.3
Islam di Indonesia telah menghadapi berbagai tantangan sejak kedatangannya,
terutama saat berhadapan dengan penjajah kolonial pada abad ke-16. Perdebatan
tentang hukum Islam terus berlanjut hingga awal abad ke-20, ketika terjadi kebangkitan
Islam di Indonesia.
Gerakan pembaruan ini, dipimpin oleh organisasi seperti Muhammadiyah, Al-
Irsyad, dan Persatuan Islam, mendorong penghidupan kembali ijtihad untuk mengacu
langsung kepada Al-Qur'an dan hadits shahih. Di sisi lain, organisasi tradisionalis
seperti Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) dan Nahdlatul Ulama (NU) juga muncul,
membawa pemahaman Islam yang sesuai dengan tradisi lokal. Organisasi-organisasi ini
memiliki lembaga ijtihad untuk membahas masalah hukum Islam, meskipun masih
diperdebatkan apakah hukum yang dibahas bersifat keagamaan atau yudisial.4

Perkembangan Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia


A. Masa Kemerdekaan
Sejak sebelum Indonesia merdeka, Islam telah menjadi kekuatan utama dalam
perjuangan merebut kemerdekaan. Berbagai organisasi keagamaan bermunculan dengan
tujuan meningkatkan martabat rakyat Indonesia dan mengusir penjajah. Pada awal abad
ke-20, perkembangan Islam ditandai oleh gerakan anti penjajahan dan pembaharuan

3
Abdul Shomad, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia, (Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada, 2015), h. 71.
4
Rifyal Ka’bah, Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Cet, I; Jakarta: Khairul Bayan, 2004), h.
204.

2
keagamaan, sebagian dipengaruhi oleh pengaruh kuat pendidikan modern yang
mengancam pendidikan Islam.
Menariknya, pelopor gerakan Islam di Indonesia, baik sebelum maupun setelah
kemerdekaan, berasal dari dua model pendidikan yang berbeda, yaitu pesantren dan
pendidikan modern Belanda. Meskipun demikian, mereka memiliki kesadaran yang
sama untuk memperkuat identitas Islam dan membangun bangsa.
Setelah meraih kemerdekaan, ormas Islam terus memainkan peran penting
dalam pembentukan Negara Republik Indonesia, baik melalui perjuangan politik
maupun dalam bidang sosial, pendidikan, dan dakwah. Para tokoh Islam juga terlibat
dalam panggung politik nasional, menunjukkan bahwa sejarah Islam di Indonesia selalu
terkait erat dengan politik.
Sebagaimana diungkapkan oleh KH. Wahab Hasbullah, seorang tokoh NU,
Islam dan politik senantiasa saling terkait dan tidak dapat dipisahkan seperti rasa manis
yang melekat pada gula. Oleh karena itu, peran politik umat Islam di Indonesia selalu
dinamis dan terus berkembang seiring waktu.5
B. Masa Orde Lama
Pada masa pemerintahan Soekarno, diperkenalkan sistem politik multipartai
yang memberikan kesempatan luas bagi seluruh komponen bangsa untuk berpartisipasi
dalam membangun bangsa melalui pendirian partai-partai politik. Pemilu pertama pada
tanggal 29 September 1955, di bawah pemerintahan kabinet Perdana Menteri
Burhanuddin Harahap. Partai-partai Islam yang bersaing pada pemilu 1955 antara lain
Masyumi, PSII, PTII, dan PERTI.
Isu politik yang paling menonjol setelah pemilu tahun 1955 adalah persoalan
ideologi, khususnya tentang apakah Islam atau Pancasila yang akan menjadi dasar
negara. Perdebatan ini tidak mencapai titik temu karena kekuatan Islam dan Nasionalis
di Parlemen terbilang seimbang, sehingga tidak memungkinkan untuk mencapai
dukungan dua pertiga anggota. Untuk menjaga stabilitas politik, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang mengembalikan ke UUD 1945.
Secara umum, Partai Masyumi dan NU merupakan dua partai Islam yang
berpengaruh pada masa Orde Lama. Masyumi didirikan pada tanggal 7 November 1945
di Yogyakarta dengan tujuan sebagai partai penyatuan umat Islam dalam bidang politik.

5
Yon Machmudi, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, (Depok: PTTI UI, 2013), h.11.

3
Tokoh-tokoh Masyumi yang terkenal antara lain KH. Hasyim Asy'ari, KH. Wahid
Hasyim, Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka), Muhammad Natsir, Syafrudin
Prawiranegara, Mr. Mohammad Roem, KH. Dr. Isa Anshari, Kasman Singodimedjo,
dan Dr. Anwar Harjono.6
Pada masa Orde Lama, Islam ditandai dengan perdebatan di parlemen tentang
dasar negara dan kedudukan Islam dalam negara, yang tetap dilakukan secara
demokratis dan konstitusional. Presiden Soekarno juga mengakui Islam sebagai salah
satu pendukung nasionalisme bangsa yang penting, serta berperan dalam skala
internasional dengan memprakarsai Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung pada
tahun 1955. Konferensi ini menjadi dasar pembentukan Gerakan Non Blok, yang
memperjuangkan ketidakterlibatan dalam konfrontasi ideologi Barat-Timur. Nama
Soekarno pun dikenal dan dihormati di dunia internasional.7

C. Masa Orde Baru


Sejak pemilu 1971, suara partai Islam menurun secara umum. Pada tahun 1973,
pemerintah Orde Baru menerapkan restrukturisasi sistem partai politik melalui fusi
politik, yang mengakibatkan partai-partai Islam bergabung menjadi satu di bawah Partai
Persatuan Pembangunan (PPP). Kekecewaan terhadap penurunan dukungan terhadap
partai Islam, yang diwakili oleh PPP, serta kekecewaan aktivis Masyumi, menyebabkan
mereka beralih fokus pada aktivitas dakwah.
Kekecewaan kelompok Masyumi terhadap rezim Soeharto dan tekanan yang
mereka alami mendorong M. Natsir untuk mengubah jalur perjuangannya melalui
dakwah. Pada tanggal 9 Mei 1967, Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII)
didirikan oleh M. Natsir dan Anwar Haryono, yang aktif mengembangkan organisasi
dakwah di Jakarta. Terutama pada tahun 1970-an, DDII terus melakukan kritik terhadap
pemerintah sambil membangun basis dakwah di masyarakat.
Meskipun Soeharto melakukan represi terhadap kelompok Islam, dakwah Islam
mendapatkan momentum pada awal tahun 1990-an. Berbagai pola islamisasi di
berbagai segmen masyarakat, didukung oleh kebijakan pemerintah yang lebih
mendukung terhadap dakwah Islam, menimbulkan semangat Islam di kalangan
mahasiswa, birokrasi, dan profesional. Hal ini tercermin dalam banyak aspirasi umat
6
Ibid, h.12
7
Ibid, h.13

4
Islam yang tercermin dalam kebijakan negara, seperti pengesahan RUU Pendidikan
Nasional yang mengakui pengajaran agama di semua tingkat pendidikan, dan
pengesahan Undang-Undang Pengadilan Agama yang memperkuat status Peradilan
Agama dalam menangani masalah perkawinan, warisan, dan wakaf.

D. Masa Kini
Pada tahun 1990-an, perkembangan dakwah Islam oleh organisasi Islam
mengalami peningkatan yang signifikan, membuka peluang bagi mereka untuk
berkontribusi dalam berbagai bidang seperti ekonomi, pendidikan, budaya, teknologi,
dan politik.
Di bidang ekonomi, terjadi perkembangan menarik dengan didirikannya bank
Islam pertama, Bank Muamalat, pada tahun 1991. Bank Muamalat didirikan atas
prakarsa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Pemerintah Indonesia, dan mulai
beroperasi pada bulan Mei 1992.
Munculnya kelas menengah Muslim mendorong peningkatan pendidikan Islam
yang berkualitas. Pesantren, sebagai lembaga pendidikan agama tertua di Indonesia,
mulai melakukan modernisasi kurikulum dan pengajaran untuk menjawab perubahan
sosial yang cepat. Pesantren tidak hanya fokus pada ilmu agama, tetapi juga
mengembangkan kemampuan dalam ilmu pengetahuan umum dan teknologi.
Perguruan Tinggi Islam juga mengalami peningkatan kualitas pengajaran
dengan beberapa IAIN yang menjadi Universitas Islam Negeri (UIN), dan membuka
fakultas dan jurusan umum di luar bidang keagamaan.
Ormas Islam memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk
pendidikan, sosial, budaya, dan politik. Namun, keberadaan dan peran ormas Islam
mulai menurun, terutama di kalangan generasi muda. Tokoh-tokoh ormas Islam di masa
lalu perlu menjadi contoh dan sumber inspirasi bagi generasi Islam masa kini.
Untuk bertahan dan memperkuat otoritasnya, ormas Islam harus beradaptasi
dengan perkembangan teknologi informasi dan memperkuat kembali jaringan dan
hubungan antar anggota ormas. Kerjasama antar ormas dan pemahaman sejarah peran
mereka di Indonesia juga penting untuk membangun kohesi dan keberlangsungan
perjuangan Islam.8

8
Sri Sultarini Rahayu dan Riska Angriani, Peran Organisasi Islam Dalam Pengembangan dan

5
Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia serta Perannya
Ormas Islam telah menjadi kekuatan yang signifikan dalam ranah sosial dan
politik di Indonesia. Secara historis, kehadiran berbagai organisasi Islam, baik yang
bergerak dalam politik maupun bidang sosial, telah membawa dampak yang besar bagi
kemajuan bangsa.9 Kelahiran Serikat Islam sebagai inisiasi awal dalam pembentukan
organisasi politik, bersama dengan institusi seperti Muhammadiyah, NU (Nahdlatul
Ulama), Serikat Dagang, dan lainnya, pada masa sebelum kemerdekaan, menggugah
semangat reformasi yang mendalam di tengah masyarakat.
Ormas Islam merupakan kelompok terbesar baik dalam skala nasional maupun
lokal. Tidak kurang dari 40 ormas Islam berskala nasional memiliki cabang di ibukota
propinsi dan kabupaten/kotamadya, seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah,
Sarikat Islam (SI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Majelis Ulama Indonesia
(MUI), Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI), Majelis Da'wah
Islamiyah (MDI), Dewan Mesjid Indonesia (DMI), Ikatan Cendekiawan Muslim se
Indonesia (ICMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII), Aisyiah, Muslimat NU, dan sebagainya. Sementara organisasi
keagamaan Islam yang bersifat lokal umumnya fokus pada da'wah dan pendidikan,
seperti Majelis Ta'lim, Yayasan Pendidikan Islam, Yayasan Yatim Piatu, Lembaga
Da'wah Lokal, dan lainnya.10
Adapun pembaruan Islam di Indonesia pada abad ke-20 melibatkan sejumlah
gerakan, seperti Muhammadiyah pada 1912 dan Persatuan Islam (Persis) pada 1923.
Gerakan ini memicu tanggapan dari ulama tradisional, menghasilkan pembentukan
Persatuan Ulama Minangkabau pada 1921 dan Nahdlatul Ulama (NU) pada 1926.
Untuk memperkuat hubungan antara ulama dan pemerintah, Majelis Ulama Indonesia
(MUI) didirikan pada 1975.
Organisasi-organisasi Islam memiliki lembaga hukum masing-masing, seperti
Majelis Tarjih dan Pengembangan Pemikiran Islam (Muhammadiyah), Majelis Ulama
(Persis), Bahtsul Masa’il (NU), dan Komisi Fatwa (MUI). Mereka berperan dalam

Penerapan Hukum Islam di Indonesia.


9
Abdul Basit, dkk, Peran Ormas Islam Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di Indonesia, (Padang:
AL-IBANAH Edisi Vol.8. No.2, Juli 2023), h.78.
10
Anwar Sewang, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, (Parepare, Desember 2015), h. 373-375.

6
pertumbuhan dan perkembangan hukum Islam di Indonesia, dengan tujuan memastikan
keberadaan hukum Islam yang sesuai dengan nilai-nilai Indonesia.11
Pembaruan hukum Islam tidak hanya dalam bidang keagamaan, tetapi juga
dalam bidang yudisial melalui fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga hukum Islam
masing-masing. Meskipun lambat pada masa orde baru, namun pembaharuan signifikan
terjadi hingga saat ini, sehingga hukum Islam memiliki posisi yang lebih kuat dalam
tata hukum nasional.
Ada 2 bentuk ormas Islam di Indonesia, yaitu tradisional dan pembaharu.
Adapun ormas Islam tradisional adalah seperti Nahdhatul Ulama, Masyumi, Perti.
Sedangkan organisasi pembaharu adalah Muhammadiyah, Persis, Sarekat Islam.

A. Muhammadiyah
Ketika KH. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah pada tahun 1912, umat
Islam mengalami masa-masa sulit. Bersama seluruh bangsa Indonesia, mereka
menghadapi tantangan pendidikan rendah, kemiskinan ekonomi, dan keterbatasan
politik. Identitas keislaman pada saat itu sering kali dipandang negatif, terutama sebagai
bagian dari kaum santri yang dianggap kurang peduli terhadap perkembangan zaman.
Muhammadiyah mengalami dua arah perkembangan dalam konteks
modernisasi. Pertama, fokus pada pertumbuhan dan kemajuan, yang mengacu pada
peningkatan kuantitas dan keragaman dalam kebudayaan modern. Kedua, upaya
sistematisasi, yang menekankan pentingnya organisasi dan struktur dalam kehidupan
agama, seperti pembentukan majelis tarjih untuk merumuskan pandangan hukum Islam
yang sistematis.
Dua inisiatif tersebut mencerminkan upaya Muhammadiyah untuk menyatukan
nilai-nilai materialisme dengan nilai-nilai agama dalam masyarakat yang tengah
bertransformasi. Tujuan akhirnya adalah membangun masyarakat Islam yang mandiri,
makmur, dan berpendidikan, melawan ketertinggalan dan penjajahan.

B. Persis (Persatuan Islam)


Sebagai organisasi modernis, Persatuan Islam membawa warna baru dalam
sejarah Islam di Indonesia pada abad ke-20. Keberadaannya adalah respons terhadap
11
Ira. M. Lapidus, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian ketiga (Cet. I; Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
1999), h. 328.

7
keragaman masyarakat Islam di Indonesia yang cenderung sinkretik. Sebelum
kedatangan Islam, praktik sinkretisme telah berkembang luas karena pengaruh
keberagaman budaya. Meskipun pengembangan Islam di Indonesia berhasil karena
sikap akomodatif terhadap adat-istiadat yang sudah mapan sebelumnya, Persatuan Islam
menolak praktik sinkretisme sebagai kesesatan yang merusak nilai-nilai fundamental
agama Islam.
Reformasi yang dilakukan oleh Persatuan Islam juga menargetkan kejumudan
berpikir yang umumnya dialami oleh umat Islam Indonesia karena ketergantungan buta
pada penafsiran tradisional kitab suci. Praktik ibadah umumnya didasarkan pada
rumusan imam mazhab dari 800 tahun yang lalu, dianggap sebagai keputusan yang
harus diikuti tanpa dipertanyakan.

C. Sarekat Islam
Pada tahun 1912, di bawah kepemimpinan Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
Serikat Dagang Islam (SDI) mengubah namanya menjadi Sarekat Islam (SI) agar dapat
beroperasi tidak hanya dalam bidang ekonomi tetapi juga dalam politik. Meskipun
dalam anggaran dasarnya tidak terdapat unsur politik, SI secara aktif menentang
ketidakadilan dan penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda.
Meskipun awalnya ditolak sebagai Badan Hukum, SI akhirnya diakui pada tahun
1916 setelah pemerintah Belanda mengakui keberadaannya. Seiring dengan perubahan
waktu, SI kemudian bertransformasi menjadi partai politik dan mengirimkan
perwakilannya ke Volksraad pada tahun 1917.

D. Nahdatul Ulama
Nahdatul Ulama (NU) didirikan pada tanggal 31 Januari 1926 di Surabaya oleh
sejumlah ulama terkemuka terutama KH Hasyim Asy'ari, merupakan organisasi
masyarakat Islam terbesar di Indonesia, sebagai respons terhadap gerakan modernisme
Islam yang mengadvokasi purifikasi agama.12 Pendirian NU bertujuan untuk
mengorganisir dan memperluas peran ulama dan pesantren yang telah ada sebelumnya,
serta menjadi wadah bagi upaya menyatukan langkah-langkah mereka. NU meyakini
bahwa tidak semua tradisi lama tidak relevan, bahkan beberapa tradisi dapat

12
Ibid, h.329.

8
menginspirasi modernisasi Islam.
NU menganjurkan pendekatan bermazhab dalam memahami Al-Qur'an dan
hadis, serta menekankan pentingnya memelihara tradisi Islam yang ditorehkan oleh
ulama klasik. Kiai Hasyim merumuskan gagasan ahlusunnah waljama'ah sebagai
landasan pemikiran NU, yang mengacu pada pemikiran ulama besar seperti Abu Hasan
al-Asyari, Mansur Al-Maturidi, Imam Hanafi, Maliki, Syafi'i, Hambali, serta Imam Al-
Ghazali, Junaid Al-Baghdadi, dan Imam Mawardi.

E. Masyumi
Proklamasi kemerdekaan RI membangkitkan semangat nasionalisme di kalangan
tokoh-tokoh Islam yang sangat ingin mewujudkan cita-cita Islam. Awalnya, PNI
menjadi partai Negara, tetapi menjelang Oktober 1945, dengan munculnya sistem
banyak partai, ruang bagi partisipasi Islam terbuka kembali. Meskipun kebijakan ini
awalnya disesalkan oleh kalangan Islam karena dianggap dapat memicu perpecahan,
Masyumi didirikan pada 24 Oktober 1943 sebagai upaya Jepang untuk menggalang
dukungan masyarakat melalui lembaga agama Islam.
Meskipun awalnya Jepang kurang tertarik pada partai-partai Islam zaman
Belanda, Masyumi akhirnya terbentuk setelah kongres Islam di Yogyakarta pada
Oktober 1945 dengan dukungan dari berbagai organisasi Islam seperti Muhammadiyah,
NU, Perikatan Ulama Islam, dan Persatuan Umat Islam, serta organisasi lainnya dari
berbagai daerah.

F. Perti
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) adalah sebuah organisasi massa Islam
nasional yang berasal dari Sumatera Barat dan didirikan pada tanggal 20 Mei 1930.
Berawal dari ulama Ahlussunnah wal Jamaah di Sumatera Barat, Perti kemudian
berkembang ke berbagai wilayah di Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi. Organisasi ini
aktif dalam politik dengan bergabung dalam GAPI dalam gerakan Indonesia
Berparlemen, serta memberikan kontribusi dalam penyusunan konsepsi kenegaraan
kepada Komisi Visman.

Organisasi Islam telah menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah Indonesia,

9
mulai dari sebelum kemerdekaan hingga saat ini. Diperkirakan ada lebih dari 100
organisasi Islam yang melibatkan jutaan orang sebagai anggotanya. Mereka biasanya
bermula dari gerakan kebudayaan yang bertujuan untuk memperkuat budaya dalam
masyarakat dengan beragam kegiatan. Kehad iran dan keterlibatan ormas Islam
memiliki dampak yang signifikan pada kebijakan pemerintah dan politik di Indonesia.
Meskipun kegiatan mereka beragam, biasanya meliputi dakwah, pendidikan, kesehatan,
sosial, politik, pemberdayaan ekonomi, serta penanggulangan terorisme dan
radikalisme.13

Tokoh-Tokoh Organisasi Masyarakat Islam di Indonesia


Tokoh-tokoh organisasi masyarakat Islam di Indonesia mencakup sejumlah
pemimpin yang telah memberikan kontribusi besar dalam menjaga dan memperbarui
Islam di tengah-tengah masyarakat. Mereka tidak hanya memimpin organisasi-
organisasi besar, tetapi juga menjadi pilar dalam perjalanan sejarah Islam di
Indonesia.14 Berikut adalah beberapa tokoh terkemuka di antara mereka:

1. KH. Ahmad Dahlan: Sebagai pendiri Ormas Muhammadiyah pada 18


November 1912, beliau tidak hanya menciptakan sebuah gerakan Islam yang
berfokus pada pendidikan dan sosial, tetapi juga memberikan arah baru bagi
pengembangan pemikiran Islam di Indonesia.
2. Ahmad Surkati: Sebagai pendiri Ormas Al-Irsyad pada 6 September 1914,
beliau telah berperan dalam menyebarkan dakwah Islam yang moderat dan
toleran di Indonesia, menjadikannya sebagai salah satu tokoh penting dalam
gerakan Islam di tanah air.
3. Kiai Hasyim Asyari: Pendiri Nahdlatul Ulama (NU) pada 31 Januari 1926,
beliau merupakan salah satu tokoh paling berpengaruh dalam sejarah Islam di
Indonesia. NU tidak hanya menjadi organisasi Islam terbesar di Indonesia, tetapi
juga menjadi kekuatan politik yang signifikan dalam memperjuangkan
kepentingan umat Islam.

13
https://setkab.go.id/peran-organisasi-kemasyarakatan-islam-di-indonesia/
14
M. Fadli, Pertumbuhan dan Perkembangan Organisasiorganisasi Islam: Muhammadiyah, Nahdatul
Ulama dan Jami’atul Washliyah, Jurnal Kajian Pendidikan Islam dan Keagamaan Vol.5, 3 (Juli-
September).

10
4. KH. Abdul Wahid Hasyim: Sebagai anak dari Kiai Hasyim Asyari, KH Abdul
Wahid Hasyim tidak hanya mewarisi kepemimpinan dalam NU, tetapi juga
menjadi salah satu pahlawan nasional yang diakui pada 17 November 1964.
Kontribusinya tidak hanya terbatas pada NU, tetapi juga dalam memperjuangkan
kemerdekaan dan pembangunan Indonesia.
Selain itu, tokoh-tokoh inovator pertama pada masa pemurnian Islam di
Indonesia zaman kolonial termasuk Syaikh Ahmad Khatib al-Minangkabui, yang
menjabat sebagai imam utama di Masjid Al-Haram di Mekah. Dia tetap tinggal di
Mekah dan tidak kembali ke kampung halamannya karena alasan pertama, yaitu karena
tradisi waris yang tetap dipertahankan. Alasan kedua adalah penentangan terhadap
sistem tarekat yang sedang berkembang pada saat itu.
Pemikiran Ahmad Khatib banyak dipopulerkan oleh para muridnya, seperti
Syeikh Muhammad Jamil Djambek, Haji Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul), Haji
Abdullah Ahmad, KH. Ahmad Dahlan (Pendiri Muhammadiyah), Sulaiman Ar-Rasuli,
dan KH Hasyim Asy’ari (Pendiri NU). Dua tokoh terakhir masih menganut sistem
tradisional atau tidak sepenuhnya sejalan dengan kelompok pembaharu, termasuk
dengan gurunya, karena Ahmad Khatib cenderung memberikan kebebasan kepada
murid-muridnya untuk mengeksplorasi dari berbagai sumber.
Meskipun hanya beberapa nama yang disebutkan di atas, banyak tokoh lainnya
juga memiliki peran penting dalam perkembangan Islam di Indonesia. Kesamaan
mereka adalah dedikasi mereka dalam memajukan Islam dan masyarakat Indonesia
secara umum.

KESIMPULAN
Kesimpulan dari makalah ini dapat dirangkum dalam poin-poin sebagai berikut:
1. Definisi Organisasi Masyarakat Islam: Organisasi masyarakat Islam (ormas)
merupakan kelompok massa yang terbentuk di Indonesia dengan tujuan tertentu,
baik berdasarkan kesamaan agama, pendidikan, sosial, atau budaya. Ormas
Islam didirikan dengan tujuan memperjuangkan tegaknya agama Islam sesuai
Al-Qur'an dan Sunnah, serta memajukan umat Islam dalam berbagai aspek
kehidupan.
2. Perkembangan Sejarah Islam di Indonesia: Sejak kedatangan Islam di

11
Indonesia, umat Islam telah menghadapi berbagai tantangan, terutama saat
berhadapan dengan penjajah kolonial pada abad ke-16. Namun, munculnya
gerakan pembaruan Islam pada awal abad ke-20, dipimpin oleh organisasi
seperti Muhammadiyah, Al-Irsyad, dan Persatuan Islam, memberikan dorongan
baru bagi penghidupan kembali ijtihad dan pemahaman Islam yang lebih
kontekstual.
3. Peran Ormas Islam pada Masa Kemerdekaan: Sejak sebelum kemerdekaan
Indonesia, ormas Islam telah memainkan peran penting dalam perjuangan
merebut kemerdekaan dan pembentukan negara. Mereka terlibat dalam politik,
sosial, pendidikan, dan dakwah, serta menjadi bagian integral dalam
pembentukan identitas nasional Indonesia.
4. Peran Politik Ormas Islam: Sejarah politik Indonesia juga mencatat peran
penting ormas Islam, baik pada masa Orde Lama maupun Orde Baru. Partai-
partai Islam seperti Masyumi dan NU memiliki pengaruh signifikan dalam
politik nasional, meskipun menghadapi berbagai tantangan dan restrukturisasi
pada masa Orde Baru.
5. Peran Ormas Islam dalam Masa Kini: Pada era kontemporer, ormas Islam
terus berperan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, pendidikan,
sosial, budaya, dan politik. Namun, keberadaan dan peran mereka mulai
menurun, terutama di kalangan generasi muda, sehingga diperlukan upaya untuk
memperkuat kembali otoritas dan relevansi ormas Islam dalam masyarakat.
6. Tokoh-Tokoh Penting Ormas Islam: Tokoh-tokoh seperti KH. Ahmad
Dahlan, Ahmad Surkati, Kiai Hasyim Asy'ari, dan KH. Abdul Wahid Hasyim
merupakan beberapa contoh tokoh yang telah memberikan kontribusi besar
dalam perkembangan dan pemajuan Islam di Indonesia melalui ormas mereka
masing-masing.

Dengan demikian, makalah ini memberikan gambaran komprehensif tentang


peran dan perkembangan organisasi masyarakat Islam di Indonesia serta kontribusinya
dalam sejarah dan kehidupan bangsa.

12
DAFTAR PUSTAKA
Basit, Abdul, dkk, Peran Ormas Islam Dalam Pengembangan Pendidikan Islam di
Indonesia, (Padang: AL-IBANAH Edisi Vol.8. No.2, Juli 2023), h.78.
Fadli, M., Pertumbuhan dan Perkembangan Organisasiorganisasi Islam:
Muhammadiyah, Nahdatul Ulama dan Jami’atul Washliyah, Jurnal Kajian
Pendidikan Islam dan Keagamaan Vol.5, 3 (Juli-September).
https://setkab.go.id/peran-organisasi-kemasyarakatan-islam-di-indonesia/
Ka’bah, Rifyal, Penegakan Syariat Islam di Indonesia (Cet, I; Jakarta: Khairul
Bayan, 2004), h. 204.
Machmudi, Yon, Sejarah dan Profil Ormas-Ormas Islam di Indonesia, (Depok: PTTI
UI, 2013), h.11.
M. Lapidus, Ira, Sejarah Sosial Umat Islam, Bagian ketiga (Cet. I; Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 1999), h. 328.
Sewang, Anwar, Buku Ajar Sejarah Peradaban Islam, (Parepare, Desember 2015), h.
373-375.
Shomad, Abdul, Hukum Islam Penormaan Prinsip Syariah dalam Hukum Indonesia,
(Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2015), h. 71.
Sultarini Rahayu, Sri, dan Riska Angriani, Peran Organisasi Islam Dalam
Pengembangan dan Penerapan Hukum Islam di Indonesia.

13

Anda mungkin juga menyukai