Anda di halaman 1dari 20

Nama kelompok: -Andy Suryadi

-Erika Dewi
-Irma Rismayanti
Kelas :XII IPS 4

Sejarah dan perkembangan organisasi Islam di


Indonesia

A. Latar Belakang
Masyarakat Indonesia dewasa ini merupakan masyarakat peralihan yang
mengalami transformasi sosial, politik ekonomi dan budaya yang cepat serta
memperoleh pengaruh dari dunia luar secara intens, industrialisasi, urbanisasi,
sekulerisasi, polarisasi masyarakat Indonesia yang cendrung menjadi berbagai
kelas merupakan proses yang terus berjalan dengan segala macam implikasinya.
Dalm kontekes perubahan atau pembaharuan inilah organisasi islam yang
berkembang dalam bidang agama dan politik yang banyak di bahas di kalangan
masayarakat luas, dan juga di makalah ini terdapat empat organisasi islam yang
berkembang di Indonesia yang berkenaan dengan masalah keagamaan dan politik
dari prasejarah hinga hingga pembaharuan keislamannya.
Ajaran Islam seakan menjadi belenggu yang semakin membenamkan umatnya
kepada situasi yang tidak berharga dan tidak berdaya, disisi lain kelompok
masyarakat yang terdidik menjadi alergi dengan Islam dan kaum muslim karena
dianggap sebagai sumber keterbelakangan masyarakat dan tidak bisa dijadikan
jalan untuk membangun masa depan yang lebih baik.
Sebagaimana tercermin dalam profil pendiri organisasi keagamaan ini hadir
sebagai pendobrak yang di inspirasikan oleh gerakan pembaharuan islam di dunia
internasional yang ditokohi jamaludin Al-afgani, Muhammad abduh, Rasyid Ridho
dan lain-lain, organisasi-organisasi ini bergerak menggali nilai-nilai islam yang
benar dan universal sebagai petunjuk hidup dan kehidupan. Kemudian
berkembang dalam arah gerakan modernis, sebagai avan grade masyarakat
Indonesia yang sedang bangkit dari tidur panjang selama tiga setengah abad di
bawah kolonialisme, sejalan dengan logika modernisme secera akumulatif
berkembang menjadi jaringan organisasi besar dengan amal usaha yang makin
meningkat dalam jumlah dan ragamnya.

PEMBAHASAN

Organisasi Islam di Indonesia merupakan sebuah fenomena yang menarik untuk


dipelajari, mengingat bahwa organisasi Islam merupakan representasi dari umat
Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia. Hal ini menjadikan organisasi Islam
menjadi sebuah kekuatan sosial maupun politik yang diperhitungkan dalam
pentas politik di Indonesia. Dari aspek kesejarahan, dapat ditangkap bahwa
kehadiran organisasi-organisasi Islam baik itu yang bergerak dalam bidang politik
maupun organisasi sosial membawa sebuah pembaruan bagi bangsa, seperti
kelahiran Serikat Islam sebagai cikal bakal terbentuknya organisasi politik,
Muhammadiyah, NU (Nahdlatul Ulama), Serikat Dagang, dan lain-lainnya pada
masa prakemerdekaan membangkitkan sebuah semangat pembaruan yang begitu
mendasar di tengah masyarakat.
Organisasi keagamaan Islam merupakan kelompok organisasi yang terbesar
jumlahnya, baik yang memiliki skala nasional maupun yang bersifat lokal saja.
Tidak kurang dari 40 buah organisasi keagamaan Islam yang berskala nasional
memiliki cabang-cabang organisasinya di ibukota propinsi maupun ibukota
kabupaten/kotamadya, seperti : Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, Sarikat
Islam (SI), Persatuan Tarbiyah Islamiyah (PERTI), Majelis Ulama Indonesia (MUI),
Gabungan Usaha Perbaikan Pendidikan Islam (GUPPI), Majelis Da’wah Islamiyah
(MDI), Dewan Mesjid Indonesia (DMI), Ikatan Cendekiawan Muslim se Indonesia
(ICMI), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Persatuan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII), Aisyiah, Muslimat NU, dan sebagainya. Sedangkan organisasi keagamaan
Islam yang bersifat lokal pada umumnya bergerak di bidang da’wah dan
pendidikan seperti: Majelis Ta’lim, Yayasan Pendidikan Islam, Yayasan Yatim
Piatu, Lembaga-Lembaga Da’wah Lokal, dan sebagainya.

A. Muhammadiyah

Ketika Muhammadiyah didirikan oleh KH, Ahmad Dahlan pada tahun 1912, umat
Islam sedang dalam kondisi yang sangat terpuruk, Bersama seluruh bangsa
Indonesia, mereka terbelakang dengan tingkat pendidikan yang sangat rendah
kemakmuran dan ekonomi yang parah serta kemampuan politis yang tidak
berdaya. Lebih memperhatinkan lagi identitas keislaman merupakan salah satu
poin negatif kehidupan umat, Islam waktu itu identik dengan profil kaum santri
yang selalu mengurusi kehidupan akhirat sementara tidak tahu dan tidak mau
tahu dengan perkembangan zaman, Sementara lembaga organisasi keagamaan
juga masih berkelut dengan urusan yang tidak banyak bersentuh dengan dinamika
realitas sosial apalagi berusaha untuk memajukan.
Ada dua arah perkembangan Muhammadiyah dalam kerangka kemodernanya,
yaitu yang pertama pertumbuhan dan kemajuan ide tentang pertumbuhan
(growth) dan kemajuan (progress) merupakan dua kata kunci utama kebudayaan
modern yang menggambarkan akumulasi jumlah quantity dan peningkatan
keragaman diversity.Keduanya merupakan rumusan atau turunan dari ciri utama
modernisme dan materialisme Muhammadiyah mencoba menyuntikkan nilai-nilai
materialisme kedalam masyarakat yang telah keropos karena mengaggap
kehidupan materi duniawi tidak memiliki nilai-nilai secara religius.
Arah perkembangan kedua adalah sistematisasi, yang merupakan rumusan
turunaan dari prinsip modernisme, sistematisasi ini tidak mengarah
organisasional dengan dibentuknya berbagai majelis dan organisasi otonom
melainkan juga dalam kehidupan beragama, mulai di bentuk lembaga untuk
mensisitematisir pemahaman, pemikiran dan pelaksanaan peribadatan yaitu
majelis tarjih dan hasilnya disistematisir dalam sebuah manual himpunan putusan
tarjih, kedua trobosan tersebut, pertumbuhan, perkembangan, kemajuan dan
upaya membangun masyarakat umat islam dari masyarakat bodoh, miskin
terbelakang dan terjajah hinga menjadi masyarakat yang mandiri, makmur dan
berpendidikan. (Abdul Munir Mulkhan. 1990, hal; 1-2) Dua arah perkembangan
tersebut di jadikan oleh organisasi Muhammadiyah dalam kerangka modernisasi
dan sistematisasi itu merupakan rumusan untuk memajukan agama islam yang
murni menurut Al-Qur’an dan sunnah rasul.
B. PERSIS (PERSATUAN ISLAM)

Sebagai organisasi yang berlebel Modernis lahirnya persatuan Islam di telah


memberi warna baru bagi sejarah peradaban islam di Indonesia, persis yang lahir
pada abad ke-20 merupakan respon terhadap kerakter keberagaman masyarakat
islam di Indonesia yang cendrung sinkretik, akibat pengaruh prilaku keberagaman
masyarakat, Indonesia sebelum kedatangan islam praktik-2 sinkretisme ini telah
berkembang subur, akibat sikap akomodatif para penyebar islam di Indonesia
terhadap adat-istidat yang sebelumnya telah mapan. Meskipun tidak dapat di
pungkiri, bahwa keberhasilan penyeberan islam juga tidak lepas dari sikap
akomodatif. Bagi PERSIS, praktik sinkretisme merupakan kesesatan yang tidak
boleh dibiarkan berkembang dan harus segera dihapus karena bias merusak
sendi-sendi fundamental agama islam.
Hal lain yang mejadi sasaran reformasi yang dilakukan persis adalah kejumudan
berfikir yang dialami oleh sebagian besar umat islam Indonesia akibat taklid buta
yamg mereka lakukan dalam menjalankan syari’at agama. Sebagai mana
diketahui, bahwa praktik peribadatan masyarakat Indonesia pada umumnya
didasarkan pada hasil rumusan para imam mazhab 800 tahun silam, Mereka
beranggapan bahwa, hasil ijtihad para imam mazhab tesebut merupakan
keputusan terbaik dan harus di ikuti apa adanya.

C. Sarekat Islam (SI)

Pada tahun 1912, oleh pimpinannya yang baru Haji Oemar Said Tjokroaminoto,
nama SDI diubah menjadi Sarekat Islam (SI). Hal ini dilakukan agar organisasi tidak
hanya bergerak dalam bidang ekonomi, tapi juga dalam bidang lain seperti politik.
Jika ditinjau dari anggaran dasarnya, dapat disimpulkan tujuan SI adalah sebagai
berikut:
1. Mengembangkan jiwa dagang.
2. Membantu anggota-anggota yang mengalami kesulitan dalam bidang .
3. Memajukan pengajaran dan semua usaha yang mempercepat naiknya derajat
rakyat.
4. Memperbaiki pendapat-pendapat yang keliru mengenai agama Islam.
5. Hidup menurut perintah agama.

SI tidak membatasi keanggotaannya hanya untuk masyarakat Jawa dan Madura


saja. Tujuan SI adalah membangun persaudaraan, persahabatan dan tolong-
menolong di antara muslim dan mengembangkan perekonomian rakyat.
Keanggotaan SI terbuka untuk semua lapisan masyarakat muslim. Pada waktu SI
mengajukan diri sebagai Badan Hukum, awalnya Gubernur Jendral Idenburg
menolak. Badan Hukum hanya diberikan pada SI lokal. Walaupun dalam anggaran
dasarnya tidak terlihat adanya unsur politik, tapi dalam kegiatannya SI menaruh
perhatian besar terhadap unsur-unsur politik dan menentang ketidakadilan serta
penindasan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial. Artinya SI memiliki jumlah
anggota yang banyak sehingga menimbulkan kekhawatiran pemerintah Belanda.
Seiring dengan perubahan waktu, akhirnya SI pusat diberi pengakuan sebagai
Badan Hukum pada bulan Maret tahun 1916. Setelah pemerintah
memperbolehkan berdirinya partai politik, SI berubah menjadi partai politik dan
mengirimkan wakilnya ke Volksraad tahun 1917.

D. Nahdatul Ulama (NU)

Nahdatul ulama (NU) lahir pada tanggal 31 januari 1926 di Surabaya, organisasi ini
di prakarsai oleh sejumlah ulama terkemuka, yang artinya kebangkitan para ulam,
NU didirikan untuk menampung gagasan keagamaan para ulama tradisional, atau
sebagai reaksi atas prestasi ideologi gerakan modernisme islam yang mengusung
gagasan purifikasi puritanisme, pembentukan NU merupakan upaya
peorganisasian dan peran para ulama, pesantren yang sudah ada sebelumnya,
agar wilayah kerja keulamaan lebih ditingkatkan, dikembangkan dan di luaskan
jangkauannya dengan kata lain didirikannya NU adalah untuk menjadi wadah bagi
usaha mempersatukan dan menyatukan langkah-langkah para ulama dan kiai
pesantren.
Dalam pandangan NU tidak semua tradisi buruk, usang, tidak mempunyai
relevansi kekirian, bahkan tidak jarang, tradisi biasa memberikan inspirasi bagi
munculnya modernisasi islam penegasan atas pemihakkan terhadap “warisan
masa lalu “ islam di wujudkan dalam sikap bermazhab yang menjadi typical NU,
dalam memahami maksud Al-Qur’an dan hadist tanpa mempelajari karya dan
pemikiran-pemikiran ulama-ulama besar seperti, Hanafi, Syafi’I, Maliki, dan
Hambali hanya akan sampai pada pemahaman ajaran Islam yang keliru.
Demikian juga dalam pandangan kiai Hasyim yang begitu jelas dan tegas
mengenai keharusan umat Islam untuk memelihara dan menjaga tredisi islam
ditorehkan para ulama klasik. Dalam rangka memelihara system mazhab kiai
Hasyim merumuskan gagasan ahlusunnah waljama’ah yang bertumpa pada
pemikiran, AbuHasan al-asyari, Mansur Al-Maturdi imam Hana fi, Maliki, syafi’I,
dan Hambali, serta ima Al-ghozali, junaid Albaghdadi dan imam mawrdi.
E. MASYUMI

Proklamasi kemerdekaan RI membawa angin Segar bagi perkembangan politik


dan demokrasi bangsa ini, setiap anak bangsa larut dalam keindahan
nasionalisme, hal itu juga terjadi pada tokoh-tokoh Islam saat itu sebelum
kemerdekaan mereka begitu semangat untuk menegakkan cita-cita Islam.
Pada masa awal kemerdekaan Indonesia PNI menjadi partai Negara, namun
menjelang Oktober 1945, PNI muncul dengan wajah baru karena di mulainya
system banyak partai yang juga berarti terbukanya kembali ruang bagi kalangan
islam untuk ikut serta di dalamnya serta sebagai sarana bagi mereka untuk
menegakkan cita-cita islam. Kebijakan pemarintah dalam pendirian partai-partai
ini pada awalnya banyak disesalkan oleh kalangan Islam, argument mereka antara
lain didasarkan pada penikiran bahwa di waktu genting setelah proklamasi yang di
butuhkan persaudaraan rakyat bukan malah kebijakan atau penerapan sistem
banyak partai justru dapat memicu terjadinya perpecahan.
Masyumi didirikan pada 24 oktober 1943 sebagai pengganti MIAI karena jepang
memerlukan satu badan untuk menggalang dukungan masyarakat Indonesia
melalui lembaga agama islam, meskipun demikian, jepang tidak terlalu tertarik
dengan partai-partai islam yang telah ada di zaman belanda yang kebanyakan
berlokasi di perkotaan dan berpola piker modern, sehingfga pada minggu-minggu
pertama, jepang telah melarang partai sarikat islam Indonesia (PSII) dan partai
islam Indonesia (PII).
Pada tanggal 7-8 Oktober diadakan muktamar islam di yogyakarta yang di hadiri
oleh hamper semua tkoh berbagai organisasi islam dari masa sebelum perang
serta masa pendudukan jepang. Kongres memutuskan untuk mendirikan syuro
pusat bagi umat islam Indonesia , masyumi yang dianggap sebagai satu-satunya
partai politik bagi umat islam pada awal pendiri masyumi, hanya empat organisasi
yang masuk masyumi yaitu; Muhammadiyah, NU, perikatan ulama islam, dan
persatuan umat islam.
Setelah itu barulah organisasi islam yang lainnya ikut bergabung kemasyumi
antara lain persatuan islam (bandung), al-irsyad (Jakarta), Al-jamiatul Washliyah
dan Al-ittihadiyah (dari sumatera utara), selain itu pada tahun 1949 setelah rakyat
pendudukan belanda mempunyai hubungan leluasa dengan rakyat di daerah yang
dikuasai oleh RI, banyak di antara organisasi islam di daerah pendudukan itu
bergabung dengan masyumi mudahnya persyaratan untuk masuknya organisasi
isalam kedalam Masyumi menjadi slah satu penyebab banyaknya organisasi-
organisasi islam yang masuk kedalamnya, namun yang lebih penting mengenai
alas an mereka masuk kedalam Masyumi di karenakan semus pihak merasa perlu
bergabung dan memperkuat barisan Islam.

F. PERTI

Persatuan Tarbiyah Islamiyah (Perti) adalah nama sebuah organisasi massa Islam
nasional yang berbasis di Sumatera Barat. Organisasi ini berakar dari para ulama
Ahlussunnah wal jamaahdi Sumatera Barat. Organisasi ini didirikan pada 20 Mei
1930 di Sumatera Barat. Kemudian organisasi ini meluas ke daerah-daerah lain di
Sumatera, dan juga mencapai Kalimantan dan Sulawesi.
Perti ikut berjuang di kancah politik dengan bergabung ke dalam GAPI dalam aksi
Indonesia Berparlemen, serta turut memberikan konsepsi kenegaraan kepada
Komisi Visman. Setelah kemerdekaan Perti menjadi partai politik. Dalam
Pemilihan Umum 1955 Perti mendapatkan empat kursi DPR-RI dan tujuh kursi
Konstituante. Setelah Konstituante dan DPR hasil Pemilu dibubarkan oleh
Presiden Soekarno, Perti mendapatkan dua kursi di DPR-GR. Pada masa Orde Baru
Perti bergabung dengan Partai Persatuan Pembangunan.
Perti ikut berjuang di kancah politik dengan bergabung ke dalam GAPI dalam aksi
Indonesia Berparlemen, serta turut memberikan konsepsi kenegaraan kepada
Komisi Visman pada tahun 1939. Memasuki tahun 1944, para pemimpin Perti
melakukan gebrakan dengan bergabung ke Majelis Islam Tinggi (MIT) di
Bukittinggi, suatu organisasi Islam untuk seluruh Sumatera yang diketuai oleh
Syekh Muhammad Djamil Djambek, seorang ulama modernis yang pada masa lalu
sempat bersitegang dengan ulama tua Perti.
MIT merupakan tempat untuk merujuk persoalan-persoalan agama, tetapi selama
Perang Pasifik, organisasi ini kurang dapat berfungsi dengan baik. Pada bulan
Desember 1945, MIT bertransformasi menjadi Masyumi cabang Sumatera
sehubungan dengan edaran pemerintah sebelumnya agar rakyat mendirikan
partai politik sebagai cermin pelaksanaan demokrasi.
G.Al-washiliyah

Berdirinya Al-Washiliyah dilatar belakangi oleh kesadaran beberapa pelajar dan


guru yang tergabung dalam perguruan Maktab Islamiah Tapanuli untuk bersatu
dalam menyalurkan ide dan pendapat. Pada tahun 1918, masyarakat Mandailing
menetap di Medan berinisiatif mendirikan sebuah Institusi Pendidikan Agama
Islam, bernama Maktab Islamiyah Tapanuli. Mereka ini adalah pendatang dari
daerah Tapanuli Selatan yang berbatasan langsung dengan tanah Minangkabau.
System pendidikan MIT adalah mencoba menggabungkan system tradisional dan
modern. Apa yang diajarkan tidak jauh berbeda dari pesantren-pesantren
tradisional, namun pengajaran sudah dilakukan secara klasikal dengan
menggunakan media-media modern seperti bangku, papan tulis, dan sebagainya.
Pendidikan inipun dibagi menjadi tiga tingkatan : persiapan ( tajhizi ), awal
( ibtida’I ), dan menengah ( tsanawi ). System dikelas mengikuti
Universitas Al-Azhar Kairo yang menjadi kiblat pendidikan umat islam saat itu
yaitu menerapkan system halaqah dengan duduk di lantai.
Pada tahun 1928, para alumni dan murid enior MIT mendirikan Debating Club
sebagai wadah untuk mendiskusikan pelajaran maupun persoalan-persoalan
sosial keagamaan yang sedang berkembang ditengah masyarakat. Debating club
ini berkaitan dengan diskusi-diskusi mengenai nasionalisme dan berbagai paham
keagamaan yang didorong oleh kaum pembaru. Para anggota Debating Club
merasakan perlunya tempat diskusi yang lebih besar lagi. Lalu upaya ke arah ini
mulai dirintis, sehingga pada tanggal 30 November 1930 bertepatan dengan 9
Rajab 1349, telah resmi berdirinya sebuah organisasi yang diberi nama Al-
Washliyah, yang bermakna organisasi yang ingin menghubungkan dan
mempertalikan. Hal ini berkaitan dengan keinginan memelihara hubungan antara
manusia dengan Tuhan, hubungan sesama manusia, antarsuku, antarbangsa dan
lain-lain. Nama organisasi ini diambil dari Al-Qur’an. Demikianlah nama dari Al-
Washliyah yang memancarkan cita-cita yang tinggi yang diharapkan menjadi roh
bagi para simpatisannya.
Setelah resmi didirikan, kemudian ditetapkanlah para pengurus Al-Washliyah
yang berkedudukan di Medan, dengan tahapan sebagai berikut:
1. Ketua I: Isma’il Banda.
2. Ketua II: A. Rahman Sjihab
3. Penulis I: M. Arsjad Thalib Lubis
4. Penulis II: Adnan Nur
5. Bendahara: H. M. Yaa’kub
6. Pembantu: H. Syamsuddin, H. Jusuf Ahmad Lubis, H. A. Malik, A. Aziz Effendy
7. Penasihat: Sjech H. Muhammad Junus
Berdasarkan Keputusan Kongres (Muktamar) Al-Washliyah ke X Tanggal 10 Maret
s/d 14 Maret 1956 di Jakarta, disepakati bahwa kedudukan Pengurus Besar Al-
Washliyah dipindahkan ke pusat pemerintahan. Hal ini dimaksudkan aggar lebih
dekat dengan kekuasaan pemerintah dan memudahkan koordinasi dengan
pengurus di tingkat wilayah di seluruh Indonesia.
Berdirinya Al-Washliyah tidak tergantung pada seorang tokoh sentral yang
karismatik sebagaimana halnya Ahmad Dahlan dengan Muhammadiyah, Hasyim
Asy’ari dengan NU, atau Ahmad Soorkati dengan Al-Irsyad. Pendirian dan
pertumbuhan awal Al-Washliyah lebih merupakan hasil upaya bersama beberapa
orang dengan peran dan keistimewaannya masing-masing. Adapun orang-orang
yang berperan penting dalam pendirian dan perkembangan organisasi Al-
Washliyah ini, yaitu Syekh Muhammad Yunus (tokoh yang dianggap sebagai
pendiri Al-Washliyah), Abdurrahman Syihab (tokoh yang mempunyai kemampuan
tinggi dalam rekruitmen anggota), Arsyad Talib Lubis (ulama Al-Washliyah dengan
ilmu dan pengetahuan agama islam yang mendalam), Udin Syamsuddin
(administrator dan ahli manajemennya).
Al-Washliyah dipandang sebagai organisasi sosial keagamaan yang bersifat
tradisional dalam paham keagamaan (ciri khas Syafi’iyah), tetapi modernis dalam
pendidikan islam (bentuk lembaga yang didirikan seperti madrasah dan sekolah
serta sistem dan kurikulum yang digunakan
H. Jami’at Khair Al-Irsyad

Pada tahun 1901, di Pekojan mereka mendirikan organisasi Al-Jami’at Al-Khariyah


( Perkumpulan Kebaikan ). Organisasi ini memperoleh izin resmi dari pemerintah
Hindia Belanda pada 17 Juli 1905. Jami’at Khoir ini didirikan oleh Sayid
Muhammad Al-Fakhir bin Abdurahman Al-mansur, Sayid Muhammad bin
Abdullah bin Syihab, Sayid Syehan bin Sihab.
Anggota organisasi ini terbuka bagi setiap muslim, namun mayoritas anggotanya
adalah Masyarakat Arab. Tujuan berdirinya organisasi ini karena beberapa hal
menyangkut pendidikan, yaitu :
1. Keterbatasan sarana pendidikan dan kekurangsesuaian fasilitas pendidikan.
2. Masyarakat Arab kurang suka mengikuti pendidikan di sekolah Belanda.
3. Sekolah pribumi kurang bermutu.
System pendidikan Jami’at Khoir menggunakan system modern, seperti adanya
kurikulum, mata pelajaran umum, mata pelajaran agama, kelas-kelas yang sudah
terorganisasi. Jami’at Khoir pun mendatangkan guru-guru dari luar yaitu:
1. H.Muhammad Mansur dari Padang
2. Alhasimi dari Tunis yag memperkenalkan kepanduan dan olahraga
3. Syekh Muhammad Thaib dari Maroko tahun 1911
4. Syekh Muhammad Abdul Hamid dari Mekkah tahun 1911
5. Syekh Ahmad Soorkati dari Sudan tahun 1911
Soorkati memiliki peranan penting dalam perkembangan Jami’at Khoir. Soorkati
lahir pada tahun 1875, didesa Udfu, Jazirah Arqu, Dongula, Sudan. Ayahnya
adalah seorang lulusan Universitas Al-azhar yang bernama Jabir bin Abdullah Al-
ansari. Pada tahun 1875 ia mengikuti pendidikan tradisional di Sudan dan
melanjutkan studi di Universitas Al-azhar. Tahun 1896, ia pergi ke Madinah dan
tinggal selama empat tahun untuk belajar agama.
Jami’at Khair dibawah pimpinan Soorkati mengalami kemajuan pesat dengan
didirikannya dua madraah di Krukut dan Pekojan, dan satu di Bogor. Muridnya
pun tidak hanya berasal dari daerah sekitar, tetapi juga dari dareah Batavia dan
Sumatera.
Setelah dua tahun aktif di Jami’at Khair terjadi etegangan Antara Soorkati dan
pengurus Jami’at Khair berawal dari lawatan Soorkati keliling Jawa Tengah pada
tahun 1913. Soorkati singgah di kediaman Alhamid di Solo. Saat bin Sungkar
bertanya tentang hukum perkawinan seorang syarifah dengan pria non alawi,
Soorkati menjawab perkawinan itu dibolehkan menurut hukum syar’I yang adil.
Jawaban Soorkati ini dianggap telah menghina golongan alawi.
Akhirnya Soorkati menyadari bahwa organisasi ini didominasi oleh golongan
Sayyid yang menganggap dirinya sebagai keturunan Nabi Muhammad SAW dan
keturunan Ali dan Fatimah yang memiliki kemuliaan dan kedudukan lebih tinggi
dari yang lainnya, sebagai manusia pilihan Allah SWT yang diberi hak untuk
memberi syafaat dan menjadi wasilah Antara manusia dan Tuhan, sehingga
mereka meminta penghormatan, seperti adanya taqbil ( mencium tangan para
sayyid kapan dan dimana pun ketika bertemu ), wanita alawi tidak boleh menikah
dengan pria non-alawi.
Soorkati yang merasa dirinya tidak disukai pun mengeluarkan diri dari Jami’at
Khair. Pada tahun yang sama atas dukungan pemuka Hadrami non-alawi ia
membuka madrasah AL-Irsyad Islamiyah, ia juga menyetujui pendirian organisasi
yang menaunginya yaitu Jam’iyah Al-islah wa Al-irsyad Al-islamiyah pada tanggal 6
September 1914. Kemajuan Al-irsyad mengalami kemajuan, sedangkan Jami’at
Khoir mengalami kemunduran.

Al-irsyad ditujukan kepada golongan Arab Hadrami bahwa tafaddul ( kemuliaan )


tidaklah didasari pada keturunan, melainkan pada ilmu, amal, dan takwa. Ia
menentang taklid buta, khufarat, dan bid’ah dalam berbagai bentuk keyakinan
dan keagamaan yang dihubungkan dengan orang tertentu dari keluarga Alawi.
Karena itulah Al-irsyad bergerak dalam bidang pendidikan formal, tujuan
kedepannya adalah :
1. Memperbaiki kondisi keberagaman dan sosio-ekonomi umat islam,
khususnya golongan arab dengan mendirikan madrasah, panti asuhan dan rumah
sakit.
2. Menyebarkan reformasi islam diantara para muslim melalui tulisan,
publikasi, diskusi, kelompok studi dan tablig.
I.Front Pembela Islam (FPI)

sebuah organisasi massa Indonesia. Mengusung pandangan Islamisme


konservatif, FPI memiliki basis massa yang signifikan dan menjadi motor di balik
beberapa aksi pergerakan Islam di Indonesia, seperti Aksi 2 Desember pada 2016.
FPI dideklarasikan pada 17 Agustus 1998 (atau 24 Rabiuts Tsani 1419 H) di
halaman Pondok Pesantren Al Um, Kampung Utan, Ciputat, di Selatan Jakarta oleh
sejumlah Habaib, Ulama, Mubaligh dan Aktivis Muslim dan disaksikan ratusan
santri yang berasal dari daerah Jabotabek.[1] Pendirian organisasi ini hanya
empat bulan setelah Presiden Soeharto mundur dari jabatannya, karena pada
saat pemerintahan orde baru presiden tidak mentoleransi tindakan ekstrimis
dalam bentuk apapun. FPI pun berdiri dengan tujuan untuk menegakkan hukum
Islam di negara sekuler.
Organisasi ini dibentuk dengan tujuan menjadi wadah kerja sama antara ulama
dan umat dalam menegakkan Amar Ma'ruf dan Nahi Munkar[3] di setiap aspek
kehidupan.
Latar belakang pendirian FPI sebagaimana diklaim oleh organisasi tersebut antara
lain:
1.Adanya penderitaan panjang ummat Islam di Indonesia karena kontrol sosial
penguasa sipil maupun militer akibat banyaknya pelanggaran HAM yang dilakukan
oleh oknum penguasa.
2.Adanya kemungkaran dan kemaksiatan yang semakin merajalela di seluruh
sektor kehidupan.
3.Adanya kewajiban untuk menjaga dan mempertahankan harkat dan martabat
Islam serta ummat Islam.

tahun 2002 pada tablig akbar ulang tahun FPI yang juga dihadiri oleh mantan
Menteri Agama dan terdakwa kasus korupsi Dana Abadi Umat (DAU), Said Agil
Husin Al Munawar, FPI menuntut agar syariat Islam dimasukkan pada pasal 29
UUD 45 yang berbunyi, "Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa" dengan
menambahkan "kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya"
seperti yang tertera pada butir pertama dari Piagam Jakarta yang dirumuskan
pada tanggal 22 Juni 1945 ke dalam amendemen UUD 1945 yang sedang di bahas
di MPR sambil membawa spanduk bertuliskan "Syariat Islam atau Disintegrasi
Bangsa".
Namun Anggota Dewan Penasihat Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI) Dr. J.
Soedjati Djiwandono berpendapat bahwa dimasukkannya tujuh kata Piagam
Jakarta ke dalam UUD 1945 yang diamendemen, justru dikhawatirkan akan
memecah belah kesatuan bangsa dan negara, mengingat karekteristik bangsa
yang majemuk.
Pembentukan organisasi yang memperjuangkan syariat Islam dan bukan Pancasila
inilah yang kemudian menjadi wacana pemerintah Indonesia untuk
membubarkan ormas Islam yang bermasalah pada tahun 2006.
J.Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia

Cendekiawan Muslim Indonesia disingkat ICMI adalah sebuah organisasi


cendekiawan muslim di Indonesia yang dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990
di sebuah pertemuan kaum cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8
Desember 1990. Di pertemuan itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai
ketua ICMI yang pertama. Dan saat ini Ketua Umum ICMI periode 2015-2020 Prof.
Dr. Jimly Asshiddiqie, S.H terpilih dalam Muktamar VI dan Milad ke-25 ICMI di
Hotel Lombok Raya, Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (13/12/2015).
Kelahiran ICMI bukankah sebuah kebetulah sejarah belaka, tetapi erat kaitannya
dengan perkembangan global dan regional di luar dan di dalam negeri. Menjelang
akhir dekade 1980-an dan awal dekade 1990-an, dunia ditandai dengan
berakhirnya perang dingin dan konflik ideologi.
Seiring dengan itu semangat kebangkitan Islam di belahan dunia timur ditandai
dengan tampilnya Islam sebagai ideologi peradaban dunia dan kekuatan altenatif
bagi perkembangan perabadan dunia. Bagi Barat, kebangkitan Islam ini menjadi
masalah yang serius karena itu berarti hegemoni mereka terancam. Apa yang
diproyeksikan sebagai konflik antar peradaban lahir dari perasaan Barat yang
subjektif terhadap Islam sebagai kekuatan peradaban dunia yang sedang bangkit
kembali sehingga mengancam dominasi peradaban Barat.
Kebangkitan umat Islam ditunjang dengan adanya ledakan kaum terdidik
(intelectual booming) yang di kalangan kelas menengah kaum santri Indonesia.
Program dan kebijakan Orde Baru secara langsung maupun tidak langsung telah
melahirkan generasi baru kaum santri yang terpelajar, modern, berwawasan
kosmopolitan, berbudaya kelas menengah, serta mendapat tempat pada institusi-
institusi modern.

Pada akhirnya kaum santri dapat masuk ke jajaran birokrasi pemerintahan yang
mulanya didominasi oleh ?kaum abangan? dan di beberapa tempat oleh non
muslim. Posisi demikian jelas berpengaruh terhadap produk-produk kebijakan
pemerintah.
Dengan kondisi yang membaik ini, maka pada dasa warsa 80-an mitos bahwa
umat Islam Indonesia merupakan mayoritas tetapi secara teknikal minoritas
runtuh dengan sendirinya. Sementara itu, pendidikan berbangsa dan bernegara
yang diterima kaum santri di luar dan di dalam kampus telah mematangkan
mereka buka saja secara mental, tetapi juga secara intelektual. Dari mereka itulah
lahir critical mass yang responsif terhadap dinamika dan proses pembangunan
yang sedang dijalankan dan juga telah memperkuat tradisi inteletual melalui
pergumulan ide dan gagasan yang diekpresikan baik melalui forum seminar
maupun tulisan di media cetak dan buku-buku. Seiring dengan itu juga terjadi
perkembangan dan perubahan iklim politik yang makin kondusif bagi tumbuhnya
saling pengertian antara umat Islam dengan komponen bangsa lainnya, termasuk
yang berada di dalam birokrasi.
ICMI dibentuk pada tanggal 7 Desember 1990 di sebuah pertemuan kaum
cendekiawan muslim di Kota Malang tanggal 6-8 Desember 1990. Di pertemuan
itu juga dipilih Baharuddin Jusuf Habibie sebagai ketua ICMI yang pertama.
K.Lembaga Dakwah Islam Indonesia

Lembaga Dakwah Islam Indonesia adalah pondok pesantren yang dikelola oleh
Lembaga Dakwah Islam Indonesia. Lembaga Dakwah Islam Indonesia memiliki
banyak pondok pesantren. Di setiap propinsi, Lembaga Dakwah Islam Indonesia
memiliki minimal 1 atau 2 pondok pesantren.
Salah satu pusat pendidikan agama Islam di bawah pengelolaan Lembaga Dakwah
Islam Indonesia (LDII) adalah Pondok Pesantren Al Barokah di desa Seruni
Kecamatan Gedangan Kabupaten Sidoarjo.Pondok Pesantren ini lokasinya sangat
strategis, kurang lebih perjalanan hanya 10 menit ke Terminal Purabaya di
Bungurasih atau ke Bandara Internasional Juanda. Tidak mengherankan bila
banyak santri dari luar kota bahkan luar Jawa yang berguru di sini.
Cikal bakal Pondok Pesantren Al Barokah sebenarnya dimulai tahun 1900-an pada
masa pemerintahan Belanda. Waktu itu lokasinya di Seruni Pesantren yaitu
sebelah utara pondok pesantren yang ada sekarang. Kemudian pada tahun 1980-
an dikembangkan kembali oleh ulama-ulama LDII antara lain; KH. Hasbiyalloh, KH
Solikin Kawari.
Dididukung oleh lima orang pengajar/ustadz, Pondok Pesantren Al Barokah saat
ini mendidik 105 (seratus lima orang) terdiri dari 40 orang santri pria dan 65 orang
santri wanita.
Kurikulum pengajaran di Pondok Pesantren Al Barokah ini meliputi;
Nahwu, Shorof dan Tajwid
Al-Quran ; Bacaan dan Tafsir
Hadist himpunan; Makna dan Keterangan
Hafalan Doa dan Dalil

L.Al Jam'iyatul Washliyah


Al Jam'iyatul Washliyah (Arab : ‫ ) الجمعيةالوصليه‬adalah salah satu organisasi Islam di
Indonesia.Kata Al jam'iyatul Washliyah berasal dari Bahasa Arab Yang artinya
Perkumpulan atau perhimpunan yang menghubungkan, baik yang
menghubungkan Manusia dengan Allah (hablun minAllah) dan yang
menghubungkan Manusia dengan Manusia(hablun minannas).Al Jam'iyatul
washliyah sekarang lebih di kenal dengan Al Washliyah.Al wasliyah khusus aktif
membela kemaslahatan umat Islam dan Indonesia pada umumnya.
Seiring dengan menajamnya perpecahan di tengah-tengah ummat Islam,baik yang
datang dari luar maupun dari intern ummat Islam itu sendiri dikarenakan
perbedaan mahzab atau Pandangan,maka para Cendikiawan muslim mencari
jalan tengah untuk mempersatukan ummat Islam. Maka di bentuklah Al
Jam,iyatul Washliyah pada tanggal 30 November 1930 atau 9 Rajab 1349 Hijriah di
Maktap Islamiyah Tapanuli Selatan,Medan. Adapun Tokoh pendiri Al Alwashliyah
adalah Ismail Banda ,H.M.Arsyad Thalib Lubis dan H.Abdurrahman Syihab.

Anda mungkin juga menyukai