-Erika Dewi
-Irma Rismayanti
Kelas :XII IPS 4
A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia dewasa ini merupakan masyarakat peralihan yang
mengalami transformasi sosial, politik ekonomi dan budaya yang cepat serta
memperoleh pengaruh dari dunia luar secara intens, industrialisasi, urbanisasi,
sekulerisasi, polarisasi masyarakat Indonesia yang cendrung menjadi berbagai
kelas merupakan proses yang terus berjalan dengan segala macam implikasinya.
Dalm kontekes perubahan atau pembaharuan inilah organisasi islam yang
berkembang dalam bidang agama dan politik yang banyak di bahas di kalangan
masayarakat luas, dan juga di makalah ini terdapat empat organisasi islam yang
berkembang di Indonesia yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan politik
dari prasejarah hinga hingga pembaharuan keislamannya.
Ajaran Islam seakan menjadi belenggu yang semakin membenamkan umatnya
kepada situasi yang tidak berharga dan tidak berdaya, disisi lain kelompok
masyarakat yang terdidik menjadi alergi dengan Islam dan kaum muslim karena
dianggap sebagai sumber keterbelakangan masyarakat dan tidak bisa dijadikan
jalan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Sebagaimana tercermin dalam profil pendiri organisasi keagamaan ini hadir
sebagai pendobrak yang di inspirasikan oleh gerakan pembaharuan islam di dunia
internasional yang ditokohi jamaludin Al-afgani, Muhammad abduh, Rasyid Ridho
dan lain-lain, organisasi-organisasi ini bergerak menggali nilai-nilai islam yang
benar dan universal sebagai petunjuk hidup dan kehidupan. Kemudian
berkembang dalam arah gerakan modernis, sebagai avan grade masyarakat
Indonesia yang sedang bangkit dari tidur panjang selama tiga setengah abad di
bawah kolonialisme, sejalan dengan logika modernisme secera akumulatif
berkembang menjadi jaringan organisasi besar dengan amal usaha yang makin
meningkat dalam jumlah dan ragamnya.
PEMBAHASAN
A. Muhammadiyah
Ketika Muhammadiyah didirikan oleh KH, Ahmad Dahlan pada tahun 1912, umat
Islam sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk, Bersama seluruh bangsa
Indonesia, mereka terbelakang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah
kemakmuran dan ekonomi yang parah serta kemampuan politis yang tidak
berdaya. Lebih memperhatinkan lagi identitas keislaman merupakan salah satu
poin negatif kehidupan umat, Islam waktu itu identik dengan profil kaum santri
yang selalu mengurusi kehidupan akhirat sementara tidak tahu dan tidak mau
tahu dengan perkembangan zaman, Sementara lembaga organisasi keagamaan
juga masih berkelut dengan urusan yang tidak banyak bersentuh dengan dinamika
realitas sosial apalagi berusaha untuk memajukan.
Ada dua arah perkembangan Muhammadiyah dalam kerangka kemodernanya,
yaitu yang pertama pertumbuhan dan kemajuan ide tentang pertumbuhan
(growth) dan kemajuan (progress) merupakan dua kata kunci utama kebudayaan
modern yang menggambarkan akumulasi jumlah quantity dan peningkatan
keragaman diversity.Keduanya merupakan rumusan atau turunan dari ciri utama
modernisme dan materialisme Muhammadiyah mencoba menyuntikkan nilai-nilai
materialisme kedalam masyarakat yang telah keropos karena mengaggap
kehidupan materi duniawi tidak memiliki nilai-nilai secara religius.
Arah perkembangan kedua adalah sistematisasi, yang merupakan rumusan
turunaan dari prinsip modernisme, sistematisasi ini tidak mengarah
organisasional dengan dibentuknya berbagai majelis dan organisasi otonom
melainkan juga dalam kehidupan beragama, mulai di bentuk lembaga untuk
mensisitematisir pemahaman, pemikiran dan pelaksanaan peribadatan yaitu
majelis tarjih dan hasilnya disistematisir dalam sebuah manual himpunan putusan
tarjih, kedua trobosan tersebut, pertumbuhan, perkembangan, kemajuan dan
upaya membangun masyarakat umat islam dari masyarakat bodoh, miskin
terbelakang dan terjajah hinga menjadi masyarakat yang mandiri, makmur dan
berpendidikan. (Abdul Munir Mulkhan. 1990, hal; 1-2) Dua arah perkembangan
tersebut di jadikan oleh organisasi Muhammadiyah dalam kerangka modernisasi
dan sistematisasi itu merupakan rumusan untuk memajukan agama islam yang
murni menurut Al-Qur’an dan sunnah rasul.
B. PERSIS (PERSATUAN ISLAM)
Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak
hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang .
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat
rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.
Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya, organisasi ini
di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam,
NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau
sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung
gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU merupakan upaya
peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya,
agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan
jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi
usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai
pesantren.
Dalam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai
relevansi kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan inspirasi bagi
munculnya modernisasi islam penegasan atas pemihakkan terhadap “warisan
masa lalu “ islam di wujudkan dalam sikap bermazhab yang menjadi typical NU,
dalam memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa mempelajari karya dan
pemikiran-pemikiran ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki, dan
Hambali hanya akan sampai pada pemahaman ajaran Islam yang keliru.
Demikian juga dalam pandangan kiai Hasyim yang begitu jelas dan tegas
mengenai keharusan umat Islam untuk memelihara dan menjaga tredisi islam
ditorehkan para ulama klasik. Dalam rangka memelihara system mazhab kiai
Hasyim merumuskan gagasan ahlusunnah waljama’ah yang bertumpa pada
pemikiran, AbuHasan al-asyari, Mansur Al-Maturdi imam Hana fi, Maliki, syafi’I,
dan Hambali, serta ima Al-ghozali, junaid Albaghdadi dan imam mawrdi.
E. MASYUMI
F. PERTI
Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) adalah nama sebuah organisasi massa Islam
nasional yang berbasis di Sumatera Barat. Organisasi ini berakar dari para ulama
Ahlussunnah wal jamaahdi Sumatera Barat. Organisasi ini didirikan pada 20 Mei
1930 di Sumatera Barat. Kemudian organisasi ini meluas ke daerah-daerah lain di
Sumatera, dan juga mencapai Kalimantan dan Sulawesi.
Perti ikut berjuang di kancah politik dengan bergabung ke dalam GAPI dalam aksi
Indonesia Berparlemen, serta turut memberikan konsepsi kenegaraan kepada
Komisi Visman. Setelah kemerdekaan Perti menjadi partai politik. Dalam
Pemilihan Umum 1955 Perti mendapatkan empat kursi DPR-RI dan tujuh kursi
Konstituante. Setelah Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan oleh
Presiden Soekarno, Perti mendapatkan dua kursi di DPR-GR. Pada masa Orde Baru
Perti bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan.
Perti ikut berjuang di kancah politik dengan bergabung ke dalam GAPI dalam aksi
Indonesia Berparlemen, serta turut memberikan konsepsi kenegaraan kepada
Komisi Visman pada tahun 1939. Memasuki tahun 1944, para pemimpin Perti
melakukan gebrakan dengan bergabung ke Majelis Islam Tinggi (MIT) di
Bukittinggi, suatu organisasi Islam untuk seluruh Sumatera yang diketuai oleh
Syekh Muhammad Djamil Djambek, seorang ulama modernis yang pada masa lalu
sempat bersitegang dengan ulama tua Perti.
MIT merupakan tempat untuk merujuk persoalan-persoalan agama, tetapi selama
Perang Pasifik, organisasi ini kurang dapat berfungsi dengan baik. Pada bulan
Desember 1945, MIT bertransformasi menjadi Masyumi cabang Sumatera
sehubungan dengan edaran pemerintah sebelumnya agar rakyat mendirikan
partai politik sebagai cermin pelaksanaan demokrasi.
G.Al-washiliyah
tahun 2002 pada tablig akbar ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan
Menteri Agama dan terdakwa kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil
Husin Al Munawar, FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29
UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan
menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya"
seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan
pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945 yang sedang di bahas
di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi
Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J.
Soedjati Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam
Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamendemen, justru dikhawatirkan akan
memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa
yang majemuk.
Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila
inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk
membubarkan ormas Islam yang bermasalah pada tahun 2006.
J.Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia
Pada akhirnya kaum santri dapat masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan yang
mulanya didominasi oleh ?kaum abangan? dan di beberapa tempat oleh non
muslim. Posisi demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan
pemerintah.
Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasa warsa 80-an mitos bahwa
umat Islam Indonesia merupakan mayoritas tetapi secara teknikal minoritas
runtuh dengan sendirinya. Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara
yang diterima kaum santri di luar dan di dalam kampus telah mematangkan
mereka buka saja secara mental, tetapi juga secara intelektual. Dari mereka itulah
lahir critical mass yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan
yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi inteletual melalui
pergumulan ide dan gagasan yang diekpresikan baik melalui forum seminar
maupun tulisan di media cetak dan buku-buku. Seiring dengan itu juga terjadi
perkembangan dan perubahan iklim politik yang makin kondusif bagi tumbuhnya
saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya, termasuk
yang berada di dalam birokrasi.
ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum
cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan
itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua ICMI yang pertama.
K.Lembaga Dakwah Islam Indonesia
Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah pondok pesantren yang dikelola oleh
Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki
banyak pondok pesantren. Di setiap propinsi, Lembaga Dakwah Islam Indonesia
memiliki minimal 1 atau 2 pondok pesantren.
Salah satu pusat pendidikan agama Islam di bawah pengelolaan Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII) adalah Pondok Pesantren Al Barokah di desa Seruni
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.Pondok Pesantren ini lokasinya sangat
strategis, kurang lebih perjalanan hanya 10 menit ke Terminal Purabaya di
Bungurasih atau ke Bandara Internasional Juanda. Tidak mengherankan bila
banyak santri dari luar kota bahkan luar Jawa yang berguru di sini.
Cikal bakal Pondok Pesantren Al Barokah sebenarnya dimulai tahun 1900-an pada
masa pemerintahan Belanda. Waktu itu lokasinya di Seruni Pesantren yaitu
sebelah utara pondok pesantren yang ada sekarang. Kemudian pada tahun 1980-
an dikembangkan kembali oleh ulama-ulama LDII antara lain; KH. Hasbiyalloh, KH
Solikin Kawari.
Dididukung oleh lima orang pengajar/ustadz, Pondok Pesantren Al Barokah saat
ini mendidik 105 (seratus lima orang) terdiri dari 40 orang santri pria dan 65 orang
santri wanita.
Kurikulum pengajaran di Pondok Pesantren Al Barokah ini meliputi;
Nahwu, Shorof dan Tajwid
Al-Quran ; Bacaan dan Tafsir
Hadist himpunan; Makna dan Keterangan
Hafalan Doa dan Dalil